BAB I PENDAHULUAN. menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

PENUTUP. penelitian lapangan, serta pembahasan dan analisis yang telah penulis lakukan

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia telah lahir beberapa peraturan perundang-undangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: hubungannya dengan peran kepolisian dalam penyidikan Tipiring.

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

melakukan penyidikan terhadap tindak pidana psikotropika dengan pelaku anak

No II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

I. PENDAHULUAN. kondisi sosial budaya dan politik suatu negara berkembang untuk menuju sistem

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan kemajuan teknologi. Adanya perkembangan dan kemajuan

I. PENDAHULUAN. didirikan pada setiap ibukota kabupaten atau kota, dan apabila perlu dapat dibentuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

Presiden, DPR, dan BPK.

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

II. TINJAUAN PUSTAKA. adalah adanya kekuasaan berupa hak dan tugas yang dimiliki oleh seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

METODE PENELITIAN. untuk itu agar diperoleh data yang akurat, penulis menggunakan metode

BAB I PENDAHULUAN. berhak untuk mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum (equality before

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELELANGAN BARANG BUKTI. oleh KBP. Drs. ISKANDAR IBRAHIM,MM

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan semata

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum. Negara

III. METODE PENELITIAN. penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

PERANAN HAKIM PENGAWAS DAN PEGAMAT TERHADAP PELAKSANAAN PUTUSAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II.B KOTA PADANGSIDIMPUAN. Oleh: Marwan Busyro 1

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

III. METODE PENELITIAN. yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris, pendekatan yuridis normatif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal ini dapat dibuktikan dalam Pasal

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

Vol 10 No. 2 Oktober 2014 ISSN

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini penulis melakukan dua pendekatan yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

tertolong setelah di rawat RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo, kota Mojokerto. 1

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting Negara hukum adalah adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Hal tersebut berarti bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Dalam usaha memperjelas serta memperkuat prinsip di atas, maka salah satu substansi penting perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan yang mendasar dalam kehidupan ketatanegaraan, khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang undang. Ketentuan badan badan lain tersebut selanjutnya dipertegas lagi oleh Undang Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang dalam Pasal 41 menyatakan bahwa badan badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman 1

meliputi Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia dan badan badan lain diatur dalam Undang undang. Sejalan dengan perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan beberapa peraturan perundang undangan lainnya, serta berdasarkan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan, maka Undang Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu dilakukan perubahan secara komprehensif dengan membentuk Undang Undang yang baru. Untuk itu pada tanggal 26 Juli 2004 telah diundangkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Berlakunya Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana telah membawa perubahan yang mendasar dalam proses penyelesaian perkara pidana, baik dalam konsepsi maupun implementasi. Sebagai konsekuensi dari perubahan tersebut para aparat pelaksana penegakkan hukum melakukan upaya upaya reorientasi atas sikap, tata cara dan tata pikiran dengan maksud agar mampu memainkan peran yang telah ditentukan. 1 1 Ramelan, Peningkatan Peran Kejaksaan Dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu, Media Hukum Persatuan Jaksa Republik Indonesia, Volume 2 Nomor 7, 22 September 2003, Jakarta, 2003, hlm. 1

Konsepsi sistem peradilan pidana yang dianut dalam KUHAP tersebut sejalan dengan diintrodusirnya konsepsi Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice System) sebagai pengembangan dari model sistem peradilan pidana (criminal justice system model) yang pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat sekitar tahun 1960. Pendekatan sistem dalam mekanisme peradilan pidana menunjukkan adanya unsur unsur yang terdiri dari sub sub sistem, yaitu sub sistem penyidikan, sub sistem pelaksanaan putusan pengadilan. Sistem peradilan pidana melibatkan komponen komponen yang terdiri dari lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan terpidana. Pendekatan sistem ini seharusnya memberikan perhatian yang sama terhadap semua komponen agar tercapai koordinasi dan sinkronisasi dalam penegakan hukum. Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk keperluan itu didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat keterangan pengganti kutipan putusan hakim. Selain itu jaksa sebagai penuntut umum pada setiap kejaksaan juga mempunyai tugas melaksanakan penetapan hakim Pidana. Tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim sebagai tahap terakhir perkara pidana dimaksudkan menjalankan pekerjaan melaksanakan putusan hakim dalam arti terbatas hanya untuk tugas eksekusi saja oleh Jaksa. Putusan hakim dapat ditetapkan dari berbagai jenis pidana yang terdapat di dalam

