BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

Gambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber:

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan keadaan sosial masyarakat baik secara langsung maupun tidak

BAB IV PENUTUP. perlindungan dan tuntunan dari pihak laki-laki, bahkan dalam lirik lagu tersebut

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN I.1

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen sasaran.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Posisi perempuan sangat mendominasi pertelevisian baik itu iklan,

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berkomunikasi. Seluruh negara di dunia dapat merasakan dampak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Seperti diketahui bahwa setiap produsen, baik itu yang menyediakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra diciptakan melalui kata-kata.sastra lahir dari representasi pikiran

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terbitnya. Keberagaman suatu majalah tersebut ditentukan berdasarkan target

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media massa. setiap pagi jutaan masyarakat mengakses media massa.

BAB I PENDAHULUAN. medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi telah mempengaruhi kehidupan kita tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Itulah yang kemudian dituangkan dalam media komunikasi, baik berupa media massa cetak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan mahkluk hidup yang tidak dapat hidup tanpa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX

Media massa berperon dalam menanamkan false consciousness,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda-beda. Penggolongan manusia tersebut disebut dengan ras

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang. Satu tantangan yang muncul dalam usia remaja ialah munculnya

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Melihat isi media saat ini, baik media cetak maupun non cetak, sebagian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan informasi pada era globalisasi pada zaman ini sangat begitu

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. iklan, karena iklan ada dimana-mana. Secara sederhana iklan merupakan sebuah

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kodrat manusia menjadi tua seolah bisa dihindari

REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

REPRESENTASI BIAS GENDER PADA IKLAN SABUN KHUSUS PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. mucul dalam tayangan acara Wisata Malam, yaitu kode Appearance

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

Nomer : Jenis Kelamin : Semester : PETUNJUK PENGISIAN

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

ABSTRAK. Munculnya berbagai kasus kasus seperti pemerkosaan diangkot, kekerasan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH PEREMPUAN DALAM NOVEL LINTANG KEMUKUS DINI HARI KARYA AHMAD TOHARI ARTIKEL. Oleh. Satia Moh. Karmin Baruadi Herman Didipu

BAB V. Refleksi Hasil Penelitian

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

Oleh: M. Hamid Anwar, M. Phil

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. seorang pengarang akan mencoba menggambarkan realitas yang ada ke dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Itu lah sepenggal kata yang diucapkan oleh Mike Lucock yang

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan maka. kesimpulan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak merepresentasikan perempuan sebagai pihak yang terpinggirkan, tereksploitasi, dan lain sebagainya. Perempuan sebagai objek visual pada karya seni maupun media iklan selalu dimunculkan dengan citraan perempuan sebagai objek seks (Hasan, 2011: 257). Star (dalam Sunarto, 2009) menjelaskan, analisis objektifikasi pertama kali digunakan pada tahun 1970-an pada film, seni, dan media popular untuk menjelaskan perlakuan terhadap perempuan (seringkali citra perempuan) yang mereduksi kaum perempuan menjadi pasif dan objek gender (hasrat, eksploitasi, siksaan) daripada menampilkan perempuan sebagai subjek manusia sepenuhnya. Penampilan tubuh perempuan digambarkan sebagai objek pasif hasrat lelaki. Ketidaksetaraan posisi perempuan dalam seksualitas terhadap lelaki. Perempuan ditampilkan secara menggairahkan sesuai dengan kendali lelaki sehingga kehadiran perempuan dalam visual selalu dierotisasi (Hasan, 2011: 258). Tuchman (1978, dalam Hasan, 2011: 258) menyatakan, perpektif 1

