Dare/Monyet Hitam Sulawesi (Macaca maura). Kamajaya Shagir.

dokumen-dokumen yang mirip
Primata Kecil Tarsius (Tarsius fuscus) di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Minggu, 16 September :00

Graphium androcles/ Zdenek Hanc.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. benua dan dua samudera mendorong terciptanya kekayaan alam yang luar biasa

Jantan Dewasa/Adult (Macaca Maura).

KARAKTERISTIK HABITAT DAN POPULASI TARSIUS (Tarsius fuscus Fischer 1804 ) DI RESORT BALOCCI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG SULAWESI SELATAN

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

BAB I PENDAHULUAN. dan satwa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Menurut rilis terakhir dari

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan

Burung Kakaktua. Kakatua

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

Jenis Satwa Liar dan Pemanfaatnya Di Pasar Beriman, Kota Tomohon, Sulawesi Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SATU. Taman Nasional Bantimurung- Bulusaraung

2 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA, BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis

I. PENDAHULUAN. Kupu-kupu raja helena (Troides helena L.) merupakan kupu-kupu yang berukuran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

Tlp Fax Diterima 23 April 2013, disetujui 17 Juni 2013

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

4 KARAKTERISTIK SUMBER DAYA KUPU-KUPU (Lepidoptera) YANG DIMANFAATKAN SECARA KOMERSIAL

BAB I PENDAHULUAN. memiliki luas sekitar Ha yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri

KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA DI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG, SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi fauna melimpah yang tersebar di

SMP NEGERI 3 MENGGALA

E. Kondisi Alam Indonesia

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SEKILAS KUPU-KUPU DI TAMAN HUTAN BANTIMURUNG. A. Letak Geografis Taman Bantimurung

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan hutan dalam. pemenuhan bahan pangan langsung dari dalam hutan seperti berburu hewan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepariwisataan diperkirakan mengalami perkembangan dan mempunyai

POTENSI WISATA ALAM BALAI BESAR KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM SULAWESI SELATAN TAHUN 2007

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayai dan Ekosistemnya;

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

JENIS-JENIS KADAL (LACERTILIA) DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS LIMAU MANIH PADANG SKRIPSI SARJANA BIOLOGI OLEH HERLINA B.P.

KEANEKARAGAMAN HAYATI A. PENGERTIAN KEANEKARAGAMAN HAYATI Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Selama menjelajah Nusantara, ia telah menempuh jarak lebih dari km dan berhasil mengumpulkan spesimen fauna meliputi 8.

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

PENDAHULUAN Latar Belakang

DINAS KEHUTANAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

10 Hewan Langka Di Indonesia

POTENSI KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA DALAM RANGKA MENUNJANG PENGEMBANGAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. Dari sebelas Taman Hutan Raya yang ada di Indonesia, salah satu terdapat di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013

ABSTRAK JENIS DAN KERAPATAN BURUNG DI KAWASAN AGROPOLITAN KECAMATAN MANDASTANA KABUPATEN BARITO KUALA. Oleh: Zainal Husain, Dharmono, Kaspul

UPAYA KONSERVASI SATWA LIAR DI PERUM PERHUTANI (Studi Kasus Di RPH Kepoh, BKPH Selogender, KPH Randublatung)

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENCANANGAN IPB SEBAGAI KAMPUS KONSERVASI DALAM UPAYA KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DI LUAR KAWASAN PERLINDUNGAN BIDANG KEGIATAN : PKM- GT

Biogeografi Daluga Untuk Prospek Ketahanan Pangan Nasional

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

KARAKTERISTIK HABITAT PREFERENSIAL TARSIUS (Tarsius tarsier) DI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG, MAROS, SULAWESI SELATAN NUR AISYAH AMNUR.