Kitab Undang Undang Hukum Pidana atau aturan hukum lainnya yang sah, dan selanjutnya pelaksanaan putusan berbagai jenis pidana tersebut diatur lebih lanjut dalam peraturan perundangan mengenai pelaksanaan pidana. 2 Tugas pelaksanaan pidana sebagai akibat dari putusan hakim ini berhubung adanya petugas petugas pelaksana lainnya diluar kejaksaan, maka perlu dibedakan antara tugas eksekusi putusan hakim dan tugas pelaksanaan pidana sebagai tindak lanjut dari eksekusi, misalnya mengenai pelaksanaan pidana penjara dengan sistem pemasyarakatan yang dilaksanakan oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan, petugas Bispa dan pengawasan / pengamatan yang dijalankan oleh seorang hakim yang ditunjuk dalam jangka waktu tertentu. Pasal 45 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam ayat (4) menentukan bahwa benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan Negara atau untuk dimusnahkan. Termasuk dalam kategori barang sitaan yang dilarang untuk diedarkan antara lain adalah minuman keras, narkotika, psikotropika, senjata dan bahan peledak, buku buku atau gambar atau bentuk lain dari barang barang yang masuk dalam kelompok pornografi. 2 Bambang Poernomo, Orientasi Hukum Acara Pidana Indonesia, Amarta Buku, Yogyakarta, 1988, hlm. 24

Pasal 91 Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Pasal 53 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika mengatur mengenai pemusnahan narkotika dan psikotropika yang salah satu sebabnya adalah berhubungan dengan tindak pidana. Menurut ketentuan dalam kedua undang undang tersebut, pemusnahan barang sitaan yang berupa narkotika dan psikotropika yang dilaksanakan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, dilakukan oleh pejabat kejaksaan dan disaksikan oleh pejabat yang mewakili Kepolisian dan Departemen Kesehatan dengan dibuat Berita Acara Pemusnahan. Berdasarkan ketentuan ketentuan tersebut, maka yang masih perlu untuk diperjelas adalah mengenai mekanisme pemusnahan barang sitaan yang bersifat terlarang dan bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan pemusnahaan barang sitaan yang bersifat terlarang tersebut berpotensi terjadinya penyimpangan penyimpangan dalam pelaksanaannya maupun dalam pengawasannya, sehingga dikhawatirkan barang sitaan yang bersifat terlarang masih ada kemungkinan bisa beredar lagi di masyarakat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang muncul dan perlu mendapatkan jawaban dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah pelaksanaan pemusnahan barang sitaan psikotropika yang dilaksanakan oleh Kejaksaan Negeri Sleman sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku? 2. Adakah hambatan dalam pelaksanaan pemusnahan barang sitaan psikotropika oleh Kejaksaan Negeri Sleman? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan pemusnahan barang sitaan psikotropika yang dilaksanakan Kejaksaan Negeri Sleman sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2. Untuk mengetahui adakah hambatan dalam pelaksanaan pemusnahan barang sitaan psikotropika oleh Kejaksaan Negeri Sleman. D. Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengembangan ilmu hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pemusnahan barang sitaan psikotropika yang bersifat terlarang untuk diedarkan.

