BAB I PENDAHULUAN. 1. Wilayah Indonesia dibagi ke dalam daerah-daerah, baik yang bersifat otonom maupun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mendasar dimana disetiap daerah berdasarkan kewenangan otonomi dibentuk Dewan

PENUTUP. penulis akan menyimpulkan penelitian ini sebagai berikut :

SKRIPSI OLEH : ADUKA

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri sangat bergantung pada konfigurasi politik pemerinthan pada saat

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

BAB III TINJAUAN UMUM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI BATAS WILAYAH DESA

Volume 11 Nomor 1 Maret 2014

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut sebagai UUD 1945), Negara Indonesia. kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 7 TAHUN 2009

BAB III KERANGKA TEORITIS. urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian

SKRIPSI. Pemekaran Nagari Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pemerintahan Nagari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang berpengaruh terhadap mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. Dampak positif reformasi terlihat dalam kehidupan bernegara antara lain:

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

BAB I PENDAHULUAN. bentuk negara kesatuan ini maka penyelenggaraan pemerintahan pada prinsipnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya khususnya di Indonesia, karena semenjak para pendiri

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 8/Ags/2016

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang besar dan luas dari segi georafis serta terdiri dari beribu-ribu

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH KEPENGHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. secara saling memperkuat, saling terkait dan terpadu dengan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Otonomi Daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BUPATI ROKAN HILIR PROVINSI RIAU

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut Asas

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah. Karena otonomi daerah itu sendiri adalah hak, wewenang, dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN PEKAITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HILIR,

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment)

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH STATUS MATA KULIAH : WAJIB LOKAL KODE MATA KULIAH : HKN4102

BAB III KERANGKA TEORI

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

I. PENDAHULUAN. sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya. kecamatan (Widjaya, HAW 2008: 164). Secara administratif desa berada di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pelayanan menjadi bahasan yang penting dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. oleh warga negara adalah keikutsertaan dalam pemilihan umum. politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara

KONFLIK BATAS WILAYAH DI ERA OTONOMI MENURUT UNDANG-UNDANG 32 TAHUN Mashuri, MA

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. Kata kunci: Kewenangan, penyelenggaraan, pemerintahan desa

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia selalu berusaha untuk mencapai kemajuan di segala bidang untuk

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan langkah baru untuk membenahi penyelenggaraan pemerintah,

ASPEK YURIDIS PENYERAHAN WEWENANG DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA PEMERINTAH DAERAH DALAM HAL PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Hal ini dapat dilihat pada

TINJAUAN UMUM TERHADAP DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. A. Fungsi dan Peranan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan pemekaran kabupaten Simalungun. Adanya pergantian anggota dewan untuk 5 tahun ke depan pasca

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DUSUN

SEJARAH PERKEMBANGAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

KEWENANGAN GUBERNUR DALAM URUSAN AGAMA DI DAERAH SKRIPSI

PERATURAN DAERAH KUANTAN SINGINGI NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN KEPENGHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah dilaksanakan dalam rangka menepakan asas

HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH : Sistem Pemerintahan Desa

I. PENDAHULUAN. dilakukan langsung oleh pemerintah pusat yang disebar ke seluruh wilayah

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, Kebijakan otonomi daerah yang tertuang dalam Undang-undang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik

BAB I PENDAHULUAN. cita-cita nasional yaitu; untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 6 TAHUN 2011 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. administrasi Pemerintahan di Indonesia berdasarkan Pasal 18 Undang-undang

Pasal 18 UUD 49 dan Pasal 18, 18A dan B (Amandemen) Harsanto Nursadi

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA SEBAGAI PENEGAK PERATURAN DAERAH Sejarah Pembentukan Satuan Polisi Pamong Praja

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, maupun kemasyarakatan maupun tugas-tugas pembantuan yang

APA ITU DAERAH OTONOM?

