HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI MAN 2 MODEL PALU

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : Endar Wahyu Choiriyah J PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT BESI DAN PROTEIN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI SMP NEGERI 10 MANADO

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN ANEMIA REMAJA PUTRI KELAS X DAN XI SMA NEGERI 1 POLOKARTO

ABSTRAK GAMBARAN KECUKUPAN KONSUMSI MAKANAN PADA SISWI SMP NEGERI 19 KOTA MAKASSAR TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB I PENDAHULUAN. generasi sebelumnya di negara ini. Masa remaja adalah masa peralihan usia

Kecamatan Bunaken Kepulauan Kota Manado.

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI DI SMP NEGERI 13 MANADO Natascha Lamsu*, Maureen I. Punuh*, Woodford B.S.

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT BESI DAN PROTEIN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI DI SMP N 5 KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT BESI DAN PROTEIN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS VIII DAN IX DI SMP N 8 MANADO

WAHANA INOVASI VOLUME 3 No.2 JULI-DES 2014 ISSN :

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS VIII SMP II KARANGMOJO GUNUNGKIDUL

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI KELAS XI DI SMK N 2 YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang akhirnya akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

PERBEDAAN KADAR HB DALAM PEMBERIAN TABLET FE + VITAMIN C PADA REMAJA PUTRI DI KOTA BUKITTINGGI. Hasrah Murni (Poltekkes Kemenkes Padang )

KEBIASAAN MINUM TABLET FE SAAT MENSTRUASI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS XI DI SMA MUHAMMADIYAH 7 YOGYAKARTA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Perilaku tentang gizi terhadap Kejadian Anemia pada Remaja Putri. Ratih Puspitasari 1,Ekorini Listiowati 2

Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

Hasil dan Pembahasan Tabel 1. Distribusi Karakteristik Sampel

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG ANEMIA DAN KEBIASAAN MAKAN TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI DI ASRAMA SMA MTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. menderita anemia. Anemia banyak terjadi pada masyarakat terutama pada. tinggi. Menurut World Health Organization (WHO, 2013).

Keywords: Anemia, Social Economy

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari anak-anak menuju dewasa

KUESIONER PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

HUBUNGAN ASUPAN MAGNESIUM DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI PENDERITA ANEMIA DI SUKOHARJO SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan. Terdapat sebanyak 3-5 gram besi dalam tubuh manusia dewasa

LAMA HAID DAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI. Menstruation Duration And Female Adolescent Anemia Occurance

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kualitas SDM yang dapat mempengaruhi peningkatan angka kematian. sekolah dan produktivitas adalah anemia defisiensi besi

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara berkembang. Data Riset Kesehatan Dasar (R iskesdas)

PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG ANEMIA DENGAN STATUS HEMOGLOBIN REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 10 MAKASSAR

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKURANGAN ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seperti puberteit, adolescence, dan youth. Remaja atau adolescence (Inggris),

BAB I PENDAHULUAN. hamil. Anemia pada ibu hamil yang disebut Potensial danger of mother and. intra partum maupun post partum (Manuaba, 2008).

Kalimantan Selatan. RS Pelita Insani Martapura, Kalimantan Selatan *Korespondensi :

BAB I. antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan. pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB 1 PENDAHULUAN. merah atau hemoglobin kurang dari normal. Kadar hemoglobin normal. umumnya berbeda pada laki-laki dan perempuan. Untuk pria, anemia

ABSTRAK. Kata Kunci: Asupan Energi, Frekuensi Antenatal Care, Ketaatan Konsumsi Tablet Fe, Anemia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

keywords: tea consumptions, hemoglobin levels, vocational students

PENGARUH SARAPAN PAGI TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN (Hb) PADA MURID SEKOLAH DASAR ( Studi di SDN 1 Wates, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo )

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN. Kabupaten Sukoharjo yaitu di SMA Negeri 1 Polokarto. SMA Negeri 1