2. Penelitian ini diharapkan juga memberikan sumbangan pemikiran terhadap bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan pemusnahan barang sitaan psikotropika yang bersifat terlarang untuk diedarkan. E. Keaslian Penelitian Menelusuri kepustakaan, ternyata telah banyak ditemukan penelitian di bidang hukum pidana. Akan tetapi menurut pengetahuan penulis penelitian pemusnahan barang sitaan psikotropika oleh Kejaksaan Negeri Sleman berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika Pasal 53, sampai saat ini belum pernah ada. Ternyata apabila pernah dilaksanakan penelitian yang sejenis dengan penelitian ini, maka penulis berharap penelitian ini dapat melengkapinya. F. Batasan Konsep 1. Pemusnahan adalah melakukan tindakan merusak barang bukti yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap sehingga tidak dapat dipergunakan kembali. 2. Barang sitaan adalah penyitaan sesuatu benda diartikan pengambilalihan atau penguasaan benda itu guna kepentingan acara pidana. 3. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada

susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. 4. Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan Negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang undang. Sedangkan Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang undang untuk bertindak sebagai Penuntut Umum dan Pelaksana Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang undang. G. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mendasarkan pada data sekunder. Jadi dalam penelitian ini data diperoleh dari penelitian kepustakaan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis, yaitu menganalisis permasalahan dari sudut pandang / menurut ketentuan hukum / perundang-undangan yang berlaku. b. Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang berupa bahan bahan hukum. Bahan bahan hukum tersebut terdiri dari : 3 1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat, yang berupa : a. Undang Undang Dasar 1945 b. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. c. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. d. Undang Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. e. Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. 2. Bahan Hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang bersifat menjelaskan terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari buku buku literatur, artikel, hasil penelitian dan karya ilmiah lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. 3 Soerjono Soekamto dan Sri Mammudji, Penelitian Hukum Normatif, Pengantar Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1990, hlm. 14

3. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang terdiri dari : a. Kamus Umum Bahasa Indonesia. b. Kamus Istilah Hukum. c. Ensiklopedia. c. Metode Pengumpulan Data 1. Penelitian kepustakaan, dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen, yaitu mengkaji, mengolah dan menelaah bahan bahan hukum yang ada kaitannya dengan penelitian ini. 2. Penelitian ini dilakukan dengan wawancara dan mengajukan daftar pertanyaan kepada narasumber. Narasumber dari Kejaksaan Negeri Sleman yaitu Ibu Erlin Yuliastuti, SH., MH. selaku Kepala Sub Seksi Penuntutan Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Sleman dan Bapak Petrus Sadiyo,SH. Selaku Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Pada Kejaksaan Negeri Sleman. d. Metode Analisis Data Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari penelitian disajikan secara

deskriptif dan dianalisis secara kualitatif dengan langkah langkah sebagai berikut : 1. Data penelitian diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan dalam penelitian. 2. Hasil klasifikasi data selanjutnya disistematiskan. 3. Data yang telah disistematiskan kemudian dianalisis untuk dijadikan dasar dalam mengambil kesimpulan. H. Sistematika Penulisan Hukum Guna memudahkan dalam memahami isi dari skripsi ini, berikut penulis sajikan tentang sistematika penulisan yang dipergunakan dalam penyususnan skripsi ini sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, batasan konsep, metode penelitian, dan selanjutnya pada akhir bab ini disajikan tentang sistematika penulisan skripsi. BAB II PEMUSNAHAN BARANG SITAAN PSIKOTROPIKA OLEH KEJAKSAAN NEGERI SLEMAN

Pada bab ini penulis menguraikan tentang Jenis jenis Barang Sitaan Psikotropika Yang Umumnya di Sita oleh Kejaksaan Negeri Sleman, Pelaksanaan Pemusnahan Barang Sitaan Psikotropika oleh Kejaksaan Negeri Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Hambatan Terhadap Pemusnahan Barang Sitaan Psikotropika. BAB III PENUTUP Dalam bab penutup ini penulis menarik kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan dalam penelitian ini sebagaimana telah diuraikan dan dibahas dalam Bab I dan Bab II serta memberikan sarannya.