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN. terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. Desa menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang. Pemerintahan Daerah, merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang

-2- Dengan Persetujuan Bersama

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SRAGEN DILIHAT DARI PERSPEKTIF AKUNTABILITAS

HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa Sansekerta, deca yang

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2012 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk Republik, kemudian dipertegas Pasal 37 ayat (5) bahwa khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. Mengenai Pemerintah Daerah disebutkan bahwa : 1 1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan Undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. 2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. Selanjutnya ditentukan bahwa : 2 1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. 2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,yang diatur dalam undang-undang Dari ketentuan Pasal diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 3 1. Wilayah Indonesia dibagi ke dalam daerah-daerah, baik yang bersifat otonom maupun yang bersifat administratif. 2. Daerah-daerah itu mempunyai pemerintahan. 3. Pembagian wilayah dan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undangundang. 1 Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 18 A 2 Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 18 B 3 Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia ( Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelenggaraan Otonomi Daerah ), ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007),h.4.

4. Dalam pembentukan daerah-daerah itu, terutama daerah otonom dan dalam mentukan susunan pemerintahannya harus diingat permusyarawatan dalam system pemerintahan negara dan hak asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa ( asli ). Sistim pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. 4 Hak melakukan pemerintahan sendiri sebagai sendi kerakyatan dalam sebuah negara kesatuan tidak lain berarti otonom, yaitu hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Dengan demikian, makin kuat alas an bahwa pemerintahan dalam susunan daerah besar dan kecil menurut Pasal 18 tidak lain dari pemerintahan yang disusun atas dasar dasar otonomi. 5 Kata otonomi sendiri beranti hukum atau peraturan sendiri. 6 Era reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan kenegaraan di Indonesia. Salah satunya adalah telah terjadinya pergeseran paradigma sistem pemerintahan yang bercorak sentralistik di pemerintahan pusat ke arah sistem pemerintahan yang desentralistik di Pemerintah Daerah. Sistem pemerintahan seperti ini memberikan keleluasaan kepada daerah dalam wujud Otonomi Daerah dalam arti kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Asas-asas yang pada awalnya adalah asas sentralisasi dan konsentrasi, berkembang menjadi asas desentralisasi dan dekonsentrasi dengan prinsip demokrasi, peran serta, prakarsa dan aspirasi masyarakat sendiri atas dasar pemeratan dan keadilan serta sesuai dengan kondisi, potensi dan 4 HAW. Wijaya, Pemerintahan Desa/Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah ( Suatu Telaah Administrasi Negara ), ( Jakarta: Rajawali Press, 2001), h.1. 5 Ni matul Huda, Otonomi Daerah ( Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematika ), ( Jakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.5. 6 Ahmad Yani, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, Edisi Revisi, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h.5.

keragaman daerah. Lahirnya konsep desentralisasi merupakan upaya untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang demokratis dan mengakhiti pemerintahan yang sentralistik. 7 Banyak yang menyadari bahwa salah satu fungsi yang menonjol dari desentralisasi dan otonomi daerah adalah fungsi pendidikan politik. 8 Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, berkaitan dengan perubahan kebijaksanaan desentralisasi di Indonesia. Undang-undang ini membawa pergeseran paradigma terhadap penyelenggaraan pemerintahan mulai dari pemerintahan pusat sampai pada pemerintah desa. Undang-undang ini telah memberikan otonomi yang jauh lebih besar kepada daerah otonom yaitu Pemerintah Daerah kabupaten dan kota. Otonomi Daerah dianggap sebagai opsi yang tepat untuk meningkatkan derajat keadilan sosial serta distribusi kewenangan secara proporsional antara pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/kota dalam hal penentuan kebijakan, penguasaan aset serta pengaturan sumber daya lokal. Terkait hal tersebut, diatur dalam Pasal 18 Undang- Undang Dasar 1945 hasil Amandemen Kedua menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan Undang-Undang. Negara pada hakikatnya sangat menghargai hak-hak asal-usul suatu daerah yang telah sepenuhnya dalam mengatur dan mengelola rumah tangganya sendiri. otonomi Dinamika perkembangan masyarakat di era reformasi muncul keinginan masyarakat pada berbagai wilayah untuk membentuk suatu daerah otonom baru, baik daerah provinsi maupun 7 Murtir Jeddawi, Negara Hukum, Good Governance dan Korupsi di Indonesia, ( Yogyakarta: Total Media, 2011), h.20. 8 Syaukani,dkk, Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.274.

