BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mungkin. Sel surya mempunyai pengertian yaitu suatu elemen aktif yang mengubah

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Mikrokontroler ATmega8535 merupakan salah satu jenis mikrokontroler keluarga AVR

MIKROKONTROLER Yoyo Somantri dan Egi Jul Kurnia

RANCANGAN SISTEM PARKIR TERPADU BERBASIS SENSOR INFRA MERAH DAN MIKROKONTROLER ATMega8535

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI KARAKTERISTIK PENCATUAN SOLAR CELL TERHADAP KAPASITAS SISTEM PENYIMPANAN ENERGI BATERAI SKRIPSI

BAB II LANDASAN TEORI. pada itu dapat juga dijadikan sebagai bahan acuan didalam merencanakan suatu system.

BAB II LANDASAN TEORI. Selain dari pada itu dapat juga dijadikan sebagai bahan acuan didalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi sumber tegangan arus searah yang bersifat variable. Pengubah daya DC-

PEMBUATAN SUMBER TENAGA LISTRIK CADANGAN MENGGUNAKAN SOLAR CELL, BATERAI DAN INVERTER UNTUK KEPERLUAN RUMAH TANGGA. Skripsi.

JOBSHEET SENSOR CAHAYA (SOLAR CELL)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Atmel AVR adalah jenis mikrokontroler yang paling sering dipakai dalam

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dan perancangan tugas akhir ini telah dimulai sejak bulan Juli 2009

BAB II LANDASAN TEORI. ATMega 8535 adalah mikrokontroller kelas AVR (Alf and Vegard s Risc

Physical Aspects of Solar Cell Efficiency Light With Too Little Or Too Much Energy

ABSTRAK. Kata kunci: Solar Cell, Media pembelajaran berbasis web, Intensitas Cahaya, Beban, Sensor Arus dan Tegangan PENDAHULUAN

BAB II DASAR TEORI Bentuk Fisik Sensor Gas LPG TGS 2610 Bentuk fisik sensor TGS 2610 terlihat pada gambar berikut :

BAB II DASAR TEORI. AVR(Alf and Vegard s Risc processor) ATMega32 merupakan 8 bit mikrokontroler berteknologi RISC (Reduce Instruction Set Computer).

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA : STUDI PARAMETER TEKNOLOGI HYBRID KOLEKTOR SEL SURYA SEBAGAI TEKNOLOGI PENGERING HASIL PANEN ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi cuaca pada suatu daerah. Banyak hal yang sangat bergantung pada kondisi

PANEL SURYA dan APLIKASINYA

BAB II LANDASAN TEORI. telur,temperature yang diperlukan berkisar antara C. Untuk hasil yang optimal dalam

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Ethanol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Simbol LED [8]

PENGARUH FILTER WARNA KUNING TERHADAP EFESIENSI SEL SURYA ABSTRAK

PERBEDAAN EFISIENSI DAYA SEL SURYA ANTARA FILTER WARNA MERAH, KUNING DAN BIRU DENGAN TANPA FILTER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Eksperimen

BAB I PENDAHULUAN. untuk pembangkitan energi listrik. Upaya-upaya eksplorasi untuk. mengatasi krisis energi listrik yang sedang melanda negara kita.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II. PENJELASAN MENGENAI System-on-a-Chip (SoC) C8051F Pengenalan Mikrokontroler

BAB 2 LANDASAN TEORI. Mikrokontroler AT89S51 hanya memerlukan tambahan 3 kapasitor, 1 resistor dan 1

BAB II DASAR TEORI. open-source, diturunkan dari Wiring platform, dirancang untuk. memudahkan penggunaan elektronik dalam berbagai

BAB II LANDASAN TEORI

Sistem Minimum Mikrokontroler. TTH2D3 Mikroprosesor

MICROCONTROLER AVR AT MEGA 8535

BAB II SEL SURYA. Simulator algoritma..., Wibeng Diputra, FT UI., 2008.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PERANCANGAN SISTEM. sebuah alat pemroses data yang sama, ruang kerja yang sama sehingga

II. TINJAUAN PUSTAKA. fisikawan Perancis Alexandre-Edmond Becquerel. Dia bereksperimen

II. TINJAUAN PUSTAKA. tinggi dan mampu mengubah pakan menjadi daging secara efisien. Pada umumnya ayam ini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MICROCONTROLER AVR AT MEGA 8535

BAB II LANDASAN TEORI. merealisasikan suatu alat pengawas kecepatan pada forklift berbasis mikrokontroler.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Pengerjaan tugas akhir ini bertempat di laboratorium Terpadu Teknik Elektro

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1PHOTODIODA Dioda foto adalah jenis dioda yang berfungsi mendeteksi cahaya. Berbeda dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah pembuatan modul maka perlu dilakukan pendataan melalui proses

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PRINSIP KERJA ALAT DAN RANGKAIAN PENDUKUNG

ENERGI SURYA DAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA. TUGAS ke 5. Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Managemen Energi dan Teknologi

BAB III ANALISIS MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI Defenisi Umum Solar Cell

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB II LANDASAN TEORI

STUDI TERHADAP UNJUK KERJA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA 1,9 KW DI UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN

TEORI DASAR. 2.1 Pengertian

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. Arduino adalah pengendali mikro single-board yang bersifat opensource,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan. 1. Timer (IC NE 555)