PEMBERIAN TABLET Fe DAN JUS JAMBU BIJI PADA REMAJA PUTRI YANG ANEMIA DEFISIENSI BESI

Yane Liswanti, Dina Ediana 1Program Studi DIII Analis KesehatanSTIKes BTH Tasikmalaya *Coresponding author :

PENGARUH KADAR HEMOGLOBIN DENGAN KEBUGARAN FISIK PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL-MUNAWWIR KRAPYAK YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA GIZI BESI PADA TENAGA KERJA WANITA DI PT HM SAMPOERNA Oleh : Supriyono *)

HUBUNGAN KEBIASAAN MAKAN PAGI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMA AL HIKMAH 2 BENDA SIRAMPOG BREBES

PENGARUH PEMBERIAN ZAT BESI HEM DAN NON HEM PADA DIET HARIAN TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN REMAJA PUTRI YANG MENGALAMI ANEMIA


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

Hubungan Konsumsi Protein Hewani dan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin pada Balita Usia Bulan

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DAN POLA KONSUMSI DENGAN KEJADIAN ANEMIA GIZI PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KASSI-KASSI

Kata Kunci: Kadar hemoglobin, asupan zat besi, asupan protein, ibu hamil trimester II dan III

Transkripsi:

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI MAN 2 MODEL PALU Abd.Farid Lewa Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Email:chyfa2008@yahoo.co.id Abstrak Anemia merupakan salah satu masalah gizi mikro yang cukup serius dengan prevalensi tertinggi dialami oleh Indonesia.Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 201 Prevalensi anemia pada perempuan di Indonesia sebesar 2,9% dan untuk prevalensi anemia usia 15-24 tahun sebesar 18,4%. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan asupan zat besi, protein dan vitamin C dengan kejadian anemia pada remaja putri di MAN 2 Model.Jenis penelitian yang digunakan bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan Recall 24 jam selama hari berturut-turut dan nilai kadar hemoglobin diperoleh dari pengambilan darah dengan metode hemocue. Jumlah sampel 75 sampel diambil dengan teknik Proportionate Random Sampling. Uji hubungan yang digunakan adalah uji Fisher exact.hasil penelitian diperoleh Hasil uji hubungan asupan protein, zat besi dan vitamin C dengan kejadian anemia diperoleh p > 0,05.Kesimpulan penelitian ini adalah tidak ada hubungan asupan protein, zat besi dan vitamin C dengan kejadian anemia pada remaja putri di MAN 2 Model. Adapun saran dalam penelitian ini diharapkan pihak sekolah dan orang tua lebih memperhatikan asupan makanan siswi. Kata-kata kunci: asupan protein, asupan zat besi, asupan vitamin C, anemia, remaja putri Abstract Anemia is one of the problems are serious enough micronutrients with the highest prevalence experienced by Indonesia.Based Health Research in 201 Prevalence of anemia in women in Indonesia amounted to 2.9% and for 15-24 years the prevalence of anemia of 18.4%.The purpose in this study to determine the relationship of the intake of iron, protein and vitamin C with anemia in adolescent girls in MAN 2 Model.Jenis used analytical research with cross sectional approach.recall data was collected through 24 hours for consecutive days and values hemoglobin levels obtained from blood sampling method hemocue. Number of samples 75 samples taken with Proportionate Random Sampling technique. The correlation test used is the Fisher exact test.the results were obtained relationship test result intake of protein, iron and vitamin C with anemia obtained p> 0.05.It is concluded that there is no relationship intake of protein, iron and vitamin C with anemia in adolescent girls in MAN 2 Model.The suggestions in this study is expected that the school and parents pay more attention to the food intake of students. Keywords: protein intake, intake of iron, vitamin C intake, anemia, young women PENDAHULUAN Anemia merupakan salah satu masalah gizi mikro yang cukup serius dengan prevalensi tertinggi dialami oleh Indonesia. Salah satu golongan yang rawan gizi adalah remaja. Remaja sangat rawan terkena anemia dibandingkan anak-anak dan usia dewasa, karena remaja berada pada masa pertumbuhan dan perkembangan sehingga lebih banyak membutuhkan zat gizi mikro dan zat gizi makro. Anemia adalah suatu kondisi medis di mana jumlah sel darah merah (eritrosit) dan/atau jumlah hemoglobin yang ditemukan dalam sel-sel darah merah menurun di bawah normal. Sel darah merah dan hemoglobin yang terkandung di dalamnya diperlukan untuk transportasi dan pengiriman oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Tanpa kecukupan pasokan oksigen, banyak jaringan dan organ seluruh tubuh dapat terganggu (1). Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan karena kekurangan zat gizi yang berperan dalam proses pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan konsumsi atau gangguan absorpsi. Zat gizi yang dimaksudkan antara lain besi dan protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk membentuk hemoglobin, serta vitamin C yang mempengaruhi penyerapan besi dalam tubuh. Protein merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh karena selain berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. No. 1, April 2016 26