2015 PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI DAN PAKAN SINTETIS TERHADAP LAMANYA SIKLUS HIDUP

Tumbuhan Ficus: Penjaga Keberlanjutan Budaya dan Ekonomi di Lingkungan Karst

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran:

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia:

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi Taksonomi Reptil Taksonomi Amfibi

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Pembibitan Ceriops tagal

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

KEKAYAAN NYAMPLUNG DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Oleh : Aris Budi Pamungkas & Amila Nugraheni

INVENTARISASI JENIS BURUNG YANG DIPELIHARA MASYARAKAT KOTA TERNATE, MALUKU UTARA

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

STUDI KONSERVASI LINGKUNGAN

BAB III DATA. Table 3.1 Objek Ikonik Makassar Gambar 3.1 Objek ikonik Makassar

I. PENDAHULUAN. mudah dikenali oleh setiap orang. Seperti serangga lainnya, kupu-kupu juga mengalami

PENDAHULUAN Latar Belakang

Untuk: Istriku Budiawati S. Iskandar & Putra-Putraku: Oktarian, Septabian dan Oktabrian Tercinta

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER

I. PENDAHULUAN. secara lokal yang menyebabkan terbentuknya ruangan-ruangan dan lorong-lorong

Transkripsi:

Dare/Monyet Hitam Sulawesi (Macaca maura). Kamajaya Shagir. Masih sangat banyak potensi fauna yang belum berhasil diidentifikasi dengan baik di kawasan Taman Nasional (TN) Bantimurung Bulusaraung. Kegiatan eksplorasi, identifikasi inventarisasi masih perlu lebih sering dilakukan, baik oleh pengelola, peneliti maupun pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Sampai dengan tahun 2015, pada kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung telah terdaftar sedikitnya 730 jenis satwa liar terdiri dari 33 jenis mamalia, 154 jenis burung, 30 jenis reptilia, 17 jenis amphibia, 23 jenis ikan, 41 jenis gastropoda, 6 jenis oligochaeta, 26 jenis malacostraca, 14 jenis arachnida, 53 jenis entognatha, 2 jenis parainsecta 331 jenis insecta (240 jenis kupu-kupu/papilionoidea yang telah teidentifikasi sampai tingkat species). Diantaranya terdapat 52 jenis penting yang dilindungi ung-ung 364 jenis endemik Sulawesi. Kelelawar adalah jenis penting yang karena kedudukannya dalam ekosistem, satwa ini digolongkan sebagai Key stone species (Primarck, 1993). Ia menjelaskan bahwa keluarga kelelawar terdiri dari hampir 200 jenis, dimana 25% diantaranya adalah genus Pteropus. Jenis-jenis dari genus ini mempunyai peranan yang penting, mungkin hanya mereka yang melakukan penyerbukan penyebaran biji dari kurang lebih 100 jenis tumbuhan di daerah tropis. Di samping itu, kelelawar membawa sisa-sisa makanan ke dalam gua yang sangat dibutuhkan oleh organisme penghuni gua lainnya. Kuskus merupakan satu-satunya komponen mamalia Irian-Australia yang sebarannya sampai ke kawasan Sulawesi (batas bagian Barat). Wirawan (1993) menginformasikan bahwa Kuskus yang berada di Karaenta adalah jenis endemik Sulawesi, yakni Kuskus Sulawesi (Strigocuscus celebencis ) Kuskus Beruang ( Ailurops ursinus ). Musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroeckii) adalah satwa yang terdiri dari satu genera dengan satu species, merupakan satwa endemik Sulawesi. Wirawan (1993) melaporkan bahwa Mastura (1993) telah menemukan satwa ini di wilayah Karaenta. Panjang kepala banya kira-kira 1 meter, dengan panjang ekor 0,6 meter. Bagian tubuh atas (punggung) berwarna coklat muda sampai coklat tua, bagian bawah putih dengan dada kemerah-merahan 1 / 5