BAB III DESKRIPSI DAN PERENCANAAN RANCANG BANGUN SOLAR TRACKER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konversi energi dari cahaya matahari menjadi energi listrik dilakukan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2.1 Mikrokontroler ATMega 8535 (sumber :Mikrokontroler Belajar AVR Mulai dari Nol)

RANCANG SUPPLY K LISTRIK JURUSAN MEDAN AKHIR. Oleh : FABER HENDRA FRISKA VOREZKY

MIKROKONTROLER Arsitektur Mikrokontroler AT89S51

Sistem Mikrokontroler FE UDINUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konverter elektronika daya merupakan suatu alat yang mengkonversikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar Semikonduktor tipe-p (kiri) dan tipe-n (kanan)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. Inkubator bayi adalah alat yang digunakan untuk mempertahankan kondisi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN SISTEM MONITORING DAN OPTIMASI BERBASIS LABVIEW PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA DAN ANGIN. Irwan Fachrurrozi

BAB 2 LANDASAN TEORI. Mikrokontroler AVR (Alf and Vegard s RISC Processor) dari Atmel ini

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II METODE PERANCANGAN APLIKASI

BAB 2 TINJAUAN TEORI

Rancangan Sistem Autofeeder Ikan pada Aquarium Berbasis Mikrokontroler ATMEGA8535

Oleh Ilmin Syarif Hidayatullah ( ) Pembimbing : Andi Rahmadiansah, ST, MT

PEMROGRAMAN ROBOT PENJEJAK GARIS BERBASIS MIKROKONTROLER

BAB III METODE PENELITIAN. Pada pengerjaan tugas akhir ini metode penelitian yang dilakukan yaitu. dengan penelitian yang dilakukan.

BAB II KONSEP DASAR SISTEM PENGONTROL PARTITUR OTOMATIS

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI PERANGKAT KERAS DAN PERANGKAT LUNAK SISTEM. Dari diagram sistem dapat diuraikan metode kerja sistem secara global.

BAB II TEORI DASAR. frekuensi 20 Hz sampai 20KHz. Lebih dari itu hanya beberapa jenis binatang yang

BAB III DESKRIPSI MASALAH

PROCEEDING. sepeti program untuk mengaktifkan dan PENERAPAN AUTOMATIC BUILDING SYSTEM DI PPNS. menonaktifkan AC, program untuk counter

BAB III PERANCANGAN SISTEM

Rancang Bangun Sistem Hibrid PLT Surya dengan Jaringan Listrik Rumah Tangga Sederhana disekitar Kampus Unnes

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. dari suatu objek untuk sepersekian detik setelah objek menghilang dari pandangan.

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SEL SURYA Sel surya pada dasarnya sebuah foto dioda yang besar dan dirancang dengan mengacu pada gejala photovoltaik sehingga dapat menghasilkan daya sebesar mungkin. Sel surya mempunyai pengertian yaitu suatu elemen aktif yang mengubah cahaya matahari menjadi listrik. Pengertian tersebut berdasarkan irisan sel surya yang terdiri dari bahan semi konduktor positif dan negatif dengan ketebalan minimum 0,3 mm, yang apabila suatu cahaya jatuh padanya, maka pada kedua kutubnya timbul perbedaan tegangan sehingga menimbulkan suatu arus searah. Silicon jenis P merupakan lapisan permukaan yang dibuat sangat tipis supaya cahaya matahari dapat menembus langsung mencapai junction. Bagian P ini diberi lapisan nikel yang berbentuk cincin sebagai terminal keluaran positif. Di bawah bagian P terdapat bagian jenis N yang dilapisi dengan nikel juga sebagai terminal keluaran negatif. 2.1.1 Sejarah Sel Surya Prinsip dasar pembuatan sel surya adalah memanfaatkan efek photovoltaik, yaitu suatu efek yang dapat mengubah langsung cahaya matahari menjadi energi listrik. Efek photovoltaic pertama kali dikenali pada tahun 1839 oleh Fisikawan Perancis Alexandre-Edmond Becquerel. Akan tetapi, sel surya yang pertama dibuat baru pada tahun 1883 oleh Charles Fritts, yang melingkupi semikonduktor selenium dengan sebuah lapisan emas yang sangat tipis untuk membentuk sambungan-sambungan. Alat tersebut hanya memiliki efisiensi 1%. Russell Ohl mematenkan sel surya modern pada tahun 1946 (U.S. Patent 2,402,662, "Light

Sensitive Device"). Masa emas teknologi tenaga surya tiba pada tahun 1954 ketika Bell Laboratories, yang bereksperimen dengan semikonduktor, secara tidak disengaja menemukan bahwa silikon yang didoping dengan unsur lain menjadi sangat sensitif terhadap cahaya. Hal ini menyebabkan dimulainya proses produksi sel surya praktis dengan kemampuan konversi energi surya sebesar sekitar 6 persen. Gambar 2.1 Transfer Energi Surya ke Bumi Gambar diatas mengilustrasikan transfer energi dari matahari ke bagianbagian bumi. Dapat terlihat bahwa sekitar setengah dari energi masukan diserap oleh air dan daratan, sedangkan yang lainnya diradiasikan kembali ke luar angkasa. (Nilai 1 PW = 1015 W). Pertama kali penggunaan sel surya diperuntukkan bagi satelit-satelit ruang angkasa pada tahun 1958, dikarenakan ringan dan dapat diandalkan, tahan lama dan energi matahari di angkasa lebih besar dari bumi. Tapi penggunaan sel Surya pada masyarakat umum belum begitu meluas dikarenakan mahalnya biaya untuk pembangkitan energi listrik menggunakan sel surya, yaitu sekitar $250 per watt dibandingkan dengan $2 - $3 per watt menggunakan pembangkit tenaga batubara.

