KETENTUAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

dokumen-dokumen yang mirip
2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KETENTUAN KESELAMATAN DEKOMISIONG REAKTOR NUKLIR 1

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I)

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA. BAB I KETENTU

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FORMAT DAN ISI

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

Ruang Lingkup Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir meliputi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

FORMAT DAN ISI BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA. I. Kerangka Format Batasan dan Kondisi Operasi Reaktor Nondaya

2011, No Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif (Lembaran Negara Republi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN TENTANG DEKOMISIONING INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DALAM UTILISASI DAN MODIFIKASI REAKTOR NONDAYA

BERITA NEGARA. BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG DEKOMISIONING REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG IZIN BEKERJA PETUGAS INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Laporan. Analisis Keselamatan Reaktor Nondaya. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA. No.655, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Manajemen. Penuaan. Nuklir Nonreaktor. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEFINISI. Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang.

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG KESIAPSIAGAAN DAN PENANGGULANGAN KEDARURATAN NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

FORMAT DAN ISI PROGRAM DEKOMISIONING INNR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA


PROGRAM PERATURAN DALAM PENGAWASAN PLTN UNTUK MENYONGSONG PEMBANGUNAN PLTN 1)

EVALUASI KESIAPSIAGAAN NUKLIR DI INSTALASI RADIOMETALURGI BERDASARKAN PERKA BAPETEN NOMOR 1 TAHUN 2010

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

PENGEMBANGAN PERATURAN TERKAIT PERIZINAN INSTALASI NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

2 Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir tentang Keamanan Sumber Radioaktif; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (L

Keselamatan Instalasi Nuklir

2014, No MANAJEMEN TERAS. Langkah-langkah Manajemen Teras terdiri atas:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPETEN. Penanganan. Penyimpanan. Bahan Bakar Nuklir. Reaktor Non Daya. Manajemen Teras.

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 04-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN PELATIHAN OPERATOR DAN SUPERVISOR REAKTOR NUKLIR

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

Sihana

PEMERIKSAAN/VERIFIKASI INFORMASI DESAIN REAKTOR NUKLIR

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG ASPEK PROTEKSI RADIASI DALAM DESAIN REAKTOR DAYA

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 01 A. Latar Blakang 01 B. Dasar Hukum 03 C. Definisi. 04 Tujuan Instruksional Umum 06 Tujuan Instruksional Khusus..