pengatur. Protein berperan penting dalam transportasi zat besi dalam tubuh. nya asupan protein akan mengakibatkan transportasi zat besi terhambat sehingga akan terjadi defisiensi besi (2). Zat besi merupakan unsur penting yang ada dalam tubuh dan dibutuhkan untuk membentuk sel darah merah (hemoglobin), zat besi merupakan salah satu komponen heme yang merupakan bagian dari hemoglobin. Didalam tubuh absorpsi zat besi terjadi dibagian atas usus halus ( duodenum) dengan bantuan protein dalam bentuk transferin. Transferin darah sebagian besar membawa besi ke sumsum tulang yang selanjutnya digunakan untuk membuat hemoglobin yang merupakan bagian dari sel darah merah. Defisiensi besi dapat mengakibatkan simpanan besi dalam tubuh akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan besi dalam tubuh. Apabila simpanan besi habis maka tubuh akan kekurangan sel darah merah dan jumlah hemoglobin didalamnya akan berkurang pula sehingga mengakibatkan anemia (1). Vitamin C dapat meningkatkan absorpsi besi dalam bentuk nonheme hingga empat kali lipat, yaitu dengan merubah feri menjadi fero dalam usus halus sehingga mudah untuk diabsorpsi. Selain itu, vitamin C juga menghambat pembentukan hemosiderin yang sukar dimobilisasi untuk membebaskan besi jika diperlukan (2). Salah satu upaya dalam mengatasi kadar hemoglobin rendah yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C untuk membantu penyerapan besi. Remaja putri memiliki resiko sepuluh kali lebih besar untuk menderita anemia dibandingkan dengan remaja putra. Hal ini dikarenakan remaja putri mengalami menstruasi setiap bulannya dan sedang dalam masa pertumbuhan sehingga membutuhkan asupan zat besi yang lebih banyak. Selain itu, ketidak seimbangan asupan zat gizi juga menjadi penyebab anemia pada remaja. Remaja putri biasanya sangat memperhatikan bentuk tubuh, sehingga banyak yang membatasi konsumsi makanan dan banyak pantangan terhadap makanan. Bila asupan makanan kurang maka cadangan besi banyak yang dibongkar. Keadaan seperti ini dapat mempercepat terjadinya anemia (). Berdasarkan data WHO dalam Worldwide Prevalence of Anemia menunjukan bahwa penduduk dunia yang menderita anemia adalah 1,62 miliar orang dengan prevalensi untuk usia pra sekolah 47,4%, usia sekolah 25,4%, wanita usia subur 0,2% dan pria 12,7%. Sedangkan dari data Riset Kesehatan Dasar tahun 201 prevalensi anemia di Indonesia mencapai 21,7%. Prevalensi anemia pada perempuan di Indonesia sebesar 2,9% dan untuk prevalensi anemia 15-24 tahun sebesar 18,4%. Dalam penelitian didapatkan pada siswi di SMA Negeri 1, diperoleh prevalensi anemia sebesar 8%, dimana dari 84 siswi yang menjadi sampel diperoleh2 siswa yang menderita anemia (4). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan zat besi, protein dan vitamin C dengan kadar hemoglobin pada santri putri usia 1-18 tahun di pondok pesantren asrama Fathimiyah Miftahulilmi, Babakan, Ciwaringan, Kabupaten Cirebon (6). Demikian pula dengan penelitian dilakukan yang menunjukkan ada hubungan antara asupan zat besi, protein dan kebiasaan minum teh/kopi dengan kadar hemoglobin (Hb) pada remaja putri di perumahan nelayan desa Klidang Lor, Kecamatan Batang, Kabupaten Batang (5). Berdasarkan dari latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan asupan protein, zat besi dan vitamin C dengan kejadian anemia pada remaja putri. METODE Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional study. Dimana pengukuran variabel independen (protein, zat besi dan vitamin C) dan variabel dependen dilakukan pada waktu yang sama dalam satu kali pengukuran terhadap subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswi kelas X dan XI MAN 2 Model dan berumur 16-18 tahun. Seluruh siswi kelas X dan XI di MAN 2 Model berjumlah 01 siswi. Sampel penelitian ini adalah sebagian siswi kelas X dan XI MAN 2 Model yang dihitung menggunakan rumus Slovin berjumlah 75 siswa.teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Proportionate Random Sampling yaitu pengambilan sempel dilakukan secara Random dengan proporsi.analisis data dilakukan uji statistik dengan menggunakan metode Chi Square (X²) dengan uji Fisher excat pada α 0,05. Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. No. 1, April 2016 27