Setelah terjadinya krisis energi pada tahun 1973, maka pemanfaatan sel surya bagi masyarakat umum terbuka. Hal ini disebabkan karena adanya penelitian yang lebih mendalam tentang proses produksi sel surya sehingga saat ini, biaya per watt energi listrik menggunakan sel surya pada akhir tahun 2012 adalah sekitar $ 0,6 per watt, dan harga produksi ini akan semakin menurun sesuai dengan perjalanan waktu. Solar cell adalah divais yang dapat mengubah energi matahari menjadi energi listrik. Jadi secara langsung arus dan tegangan yang dihasilkan oleh solar cell bergantung pada penyinaran matahari. Pada solar cell ini dibutuhkan material yang dapat menangkap matahari dan energi tersebut digunakan untuk memberikan energi ke elektron agar dapat berpindah melewati band gapnya ke pita konduksi, dan kemudian dapat berpindah ke rangkaian luar. Melalui proses tersebutlah arus listrik dapat mengalir dari solar cell. Umumnya, divais dari solar cell ini menggunakan prinsip PN junction. Pada pelaksanaannya, sel surya tidak dipakai sendirian, tetapi biasanya dirakit menjadi Modul Surya. Modul Surya (fotovoltaic) adalah sejumlah sel surya yang dirangkai secara seri dan paralel untuk meningkatkan tegangan dan arus yang dihasilkan sehingga cukup untuk pemakaian sistem catu daya beban. Untuk mendapatkan keluaran energi listrik yang maksimum maka permukaan modul surya harus selalu mengarah ke matahari. Komponen utama sistem surya photovoltaic adalah modul yang merupakan unit rakitan beberapa sel surya photovoltaic. Untuk membuat modul photovoltaic secara pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan thin film. Modul photovoltaic kristal dapat dibuat dengan teknologi yang relatif sederhana, sedangkan untuk membuat sel photovoltaic diperlukan teknologi tinggi. Modul

photovoltaic tersusun dari beberapa sel photovoltaic yang dihubungkan secara seri dan paralel. Pembangkit listrik yang memanfaatkan energi surya mempunyai beberapa keuntungan yaitu: 1. Sumber energi yang digunakan sangat melimpah dan cuma-cuma 2. Sistem yang dikembangkan bersifat modular sehingga dapat dengan mudah diinstalasi dan diperbesar kapasitasnya 3. Perawatannya mudah 4. Tidak menimbulkan polusi 5. Dirancang bekerja secara otomatis sehingga dapat diterapkan ditempat terpencil 6. Relatif aman 7. Keandalannya semakin baik 8. Adanya aspek masyarakat pemakai yang mengendalikan sistem itu sendiri 9. Mudah untuk diinstalasi 10. Radiasi matahari sebagai sumber energi tak terbatas 11. Tidak menghasilkan CO2 serta emisi gas buang lainnya 2.1.2 Proses Pembangkitan Arus pada Solar Cell Pembangkitan arus pada solar cell melibatkan beberapa proses diantaranya yaitu: 1. Cahaya dalam bentuk foton jatuh pada permukaan solar cell, kemudian diserap dan menghasilkan pasangan elektron dan hole (apabila energi foton lebih besar

dari energi band gapnya). Tetapi, electron (pada material tipe-p) dan hole (pada tipe-n) yang terbentuk bersifat tidak stabil dan hanya akan terjadi untuk jangka waktu yang sama dengan waktu hidup pembawa minoritas (minority carrier lifetime) sebelum akhirnya terjadi rekombinasi. Gambar 2.2 Foton yang menciptakan Elektron Hole 2. Untuk mencegah rekombinasi ini adalah dengan menggunakan p-n junction yang memisahkan electron dan hole. Carrier ini dipisahkan oleh aksi medan listrik yang terjadi di p-n junction. Jika Minority carrier (dalam hal ini hole) yang

dihasilkan cahaya melewati p-n junction, maka akan didorong melewati junction oleh medan listrik pada junction dan menjadi majority carrier. Sedangkan elektron mengalir kerangkaian luar setelah emitter dan base dihubungkan. Gambar 2.3 Pergerakan Elektron dan Hole 3. Setelah melewati rangkaian luar elektron tersebut akan bertemu dengan hole. Gambar 2.4 Pertemuan Elektron-Hole