kabupaten/kota, desa atau kampung. Keinginan seperti ini didasari oleh berbagai dinamika yang terjadi di daerah baik dinamika politik, ekonomi, sosial dan budaya. Daerah otonom baru diharapkan mampu memanfaatkan peluang yang lebih besar dalam mengurus dirinya sendiri, terutama berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dan pengelolaan bantuan pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat setempat yang lebih baik. Selain itu diharapkan dapat melaksanakan fungsi-fungsi dasar pemerintah daerah yang meliputi peningkatan perekonomian daerah, penyebarluasan pembangunan, peningkatan stabilitas sosial dan keamanan masyarakat serta peningkatan pemberdayaan masyarakat. Fungsi-fungsi ini diterapkan dalam berbagai bidang layanan publik, dengan lima bidang layanan yang paling dasar adalah ekonomi, kesehatan, pendidikan, sosial dan keamanan. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa desa atau yang disebut dengan nama lain selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam Sistim Pemerintahan Negara Republik Indonesia. Selanjutnya undangundang tersebut mengakui adanya otonomi yang dimiliki oleh desa dan kepala desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari pemerintah maupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Melalui gerakan reformasi, desa dengan nama lain yang sejenis merupakan daerah istimewa yang harus dikembangkan dan dijaga kelestariannya. 9 9 Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah, Edisi Revisi, ( Bandung: Fokus Media, 2003), h.58.

Keinginan untuk membentuk daerah otonom baru, baik yang berupa pemekaran maupun peningkatan status tidak hanya dilakukan oleh daerah kabupaten kota saja, tetapi hal ini juga terjadi pada pemerintahan desa yang ada di Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rohil, seperti yang terjadi pada Kepenghuluan Sungai manasib dan Kepenghuluan Bangko Kanan yang dikutkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Rokan Hilir Nomor 11 Thaun 2009 tentang Penetapan Tapal Batas Wilayah Kepenghuluan Sungai Manasib dan Kepenghuluan Bangko Kanan. Pemekaran atau pembentukan desa baru ternyata tidak sertamerta dapat menciptakan keadaan lebih baik akan tetapi banyak meninggalkan persoalan yang berlarut-larut dan bahkan hingga saat ini belum banyak persoalan dapat diselesaikan. Persoalan tersebut diantaranya adalah : Timbulnya sengketa lahan antara warga di Kepenghuluan Bangko Kanan dan warga Kepenghuluan Sungai Manasib Kecamatan Bangko Pusako yang bersumber dari klaim masyarakat Kepenghuluan Bangko Kanan terhadap tanah seluas 22 Hektare yang sebelumnya dikuasai oleh masyarakat Kepenghuluan Sungai Manasib. Belum jelasnya tapal batas antara Kepenghuluan Sungai manasib dan Kepenghuluan Bangko Kanan sehingga menimbulkan ketidakjelasan batas wilayah diantara kedua Kepenghuluan tersebut. Kurang proaktifnya perangkat Pemerintah Daerah Rokan Hilir mulai dari Badan Pertanahan Nasional, Kecamatan Bangko Pusako sampai pada Kepenghuluan Kepenghuluan Sungai Manasib dan Kepenghuluan Bangko Kanan yang menyebabkan masalah menjadi berlarutlarut. Padahal dalam aturan hukum yang berlaku mengenai penetapan batas desa, perangkat pemerintah harus aktif dalam menyelesaikan penetapan batas tersebut. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, kiranya perlu dikaji lebih mendalam atas permasalahan ini melalui sebuah penelitian yang berjudul Problematika Proses Penyusunan Tapal Batas

Wilayah Antara Kepenghuluan Sungai Manasib Dan Kepenghuluan Bangko Kanan Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2006 Tentang Penetapan Dan Penegasan Batas Desa Di Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir. B. Batasan Masalah Agar penelitian ini dilaksanakan terarah dan fokus kepada permasalahan yang diteliti, maka penelitian ini dibatasi tentang problematika proses penyusunan Tapal Batas sebagai bentuk penyelesaian perselisihan Tapal Batas Wilayah antara Kepenghuluan Sungai Manasib dan Kepenghuluan Bangko Kanan. C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah Proses Penyusunan tapal batas wilayah antara Kepenghuluan Sungai Manasib dan Kepenghuluan Bangko Kanan Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir? 2. Apakah hambatan Proses Penyusunan tapal batas wilayah antara Kepenghuluan Sungai Manasib dan Kepenghuluan Bangko Kanan Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir? 3. Bagaimanakah upaya mengatasi hambatan Proses Penyusunan tapal batas wilayah antara Kepenghuluan Sungai Manasib dan Kepenghuluan Bangko Kanan Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir? D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan penelitian Tujuan penelitian adalah :

