DINAMIKA PENULARAN DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN FILARIASIS DI KECAMATAN KUMPEH KABUPATEN MUARO JAMBI TAHUN 2014

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

Proses Penularan Penyakit

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

C030 PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KABUPATEN MIMIKA

Studi Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku Masyarakat Sebagai Faktor Risiko Kejadian Filariasis di Kecamatan Buaran dan Tirto Kabupaten Pekalongan

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

RISIKO KEJADIAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT DENGAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN YANG SULIT

FAKTOR RISIKO KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN JATI SAMPURNA

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

KUESIONER ANALISIS FAKTOR KEJADIAN RELAPS PADA PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BEBERAPA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN NANGA ELLA HILIR KABUPATEN MELAWI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

Kata Kunci : Demam Berdarah Dengue (DBD), Sanitasi lingkungan rumah, Faktor risiko

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MUARA KUMPEH KABUPATEN MUARO JAMBI TAHUN 2014

BAB III METODE PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo pada bulan 30 Mei 13 Juni Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survey analitik dengan

Faktor Risiko Lingkungandan Kebiasaan Penduduk Berhubungan Dengan Kejadian Filariasis di Distrik Windesi Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua

Unnes Journal of Public Health

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

ANALISIS PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN CARA PENCEGAHAN MALARIA DI DESA JIKO UTARA KECAMATAN NUANGAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

BAB I PENDAHULUAN. terkena malaria. World Health Organization (WHO) mencatat setiap tahunnya

LAMPIRAN I DOKUMENTASI PENELITIAN

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan kesehatan. Tugas utama sektor kesehatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

Vol.8 No.2 Oktober Marzuki, Onny Setiani, Budiyono

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

This document was created by Unregistered Version of Word to PDF Converter BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertempat di wilayah kerja puskesmas Motoboi Kecil

Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah, Keberadaan Breeding Places, Perilaku Penggunaan Insektisida dengan Kejadian DBD Di Kota Semarang

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Filariasis di Kabupaten Padang Pariaman Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

GAMBARAN PERILAKU KELUARGA TENTANG UPAYA PENCEGAHAN DBD DI DESA LUHU KECAMATAN TELAGA KABUPATEN GORONTALO TAHUN Ade Rahmatia Podungge

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang optimal dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu : faktor

Juli Desember Abstract

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit

KUESIONER. Hari/Tanggal : Waktu : Pukul... s/d... No. Responden : 1. Nama (inisial) : 2. Umur :

Prevalensi pre_treatment

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

3 BAHAN DAN METODE. Kecamatan Batulayar

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

I. PENDAHULUAN. dan ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja (Dinkes

Transkripsi:

Volume 18, Nomor 1, Hal. 56-63 Januari Juni 2016 ISSN:0852-8349 DINAMIKA PENULARAN DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN FILARIASIS DI KECAMATAN KUMPEH KABUPATEN MUARO JAMBI TAHUN 2014 Dwi Noerjoedianto Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo-Darat Jambi 36361 Email : masyudi_psik99@yahoo.com ABSTRAK Penyakit Kaki Gajah merupakan penyakit kecacatan menetap dan waktu lama, kerugian ekonomis, serta mempunyai dampak psikologis. Provinsi Jambi merupakan daerah endemis penyakit kaki gajah, kecuali Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci. Kabupaten Muaro Jambi jumlah penderita tahun 2012 sebanyak 151 orang dan Kabupaten Batang Hari sebanyak 78 orang. Puskesmas Muaro Kumpeh merupakan Puskesmas di Kabupaten Muaro Jambi yang beresiko filariasis, baik pada tahun 2011 maupun tahun 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dinamika penularan dan faktor risiko kejadian di Kecamatan Kumpeh Kab. Muaro Jambi. Rancangan penelitian case control study, dengan sampel kelompok kasus 31 orang dan kelompok kontrol 62 orang, dengan matching umur dan jenis kelamin. Cara pengambilan sampel melalui data primer, dan data sekunder, variable independent terdiri kebiasaan tidur menggunakan kelambu, pekerjaan, kebiasaan keluar rumah pada malam hari, adanya genangan air dan keberadaan tumbuhan air, sedangkan variable dependentnya adalah kejadian filariasis, Instrumen menggunakan kuesioner dan check list. Analisa univariat untuk melihat gambaran variabel independent dan variabel dependen, sedangkan analisa bivariat untuk menilai hubungan antar variabel menggunakan asosiasi odds ratio dengan uji statistik Chi-Square. Responden dengan pekerjaan di malam hari ( petani sawah/kebun dan pedagang) merupakan faktor risiko tinggi dibandingkan adanya perindukan nyamuk di sekitar rumah dan genangan air disekitar rumah, karena wilayah yang dilalui merupakan wilayah rawa dan sungai. Diduga gigitan nyamuk yang mengandung filaria mengigit di lingkungan rumah dan diperjalanan yang dilalui selama ke tempat kerja. Pengunaan kelambu, adanya genangan air dan tumbuhan air di sekitar rumah merupakan resiko rendah kejadian filaria disekiar rumah responden. Kata Kunci :, dinamika penularan, faktor resiko. 56 PENDAHULUAN Penyakit Kaki Gajah (filariasis) merupakan penyakit yang menyebabkan kecacatan menetap dan dalam waktu lama menyebabkan kecacatan mental, kerugian ekonomis, serta mempunyai dampak psikologis terhadap penderita kronis karena diasingkan oleh keluarga dan masyarakat, bersifat endemis di lebih dari 80 negara di dunia. Berdasarkan Rapid Mapping filariasis pada tahun 2000, angka kesakitan penyakit kaki gajah di Indonesia masih tinggi dan tersebar luas hampir di seluruh kabupaten/kota. Jumlah penderita kaki gajah yang dilaporkan dari 231 kabupaten/kota sebanyak 6233 orang telah terinfeksi, tersebar di 674 Puskesmas dan 1153 Desa. Data ini belum mencakup seluruh wilayah, karena tidak semua kabupaten/kota melaporkannya yaitu hanya 42,16 %. (Depkes RI, 2001). Provinsi Jambi merupakan salah satu daerah yang terjangkit penyakit kaki gajah, kecuali Kota Sungai Penuh dan Kab. Kerinci. Jumlah penderita Kab. Muaro Jambi tahun 2012 sebanyak 151 orang dan

Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains Kab. Batang Hari sebanyak 78 orang. Kab. Muaro Jambi kasus yang sama terjadi di Puskesmas Muaro Kumpeh. Rumusan masalahnya adalah Bagaimana dinamika penularan dan faktor resiko kejadian di Kecamatan Kumpeh Kab. Muaro Jambi? Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan tidur mengunakan kelambu dengan kejadian filariasis, hubungan pekerjaan penderita dengan kejadian filariasis, hubungan kebiasaan keluar malam hari dengan kejadian, hubungan tempat genangan air dengan kejadian dan hubungan keberadaan tumbuhan air dengan kejadian, dengan manfaat penelitian diketahuinya penularan dan faktor resiko sebagai bahan masukan bagi masyarakat dalam upaya pemberantasan dan pencegahan penularan infeksi filariasis. METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian design Case Control Study, sebagai populasi dibagi dalam 2 kelompok yaitu populasi kasus (semua penderita penyakit filariasis) di wilayah penelitian didiagnosa oleh petugas berdasarkan survei darah jari dari tahun 2013 dan populasi control (semua orang yang tidak terdapat microfilaria didalam darahnya berdasarkan survei darah jari oleh petugas kesehatan, yang tinggal di sekitar rumah penderita ), jumlah sampel kasus (31 orang) dan sampel kontrol (62 orang) dengan rasio 1:2, teknik pengambilan sampel dilakukan matching (pencocokan) pada kelompok umur dan jenis kelamin, cara pengambilan sampel data primer (secara langsung) dan data sekunder, variable penelitian terdiri variabel independent (kebiasaan tidur menggunakan kelambu, pekerjaan, kebiasaan keluar rumah malam hari, tempat genangan air di sekitar rumah, keberadaan tumbuhan air di sekitar rumah) dan variabel dependen (kejadian filariasis), instrument berupa kuesioner dan check list, teknik analisis data univariat dilakukan untuk melihat gambaran dari variabel independent dan variabel dependen, sedangkan analisa bivariat dilakukan untuk menilai hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen menggunakan asosiasi odds ratio dengan uji statistik Chi-Square, dengan derajat kebebasan 5%. Penolakan terhadap hipotesa apabila p-value < 0,05 artinya ada hubungan yang bermakna (Ho ditolak). Sedangkan apabila p-value > 0,05 artinya tidak ada hubungan yang bermakna (Ho diterima) HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Jika ditinjau dari usia, responden untuk kelompok kasus usianya yang paling banyak adalah 51-60 tahun (45,1%), sedangkan yang paling kecil lebih dari 81 tahun (3,2%), s angat berbalik dengan kelompok kontrol yang paling banyak usianya 31-40 tahun (31,6% ). Sedangkan menurut jenis kelamin, untuk kelompok kasus lebih banyak laki-laki (67,7%), untuk kelompok kontrol didominasi perempuan (56,45%). Lain halnya jika dilihat dari tingkat pendidikan, untuk kelompok kasus ratarata pendidikannya SD sederajad ( 67,7%), sedangkan untuk kelompok kontrol SMP sederajad (24,2% ), hanya sedikit yang mempunyai tingkat pendidikan Perguruan Tinggi (4,8%). Termasuk dalam lama tinggal, mengingat sebagian besar penduduk yang sudah lama tinggal, maka dalam kelompok kasus mereka rata-rata tinggal berkisar 51-60 tahunan ( 22,%), sedangkan kelompok control kurang dari 10 tahun ( 20,9%). Hal ini dibuktikan dengan keluarga yang terkena filariasis, jumlah anggota keluarga yang terkena filariasis pada kelompok kasus ada 10 orang (32,3%), sedangkan yang kelompok control yang terkena kasus sebanyak 7 orang (11,3%). 63

Dwi Noerjoedianto: Dinamika Penularan dan Faktor Risiko Kejadian di Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi Gambaran distribusi Variabel seperti tabel berikut : dependent terhadap variable independent, Tabel 1. Distribusi Frekuensi Variabel dependen terhadap variable independent Penelitian di Kec Kumpeh Kab Muara Jambi Tahun 2014. Jumlah No Variabel Indikator Kasus % Kontrol % 1 Resiko 2 Penggunaan Kelambu 3 Pekerjaan 4 Kebiasaan Keluar rumah 5 Data Perindukan Nyamuk 6 Genangan Air 7 Tumbuhan Air dan Jentik Kasus 31 100 0 0 Bukan kasus 0 0 62 100 Beresiko 15 48,4 34 54,8 Tidak beresiko 16 51,6 28 45,2 Beresiko 28 90,3 56 90,3 Tidak beresiko 3 9,7 6 9,7 Beresiko 9 29,0 9 14,5 Tidak beresiko 22 71,0 53 85,5 Beresiko 2 6,4 6 9,7 Tidak beresiko 29 93,6 56 90,3 Beresiko 2 6,4 1 1,6 Tidak beresiko 29 93,6 61 98,4 Beresiko 2 6,4 3 4,8 Tidak Beresiko 29 93,6 59 95,2 2. Hubungan Kebiasaan Tidur Menggunakan Kelambu dengan Kasus Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data sbb : Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Tidur Menggunakan Kelambu terhadap Kasus di Kec Kumpeh Kab Muara Jambi Tahun 2014. OR No Penggunaan Kelambu % P Value 95% CI 1 Beresiko 15 34 49 52,6 2 Tidak Beresiko 16 28 44 47,4 0,93 0,00 Kebiasaan menggunakan kelambu pada waktu tidur secara teoritis mempunyai kontribusi untuk mencegah penularan filariasis, karena pada umumnya aktivitas menggigit nyamuk tertinggi pada malam hari. Menghindari diri dari gigitan nyamuk yaitu dengan menutup ruangan dengan kasa kawat, memakai kelambu pada tempat tidur, upaya yang dianjurkan sesuai dengan saran kementerian kesehatan, pada 62

Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains daerah yang bersiko tertulah filaria tidur menggunakan kelambu. Hasil penelitian di dapat kebiasaan tidur dengan mengunakan kelambu pada kasus (penderita filaria) 52,6% tidur tidak menggunakan kelambu, hasil uji statistik dengan di dapat P value 0,00 artinya ada hubungan kebiasaan tidur dengan menggunakan kelambu dengan kejadian filaria. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Febrianto et al. 2008, yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan menggunakan kelambu dengan kejadian filariasis. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Depkes bahwa menghindari penyakit filaria tidur menggunakan kelambu baik kelambu biasa atau belambu berinsektisida ( long lasting insecticide nets) adalah kelambu yang sudah dilapisi dengan anti nyamuk oleh pabrik kelambu. Kelambu ini tidak berbahaya bagi kesehatan manusia karena anti nyamuk yang melekat pada kelambu tersebut tidak dapat meracuni manusia. Memakai kelambu berinsektisida berarti melindungi masyarakat, terutama bayi, anak balita dan ibu hamil yang sangat rentan terhadap penyakit yang disebabakan oleh nyamuk aman dari gigitan nyamuk penular penyakit filaria dan nyamuknyamuk penular penyakit lainnya. Upaya lain yang dapat dilakukan selain tidur menggunakan kelambu yaitu menggunakan kawat kassa yang dipasang di bagian ventilasi rumah ini berfungsi untuk mencegah nyamuk masuk ke dalam rumah sehingga terhindar dari gigitan nyamuk dan tanpa disadari dapat menjauhkan diri dari risiko terkena filariasis. ( Febrianto B et.al 2008) Pemasangan kawat kassa di rumah salah satunya dipengaruhi juga oleh faktor pengetahuan tentang upaya menghindari dari gigitan nyamuk dan binatang lainnya. Kelambu berinsektisida tidak berbahaya bagi kesehatan manusia karena sebelum dipakai sudah diteliti oleh WHO dan dinyatakan aman untuk dipakai walaupun tergigit atau terjilat oleh anak-anak. Namun demikian orang tua harus mengawasi agar hal tersebut tidak terjadi. Responden tidak menggunakan kelambu saat tidur akan berisiko 0,93 kali lebih menderita filariasis dibandingkan responden yang menggunakan kelambu. 1. Hubungan Pekerjaan dengan Kasus Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Terhadap Kasus di Kec Kumpeh Kab Muara Jambi Tahun 2014. OR 95% No Pekerjaan % CI P Value 1 Beresiko 28 56 84 90,3 2 Tidak Beresiko 3 6 9 9,7 9,33 0,00 Kebiasaan bekerja di luar rumah seperti di kebun, sawah atau pekerjaan yang dimungkinkan kontak vektor nyamuk pada malam hari, dari hasil analisis data responden yang bekerja di malam hari menjual sayur saat malam ke pasar lebih beresiko di bandingkan dengan mereka yang jarang keluar malam hari, hasil wawancara diketahui responden yang terindikasi filaria sebelumnya (saat muda) usia 10-20 tahun sudah terindikasi filaria, ini dibuktikan dari jawaban bahwa karakteristik pekerjaan sebelumnya adalah sebagai petani dan penyadap kebun karet. Hasil uji statistik dengan nilai P value 0,00 maka secara statistik dapat 63