2.1.3 Efek Photovoltaic Carrier-carrier yang terbentuk dari penyinaran matahari tidak dengan sendirinya dapat membangkitkan energi listrik. Tegangan yang ada dibangkitkan melalui proses yang dikenal sebagai efek photovoltaic. Carrier yang dibangkitkan oleh cahaya yang meningkat menyebabkan pergerakan dari elektron menuju ke N-type dan pergerakan hole ke P-type. Pada kondisi short circuit, maka carrier ini akan bergerak ke rangkaian luar dan akan kembali menuju pasangannya, carrier ini disebut sebagai arus yang dihasilkan oleh cahaya. Pada kondisi open circuit, dimana carrier ini dicegah untuk bergerak menuju pasangannya, maka akan terjadi pengumpulan elektron pada N-type dan hole pada P-type yang akan menghasilkan medan listrik baru yang akan melawan medan yang sudah ada pada junction, sehingga memunculkan kondisi seimbang yang baru, dimana timbul tegangan melewati P-N junction. 2.1.4 Kurva IV Kurva IV dari solar cell adalah superposisi dari kurva IV dioda solar cell pada saat gelap dan terang. Pada saat gelap, solar cell memiliki karakteristik kurva IV yang hampir sama dengan dioda. Apabila disinari, kurvanya akan bergeser kebawah dan mulai membangkitkan daya pada dioda solar cell ini. Lebih besar intensitas dari penyinaran matahari akan menggeser kurva IV dioda tersebut lebih jauh kebawah. Karena konvensional arus, maka nilai arusnya dibalik. Ada beberapa parameter penting dalam menggambarkan kurva IV dari solar cell, diantaranya tegangan open circuit, arus short circuit, fill factor dan efisiensi.

2.1.5 Arus Short Circuit Arus short circuit adalah arus yang diukur ketika tegangan dari solar cell bernilai nol dan solar cell dalam keadaan dishort. Ini terjadi ketika sejumlah carrier yang dikumpulkan pada PN-junction bergerak kerangkaian luar, sehingga bisa dikatakan bahwa arus short circuit adalah arus maksimum yang dapat dihasilkan oleh solar cell. Gambar 2.5 Kurva IV solar cell yang menunjukkan arus short circuit Arus solar cell tergantung pada beberapa factor diantaranya: - Luas dari solar cell - Jumlah foton (yaitu daya dari sumber cahaya yang jatuh). Isc dari solar cell secara langsung bergantung pada intensitas cahaya. - Spectrum dari cahaya yang jatuh. Untuk kebanyakan pengukuran solar cell, spectrum distandarkan pada spektrum AM1,5 - Sifat optikal (penyerapan dan pemantulan) solar cell - Probabilitas pengumpulan solar cell, yang bergantung terutama pada surface passivation dan lifetime dari minority carrier pada base

2.1.6 Tegangan Open Circuit Tegangan open circuit adalah tegangan yang diukur ketika rangkaian solar cell dalam keadaan terbuka, sehingga tidak ada arus yang mengalir kerangkaian luar, dan arus bernilai nol. Tegangan open circuit ini merupakan tegangan terbesar yang dapat dibangkitkan oleh solar cell. Gambar 2.6 Kurva IV solar cell yang menunjukkan tegangan open circuit Persamaan untuk Voc adalah Voc = (nkt/q) ln((il/ I0)+1) Dengan IL dan I0 adalah arus yang dibangkitkan cahaya dan arus saturasi dioda. Persamaan diatas menunjukkan Voc bergantung pada arus yang dibangkitkan cahaya dan arus saturasi. Arus saturasi I0 bergantung pada jumlah rekombinasi dalam solar cell.

2.1.7 Efek Resistif Karakteristik resistansi dari sebuah solar cell dapat diukur dari resistansi keluaran solar cell pada maksimum power point. Karakteristik resistansi ditunjukkan pada gambar dibawah Gambar 2.7 Karakteristik Resistansi Karakteristik resistansi dari solar cell adalah invers dari kemiringan garis, dimana menurut Green, R CH = V MP /I MP Adanya resistansi pada solar cell dapat mengurangi efisiensi solar cell, karena sebagian daya yang seharusnya disuplai ke beban akan berkurang karena rugi resistansi tersebut. Secara umum, resistansi pada solar cell dibagi dua yaitu resistansi seri dan shunt. Gambar 2.8 Resistansi seri dan shunt pada rangkaian solar cell

Resistansi seri solar cell mempunyai 3 penyebab yaitu: - Pergerakan arus melalui emiter dan base solar cell - Resistansi kontak antara kontak logam dan silikon - Resistansi kontak logam bagian atas dan bawah Efek resistansi seri adalah pengurangan fill factor dan arus short circuit. Resistansi seri tidak berpengaruh pada tegangan open circuit, tetapi kurva IV dipengaruhi oleh resistansi seri. Faktor utama daya yang hilang adalah adanya resistansi shunt, RSH, yang disebabkan karena cacat fabrikasi. Resistansi shunt yang rendah menyebabkan adanya jalur lain bagi arus yang dibangkitkan cahaya, sehingga terdapat daya yang hilang. Pembalikan arus ini mengurangi sejumlah arus yang mengalir melalui junction solar cell dan mengurangi tegangan dari solar cell. Efek resistansi shunt ini terutama terjadi pada level intensitas cahaya yang rendah karena hanya sedikit cahaya yang menghasilkan arus. Resistansi shunt ini juga sangat berpengaruh terhadap fill factor. 2.1.8 Efek Temperatur Bahan semikonduktor memiliki sifat sensitif terhadap temperatur begitu juga solar cell. Bertambahnya temperatur dapat mengurangi band gap dari solar cell, sehingga akan berpengaruh terhadap beberapa parameter dari solar cell. Bertambahnya temperatur dapat dilihat sebagai peningkatan energi elektron dari material. Sehingga untuk memutuskan ikatan membutuhkan energi yang lebih rendah dari kondisi normal. Pada model ikatan band gap