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Univariat Pada penelitian ini, hasil analisis univariat akan menggambarkan variabel independen yang meliputi gambaran asupan protein, zat besi, vitamin C dan status anemia pada remaja putri adalah sebagai berikut: Tabel 1. Gambaran Distibusi Responden Berdasarkan Kejadian Anemia, Asupan Protein, Zat Besi, dan Vitamin C Pada Siswi di MAN 2 Model Variabel n % Anemia Ya Tidak Asupan Protein Asupan Zat Besi Asupan Vitamin C 27 48 6,0 64,0 96,0 4,0 96,0 4,0 70 9, 5 6,7 Total 75 100,0 Kejadian anemia dalam penelitian ini di dasarkan dari hasil pemeriksaan Hb siswi yang menjadi responden, dimana yang memiliki nilai Hb < 12 g/dl dikategorikan anemia dan yang memiliki nilai Hb 12 g/dl dikategorikan tidak anemia. Berdasarkan Tabel 4. menunjukkan dari hasil pengukuran Hb yang dilakukan pada 75 siswi MAN 2 Model terdapat 27 orang siswi (6,0%) yang mengalami anemia dan 48 orang siswi (64,0%) yang tidak mengalami anemia. Asupan dalama penelitian ini di ukur dengan melakukan Recall 24 jam yang dilakukan selama hari, yang kemudian hasil Recall 24 jam selama hari di rata-ratakan dan di bandingkan dengan kebutuhan menurut AKG 201. Kategori asupan protein terbagi dua yaitu kategori cukup jika rata-rata asupan 80% AKG sedangkan kategori kurang jika rata-rata asupan <80% AKG. Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa dari penelitian yang dilakukan pada 75 remaja putri di MAN 2 Model terdapat orang siswi (96,0%) yang asupannya kurang dan orang siswi (4,0%) yang asupannya cukup. Asupan dalama penelitian ini di ukur dengan melakukan Recall 24 jam yang dilakukan selama hari, yang kemudian hasil Recall 24 jam selama hari di rata-ratakan dan di bandingkan dengan kebutuhan menurut AKG 201. Kategori asupan zat besi terbagi dua yaitu kategori cukup jika ratarata asupan 80% AKG sedangkan kategori kurang jika rata-rata asupan <80% AKG. Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa dari penelitian yang dilakukan pada 75 remaja putri di MAN 2 Model terdapat orang siswi (96,0%) yang asupannya kurang dan orang siswi (4,0%) yang asupannya cukup. Asupan dalama penelitian ini di ukur dengan melakukan Recall 24 jam yang dilakukan selama hari, yang kemudian hasil Recall 24 jam selama hari di rata-ratakan dan di bandingkan dengan kebutuhan menurut AKG 201. Kategori asupan vitamin C terbagi dua yaitu kategori cukup jika ratarata asupan 80% AKG sedangkan kategori kurang jika rata-rata asupan <80% AKG. Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa dari penelitian yang dilakukan pada 75 remaja putri di MAN 2 Model terdapat 70 orang siswi (9,%) yang asupannya kurang dan 5 orang. B. Analisis Bivariat 1. Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di MAN 2 Model Tabel 2. Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di MAN 2 Model Kejadian Anemia Total Asupan Protein Ya Tidak p-value n % n % n % 26 1 6,1, 46 2 6,9 66,7 Total 27 6,0 48 64,0 75 100,0 100,0 100,0 1,000 Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. No. 1, April 2016 28