FORMULIR PERMOHONAN IZIN BEKERJA PETUGAS IBN

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

KETENTUAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR Agus Yudhi P, Midiana Ariethia, Efa Aunurrofiq, Dahlia C. Sinaga Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir Abstrak Keselamatan dan Keamanan Instalasi dan Bahan Nuklir. Pemanfaatan tenaga nuklir dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi kesejahteraan dan keuntungan dalam bidang ekonomi, misalnya dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir, industri yang terkait tidak hanya nuklir (produsen bahan bakar nuklir) tapi dari bidang lain yang dapat menyerap banyak tenaga kerja. Dalam pemanfaatan tenaga nuklir tersebut wajib memperhatikan keselamatan, keamanan, dan ketentraman, kesehatan pekerja dan anggota masyarakat, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup, yang diatur dengan Peraturan Pemerintah berdasarkan amanat UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran Pasal 16. Penyusunan ketentuan teknis dan administratif sangat spesifik dengan tingkat resiko yang dimiliki oleh instalasi nuklir, sehingga pengaturan perundangan terhadap keselamatan dan keamanan instalasi dan bahan nuklir (termasuk pengaturan terkait seifgard) melalui peraturan pemerintah hanya memuat prinsip dan aturan teknis umum yang diterapkan terhadap seluruh instalasi nuklir. Dalam ketentuan tentang keselamatan dan keamanan instalasi dan bahan nuklir diatur mengenai keselamatan instalasi nuklir dan keamanan instalasi dan bahan nuklir. Kata kunci: keselamatan, keamanan, seifgard, instalasi nuklir, bahan nuklir Abstract Nuclear Installations and Materials Safety dan Security. The promotion of nuclear energy may give great advantages to the welfare and profit in the economy sector, for example in the construction of the nuclear power plant, the industrial area related to this sector is not only nuclear (producer of nuclear spent fuel) but also from other sectors that can absorb many workers. The promotion of nuclear energy shall take into consideration the safety, security, peace, health of workers and members of society, as well as protection of environment, with a more specific provision in the government regulation that is stipulated according to Article 16 Act Number 10 of 1997 on Nuclear Energy. The drafting of technical and administrative provisions are very specific with nuclear installationspecific risk level, therefore government regulation on safety and security of nuclear installation (including safeguard related regulations) through government regulation could only consist of general principle and technical regulation applicable to the whole nuclear installations. The draft of government regulation on the safety and security of nuclear installation and nuclear material comprises of the safety of nuclear installation, the security of nuclear installation and material and safeguard. Keyword: safety, security, safeguard, nuclear, nuclear installation, nuclear material 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanfaatan tenaga nuklir dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi kesejahteraan dan keuntungan dalam bidang ekonomi, misalnya dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir, industri yang terkait tidak hanya nuklir (produsen bahan bakar nuklir) tapi dari bidang lain yang dapat menyerap banyak tenaga kerja misalnya untuk: Industri Architecture/engineering yang terkait desain instalasi; Pemasok sistem, struktur, dan komponen lain yang terkait misalnya manufaktur pompa pendingin dan heat exchanger, dan sistem pemipaan, sistem kelistrikan, serta sistem instrumentasi dan kendali. Konstruksi yang melakukan pekerjaan pembangunan. Selain hal tersebut, pemanfaatan tenaga nuklir juga dikenal dengan industri yang memiliki densitas energi (yang dihasilkan oleh reaksi fisi dalam teras reaktor) sangat tinggi, misalnya 1 pelet bahan bakar nuklir dengan bobot sekitar 7 gram dapat membangkitkan energi setara dengan 800 Kg batu bara, 500 L minyak, dan 400 m 3 gas alam [1]. Dengan densitas energi yang sangat tinggi tersebut, pemanfaatan tenaga nuklir menimbulkan resiko bagi masyarakat dan lingkungan hidup. Hal lain yang dapat menimbulkan resiko bagi masyarakat dan lingkungan hidup antara lain kejahatan terhadap instalasi dan bahan nuklir, misalnya pencurian bahan nuklir, sabotase dan tindakan terorisme terhadap instalasi nuklir, dan penyebaran senjata nuklir yang dapat mengakibatkan timbulnya perang nuklir. Permasalahan Dalam pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia wajib memperhatikan keselamatan, keamanan, dan ketentraman, kesehatan pekerja dan anggota masyarakat, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup 1, yang diatur dengan peraturan pemerintah [2]. Terkait dengan ketentuan keselamatan tersebut, saat ini telah diterbitkan, antara lain: a. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2002 tentang Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif yang mempunyai ruang lingkup pengaturan keselamatan 2

pengangkutan zat radioaktif yang meliputi perizinan, kewajiban dan tanggung jawab, pembungkusan, program proteksi radiasi, pelatihan program jaminan kualitas, jenis dan batas aktivitas zat radioaktif, zat radioaktif dengan sifat bahaya lain, dan penanggulangan keadaan darurat. Peraturan pemerintah ini juga berlaku untuk pengangkutan bahan nuklir. b. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif, yang mempunyai ruang lingkup pengaturan keselamatan radiasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir, intervensi, keamanan sumber radioaktif dan inspeksi dalam pemanfaatan tenaga nuklir; dan bertujuan menjamin keselamatan pekerja dan anggota masyarakat, perlindungan terhadap lingkungan hidup dan keamanan sumber radioaktif. Peraturan pemerintah ini tidak mengatur masalah keamanan bahan nuklir. Dari berbagai peraturan pemerintah yang terkait dengan ketentuan keselamatan, belum ada peraturan pemerintah yang mengatur masalah terkait keselamatan instalasi nuklir, keamanan instalasi dan bahan nuklir dan saifgard. Tujuan & Ruang Lingkup Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menentukan aspek yang penting dalam ketentuan keselamatan instalasi nuklir dan keamanan instalasi dan bahan nuklir. Makalah ini mencakup persyaratan untuk memastikan keselamatan instalasi nuklir dan keamanan instalasi dan bahan nuklir. Metode Pemecahan Studi literatur dan perumusan Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Keselamatan dan Keamanan Instalasi dan Bahan Nuklir Teori Pada saat ini berlaku Undang Undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, yang menetapkan kebijakan dan menjadi dasar hukum bagi pengaturan pemanfaatan tenaga nuklir. 3