semikonduktor, penurunan energi ikatan juga menurunkan band gap. Oleh sebab itu, peningkatan suhu menurunkan band gap. Temperatur mempengaruhi persamaan karakteristik dengan dua cara, secara langsung melalui T pada bagian eksponensial dan secara tidak langsung, efeknya terjadi pada I0. Salah satu parameter solar cell yang dipengaruhi oleh temperatur adalah tegangan open circuit. Efek meningkatnya temperatur akan mengurangi secara linear nilai tegangan open circuit. Besarnya pengurangan ini secara terbalik sebanding terhadap Voc, dan sel dengan nilai Voc yang lebih tinggi, pengurangan nilai tegangannya akan lebih kecil ketika temperatur naik. Arus yang dibangkitkan cahaya meningkat sedikit dengan meningkatnya temperatur karena meningkatkan jumlah carrier yang dihasilkan secara termal dalam cell. Berdasarkan salah satu sumber menyatakan bahwa temperatur yang tinggi dapat mengurangi efisiensi. Hal ini dikarenakan perubahan tegangan lebih besar daripada perubahan pada arus. Gambar 2.9 Efek temperature pada karakteristik IV solar cell

2.1.9 Efek Intensitas Cahaya Matahari Intensitas cahaya matahari memiliki pengaruh yang penting baik pada arus short circuit, tegangan open circuit, fill factor, efisiensi, dan hambatan seri maupun hambatan shunt. Intensitas cahaya dinyatakan dalam jumlah matahari, dimana satu matahari sesuai dengan standar iluminasi pada AM 1.5 atau 1 kw/m2. Arus short circuit secara langsung berhubungan dengan jumlah foton yang diserap oleh material semikonduktor dan kemudian sebanding dengan nilai intensitas cahaya, sedangkan tegangan open circuit hanya berubah sedikit ketika intensitas cahaya rendah. Intensitas cahaya matahari mungkin dapat berbeda setiap hari, hal ini menyebabkan energi yang masuk ke solar cell juga akan berubah-ubah, bervariasi antara 0 sampai1 kw/m2. Pada cahaya yang rendah, efek resistansi shunt akan bertambah. Berkurangnya intensitas cahaya menyebabkan arus yang melewati solar cell berkurang dan nilai resistansi seri hampir sama nilai resistansi shuntnya. Ketika dua resistansi ini hampir sama, total arus yang mengalir melalui resistansi shunt bertambah, kemudian akan menambah daya yang hilang karena resistansi shunt. Sehingga pada kondisi berawan, solar cell dengan resistansi shunt yang tinggi dapat menahan daya yang masuk lebih banyak dari solar cell dengan resistansi shunt yang rendah.

Gambar 2.10 Kurva IV terhadap perubahan intensitas cahaya matahari Pada thin film solar cell, pengumpulan arus yang berasal dari cahaya akan berkurang pada intensitas yang tinggi, dengan area iluminasi kecil. Hal ini disebabkan pada intensitas yang tinggi ada batasan tertentu yang disebabkan resistansi seri dan bertambahnya losses tegangan yang bergantung pada pengumpulan carrier. Pada salah satu sumber disebutkan, pada eksperimen menggunakan lampu pijar yang dilakukan untuk mencari hubungan antara intensitas cahaya dan efisiensi, didapat kesimpulan bahwa efisiensi semakin berkurang ketika nilai intensitas lampu pijar bertambah. 2.2 Sistem Penyimpanan Energi (Baterai) Sistem penyimpanan energi yang biasa dipakai untuk penyimpanan energi keluaran solar cell adalah baterai. Baterai ini digunakan karena solar cell memiliki karakteristik daya keluaran yang tidak stabil, berubah-ubah sesuai dengan intensitas cahaya yang jatuh pada permukaannya sedangkan beban umumnya menyaratkan suplai daya yang stabil dan apabila daya masukannya berubah-ubah maka dapat merusak beban tersebut.

Dikarenakan pentingnya baterai dalam sistem solar cell tersebut, maka penting bagi kita untuk mengetahui kerakteristik dari baterai. Karakteristik yang perlu diperhatikan diantaranya tegangan baterai, parameter charging dan discharging, kapasitas daya dan lain lain. Baterai yang ideal mempunyai efisiensi yang tinggi, self discharge yang rendah, dan harga yang murah. 2.2.1 Tegangan Baterai Tegangan baterai adalah karakteristik dasar dari baterai, yang ditentukan oleh reaksi kimia dalam baterai, konsentrasi komponen baterai, dan polarisasi baterai. Tegangan nominal baterai tidak dapat diukur, tetapi yang dapat kita ukur hanyalah tegangan open circuitnya. Karena potensial listrik dari kebanyakan reaksi kimia adalah 2 volt, sedangkan kebanyakan beban memerlukan tegangan sebesar 12 V, maka beberapa sel baterai tersebut diserikan sebanyak enam buah, sehingga membentuk baterai yang mempunyai tegangan 12 V, seperti pada baterai lead acid. Tegangan baterai ketika arus mengalir mungkin berbeda dari equilibrium atau tegangan open circuit. Kurva charging dan discharging tidak simetris karena adanya tambahan reaksi yang mungkin menyebabkan tegangan yang lebih tinggi ketika charging