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 75 siswi yang menjadi responden dalam penelitian ini terdapat siswi (96,0%) yang termasuk kategori asupan kurang dan siswi (4,0%) yang termasuk dalam kategori asupan cukup. Dari siswi yang termasuk dalam ketegori asupan kurang 26 siswi (6,1%) pada kategori anemia dan 46 siswi (6,9%) pad a kategori tidak anemia. Sedangkan dari siswi yang termasuk dalam kategori asupan cukup, 1 siswi (,%) pada kategori anemia dan 2 siswi (66,7%) pada kategori tidak anemia. Berdasarkan hasil uji Fisher exact diperoleh nilai P = 1,000 (P value > 0,05) ya ng berarti secara statistik hipotesis penelitian ditolak. Dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak ada hubungan antara asupan protein dengan kejadian anemia pada siswi MAN 2 Model. Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan pada remaja putri di SMA Batik 1 Surakarta yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara asupan protein dengan kadar hemoglobin. 7 Walaupun dari uji statistika yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukan tidak ada hubungan antara asupan protein dengan kejadian anemia pada remaja putri di MAN 2 Model, namun dapat diketahui bahwa siswi yang memiliki asupan protein kurang memiliki kecenderungan berisiko mengalami anemia 1,7 kali dibandingkan dengan tidak mengalami anemia. Dari penelitian yang telah dilakukan di MAN 2 Model, diperoleh bahwa banyak dari responden yang memiliki asupan protein kurang, dimana rata-rata asupan protein responden sebesar 48,88% dari kebutuhan menurut AKG. Hal ini disebabkan oleh banyak dari responden yang lebih sering mengkonsumsi makanan sumber protein nabati seperti tahu dan tempe dibanding protein hewani seperti daging yang banyak mengandung besi. Karena kuantitas protein yang terdapat dalam sumber protein nabati yang kurang ini pula yang menjadi penyebab kurangnya asupan protein responden. nya asupan protein akan mengakibatkan transportasi zat besi terhambat sehingga akan terjadi defisiensi zat besi. Absorpsi zat besi yang terjadi di usus halus dibantu oleh alat angkut protein yaitu transferin dan feritin. Transferin mengandung besi berbentuk ferro yang berfungsi mentranspor besi ke sumsum tulang belakang untuk membentuk hemoglobin. Tidak ada hubungan asupan protein dengan kejadian anemia dalam penelitian ini antara lain bukan hanya disebabkan faktor