Kebijakan tersebut antara lain pada Pasal 16 yang menetapkan [1] : (1) Setiap kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan tenaga nuklir wajib memperhatikan keselamatan, keamanan, dan ketenteraman, kesehatan pekerja dan anggota masyarakat, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Penjelasan Pasal 16 mengatakan bahwa ketentuan keselamatan yang perlu diatur lebih lanjut, antara lain ketentuan keselamatan kerja terhadap radiasi, ketentuan keselamatan pengangkutan zat radioaktif, ketentuan tentang pertambangan bahan galian nuklir, dan ketentuan keselamatan reaktor. Pengaturan terhadap pembangunan, pengoperasian dan dekomisioning instalasi nuklir antara lain reaktor nuklir, instalasi fabrikasi bahan bakar nuklir dan instalasi radiometalurgi memiliki tujuan antara lain [3] : (1) Masyarakat dan lingkungan hidup terlindung dari bahaya radiasi dan kontaminasi melalui perlindungan efektif terhadap bahaya radiologik; (2) Paparan radiasi yang ditimbulkan oleh instalasi selama pengoperasian normal harus dipastikan di bawah nilai batas dan memenuhi prinsip ALARA, serta memitigasi konsekuensi yang ditimbulkan oleh kecelakaan; (3) Upaya pencegahan dan mitigasi konsekuensi kecelakaan harus dipastikan, termasuk upaya untuk memastikan bahwa nilai kebolehjadian kecelakaan yang memiliki konsekuensi radiologik serius sangatlah rendah (extremely low); (4) Upaya untuk memastikan bahan nuklir tidak disalah gunakan untuk selain tujuan damai; dan (5) pencegahan, pendeteksian, penilaian, penundaan, dan respon tindakan pemindahan bahan nuklir secara tidak sah dan sabotase instalasi nuklir. Penyusunan ketentuan teknis dan administratif sangat spesifik dengan tingkat resiko yang dimiliki oleh instalasi 4

nuklir, sehingga pengaturan perundangan terhadap keselamatan dan keamanan instalasi dan bahan nuklir (termasuk pengaturan terkait seifgard) melalui peraturan pemerintah hanya memuat prinsip dan aturan teknis umum yang diterapkan terhadap seluruh instalasi nuklir. Ketentuan teknis yang lebih rinci ditetapkan dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas [2]. Berdasarkan alasan teknis untuk memudahkan pengawasan instalasi nuklir selama umur instalasi nuklir, maka ketentuan administratif dan teknis disesuaikan dengan persyaratan pada tahapan instalasi nuklir, yang antara lain: penentuan tapak, desain, konstruksi, komisioning, operasi, dan dekomisioning [2]. BAB II PEMBAHASAN Berdasarkan amanat dari Undang Undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dalam pasal 16 ayat (2) bahwa ketentuan terkait keselamatan reaktor nuklir diatur dengan peraturan pemerintah, maka ketentuan terhadap keselamatan instalasi nuklir dan keamanan instalasi dan bahan nuklir ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Ketentuan Keselamatan dan Keamanan Instalasi dan Bahan Nuklir memiliki tujuan untuk mengatur keselamatan dan keamanan instalasi nuklir (pada tahap pembangunan, pengoperasian, dan dekomisining) dan bahan nuklir. Pengaturan keselamatan instalasi dan bahan nuklir meliputi pengaturan keselamatan nuklir dan keselamatan radiasi pengion (keselamatan radiasi pengion diatur dengan peraturan pemerintah tersendiri, yaitu : Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2007 tentang keselamatan radiasi pengion dan keamanan sumber radioaktif), sedangkan untuk keamanan instalasi dan bahan nuklir yang disebut keamanan nuklir meliputi seifgard dan proteksi fisik. Pokok pokok Materi Muatan Yang Akan Diatur Persyaratan manajemen keselamatan dan keamanan nuklir 1. Persyaratan dan Pemberlakuan Selama tahap pembangunan, pengoperasian, dan dekomisioning instalasi nuklir, pemegang izin wajib memenuhi persyaratan manajemen 5