bercak-bercak coklat di sisi kiri kanan banya. Strip coklat coklat muda melingkari ekor. Musang ini memakan mamalia kecil buah-buahan. Balao Cangke (). Kamajaya Shagir Di Sulawesi terdapat 11 jenis tarsius, yaitu T. tarsier, T. fuscus, T. sangirensis, T. pumilus, T. dentatus, T. pelengensis, T. lariang, T. tumpara, T. wallacei 2 jenis yang diketahui dari jenis berbeda tetapi belum diberi nama (Groves Shekelle 2010). Namun dalam perkembangannya, Groves Shekelle (2010) merevisi taksonomi genus tarsius mengklasifikasinya menjadi 3 genus, yaitu Tarsius, Chephalopacus Carlito sehingga hanya spesies yang berada di Pulau Sulawesi sekitarnya yang menjadi bagian dari genus Tarsius. Sementara, spesies yang berada di Kalimantan Sumatera, yaitu Tarsiu s bancanus menjadi bagian dari genus Chephalopacus namanya berganti menjadi Chephalopacus bancanus. Begitu juga dengan Tarsius syrichta yang berada di Filipina menjadi bagian dari genus Carlito berganti nama menjadi Carlito syrichta. Selain itu, Groves Shekelle (2010) juga membatasi penyebaran Tarsius tarsier. Pada awalnya T. tarsier menyebar dari kepulauan Selayar hingga Semenanjung Barat Daya Pulau Sulawesi, namun setelah revisi tersebut jenis ini hanya tersebar di Kepulauan Selayar. Segkan tarsius yang berada di Semenanjung Barat Daya Sulawesi kini disebut sebagai. Perubahan ini didasarkan pada perbedaan morfologi jumlah kromosom tiap jenis. Dalam beberapa eksplorasi antara tahun 2007 hingga 2011, jenis banyak didokumentasikan dengan menggunakan kamera. Tim eksplorasi kawasan karst IPB untuk kelompok Mamalia yang dipimpin oleh A. Haris Mustari pada bulan Agustus 2007 untuk 2 / 5

pertama kali berhasil mendokumentasikan keberadaan di dalam TN. Bantimurung Bulusaraung. Cahyo Alkantana dalam sebuah seminar kegiatan speleologi yang di selenggarakan oleh HIKESPI bekerja sama dengan Balai TN. Bantimurung Bulusaraung pada tanggal 16 Agustus 2007, menginformasikan bahwa menemukan di kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung sangat mudah tidak sesulit di wilayah Sulawesi Utara Tengah. Meskipun belum ada laporan tentang jenis tikus yang ada di wilayah TN. Bantimurung Bulusaraung, namun Whitten et al (1987) menginformasikan aya sebaran tikus yang cukup luas di Sulawesi. Ada 18 jenis tikus endemik di Sulawesi, tidak tertutup kemungkinan bahwa ada diantara jenis-jenis tersebut yang juga hidup dalam wilayah TN. Bantimurung Bulusaraung. Rangkong Sulawesi (Aceros cassidix). Kamajaya Shagir. Berbagai jenis burung dapat ditemukan di dalam kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung. Achmad (2000) pernah melaporkan jenis-jenis burung yang ada dalam kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung. Jenis-jenis yang ditemukan di kawasan ini antara lain Rangkong Sulawesi (Aceros cassidix), Kangkareng Sulawesi (Penelopides exarhatus), Elang, Kutilang (P ycnonotus aurigaster ), Kurcica ( Saxicola caprata ), Raja Ug ( Halcyon chloris ), Punai ( Treron sp.), Pelatuk ( Dendrocarpus teiminkii ), Srigunting ( Dicrurus hottentotus ), Walet ( Collocalia spp.), Burung hantu ( Otus manadensis ), Burung pipit 3 jenis ( Loncura molucca, Loncura malacca, 3 / 5