kekurangan konsumsi makanan yang mengandung zat gizi makro saja. Tetapi juga disebabkan recall konsumsi makan hari berturut-turut, konsumsi makanan yang sangat pendek pada saat mengambil data makanan yang seharusnya hari tidak berturut-turut. Hal ini desebabkan pada saat Recall peneliti hanya diberi waktu selama jam istirahat pelajaran untuk 75 responden peneliti dalam sehari yang mana setiap responden di recall sekitar 2- menit/orang, sehingga waktu tersebut tidak memenuhi waktu yang seharusnya digunakan untuk recall yang membutuhkan waktu kurang lebih 10-15 menit/orang. Selain itu, faktor ingatan dan kejujuran dari responden dalam memberikan informasi juga mempengaruhi keberhasilan dalam melakukan recall. 2. Hubungan Asupan Zat Besi dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di MAN 2 Model Tabel. Hubungan Asupan Zat Besi dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di MAN 2 Model Kejadian Anemia Total Asupan Zat Besi Ya Tidak p-value n % n % n % 26 1 6,1, 46 2 6,9 66,7 Total 27 6,0 48 64,0 75 100,0 100,0 100,0 1,000 Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa dari 75 siswi yang menjadi responden dalam penelitian ini terdapat siswi (96,0%) yang termasuk kategori asupan kurang dan siswi (4,0%) yang termasuk dalam kategori asupan cukup. Dari siswi yang termasuk dalam ketegori asupan kurang, 26 siswi (6,1%) pada kategori anemia dan 46 siswi (6,9%) pada kategori tidak anemia. Sedangkan dari siswi yang termasuk dalam kategori asupan cukup, 1 siswi (,%) pada kategori anemia dan 2 siswi (66,7%) pada kategori tidak anemia. Berdasarkan hasil uji Fisher exact diperoleh nilai P = 1,000 (P value > 0,05) yang berarti secara statistik hipotesis penelitian ditolak. Dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak ada hubungan antara asupan zat besi dengan kejadian anemia pada siswi MAN 2 Model. Dalam penelitian ini, dari hasil analisis Recall 24 jam selama hari diperoleh bahwa banyak dari responden yang memiliki asupan zat besi kurang. Hal ini dikarenakan banyak dari responden yang kurang mengkonsumsi makanan sumber zat besi yang banyak terdapat dalam lauk hewani dimana dalam lauk hewani banyak mengandung zat besi dalam bentuk heme, dan responden lebih sering mengkonsumsi lauk nabati yang banyak mengandung zat besi dalam bentuk non-heme. Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. No. 1, April 2016 29