Gambar 2.11 Kurva tegangan baterai saat discharge untuk beberapa baterai Pada banyak jenis baterai, termasuk baterai lead acid, pada level tegangan tertentu, baterai tersebut sudah tidak dapat menyuplai lagi ke beban, level tegangan ini disebut tegangan cut off. Level tegangan ini berbeda-beda untuk setiap jenis baterai, temperatur dan nilai discharge baterai. 2.2.2 Kapasitas Baterai Kapasitas baterai adalah ukuran muatan yang disimpan suatu baterai yang ditentukan oleh masa aktif material didalamnya. Kapasitas menggambarkan sejumlah energi maksimum yang dapat dikeluarkan dari sebuah baterai dengan

kondisi khusus tertentu. Tetapi kemampuan penyimpanan baterai dapat berbeda dari kapasitas nominalnya, diantaranya karena kapasitas baterai bergantung pada umur dan keadaan baterai, parameter charging dan discharging, dan temperatur. Satuan dari kapasitas baterai ini sering dinyatakan dalam Ampere hours (walaupun kadang dalam Wh), ditentukan sebagai waktu dalam jam yang dibutuhkan baterai untuk secara kontinu mengalirkan arus atau nilai discharge pada tegangan nominal baterai. Satuan Ah sering digunakan ketika tegangan baterai bervariasi selama siklus charging atau discharging. Kapasitas Wh dapat diperkirakan dengan mengalikan kapasitas Ah dengan tegangan nominal baterai. Misalnya, baterai 12 V dengan kapasitas 500 Ah memberikan energi yang tersimpan sekitar 100 Ah x 12 V 1,200 Wh atau 1.2 KWh. Temperatur dari baterai berpengaruh terhadap energi yang dapat dikeluarkan dari baterai. Pada temperatur yang lebih tinggi akan memiliki kapasitas yang lebih besar daripada temperatur yang rendah. Tetapi meningkatkan temperatur dengan disengaja memiliki dampak negatif, karena akan mengurangi lifetime dari baterai. Umur dan keadaan baterai juga berpengaruh terhadap kapasitas baterai. Meskipun baterai dipergunakan secara benar sesuai aturan manufaktur, semakin lama kapasitas baterai tersebut dapat berkurang. Keadaan dari baterai juga berpengaruh terhadap kapasitas baterai. Misalnya, jika baterai pernah didischarge dibawah maksimum DOD, maka kapasitas baterai dapat berkurang.

2.2.3 Parameter Charging dan Discharging Baterai Karena baterai berfungsi untuk menyimpan energi, maka baterai tersebut akan mengalami siklus charging atau pemberian muatan, dari solar cell / charger lain mengalirkan arus kebaterai, dan siklus discharging atau pelepasan muatan dari baterai tersebut mengalirkan arus ke beban. Nilai charging dalam ampere adalah sejumlah muatan yang diberikan pada baterai persatuan waktu. Sedangkan discharging dalam ampere adalah sejumlah muatan yang digunakan ke rangkaian luar (beban) yang diambil dari baterai. Nilai charging / discharging ini dinyatakan dalam arus dan besarnya bergantung pada kapasitas dari baterai dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk proses tersebut. Nilai discharge ditentukan dengan membagi kapasitas baterai (Ah) dengan jam yang dibutuhkan untuk charging/discharging baterai. Contohnya, kapasitas baterai 500 Ah secara teori dapat didischarge untuk tegangan cut off selama 20 jam dengan nilai dischargenya 500 Ah/ 20 h = 25 A. Lalu, jika tegangan baterai 12 V, maka daya yang diberikan kebeban adalah 25 A x 12 V = 300 W. Nilai charging dan discharging berpengaruh terhadap nilai kapasitas baterai. Jika baterai didischarge sangat cepat (arus discharge tinggi), maka sejumlah energi yang dapat digunakan oleh baterai menjadi berkurang sehingga kapasitas baterai menjadi lebih rendah. Hal ini dikarenakan, kebutuhan suatu materi/komponen untuk reaksi yang terjadi tidak mempunyai waktu yang cukup untuk bergerak ke posisi yang seharusnya. Hanya sejumlah reaktan yang diubah ke bentuk lain, sehingga energi yang tersedia menjadi berkurang. Jadi seharusnya

