Analisa Media Edisi Agustus 2013

dokumen-dokumen yang mirip
Ringkasan Putusan.

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Bentuk Kekerasan Seksual

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN

PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK ABSTRAK

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

Penghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

2 2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1607); MEMUTU

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

KENALI HAK ANDA. Kompilasi oleh Komnas Perempuan. Hak Konstitusional SETIAP WARGA NEGARA INDONESIA. dalam. Rumpun

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 23 TAHUN 2006 T E N T A N G PEMBERANTASAN MAKSIAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM)

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

Kekerasan Seksual. Sebuah Pengenalan. Bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

No berbangsa, yang salah satunya disebabkan oleh meningkatnya tindakan asusila, pencabulan, prostitusi, dan media pornografi, sehingga diperlu

BUPATI KEPULAUAN MERANTI

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PORNOGRAFI

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si

RESUME PARAMETER KESETARAAN GENDER DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

Kebijakan Jender. The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 1.0

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT,

Daftar Pustaka. Glosarium

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5493

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

Perkawinan Anak dan Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang...

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU

Mengatasi diskriminasi etnis, agama dan asal muasal: Persoalan dan strategi penting

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN

2011, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 5 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 10

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG

Transkripsi:

Tes Keperawanan: Bentuk Kegagalan Negara Dalam budaya patriarkhal, tubuh perempuan menjadi objek utama untuk dimasalahkan. Dalam budaya ini selalu dicari cara untuk mengaturnya, mulai dari bagaimana perempuan harus berpakaian hingga di mana perempuan harus berada. Akibatnya, tak ada lagi ruang bagi perempuan. Patriakhi selalu berusaha menyingkirkan perempuan dari ruang publik dan dari ruang domestik. Budaya ini melihat perempuan sebagai musuh utama yang harus ditaklukan dan menurut pada kuasa laki-laki. Berbagai cara digunakan budaya patriakhi untuk mencapai tujuannya, misalnya menerapkan aturan hukum atau norma sosial dalam bermasyarakat baik secara formal maupun non formal. Secara non formal norma sosial diterapkan secara turuntemurun dan tidak tahu kapan dimulainya dan berwujud dalam bentuk tradisi atau budaya sehari-hari. Norma sosial tidak berlaku mutlak dan berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Sementara aturan formal (hukum) biasanya dituangkan dalam kebijakan tertulis berupa undang-undang atau peraturan daerah. Dalam era otonomi saat ini, tiap daerah dapat mengatur daerahnya sendiri. Daerah juga memiliki wewenang untuk melahirkan kebijakan sesuai dengan konteks wilayah. Namun demikian, kebijakan yang dilahirkan daerah harus mengacu pada kebijakan nasional dan tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang ada. Hal itu tidak pernah ditaati oleh daerah. Akhirnya, muncul berbagai peraturan yang mendiskriminasi perempuan. Berdasarkan catatan Komnas Perempuan hingga tahun 2013, ada 342 kebijakan yang diskriminatif. Data itu mengalami peningkatan daripada tahun sebelumnya hanya 282 (tahun 2012) dan 207 (tahun 2011). Dari data tersebut, 265 kebijakan diskriminatif yang ada langsung menyasar kepada perempuan, atas nama agama dan moralitas. Ada 76 kebijakan yang mengatur cara berpakaian berdasarkan tafsir tunggal ajaran agama penduduk yang mayoritas. Ada 124 kebijakan tentang prostitusi dan pornografi, 27 kebijakan tentang pemisahan ruang publik laki-laki dan perempuan atas alasan moralitas, di mana 19 di antaranya menggunakan istilah khalwat atau mesum. Selain itu, ada 35 kebijakan terkait jam keluar malam. Lahirnya berbagai macam aturan yang mendiskriminasi perempuan didukung oleh budaya patriarkhi yang mendominasi. Banyak celah dan cara akan selalu dicari dalam wilayah kuasa laki-laki dengan melahirkan berbagai aturan untuk mengatur dan membatasi ruang gerak perempuan. Budaya patriarkhi kemudian melahirkan standar mengenai perempuan yang baik-baik dan perempuan yang tidak baik. Standar yang digunakan itu melahirkan stigma negatif pada perempuan yang tidak