Dwi Noerjoedianto: Dinamika Penularan dan Faktor Risiko Kejadian di Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi dikatakan ada hubungan pekerjaan di malam hari dengan kejadian filaria, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sarungu et al 2012 terdapat pola kebiasaan masyarakat di Papua pada umumnya dan Kabupaten Kepulauan Yapen khususnya, yaitu ngobrol, bahkan tidur di para-para yang berada di luar rumah pada waktu malam. Ada kebiasaan lain masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok (pangan) adalah menebang dan menokok sagu (Metroxylon sp) di hutan sagu yang berawa-rawa. Kebiasaan masyarakat tersebut menyebabkan peluang kontak antara manusia dengan vektor filariasis menjadi semakin besar sehingga potensi untuk menularkan filariasis. Insiden filariasis pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan karena umumnya laki-laki sering kontak dengan vektor pada saat bekerja (Depkes RI, 2008). Penyakit kaki gajah merupakan penyakit zoonosis yang dapat menular dan telah banyak ditemukan di wilayah tropika tiga macam, berdasarkan bagian tubuh atau jaringan yang seluruh dunia. Kaki gajah biasanya dikelompokkan menjadi menjadi tempat bersarangnya: kaki gajah limfatik, kaki gajah subkutan (bawah jaringan kulit), dan kaki gajah rongga serosa (serous cavity). R.Uloli et al 2008, menyatakan bahwa terdapat lima unsur utama yang menjadi sumber penularan penyakit filariasis yaitu sumber penular (manusia dan hewan sebagai reservoir), parasit (cacing), vektor (nyamuk), manusia yang rentan ( host), lingkungan (fisik, biologik, ekonomi, dan sosial budaya). 3. Hubungan Kebiasaan Keluar Rumah malam Hari dengan Kasus Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Keluar Rumah Malam Hari terhadap kasus di Kec Kumpeh Kab Muara Jambi Tahun 2014 OR No Kebiasaan Keluar % 95% CI P Value rumah 1 Beresiko 9 9 18 19,4 2 Tidak Beresiko 22 53 75 80,6 4,09 0,00 Responden yang sebelumnya memiliki kebiasan keluar rumah sebelum terindikasi filaria merupakan prilaku yang pernah dilakukan, perilaku di sini merujuk kepada kebiasaan keluar rumah pada malam hari. Responden yang memiliki kebiasaan keluar rumah pada malam hari memiliki resiko lebih besar untuk menderita penyakit filariasis dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki kebiasaan keluar rumah, hasil analisis, diketahui nilai P value sebesar 0,00 artinya ada hubungan yang signifikan kebiasaan keluar rumah dengan kejadian filaria. Hasil pengumpulan data kasus filaria iketahu adanya penderita baru tahun 2014, di duga positif filaria ini, responden telah mengidap namun diketahui saat ini dari hasil pemeriksaan rapid test. Kebiasaan dan waktu menggigit nyamuk dewasa yang membentuk dua kali puncak pada malam hari yaitu sesaat setelah matahari terbenam dan menjelang matahari terbit, pola mengigit nyamuk ini dipahami karena suhu dan kelembaban udara yang dapat menambah atau mengurangi aktivitas menggigit nyamuk dewasa, responden memiliki kebiasaan untuk keluar pada malam hari lebih berisiko dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki kebiasaan tersebut. 62

Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains Penularan filariasis tergolong lambat karena penderita baru akan terinfeksi cacing mikrofilaria setelah mengalami gigitan nyamuk vektor filariasis yang mengandung larva cacing filaria stadium 3 berkali-kali.(supali, 2008) bersifat kronis dan bila tidak mendapatkan pengobatan akan menimbulkan kecacatan. Gejala Penularan filariasis tergolong 4. Hubungan Perindukan Nyamuk dengan Kasus lambat karena penderita baru akan terinfeksi. Responden yang memiliki kebiasaan keluar rumah pada malam hari memiliki peluang 4,9 kali lebih besar untuk menderita penyakit filariasis dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki kebiasaan seperti itu, hal ini diketahui kebiasaan. Tabel 5. Distribusi Frekuensi Perindukan Nyamuk di Sekitar Rumah terhadap Kasus di Kec Kumpeh Kab Muara Jambi Tahun 2014 No Perindukan Nyamuk % OR 95% CI P Value 1 Beresiko 2 6 8 8,6 2 Tidak Beresiko 29 56 85 91,4 1,03 0,00 Lingkungan merupakan media yang baik untuk perkembangbiakan nyamuk penular filaria, lingkungan biologi dapat menjadi rantai penularan filariasis. Misalnya, adanya media disekitar rumah kebun, air yang tergenang, selokan mampet dan SPAL yang kurang memenuhi syarat. Adanya perindukan nyamuk disekitar rumah responden sebagai faktor resko terjadinya filaria, kondisi daerah responden merupan daerah rural dimana sebagian daerah adanya kolam dan lagon, maupun sumur yang tidak di manfaatkan oleh penduduk akibat dari kualitas airnya yang kurang memenuhi syarat kesehatan. Hasil uji statistik dengan chi square di dapat nilai P 0,00 secara statistik dikatakan adanya hubungan yang signifikan tempat perindukan di sekitar rumah responden dengan adanya penderita filaria. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2011), jenis tempat penampungan air limbah yang banyak dimiliki oleh penderita filariasis berupa penampungan terbuka di pekarangan. Sebagian besar penderita juga tidak memiliki saluran pembuangan air limbah (42,2%) sementara yang memiliki saluran tetapi kondisinya terbuka (40,8%). Kebiasaan masyarakat di lokasi penelitian masih ada yang menampung air pada drum dan tempaya yang terbuka baik dalam dan diluar rumah, keberadaan tanaman disekitar rumah juga potensial menjadi tempat istirahat (resting) dan tempat pekembangbiakan (breeding place) vektor nyamuk. Kebersihan lingkungan memegang peranan penting terhadap terjadinya penularan filariasis di suatu wilayah, sebagian responden tidak memiliki saluran penampungan limbah, sehingga air limbah yang dihasilkan mengalir begitu saja. Hal ini juga akan menimbulkan pencemaran lingkungan disamping dapat menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk. Perilaku buruk penderita ini akan meningkatkan risiko terjadinya penularan penyakit khususnya filariasis karena akan menimbulkan adanya tempat untuk nyamuk berkembang biak yang merupakan vektor filariasis.responden disekitar rumahnya memiliki tempat perindukan nyamuk memiliki peluang 1,03 kali lebih besar untuk menderita penyakit filariasis dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki tempat perindukan nyamuk. 63

Dwi Noerjoedianto: Dinamika Penularan dan Faktor Risiko Kejadian di Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi 5. Hubungan Genangan Air dengan Kasus Tabel 6. Distribusi Frekuensi Hubungan Genangan Air terhadap Kasus di Kec Kumpeh Kab Muara Jambi Tahun 2014 No Genangan Air OR 95% % CI P Value 1 Beresiko 2 1 3 3,2 2 Tidak Beresiko 29 61 90 96,8 0,68 0,00 Kondisi lingkungan tempat tinggal masyarakat berpengaruh terhadap terjadinya penularan filariasis di suatu daerah, kondisi lingkungan wilayah penelitian saat ini merupakan permukiman berkelompok, namun sebelumnya daerah tersebut merupakan kebun karet dan kebun palawija. Hasil analisis kondisi lingkungan tempat tinggal penderita SPAL dan limbah cair tidak dikelola dengan baik. Ada hubungan genangan air disekitar rumah dengan penderita filaria dengan p= 0,00. Hasil observasi disekitar rumah ditemukan sebagian genagan air seperti saluran yang tidak lancar, merupakan potensi untuk perkembangan dari nyamuk, dilingkungan nyamuk membutuhkan air untuk meletakan telurnya, keberadaan genangan air sebagai faktor risiko terjadinya perkembang biakan dari nyamuk. Namun jawaban responden menyatakan sebelumnya berdomisili di daerah seperti di hutan, tanaman air, got atau saluran air, rawa-rawa, dan sawah. Menurut Hendrik L. Blum (1974) dalam Budiarto 2003 ada empat faktor yang yang mempengaruhi status kesehatan manusia,yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Diantara keempat faktor tersebut, faktor lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap penyebaran penyakit menular termasuk filariasis. Responden disekitar rumahnya memiliki genangan air memiliki peluang 0,68 kali lebih besar untuk menderita penyakit filariasis dibandingkan dengan responden yang tidak ada genangan air disekitar rumah responden. 6. Hubungan Tumbuhan Air dan Jentik dengan Kasus Tabel 7. Distribusi Frekuensi Tumbuhan Air dan Jentik terhadap Kasus di Kec Kumpeh Kab Muara Jambi Tahun 2014 Tumbuhan Air dan OR 95% CI No Jentik % P Value 1 Beresiko 2 3 5 5,4 2 Tidak Beresiko 29 59 88 94,6 0,08 0,00 Keberadaan penderita filaria saat ini merupakan penderita yang terinfeksi antara 1-40 tahun yang lalu, lingkungan tempat tinggal responden kondisinya tidak sama dengan keadaan sekarang ini. Berdasarkan uji statisti didapat nilai p = 0,00, artinya ada hubungan antara keberadaan tumbuhan air dan jentik terhadap kejadian filariasis, sehingga factor lingkungan sangat berpengaruh terhadap kejadian filariasis(hendrik L. Blum, 1974). Keberadaan beberapa jenis tumbuhan air tertentu di suatu perairan erat kaitannya dengan keberadaan nyamuk sebagai tempat hidupnya ( inangnya) seperti nyamuk Mansonia sp. yang telur, larva dan 62

Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains pupanya tidak terlepas dari keberadaan tumbuhan air (tumbuhan inang) di perairan. Hasil observasi dan investigasi dilapangan pada tumbuhan air ditemukan telur Mansonia yang melekat pada permukaan bawah daun tumbuhan inang dalam bentuk kelompok yang terdiri dari 11-16 butir. Telurnya berbentuk lonjong dengan salah satu ujungnya meruncing. Larva dan pupa Mansonia melekat pada akar atau batang tumbuhan air. Responden disekitar rumahnya memiliki tumbuhan air memiliki peluang 0,08 kali lebih besar untuk menderita penyakit filariasis dibandingkan dengan responden yang tidak ada tumbuhan air disekitar rumah responden. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Responden dengan pekerjaan di malam hari sebagai petani disawah dan dikebun serta pedagang yang keluar di malam hari menjual dagangan ke pasar merupakan faktor risiko tinggi dibandingkan adanya perindukan nyamuk di sekitar rumah dan genangan air diseitar rumah responden, karena wilayah yang dilalui merupakan wilayah rawa dan sungai. Diduga gigitan nyamuk yang mengandung filaria mengigit di lingkungan rumah dan diperjalanan yang dilalui selama ke tempat kerja. Pengunaan kelambu, adanya genangan air dan tumbuhan air di sekitar rumah merupakan resiko rendah kejadian filaria disekitar rumah respomden. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan mengetahui faktor risiko nyamuk sebagai vektor filaria dengan melakukan bedah seksi (cacing mikrofilaria) pada nyamuk guna mengetahui nyamuk siang hari lebih beresiko dibanding dengan nyamuk malam hari. DAFTAR PUSTAKA Budiarto,E.& Dewi A. 2003 Pengantar Epidemiologi. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. Depkes RI, Dirjen PP dan PL. 2008. Pedoman Program Eliminasi di Indonesia, Jakarta. Depkes RI, Dirjen PP dan PL. 2008a Epidemiologi, Jakarta. Direktorat Jenderal PPM & PL, 2001. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Klinis Penyakit Kaki Gajah (filariasis) di Indonesia. Depkes RI, Jakarta Direktorat Jenderal PPM & PL, 2002. Epidemiologi Penyakit di Indonesia. Depkes RI, Jakarta. Febrianto B, Astri M, Maharani, Widiarti. 2008. Faktor Risiko di Desa Samborejo, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah. Noor N. Nur, 2006.Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, Edisi Kedua. Rineka Cipta, Jakarta R.Uloli, S.Soeyoko, and S. Sumami,2008 Analisis Faktor-faktor Risiko Kejadian, Berita Kedokteran Masyarakat vol. 24. Santoso, 2011 Hubungan Kondisi Lingkungan dengan Kasus di Masyarakat (Analisis Lanjut Hasil Riskesdas 2007) Aspirator, Aspirator Vol. 3 No. 1 Tahun 2011 :1-7 Sarungu Y, Onny Setiani, Sulistiyani 2012 Faktor Risiko Lingkungandan Kebiasaan Penduduk Berhubungan Dengan Kejadian di Distrik Windesi Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 11 No. 1 / April 2012 Supali T, Agnes Kurniawan, Sri Oemijati. 2008 Parasitologi Kedokteran. Edisi Keempat. Editor: Sutanto I., Ismid IS., Sjarifudin PK., Sungkar S. FKUI. Jakarta. 63