Loncura vallida ), Burung tekukur ( Micropaga amboinensis ), Capili ( Turacaena manadensis ), Kakaktua Putih Jambul Kuning ( Cacatua sulphurea ), Kakaktua Hijau Danga ( Tanignatus sumatranus ), serta Ayam Hutan ( Ghallus gallus ). Ular Kepala Dua (Cylindrophis melanotus). Kamajaya Shagir. Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH) Phyton HIMAKOVA Institut Pertanian Bogor melakukan survey keanekaragaman herpetofauna sebagai bagian dari program Konservasi Herpetofauna di TN. Bantimurung Bulusaraung. Survei ini dilakukan selama 2 bulan, yakni pada bulan Juli sampai Agustus 2007. Berdasarkan hasil survei ditemukan 37 jenis herpetofauna, yang terdiri dari 24 jenis reptil 13 jenis katak, termasuk 3 jenis yang belum teridentifikasi. Di antara jenis yang dijumpai, termasuk jenis-jenis endemik Sulawesi seperti Bufo celebensis Rana celebensis, serta reptil endemik seperti Ular Kepala Dua ( Cylindrophis melanotus ), Calamaria muelleri Cicak Hutan ( Cyrtodactylus jellesmae ). Kadal akuatik yang disebut Soa-soa ( Hydrosaurus amboinensis ) dapat dijumpai berjemur di batu-batu besar sepanjang sungai di Pattunuang. Di Bontosiri (Pegunungan Bulusaraung), katak jenis Limnonectes modestus meletakkan telurnya di daun-daun pada tumbuhan bawah sepanjang sungai, terkag terdapat jantan yang seg menjaga telurnya. Jenis lain yang dapat dijumpai adalah kadal terbang ( Draco 4 / 5

sp.). Graphium androcles. Saiful Bachri. Mattimu (1977) melaporkan bahwa ada 103 jenis kupu-kupu yang ia temukan di hutan wisata Bantimurung, dengan jenis endemik antara lain adalah : Papilio blumei, P. polites, P.sataspes, Troides haliphron, T. helena, T. hypolitus, Graphium androcles. Achmad (1998) telah meneliti secara khusus habitat pola sebaran kupu-kupu jenis komersil di hutan wisata Bantimurung selama satu tahun. Ia juga menginformasikan bahwa kupu-kupu Troides haliphron Papilio blumei adalah dua jenis endemik yang mempunyai sebaran yang sangat sempit, yakni hanya pada habitat berhutan di pinggiran sungai. Sementara itu, pada Tahun 2010-2015 Balai TN. Bantimurung Bulusaraung telah berhasil mengidentifikasi 240 jenis kupu-kupu (Papilionoidea) yang tersebar di beberapa lokasi di TN. Bantimurung Bulusaraung. TN. Bantimurung Bulusaraung dikenal ke segala penjuru dunia dengan potensi Kupu-kupunya. Jenis-jenis tersebut malah dapat dikatakan sebagai Flag Species taman nasional ini yang sudah dikenal sejak Alfred Russel Wallace mempublikasikan jurnal perjalanannya yang berjudul The Malay Archipelago pada tahun 1890. Namun sayang, karena termashurnya potensi tersebut, eksploitasi Kupu-kupu dilakukan secara berlebihan dengan memanfaatkan stock alam. Sampai dengan tahun 2004, belum ada upaya untuk membudidayakan jenis-jenis Kupu-kupu, segkan pemanfaatannya semakin berkembang merajalela. Untuk itu, telah dilakukan upaya penangkaran sebagai demplot percontohan bagi masyarakat sejak tahun 2005 terus beroperasi hingga saat ini. Sampai Tahun 2014, sedikitnya ada 20 jenis yang telah ditangkarkan pada demplot percontohan tersebut. Selain untuk keperluan budidaya, demplot penangkaran tersebut juga berfungsi sebagai tempat pengamatan atraksi Kupu-kupu TN. Bantimurung Bulusaraung untuk masyarakat umum. 5 / 5