Sebagaimana diketahui bahwa dalam penelitian ini asupan zat besi responden masih di bawah 80% AKG, dimana rata-rata asupan zat besi responden hanya sebesar 12% dari kebutuhan menurut AKG. Asupan besi yang dianjurkan untuk remaja putri adalah 26 mg per hari. Hasil yang sama ditemukan pada penelitian di Amerika yang menyatakan bahwa 10-12% wanita di Amerika mengalami defisiensi besi tetapi tidak selalu terjadi anemia, hal ini terjadi karena cadangan zat besi dalam hati masih cukup sehingga kebutuhan besi masih dapat dipenuhi (8). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada mahasiswa program studi pendidikan dokter angkatan 201 Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan zat besi dengan kadar hemoglobin. 9 Hal ini di sebabkan karena komsumsi makanan yang kurang mengandung zat besi. Selain itu, tidak adanya hubungan ini diduga karena dipengaruhi oleh perbedaan jumlah yang sangat besar antara asupan kurang dan cukup sehingga data yang diperoleh homogen, sebaran data tidak seimbang sehingga sulit dinilai hubungan antara keduanya. Walaupun dari uji statistika yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukan tidak ada hubungan antara asupan zat besi dengan kejadian anemia pada remaja putri di MAN 2 Model, namun dapat diketahui bahwa siswi yang memiliki asupan zat besi kurang memiliki kecenderungan berisiko mengalami anemia 1,7 kali dibandingkan dengan yang tidak mengalami anemia. Tidak ada hubungan asupan zat besi dengan kejadian anemia dalam penelitian ini antara lain bukan hanya disebabkan faktor kekurangan konsumsi makanan yang mengandung zat gizi mikro saja. Tetapi juga disebabkan recall konsumsi makan hari berturut-turut, konsumsi makanan yang sangat pendek pada saat mengambil data makanan yang seharusnya hari tidak berturut-turut. Hal ini desebabkan pada saat Recall peneliti hanya diberi waktu selama jam istirahat pelajaran untuk 75 responden peneliti dalam sehari yang mana setiap responden di recall sekitar 2- menit/orang, sehingga waktu tersebut tidak memenuhi waktu yang seharusnya digunakan untuk recall yang membutuhkan waktu kurang lebih 10-15 menit/orang. Selain itu, faktor ingatan dan kejujuran dari responden dalam memberikan informasi juga mempengaruhi keberhasilan dalam melakukan recall.. Hubungan Asupan Vitamin C dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di MAN 2 Model Tabel 4. Hubungan Asupan Vitamin C dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di MAN 2 Model Kejadian Anemia Total Asupan Vitamin C Ya Tidak p-value n % n % n % 25 2 5,7 40,0 45 64, 60,0 70 5 Total 27 6,0 48 64,0 75 100,0 100,0 100,0 1,000 Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa dari 75 siswi yang menjadi responden dalam penelitian ini terdapat 70 siswi (9,%) yang termasuk kategori asupan kurang dan 5 siswi (6,7%) yang termasuk dalam kategori asupan cukup. Dari 70 siswi yang termasuk dalam ketegori asupan kurang, 25 siswi (5,7%) pada kategori anemia dan 45 siswi (64,%) pada kategori tidak anemia. Sedangkan dari 5 siswi yang termasuk dalam kategori asupan cukup, 2 siswi (40,0%) berada pada kategori anemia dan siswi (60,0%) berada pada kategori tidak anemia. Berdasarkan hasil uji Fisher exact diperoleh nilai P = 1,000 (P value > 0,05) yang berarti secara stat istik hipotesis penelitian ditolak. Dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak ada hubungan antara asupan vitamin C dengan kejadian anemia pada siswi MAN 2 Model. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada remaja putri di SMA Negeri 1 Mojolaban Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah yang menyatakan tidak ada hubungan antara asupan vitamin C dengan kejadian anemia (10). Diketahui bahwa vitamin C dapat membantu penyerapan zat besi dalam pencegahan terjadinya anemia, namun apabila zat besi yang dikonsumsi dalam jumlah yang terbatas maka fungsi vitamin C sebagai enhancer zat besi tidak akan berjalan. Selain itu, karena responden kurang mengkomsumsi sayuran dan buah yang merupakan sumber vitamin dan mineral yang baik, terutama vitamin C dapat meningkatkan absorpsi besi dalam tubuh. Walaupun dari uji statistika yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukan tidak ada hubungan antara asupan protein dengan kejadian anemia pada remaja putri di MAN 2 Model, namun dapat diketahui bahwa siswi yang memiliki asupan Vitamin C kurang memiliki kecenderungan berisiko mengalami anemia 1,8 kali dibandingkan dengan tidak mengalami anemia. Tidak ada hubungan asupan vitamin C dengan kejadian anemia dalam penelitian ini antara lain bukan hanya disebabkan faktor kekurangan konsumsi makanan yang mengandung zat gizi mikro Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. No. 1, April 2016 0