keselamatan dan keamanan nuklir, teknis keselamatan dan keamanan nuklir. Pemberlakuan persyaratan keselamatan dan keamanan disesuaikan dengan pendekatan pemeringkatan yang terdiri atas: a. karakteristik bahan nuklir dan/atau instalasi nuklir; b. nilai dan kebolehjadian paparan radiasi yang ditimbulkan oleh instalasi nuklir; dan c. tingkat dan kebolehjadian ancaman terhadap instalasi dan bahan nuklir 2. Tanggung Jawab Manajemen Pemegang izin bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan keselamatan nuklir dan tujuan keamanan nuklir dalam setiap pembangunan, pengoperasian dan dekomisioning instalasi nuklir, serta dalam pemanfaatan bahan nuklir. Tujuan keselamatan nuklir tersebut diwujudkan melalui upaya pertahanan efektif terhadap bahaya radiasi yang ditimbulkan oleh instalasi nuklir dengan menerapkan pertahanan berlapis untuk memenuhi fungsi keselamatan dasar instalasi nuklir, dan tujuan keamanan nuklir diwujudkan melalui upaya: a. pencegahan penyimpangan terhadap pemanfaatan bahan nuklir dari tujuan damai; dan b. pencegahan, pendeteksian, penilaian, penundaan, dan respon tindakan pemindahan bahan nuklir secara tidak sah dan sabotase instalasi nuklir. Tujuan keselamatan nuklir meliputi tujuan umum dan tujuan khusus keselamatan nuklir. Tujuan umum keselamatan nuklir adalah melindungi pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup yang dilakukan melalui upaya pertahanan yang efektif terhadap timbulnya bahaya radiasi di instalasi nuklir. Sedangkan tujuan khusus keselamatan nuklir meliputi tujuan proteksi radiasi dan tujuan keselamatan teknis. Tujuan proteksi radiasi terdiri atas: a. menjamin paparan radiasi pada setiap kondisi instalasi nuklir dan bahan nuklir atau setiap pelepasan zat radioaktif 6

yang terantisipasi dari instalasi serendahrendahnya yang secara praktik dapat dicapai dan di bawah pembatas dosis yang ditetapkan; b. menjaga agar dosis dan resiko terhadap manusia sekecil mungkin dan di bawah nilai pembatas dosis yang ditetapkan; dan c. menjamin mitigasi dampak radiologik dari suatu kecelakaan yang ditimbulkan selama pemanfaatan instalasi dan bahan nuklir. meringankan konsekuensi ketika kecelakaan terjadi. Tujuan keselamatan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah: a. mencegah terjadinya kecelakaan selama pemanfaatan instalasi dan bahan nuklir serta melakukan mitigasi dampak radiologi apabila kecelakaan tetap terjadi; b. memastikan dengan tingkat kepercayaan tinggi bahwa semua kecelakaan yang telah dipertimbangkan dalam desain instalasi nuklir memberikan resiko serendah rendahnya; dan c. memastikan bahwa kecelakaan dengan dampak radiologi yang serius mempunyai kebolehjadian yang sangat kecil. Pertahanan yang efektif diwujudkan melalui penerapan strategi pertahanan berlapis untuk memenuhi fungsi keselamatan dasar instalasi nuklir yang meliputi: fungsi keselamatan dasar reaktor nuklir dan instalasi nuklir nonreaktor. Fungsi keselamatan dasar reaktor nuklir terdiri atas: a. mengendalikan reaktivitas; b. memindahkan panas dari teras reaktor; dan c. mengungkung zat radioaktif dan menahan radiasi. Fungsi keselamatan dasar untuk instalasi nuklir non reaktor terdiri atas: 7