arus discharge yang digunakan sekecil mungkin, sehingga energi yang digunakan kecil dan kapasitas baterai menjadi lebih tinggi. Nilai self discharge adalah ukuran seberapa cepat cell akan kehilangan energi pada saat kondisi diam, dikarenakan aksi bahan kimia yang tidak diinginkan dalam cell. Nilainya bergantung pada bahan kimia cell dan temperatur. Nilai self discharge untuk lead acid berkisar 4% hingga 6% perbulan. Nilai reaksi kimia yang tidak diinginkan yang menyebabkan arus internal bocor antara elektroda positif dan negatif cell meningkat sesuai temperaturnya yang akhirnya meningkatkan nilai self discharge baterai. 2.2.4 Battery State of Charge (BSOC) BSOC didefinisikan sebagai rasio dari total kapasitas energi yang dapat digunakan oleh sebuah baterai dengan kapasitas baterai seluruhnya. SOC menggambarkan energi yang tersedia yang dituliskan dalam persentase sesuai beberapa referensi, kadang dianggap sebagai nilai kapasitas tapi seperti kapasitas arus. Jadi nominal kapasitas energi dari sebuah baterai tidak dapat dikeluarkan secara total, dengan BSOC ini kita dapat menentukan total energi yang dapat digunakan dari sebuah baterai. Untuk contohnya, baterai dengan 80% SOC dengan kapasitas 500 Ah, maka energi yang dapat digunakan dari baterai tersebut sebesar 400 Ah. Temperatur dan nilai discharge dapat mengurangi kapasitas efektif. Cara mengukur SOC dari sebuah baterai dapat dilakukan 3 cara yaitu: 1. Pengukuran secara langsung, dapat dilakukan jika baterai dapat didischarge pada nilai yang konstan

2. SOC dari pengukuran Specific Grafity (SG), cara ini bergantung pada perubahan pengukuran dari berat bahan kimia aktif. 3. Perkiraan SOC berdasarkan tegangan dilakukan dengan mengukur tegangan cell baterai sebagai dasar untuk penghitungan SOC atau sisa kapasitas. Hasil dapat berubah bergantung pada level tegangan nyata, temperatur, nilai discharge dan umur cell dan kompensasi untuk faktor ini harus tersedia untuk mendapatkan akurasi yang pantas. Gambar 2.12 Tegangan open circuit Vs sisa kapasitas baterai Lead Acid pada 25 celcius 2.3.5 Depth of Discharge (DOD) Pada kebanyakan baterai, energi yang disimpan baterai tidak dapat dikeluarkan semuanya, karena akan memiliki dampak negatif berupa kerusakan dari baterai. Depth of discharge ini menentukan daya maksimum yang dapat digunakan dari baterai. Jadi dari kapasitas yang tersedia dari spesifikasinya, tidak semuanya dapat

digunakan. Hal ini terjadi karena pengambilan seluruh kapasitas baterai dapat mengurangi lifetime dari baterai. Jadi, DOD dapat dikatakan energi yang dapat digunakan dari baterai dan ditetapkan oleh manufaktur. Untuk contoh 500 Ah dengan DOD 20%, maka baterai tersebut hanya menyediakan 20%x500 Ah = 100 Ah. 2.3 MIKROKONTROLLER ATMEGA 8535 Mikrokontroler sebagai suatu terobosan teknologi mikroprosesor dan mikrokomputer hadir memenuhi kebutuhan pasar dan teknologi baru. Sebagai teknologi baru yaitu teknologi semikonduktor dengan kandungan transistor yang lebih banyak namun hanya membutuhkan ruang yang kecil serta dapat diproduksi secara massal (dalam jumlah banyak) membuat harganya menjadi lebih rendah (dibandingkan mikroprosesor). Mikrokontroler adalah komponen elektronika yang menggabungkan berbagai macam piranti tambahan kedalam mikrokomputer menjadi satu chip IC. Piranti gabungan ini memuat unit pemroses data pusat (CPU), unit memori (ROM dan RAM), Port I/O, dan ditambah dengan beberapa fasilitas lain seperti pewaktu, counter, dan layanan kontrol interupsi. Mikrokontroler lahir karena kebutuhan akan efektivitas pengendalian sistem yang akan dilakukan. Penggunaan mikrokontroler akan menambah efektivitas tersebut yang dilihat dari beban listrik yang dikonsumsi dan juga dari biaya yang relatif lebih rendah. Mikrokontroler juga digunakan untuk mengendalikan suatu sistem yang spesifik yaitu sistem yang parameter pengendaliannya tidak terlalu rumit.

Mikrokontroler AVR (Alf and Vegard s RISC processor) memiliki arsitektur RISC 8-bit dan semua instruksi dikemas dalam kode 16-bit (16-bit word) dan sebagian besar instruksi dieksekusi dalam 1 siklus detak. Berbeda dengan instruksi MSC51 yang membutuhkan 12 siklus detak. Tentu saja itu terjadi karena kedua jenis mikrokontroller tersebut memiliki arsitektur yang berbeda. AVR berteknologi RISC (Reduced Instruction Set Computing), sedangkan seri MCS51 berteknologi CISC (Complex Instruction Set Computing). Secara umum, AVR dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas, yaitu keluarga Attiny, keluarga AT90Sxx, keluarga ATMega dan AT86RFxx. Pada dasarnya, yang membedakan masing-masing kelas adalah memori, perifheral, dan fungsinya. Dari segi arsitektur dan instruksi yang digunakan mereka bisa dikatakan hampir sama. 2.3.1 Arsitektur ATMega8535 Pada Gambar 2.2 tersebut dapat dilihat bahwa Atmega 8535 memiliki bagian sebagai berikut (M. Ary Heryanto, 1): 1. Saluran I/O sebanyak 32, yaitu pada Port A, Port B, Port C, dan Port D 2. ADC 10 bit 3. Tiga unit Timer/Counter dengan kemampuan pembandingan 4. CPU yang terdiri atas 32 unit register 5. Watchdog Timer dengan osilator internal 6. SRAM sebesar 512 byte 7. Memori Flash sebesar 8 kb dengan kemampuan Read While Write 8. Unit interupsi internal dan eksternal 9. Port antarmuka SPI 10. EEPROM sebesar 512 byte yang dapat diprogram saat operasi