saja. Tetapi juga disebabkan recall konsumsi makan hari berturut-turut, konsumsi makanan yang sangat pendek pada saat mengambil data makanan yang seharusnya hari tidak berturut-turut. Hal ini desebabkan pada saat Recall peneliti hanya diberi waktu selama jam istirahat pelajaran untuk 75 responden peneliti dalam sehari yang mana setiap responden di recall sekitar 2- menit/orang, sehingga waktu tersebut tidak memenuhi waktu yang seharusnya digunakan untuk recall yang membutuhkan waktu kurang lebih 10-15 menit/orang. Selain itu, faktor ingatan dan kejujuran dari responden dalam memberikan informasi juga mempengaruhi keberhasilan dalam melakukan recall. menit/orang. PENUTUP Adapun kesimpulan yang dapat diberikan adalah sebagian besar asupan protein, asupan zat besi, dan asupan vitamin C responden pada kategori kurang. Sebagian besar responden tidak mengalami anemia dan tidak ada hubungan antara asupan protein, zat besi dan vitamin C dengan kejadian anemia pada remaja putri di MAN 2 Model. Adapun saran yang dapat diberikan adalah bagi sekolah lebih intensif dalam memberikan informasi tentang anemia dan pola konsumsi yang baik kepada siswa khususnya para siswi untuk pemenuhan kebutuhan dalam pertumbuhan dan bagi remaja putri atau siswi diharapkan dapat lebih bisa menjaga atau lebih peduli dengan pola makan yang baik untuk bisa diterapkan di rumah maupun di sekolah, sehingga zat-zat gizi yang dikonsumsi dapat terserap dengan baik dan memenuhi kebutuhan tubuh. DAFTAR PUSTAKA 1. Proverawati, A. 2011. Anemia dan Anemia Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Medika. 2. Almatseir, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pusaka Utama.. Karina, D,P. Hubungan Asupan Zat Gizi dan Pola Menstruasi dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMA N 2 Semarang. Artikel penelitian. Semarang: Universitas Diponegoro, 2011. 4. Dewi, P,P. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri dengan Kejadian Anemia pada Siswi di SMA Negeri 1. Karya tulis ilmiah. : Program Studi DIII Gizi. Politeknik Kesehatan Kemenkes, 2015. 5. Retroningsih. 2004. Hubungan Tingkat Konsumsi Protein, Besi dan Vitamin C dengan Kadar Hemoglobin Santri Putri Usia 1-18 Tahun (Studi di Pondok Pesantren Asrama Fathimiyah Miftahul Ilmi (AFMI), Babakan, Ciwaringin, Kabupaten Cirebon) Tahun 2004. (Online). http://eprints.undip.ac.id/10670/1/2222.pdf, diakses tanggal 2 Desember 2015. 6. Said, M. 2004. Hubungan Antara Asupan Zat Besi, Protein dan Kebiasaan Minum Teh/Kopi dengan Kadar Hemoglobin (HB) (Studi Pada Remaja Putri di Perumahan Nelayan Desa Klidang Lor Kecamatan Batang Kabupaten Batang). 7. Novitasari, S. Hubungan Tingkat Asupan Protein, Zat Besi, Vitamin C Dan Seng Dengan Kadar Hemoglobin Pada Remaja Putri Di SMA Batik 1 Surakarta. Karya Tulis Ilmiah. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2014. 8. Brownlie T, Utermohlen V, Hinton PS, and Haas JD. 2004. Tissue iron deficiency without anemia impairs adaptation in endurance capacity after aerobic training, in previously untrained women. (Online). http://www.coaching-for-health.net/eisenzentrum/studien/aerobic-training.pdf, diakses Agustus 2016.) 9. Matayane, S,G., Bolang, A,S,L. & Kawengian, S,E,S. 2014. Hubungan antara asupan protein dan zat besi dengan kadar hemoglobin mahasiswa program studi pendidikan dokter angkatan 201 Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Artikel Publikasi. Manado: Universitas Sam Ratulangi, 2016. 10.Utomo, G,D,P. Hubungan antara asupan protein, vitamin C dan kebisaan minum teh dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 201. Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. No. 1, April 2016 1