mau mengikuti standar yang ada dan dianggap sebagai perempuan yang tidak bermoral. Keperawan dan moralitas Mengatur tubuh perempuan menjadi suatu yang akan selalu dilakukan budaya patriarkhi, karena itu dianggap milik publik. Oleh karena menjadi milik publik, maka tubuh perempuan harus mudah dikontrol, mudah diberi label, mudah dinilai, mudah diobjektivikasi dan mudah dikriminalkan, melalui berbagai perundang-undangan. Dalam hal moralitas, maka perempuan mempunyai tanggung jawab yang sangat besar untuk terus menjaganya. Demi menjaga moral publik itulah, segala aturan harus dibuat dan dipatuhi, termasuk menjaga keperawanan sebagai salah satu barometer yang digunakan oleh budaya patriarkhi untuk mengontrol tubuh perempuan. Jika perempuan ingin mendapatkan label sebagai perempuan baik-baik, maka ia harus mempertahankan keperawanannya dan menyerahkannya hanya pada suaminya kelak, setelah melangsungkan perkawinan. Bagi perempuan yang tidak dapat mempertahankan keperawanannya, ia akan mendapatkan label sebagai perempuan tidak bermoral. Pengertian keperawanan adalah absurd. Hanya perempuan itu sendiri yang tahu ia masih perawan atau tidak. Selain itu, kehilangan keperawanan tidak selalu akibat hubungan seks, tetapi bisa akibat kecelakaan dan olah raga berat. Dalam rangka mengatur moral itulah, terlontar wacana melakukan tes keperawanan bagi siswi SMA. Wacana tersebut dilontarkan H.M. Rasyid dari Dinas Pendidikan Kota Prabumulih, Sumatera Selatan. Tes keperawanan bagi calon pelajar SMA sederajat direncanakan dilakukan tahun 2014 mendatang, dengan menggunakan dana APBD. Tes tersebut dilakukan dengan tujuan menekan angka prostitusi yang marak terjadi di Kota Prabumulih, Palembang. Ternyata tidak hanya di Prabumulih yang mendiskusikan wacana tes keperawanan untuk siswi SMA, tetapi para pengelola pendidikan di Pamekasan, Jawa timur juga menggulirkan gagasan serupa. Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Dewan Pendidikan Pamekasan, Ahmat Zaini. Dia mengungkapkan bahwa tes keperawanan bisa diterapkan dalam penentuan kelulusan siswa. Namun Ahmat Zaini mengungkapkan, bahwa konsep tersebut belum dapat diterapkan dalam waktu dekat dan tanpa perencanaan yang baik. Wacana tes keperawan bukan sekali ini dilontarkan. Tahun 2007, Bupati Indramayu, Jawa Barat, Irianto MS Syafiuddin juga melontarkan wacana tes keperawanan. Gagasan tes keperawanan tersebut berawal dari beredarnya video mesum yang diperankan remaja SMA. Video mesum tersebut tak hanya meresahkan warga Indramayu, tapi juga mempermalukan Irianto. Pasalnya waktu itu, ia terpilih sebagai bupati berakhlak mulia. Irianto mengatakan bahwa wacana tes keperawanan

merupakan peringatan agar orangtua menjaga pergaulan anak-anaknya. Tes tersebut tidak dilaksanakan karena respon masyarakat yang menolak keras. Wacana tes keperawanan kembali muncul tahun 2010. Wacana ini dilontarkan seorang politisi Partai Amanat Nasional, yang duduk di Komisi IV DPRD Provinsi Jambi, bernama Bambang Bayu Suseno. Bambang melontarkan wacana tes keperawanan pada pertengahan September 2010. Wacana itu lahir dari keprihatinannya terhadap pergaulan bebas di kota-kota besar. Menurutnya, hal tersebut terjadi karena longgarnya pengawasan orangtua. Selain itu, pendidikan agama yang juga minim. Berulangnya wacana tes keperawanan muncul oleh pejabat publik mempertegas bahwa tubuh perempuan adalah milik publik. Maka kontrolnya pun harus dilakukan oleh publik, walaupun ia berada dalam ruang privat. Perempuan dianggap sebagai penjaga moral publik. Anggapan tersebut tentu mempersempit arti sebenarnya yang disebut dengan moralitas. Karena moralitas tidak hanya terkait dengan tingkah laku perempuan, tetapi juga tingkah laku masyarakat umumnya. Selama ini yang menjadi sorotan terkait moral hanyalah perempuan, sedangkan laki-laki tidak. Padahal banyak kasus yang terkait dengan moralitas yang nampak jelas di depan mata seperti korupsi, berkendara tidak taat aturan, dan lain sebagainya, justru publik menutup mata atas segala kasus tersebut. Pengertian moral yang dipersempit itulah yang kemudian menjadikan publik hanya melihat tubuh perempuan ketika berbicara tentang moral. Padalah moralitas tidak hanya masalah perempuan, karena moral artinya tata cara atau adat istiadat masyarakat. Dan jika mengacu pada kamus besar bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. Maka bicara moral bukan bicara perempuan semata, namun juga bicara masyarakat pada umumnya. Penindasan seksual Munculnya wacana tes keperawanan tahun 2013 ini menuai pro kontra di masyarakat. Bagi kalangan yang pro beralasan, bahwa dengan tes tersebut siswi akan takut berbuat asusila. Sedangkan pandangan yang berbeda menyatakan tes keperawanan adalah diskriminatif dan melecehkan perempuan. Bahkan kalangan guru di lingkungan Prabumulih pesimis, bahwa tes tersebut dapat menekan angka pergaulan bebas di kalangan pelajar. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh, menjadi salah satu orang yang sangat menentang wacana tes keperawanan bagi siswa perempuan. Menurutnya, jika tujuannya agar siswa terhindar dari hal-hal negatif, ada cara-cara lain yang lebih mulia. Senada dengan M. Nuh, Menteri Agama Suryadharma Ali juga menolak wacana untuk tes keperawanan. Menurutnya, tes keperawanan tidak etis dan merendahkan martabat perempuan. Dia bahkan berpendapat bahwa adanya