a. mempertahankan keadaan subkritik dan mengendalikan sifat kimia; b. memindahkan panas peluruhan radionuklida; dan c. mengungkung zat radioaktif dan menahan radiasi. Dalam melaksanaan tanggungjawab, pemegang izin wajib: a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan keselamatan dan keamanan; b. menentukan kriteria keselamatan dan keamanan; c. menjamin penentuan tapak, desain, konstruksi, komisioning, operasi dan dekomisioning instalasi nuklir memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan. d. menjamin dipenuhinya persyaratan keamanan dalam pemanfaatan bahan nuklir; e. menetapkan, melaksanakan dan mengembangkan prosedur dan aturan internal untuk memastikan terkendalinya keselamatan dan keamanan dalam segala kondisi; f. memiliki organisasi dengan pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab serta jalur komunikasi yang jelas; g. menetapkan dan memastikan petugas atau personil memiliki tingkat kompetensi dan keahlian yang sesuai dengan bidang tugasnya; dan h. melakukan evaluasi, pemantauan dan audit secara berkala terhadap hal hal yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan. 3. Sistem Manajemen Dalam sistem manajemen diatur ketentuan yang memuat: a. budaya keselamatan dan keamanan; b. pemeringkatan dan dokumentasi; 8

c. tanggung jawab manajemen; d. manajemen sumber daya; e. pelaksanaan proses; dan f. pengukuran efektifitas, penilaian dan peluang perbaikan. Untuk mencapai system manajemen yang efektif dan efisien ini, PIN dan pihak lain yang terkait seperti pemasok dan pabrikan menetapkan, melaksanakan dan merekam pelaksanaan Sistem manajemen pada seluruh tahap kegiatan pembangunan dan pengoperasian serta dekomisioning instalasi nuklir. Sistem manajemen dievaluasi oleh pemegang izin secara berkala sesuai dengan jenis instalasi nuklir untuk memastikan bahwa setiap unsur, kebijakan dan sasaran dalam organisasi masih relevan atau perlu diperbaiki. 4. Faktor Manusia Analisis keandalan manusia yang dilakukan oleh Pin (Pengusaha Instalasi Nuklir) meliputi analisis terhadap kemungkinan terjadinya kesalahan dan kelalaian manusia yang dapat mempengaruhi keselamatan dan keamanan instalasi dan bahan nuklir. Disamping itu, Pemegang izin wajib mempertimbangkan kualifikasi personil yang akan dipekerjakan, faktor ergonomi dan faktor antar muka manusia mesin untuk mencegah dan atau meminimisasi kesalahan dan kelalaian manusia. Program pendidikan, pelatihan dan kualifikasi bagi personil yang terlibat dalam pembangunan, pengoperasian, dan dekomisioning instalasi nuklir, serta dalam pemanfaatan bahan nuklir, ditetapkan dan dilaksanakan oleh PIN. I. Persyaratan teknis keselamatan instalasi nuklir 1. Evaluasi tapak Evaluasi tapak yang dilakukan Badan Pelaksana, Badan Usaha Milik Negara, koperasi, atau badan swasta yang berbentuk badan hokum meliputi: a. pengaruh kejadian eskternal di tapak dan wilayah sekitarnya baik yang berasal dari kejadian alam maupun kejadian 9

akibat ulah manusia terhadap keselamatan instalasi nuklir; b. karakteristik tapak dan lingkungannya yang mempengaruhi perpindahan zat radioaktif ke manusia; dan c. demografi penduduk dan karakteristik lain dari wilayah sekitar tapak yang berkaitan dengan evaluasi risiko terhadap masyarakat dan kelayakan penerapan kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan nuklir. Pemohon evaluasi tapak melakukan investigasi karakteristik tapak yang mempengaruhi jalur perpindahan zat radioaktif ke manusia. Karakteristik tapak tersebut meliputi kondisi fisik yang terdiri dari topografi, meteorologi, dan hidrologi; dan lingkungan yang terdiri dari jenis tumbuhan, hewan, tata guna lahan dan sumber air, dan distribusi penduduk sekitar tapak. Investigasi terhadap karakteristik tapak mempertimbangkan dampak radiasi instalasi nuklir pada saat operasi normal dan kondisi kecelakaan. Khusus untuk reaktor nuklir, tapak harus memiliki kemampuan menerima buangan panas yang ditimbulkan baik selama operasi maupun shutdown. Pemantauan karakteristik tapak dan lingkungan dilakukan sejak konstruksi dimulai sampai dengan dekomisioning. Apabila dari hasil pemantauan tersebut diketahui terjadi perubahan karakteristik tapak dan lingkungan yang signfikan terhadap keselamatan, pemegang izin atau pengusaha instalasi nuklir wajib melakukan evaluasi tapak ulang. 2. Desain dan Konstruksi Persyaratan desain untuk keselamatan instalasi meliputi persyaratan umum dan persyaratan khusus desain. Persyaratan umum meliputi: a. desain untuk keandalan struktur, sistem, dan komponen; b. desain untuk kemudahan operasi, inspeksi, perawatan dan pengujian; c. desain untuk mendukung 10

kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan nuklir; d. desain untuk kemudahan dekomisioning instalasi nuklir; e. desain proteksi radiasi; f. desain proteksi fisik; g. desain untuk faktor manusia; dan h. desain untuk faktor penuaan. Sedangkan persyaratan khusus untuk: 1) Reaktor nuklir meliputi desain: a. teras reaktor; b. sistem shutdown; c. sistem proteksi reaktor; d. fitur keselamatan teknis; e. sistem pemindahan panas; f. sistem pengungkung; g. sistem instrumentasi dan kendali; h. sistem penanganan dan penyimpanan bahan bakar nuklir; i. sistem penanganan dan pengendalian limbah radioaktif; dan j. sistem bantu. 2) Instalasi nuklir nonreaktor meliputi desain: a. sistem penanganan bahan nuklir; b. sistem fabrikasi; c. sistem proses; d. sistem proteksi dan interlok; e. sistem alarm; f. sistem catu daya listrik; g. sistem pemasok air; h. sistem pemasok udara; i. sistem pemasok dan distribusi uap; j. sistem pendingin; k. sistem komunikasi; dan/atau l. sistem proteksi kebakaran dan ledakan. Prinsip dasar keselamatan meliputi penghalang ganda, margin keselamatan, redundansi, diversifikasi, independensi, gagalselamat (fail safe)dan kualifikasi peralatan dan klasifikasi struktur, sistem, dan komponen (SSK) instalasi nuklir berdasarkan klas keselamatan, kualitas dan/atau klas seismik. Desain dari instalasi nuklir harus dinilai dan diverifikasi untuk memastikan tercapainya tujuan dan 11

persyaratan keselamatan, yang dilakukan oleh pihak ketiga secara komprehensif dan independen. Dalam pengerjaan konstruksi instalasi nuklir, dan program konstruksi dilaksanakan sesuai dengan desain (desain yang telah dipastikan mencapai tujuan dan persyaratan keselamatan), yang meliputi: a. prosedur dan jadwal pelaksanaan konstruksi; b. prosedur uji fungsi; c. kriteria penerimaan desain; dan d. dokumentasi dan pelaporan. Pelaksanaan prosedur uji fungsi dalam program konstruksi harus mencakup semua jenis uji fungsi struktur, sistem dan komponen yang tidak melibatkan bahan nuklir, serta pengujian masingmasing struktur, sistem dan komponen secara berurutan dan pengujian secara terintegrasi untuk semua sistem. Apabila terjadi perubahan terhadap desain, perubahan desain hanya dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan Kepala BAPETEN. 3. Komisioning Program komisioning ditetapkan dan dilaksanakan untuk memastikan bahwa struktur, sistem dan komponen instalasi nuklir yang telah terpasang dapat berfungsi sesuai dengan desain. Program komisioning tersebut harus memuat pengujian secara terintegrasi untuk semua sistem. Dalam pengujian yang dilakukan, verifikasi dilakukan terhadap pemenuhan batasan dan kondisi operasi sesuai dengan persyaratan desain. Rencana deteksi penuaan struktur, sistem dan komponen ditetapkan pada tahap perencanaan komisioning yang dilaksanakan melalui pengumpulan dan analisis data yang terkait dengan penuaan struktur, sistem dan komponen sejak kegiatan komisioning dimulai. 4. Operasi Batasan dan kondisi operasi (BKO) ditetapkan sesuai dengan dengan hasil analisis keselamatan, pengujian dan komisioning, dan operasi instalasi dilakukan sesuai dengan batasan dan kondisi operasi. BKO meliputi: 12