11. Antarmuka komparator analog 12. Port USART untuk komunikasi serial 2.3.2 Fitur ATMega8535 Gambar 2.13 Diagram Fungsional ATmega8535 Adapun kapabilitas detail Atmega 8535 adalah sebagai berikut:

1. Sistem mikroprosesor 8-bit berbasis RISC dengan kecepatan maksimal 16 MHz 2. Kapabilitas memori flash 8 KB, SRAM sebesar 512 byte, dan EEPROM (Electrically Erasable Programmable Read Only Memori) sebesar 512 byte. 3. ADC internal dengan fidelitas 10 bit sebanyak 8 channel 4. Enam pilihan mode sleep untuk menghemat penggunaan daya listrik 2.3.3 Konfigurasi Pin ATMega8535 Konfigurasi pin Atmega 8535 dilihat pada Gambar 2.7. Dari gambar tersebut maka dapat dijelaskan secara fungsional konfigurasi pin Atmega 8535 sebagai berikut (M. Ary Heryanto, 3): 1. VCC merupakan pin yang berfungsi untuk pin masukan catu daya. 2. GND merupakan pin ground. 3. Port A (PA0..PA7) merupakan pin I/O dua arah dan pin masukan ADC. 4. Port B (PB0..PB7) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus yaitu Timer/Counter, komparator analog, dan SPI. 5. Port C (PC0..PC7) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus yaitu TWI, komparator analog, dan Timer Oscilator. 6. Port D (PD0..PD7) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus yaitu komparator analog, interupsi eksternal, dan komunikasi serial. RESET merupakan pin yang digunakan untuk mereset mikrokontroler. 7. XTAL1 dan XTAL2 merupakan pin masukan detak eksternal. 8. AVCC merupakan pin masukan tegangan untuk ADC. 9. AREF merupakan pin masukan tegangan referensi ADC.

Gambar 2.14 Pin ATmega8535 2.3.4 Bahasa Pemrograman AVR Terdapat berbagai macam jenis pemrogaman mikrokontroler AVR. diantaranya yaitu menggunakan bahasa Bascom, Codevision AVR, Assembler dan AVR studio. Masing-masing bahasa pemrogaman mempunyai kelebihan dan kekurangan sesuai dengan kebiasaan pemrogram. 2.4 Inverter Inverter adalah perangkat yang mengubah daya DC dari aki ke listrik AC. Inverter secara teori ada 3 jenis, tapi secara umum sering didapati hanya 2 jenis, yaitu Inverter yang bergelombang sinus murni (pure sine inverter) dan Inverter yang bergelombang sinus dimodifikasi (modified sine inverter). Kebanyakan perangkat AC berfungsi dengan baik dengan aliran listrik dari Inverter sinus dimodifikasi, kecuali alat pemakai listrik AC itu adalah alat yang sangat sensitif seperti misalnya printer laser bisa rusak kalau ditenagai oleh daya

yang bergelombang sinus dimodifikasi. AC yang bergelombang sinus dimodifikasi juga bisa memberikan suara dengungan ketika diterapkan pada alatalat seperti kipas angin, amplifier dan lampu neon biasa. Walaupun demikian, Inverter bergelombang sinus dimodifikasi adalah alat yang membuat konversi arus DC ke AC yang paling efisien dan relatif murah. Inverter bergelombang sinus murni sebaliknya memberikan listrik AC yang bersih dan sangat identik dengan listrik dari sumber jaringan listrik PLN. Gambar 2.15 Power Inverter Kapasitas sebuah Inverter menentukan jumlah daya AC yang bisa disediakan terus menerus. Disamping itu, juga diterapkan toleransi lonjakan arus listrik, missal 5 detik sampai dengan 0,5 jam. Angka-angka toleransi lonjakan memberikan gagasan tentang berapa banyak daya yang dapat disuplai oleh inverter selama 5 detik sampai dengan 0,5 jam sebelum arus yang berkelebihan itu diputuskan demi untuk melindungi Inverter tersebut. Satuan ukuran Inverter adalah Watt. Untuk alat-alat listrik AC yang perlu ditenagai oleh sistem surya perlu kita ketahui kapasitas Inverter berapa watt yang

harus dipilih. Caranya adalah memilih Inverter yang berkemampuan memasok daya semaksimal keperluan gabungan beban alat-alat AC. Contohnya : Alat-alat AC terdiri dari : 1 unit oven microwave yang berdaya 800 Watt dan 1 unit TV yang berdaya 120 Watt. Jadi, total beban dalam hal ini adalah 800Watt + 120Watt = 920Watt. Perhatikan bahwa perhitungan ini mengasumsikan bahwa inverter dipilih memiliki peringkat gelombang sinus yang cocok untuk mengatasi lonjakan oven microwave dan beban TV. Jadi, untuk beban 920 Watt, inverter 1000W boleh dikatakan cocok untuk dipakai. Akan tetapi, dengan pertimbangan efisiensi, maka Inverter 1200Watt-1500Watt direkomendasikan.