wacana tes keperawanan sebagai lampu merah bagi dunia pendidikan. Menurutnya, menjaga moral anak terkait dengan pergaulan bebas, solusinya bukan dengan tes keperawanan, tetapi siswa perlu perhatian bukan hanya dari sekolah namun juga dari keluarga. Komnas Perempuan juga menyatakan tidak setuju dengan wacana tes keperawanan. Menurut Komnas Perempuan, tes keperawanan merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan dan bertentangan dengan Konstitusi. Tindakan tersebut merendahkan derajat martabat manusia dan bersifat diskriminatif terhadap perempuan. Tes keperawanan juga berimplikasi memutus masa depan anak perempuan, karena tidak dapat melanjutkan pendidikan dan hidup dalam stigma negatif di dalam masyarakat. Minim pemahaman Konstitusi Berulangnya wacana tes keperawanan dilontarkan oleh pejabat publik terutama aparat pemerintahan dan anggota legislatif, memperlihatkan bahwa pejabat di negeri ini tidak memahami perundang-undangan yang ada. Lebih parah lagi, mereka tidak memahami Undang-Undang Dasar 1945. Pernyataan-peryataan diskriminatif pejabat publik tersebut tidak pernah disikapi serius oleh pemerintah pusat. Situasi demikian jelas memperlihatkan pemahaman yang rendah atas mandat Konstitusi bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Jika mengacu pada Kontitusi, tes keperawanan sangat bertentangan dengan pasal berikut: Pasal 28B ayat (2) Setiap Anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 28C ayat (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupanya dan demi kesejahteraan umat manusia. Pasal 28G ayat (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Pasal 28G ayat (2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

Pasal 28I ayat (2) Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Pasal 28H ayat (2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan mafaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Selain Undang-Undang Dasar 1945, tes keperawanan juga bertentangan dengan perundang-undangan yang ada, misalnya UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Undangundang ini mewajibkan negara membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk mengubah pola tingkah laku sosial dan budaya laki-laki dan perempuan dengan maksud untuk mencapai penghapusan prasangka-prasangka, kebiasaan-kebiasaan dan segala praktik lainnya yang berdasarkan atas inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin atau berdasar peranan stereotip bagi laki-laki dan perempuan (Pasal 5 huruf a) Tes keperawanan juga menyalahi Inpres No 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional yang telah ditindaklanjuti secara khusus dalam bidang pendidikan berupa Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 84 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan. Selain itu, ada sejumlah perundang-undangan lain yang dilanggar, seperti UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 23 tahun 2002 Perlindungan Anak. Penutup Tes keperawanan bukan solusi manjur mengatasi prostitusi anak, sebaliknya, justru bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan orang. Oleh karena prostitusi anak adalah bagian dari tindak perdagangan orang, dan undang-undang mewajibkan negara memberikan perlindungan dan pemulihan bagi korban. Negara harusnya tidak ikut campur dalam ranah privasi warganya dan negara harus menyadari bahwa keperawanan seseorang merupakan hak pribadi tiap individu. Aparat negara harusnya lebih memprioritaskan moralitas pejabat yang melakukan korupsi daripada harus mengurusi moralitas siswa, dengan melakukan tes keperawanan. Agar wacana tersebut tidak terus mucul, seharusnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan sanksi tegas kepada dinas pendidikan yang mengeluarkan kebijakan yang bias gender. Pemerintah juga harus memastikan bahwa penyelenggara pendidikan, institusi profesi, dan lembaga masyarakat tidak

melakukan tindak kekerasan seksual dengan melakukan tes keperawanan. Lembaga eksekutif dan legislatif, baik di tingkat nasional maupun daerah perlu ditingkatkan pengetahuan dan sensitivitasnya pada isu-isu kekerasan terhadap perempuan agar dapat membuat terobosan kebijakan dan program penanganan yang komprehensif bagi perempuan dan anak korban kekerasan. *****