a. batasan keselamatan; b. pengesetan (setting) sistem keselamatan; c. kondisi batas untuk operasi normal; d. persyaratan surveilan; dan e. persyaratan administrasi. Dalam hal akan dilakukan modifikasi, perbaikan, dan pengujian khusus, kelompok pendukung teknis tersedia selama masa operasi instalasi, yang bertugas: a. melaksanakan modifikasi, perbaikan, dan pengujian khusus; dan b. melaksanakan analisis keselamatan instalasi untuk modifikasi, perbaikan, dan pengujian khusus. Kelompok pendukung teknis tersebut memiliki personil yang dapat berasal dari organisasi pengusaha instalasi nuklir atau organisasi di luar pengusaha instalasi nuklir. Personil kelompok pendukung teknis wajib memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan bidang tugasnya. Prosedur operasi ditetapkan dan dilaksanakan pada semua kondisi operasi instalasi nuklir, yaitu: a. operasi normal; b. kejadian operasi terantisipasi; dan c. kecelakaan dasar desain dan kecelakaan yang melampui dasar desain. Program perawatan, pengujian dan inspeksi in service ditetapkan dan dilaksanakan untuk setiap struktur, sistem dan komponen yang penting untuk keselamatan operasi dalam kondisi normal, kejadian operasi terantisipasi dan kecelakaan dasar desain, serta memastikan bahwa operasi, perawatan, pengujian dan inspeksi in service untuk setiap struktur, sistem dan komponen dilaksanakan oleh petugas yang terlatih dan/atau terkualifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Laporan operasi secara berkala disusun termasuk setiap kejadian operasi terantisipasi dan hasil pemantauan dan pengelolaan lingkungan. 13

Program manajemen penuaan instalasi nuklir, serta struktur, sistem dan komponen kritis ditetapkan. Evaluasi secara berkala dilaksanakan terhadap program manajemen penuaan. Dalam hal akan menggunakan peralatan dan/atau eksperimen lain yang mempengaruhi keselamatan instalasi nuklir, dan/atau mengubah batasan dan kondisi operasi, dilakukan analisis keselamatan. 5. Modifikasi Selama tahap pengoperasian instalasi nuklir, modifikasi dapat dilakukan. Dalam hal modifikasi, verifikasi dan penilaian dilakukan terhadap batasan dan kondisi operasi instalasi. Jika modifikasi dapat mengubah batasan dan kondisi operasi, analisis keselamatan dilakukan. 6. Verifikasi dan Penilaian Keselamatan Kegiatan verifikasi dan penilaian keselamatan ditetapkan dan dilakukan selama pembangunan dan pengoperasian instalasi nuklir. Kegiatan verifikasi keselamatan harus dilakukan melalui analisis, surveilan, pengujian dan inspeksi untuk memastikan bahwa kondisi fisik memenuhi persyaratan keselamatan dan pengoperasian instalasi memenuhi batasan dan kondisi operasi. Kegiatan verifikasi tersebut meliputi: a. penerapan sistem manajemen pada setiap tahap kegiatan; b. penilaian mandiri terhadap keselamatan desain; c. peninjauan kembali faktor yang terkait tapak; d. surveilan, pengujian dan inspeksi yang dilakukan secara terus menerus selama pengoperasian instalasi termasuk pemantauan lingkungan; dan e. penilaian terhadap keperluan modifikasi dan pengendaliannya. Selama operasi instalasi, penilaian keselamatan dilakukan secara berkala dengan mempertimbangkan pengalaman operasi dan informasi keselamatan yang baru dari semua sumber yang relevan. 14