a. Untuk mengetahui Proses Penyusunan tapal batas wilayah antara Kepenghuluan Sungai Manasib dan Kepenghuluan Bangko Kanan Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir. b. Untuk mengetahui hambatan Proses Penyusunan tapal batas wilayah antara Kepenghuluan Sungai Manasib dan Kepenghuluan Bangko Kanan Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir. c. Untuk mengetahui upaya mengatasi hambatan Proses Penyusunan tapal batas wilayah antara Kepenghuluan Sungai Manasib dan Kepenghuluan Bangko Kanan Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir. 2. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian adalah : a. Untuk menambah wawasan atau ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. b. Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penelitian dan menjadi referensi bagi peneliti berikutnya. c. Sebagai salah satu syarat dan melengkapi tugas untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum ( S.H. ) pada Fakultas Syari ah dan Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru. E. Kerangka Teori Teori merupakan hal yang paling penting dalam suatu penelitian, dimana teori terdiri dari serangkaian asumsi, konsep, konstrak, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep. Jadi, sebelum melanjutkan penelitian yang lebih serius dan mendalam, peneliti perlu menyusun

kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari segi mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih. Dalam kaitan ini, teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah teori-teori desentralisasi dan Otonomi daerah berdasarkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 1. Otonomi Daerah Ada negara yang pemerintah (administrator publik)-nya begitu banyak ikut campur dalam kehidupan warganya tetapi ada yang tidak sama sekali. 10 Bukti bahwa Indonesia menyeimbangkan sentralisasi dengan desentralisasi adalah ideology Pancasila. 11 Salah satu bentuk peranan pemerintah dalam kehidupan bernegara adalah pemberlakuan otonomi daerah. Otonomi berasal dari kata Otonom (sendiri dan Nomous) bahasa Yunani Kuno yang berarti hukum atau peraturan. Otonomi dalam pengertian orisinil adalah mencakup kebutuhan berdasarkan aturan ( the legal self surficiency of social body an is actual independence ). Jadi ada 2 ciri hakikat dari otonomi yaitu legal self and actual independence. Dalam kaitannya dengan politik atau dengan pemerintahan, Otonomi Daerah berarti mandiri atau situasi dibawah Pemerintah Daerah. Pengertian Otonomi Daerah oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah adalah : Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentigan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Desentralisasi Secara konstitusional, negara Indonesia menganut prinsip negara hukum yang dinamis, maka dengan sendirinya tugas pemerintah begitu luas. 12 Oleh karena itu berdasarkan kewenangan pemerintah dibagi tugas tersebut berdasarkan asas desentralisasi. 10 Inu Kencana Syarif, Ilmu Administrasi Publik, ( Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h.236. 11 Inu Kencana Syarif, Pengantar Ilmu Pemerintahan, ( Bandung: Refika Aditama,2009),h.130. 12 S.F,Marbun, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, ( Yogyakarta: Liberty, 2009), h.52.

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 13 Hubungan antara tingkat-tingkat dalam pemerintah dibedakan atas hubungan vertikal dan hubungan horizontal. 14 3. Desa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa yang memberikan penjelasan mengenai pengertian desa yang dikemukakan bahwa desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 15 Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 16 Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai administrasi penyelenggara pemerintahan desa. 17 Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kepala desa dan perangkat desa sebagai unsur peneyelenggara pemerintahanan desa. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 (hasil revisi dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999) pasal 202 menjelaskan pemerintah desa secara lebih rinci dan tegas yaitu bahwa 13 Ridwan,HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), h.99. 14 Philipus.M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1994), h. 73. 15 Pasal 1 angka 5, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa 16 Pasal 1 angka 6, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa 17 Pasal 1 angka 7, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa

pemerintah terdiri atas Kepala Desa dan Perangkat Desa, adapun yang disebut perangkat desa disini adalah Sekretaris Desa, pelaksana teknis lapangan, seperti Kepala Urusan, dan unsur kewilayahan seperti Kepala Dusun atau dengan sebutan lain. F. Metode Penelitian 1. Jenis dan Lokasi Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum sosiologis adalah penelitian yang mengkaji gejala hukum dan fenomena sosial dalam masyarakat. Penelitian ini bertujuan melihat hubungan antara hukum yang berlaku dalam masyarakat, sehingga mampu mengungkapkan efektifitas berlakunya hukum di masyarakat. 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di Kepenghuluan Sungai Manasib dan Kepenghuluan Bangko Kanan Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rohil dengan alasan bahwa sampai saat sekarang penyelesaian mengenai penentuan tapal batas yang jelas antara kedua desa tersebut masih menyisakan sejumlah persoalan. 3. Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah Camat Bangko Pusako sebanyak 1 (satu) orang, Penghulu Sungai Manasib sebanyak 1 (satu) orang, Penghulu Bangko Kanan sebanyak 1 (satu) orang, Kepala Keluarga di Kepenghuluan Sungai Manasib sebanyak 150 (seratus lima puluh) orang, Kepala Keluarga di Kepenghuluan Bangko Kanan sebanyak 168 (seratus enam puluh delapan) orang. Sedangkan sampel diambil sebanyak 15 (lima belas) orang dari Kepenghuluan Sungai Manasib dan 18 (delapan belas) orang dari Kepenghuluan Bangko Kanan. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik sampling dimana

penulis menetapkan sejumlah sampel yang mewakili jumlah populasi yang ada yang kategori sampelnya ditetapkan oleh penulis. 4. Jenis dan Sumber Data Sumber data dari penelitian ini meliputi : a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari responden yang sudah ditetapkan, yakni Kepala Kantor Kecamatan Bangko Pusako, Penghulu Sungai Manasib, Penghulu Bangko Kanan, Kepala Keluarga di Kepenghuluan Sungai Manasib, Kepala Keluarga di Kepenghuluan Bangko Kanan. b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan yang bersifat mendukung data primer berupa buku-buku, artikel, jurnal, peraturan perundangundangan dan lainnya. 5. Metode Pengumpulan Data Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data menggunakan beberapa metode sebagai berikut : a. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan cara wawancara dimana si pewancara bebas menanyakan suatu hal tanpa terikat dengan daftar-daftar pertanyaan kepada respoden yakni Camat Bangko Pusako, Penghulu Sungai Manasib, Penghulu Bangko Kanan. b. Angket, yaitu daftar atau kumpulan pertanyaan tertulis yang diajukan kepada responden, yakni Kepala Keluarga di Kepenghuluan Sungai Manasib, Kepala Keluarga di Kepenghuluan Bangko Kanan. c. Kajian Kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan mencari dan membaca literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan.

6. Metode Penulisan Metode Penulisan yang penulis pergunakan dalam penelitian ini adalah Induktif, yaitu suatu pertanyaan atau dalil yang bersifat khusus menjadi suatu pernyataan atau kasus yang bersifat umum. 18 7. Analisis Data Dari data yang berhasil dikumpulkan oleh Penulis baik dengan secara wawancara, angket maupun kajian pustaka. Proses selanjutnya adalah menganalisa Data. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan Metode Kualitatif, yaitu data dijelaskan dengan menguraikan secara deskriptif dari data yang telah diperoleh. Dalam menganalisa kesimpulan Penulis menerapkan Metode berfikir Induktif yaitu suatu pertanyaan atau dalil yang bersifat khusus menjadi suatu pernyataan atau kasus yang bersifat umum. G. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Pada Bab ini, penulis menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Teori, Metode Penelitian BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP LOKASI PENELITIAN Pada Bab ini, penulis menguraikan tinjauan terhadap Kabupaten Rohil dan Keadaan Geografis Kecamatan Bangko Pusako BAB III TINJAUAN UMUM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI BATAS WILAYAH DESA 18 Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Pekanbaru Tahun 2014

Pada Bab ini penulis menguraikan mengenai dasar Hukum Pembagian Wilayah dan Pedoman Penegasan Batas Daerah BAB IV PROSES PENYUSUNAN TAPAL BATAS WILAYAH ANTARA KEPENGHULUAN SUNGAI MANASIB DAN KEPENGHULUAN BANGKO KANAN Pada Bab ini, penulis menjelaskan Proses Penyusunan tapal batas wilayah antara Kepenghuluan Sungai Manasib dan Kepenghuluan Bangko Kanan, hambatan Proses Penyusunan upaya mengatasi hambatan Proses Penyusunan tersebut BAB V PENUTUP Pada bagian penutup, terdiri atas kesimpulan dan saran