Panitia penilai keselamatan dibentuk selama tahap komisioning, operasi, dan dekomisioning instalasi nuklir, yang bertugas memberikan rekomendasi tentang hal hal terkait keselamatan: a. operasi rutin instalasi; b. modifikasi struktur, sistem dan komponen yang penting untuk keselamatan; c. perubahan desain; d. perubahan batasan dan kondisi operasi; e. prosedur khusus; f. kejadian yang terantisipasi; dan g. pengujian atau eksperimen khusus. Anggota panitia penilai keselamatan harus memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan bidang tugasnya. 7. Dekomisioning Sebelum dekomisioning dilakukan, program dekomisioning ditetapkan. Program dekomisioning harus memuat pertimbangan pembatasan paparan radiasi yang diterima pekerja serendah mungkin selama pelaksanaaan kegiatan dekomisioning. Kegiatan dekomisioning tersebut dilakukan mulai dari pemindahan bahan bakar (bekas), pembongkaran sampai pada dekontaminasi instalasi nuklir. II. Persyaratan teknis keamanan nuklir (instalasi dan bahan nuklir) 1. Seifgard Pelaksanaan sistem seifgard bahan nuklir menjadi tanggung jawab PIN di instalasinya. Dalam melaksanakan seifgard diperkuat, perekaman dan pelaporan inventori bahan nuklir dan bahan terkait nuklir disusun termasuk laporan dan atau pemberitahuan mengenai keberadaan bahan nuklir dan bahan terkait nuklir. Sistem seifgard bahan nuklir yang dilaksanakan termasuk protokol tambahan sesuai dengan tahapan kegiatan pembangunan dan pengoperasian serta dekomisioning instalasi nuklir. Daftar Informasi Desain (DID)/DIQ disampaikan kepada Kepala BAPETEN. Akses diberikan bagi inspektur 15

BAPETEN dan Badan Tenaga Atom Internasional untuk melakukan inspeksi seifgard di instalasi nuklir termasuk akses dalam rangka protokol tambahan. 2. Sistem Proteksi Fisik Instalasi dan Bahan Nuklir Ancaman dasar desain lokal ditetapkan yang mengacu pada ancaman dasar desain nasional sebagai dasar penetapan sistem proteksi fisik. Berdasarkan pada ancaman dasar desain lokal, sistem proteksi fisik instalasi dan bahan nuklir ditetapkan, diterapkan, dan dilaksanakan sesuai dengan penggolongan bahan nuklir dan lokasi bahan nuklir. Dalam menetapkan sistem proteksi fisik, konsep pertahanan berlapis diterapkan untuk tindakan pencegahan dan perlindungan. Dalam menerapkan dan merawat sistem proteksi fisik, prosedur dikembangkan dan dilaksanakan untuk memastikan terkendalinya keamanan dalam segala kondisi ancaman. Uji coba terhadap sistem proteksi fisik sebelum kegiatan komisioning dan operasi instalasi nuklir dilaksanakan. Pelatihan terhadap sistem proteksi fisik secara berkala dilaksanakan selama masa operasi dan dekomisioning instalasi nuklir. 3. Evaluasi keamanan Evaluasi inventori bahan nuklir di instalasinya dilaksanakan melalui kegiatan audit catatan atau rekaman bahan nuklir, inspeksi dan analisis inventori bahan nuklir. Evaluasi sistem proteksi fisik dan bahan nuklir dilksanakan secara berkala dan dilaporkan kepada BAPETEN. BAB III KESIMPULAN 1. Pengaturan terkait keselamatan instalasi nuklir, keamanan nuklir (instalasi dan bahan nuklir), sesuai dengan Undang undang No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran pasal 16 ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah. 16

2. Ketentuan Keselamatan dan Keamanan Instalasi dan Bahan Nuklir bertujuan mengatur keselamatan dan keamanan instalasi nuklir (pada tahap pembangunan, pengoperasian, dan dekomisining) dan bahan nuklir. 3. Pokok materi yang diatur dalam Ketentuan Keselamatan dan Keamanan Instalasi dan Bahan Nuklir terdiri atas: a. Persyaratan manajemen keselamatan dan keamanan nuklir. b. Persyaratan teknis keselamatan instalasi nuklir. c. Persyartan teknis keamanan nuklir (instalasi dan bahan nuklir). d. Sanksi. e. Ketentuan peralihan. f. Ketentuan penutup. 3. Stoiber, C., Baer, A., 2003, Handbook on Nuclear Law, IAEA. DAFTAR PUSTAKA 1. http://www.cameco.com/uranium _101/uranium_science/nuclear_en ergy/ 2. Undang undang No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. 17