citra perempuan, yaitu representasi citra perempuan mencerminkan sikap laki-laki dan merupakan misrepresentasi perempuan sejati. Representasi sebagai konstruksi budaya dan bukan sebagai refleksi atas dunia nyata. Gallagher (1983, dalam Barker, 2009), menggambarkan representasi yang banyak berkembang di seluruh dunia mengenai perempuan sebagai makhluk hina, merusak, dan tidak realistis. Moi (1985, dalam Barker 2009) berkomentar, pendekatan citra perempuan setara dengan kajian atas citra palsu perempuan yang dikonstruksi oleh dua jenis kelamin karena citra perempuan dalam sastra begitu banyak didefinisikan secara bertentangan dengan manusia sejati yang tidak pernah mampu disajikan kepada pembaca literatur tersebut. Perempuan oleh media massa, senantiasa digambarkan sangat tipikal, yaitu tempatnya ada di rumah berperan sebagai ibu rumah tangga dan pengasuh, tergantung para lelaki, tidak mampu membuat keputusan penting, menjalani profesi yang terbatas, selalu melihat pada dirinya sendiri, sebagai objek seksual/simbol seks, objek fetis, objek peneguhan pola kerja patriarki, objek pelecehan dan kekerasan, selalu disalahkan, dan bersikap pasif, serta menjalankan fungsi sebagi pengonsumsi barang atau jasa dan sebagai alat pembujuk. Selain itu, eksistensi perempuan juga tidak terwakili secara proposional di media massa, baik dalam berita maupun hiburan (Sunarto, 2009: 4). Perempuan distereotipkan ke dalam dua hal, yakni ideal dan menyimpang. Dimana perempuan ideal digambarkan sebagai pengasuh dan 2

maternal. Menjadi pendukung lelaki untuk mencapai ambisinya, tapi tidak memiliki apa pun, berkorban, empati, dan terkurung di rumah. Sebagai seorang istri/anak perempuan pasif, menerima kontrol dan mengabdi pada lelaki. Bahkan, mempertahankan suami yang paling menjengkelkan sekali pun tanpa bertanya dan hanya menerima begitu saja. Sedangkan, perempuan yang menyimpang mendominasi suami dan tidak pernah membina keluarga di rumah. Untuk mencapai ambisi pribadinya, perempuan yang digambarkan menyimpang rela memutus ikatan keluarga, lepas dari kekangan lelaki, dan tidak cukup memahami atau mengakomodasi (Barker, 2009: 265). Fungsi mediasinya, media massa menunjukkan pada khalayaknya bagaimana semua kekerasan itu diketahui sebagaimana adanya. Misalnya, pada liputan pemerkosaan. Selain mengetahui bagaimana proses terjadinya kekerasan itu, khalayak seperti diarahkan oleh media untuk ikut menyalahkan korban (Sunarto, 2009: 4). Melalui media, khalayak tidak hanya menerima informasi tentang kekerasan aktual terhadap perempuan itu sendiri, tapi juga menerima informasi tentang kekerasan simbolik yang menimpa perempuan. Misalnya, melalui informasi yang menunjukkan perendahan martabat, diskriminasi ataupun limitasi fungsi sosial di masyarakat (Sunarto, 2009: 5). Tokoh utama film Sang Penari, Srintil yang menjadi seorang ronggeng, merupakan penghibur yang menari dan menjadi penghibur pria. Untuk resmi menjadi ronggeng, Srintil harus melalui proses bukak kelambu. 3

Secara sederhana, ritual itu adalah proses menjual keperawanan. Setiap saat ia menari, ia harus rela tubuhnya dijamah oleh para lelaki ketika sedang mengibing. Setelah selesai menari pun ia melayani lelaki. Tidak ada satu pun perempuan di wilayah Dukuh Paruk dan sekitarnya yang merasa terlecehkan karena keperawanan dan tubuh seorang perempuan harus dijadikan sebagai hiburan. Dalam film Sang Penari, Srintil sebagai ronggeng digambarkan dengan sosok perempuan yang dikagumi oleh banyak lelaki dan diagungkan oleh perempuan. Apabila bisa bercinta dengan ronggeng, lelaki akan dipandang sebagai lelaki yang macho, mapan, perkasa, dan lain sebagainya. Dan, perempuan yang suaminya bisa bercinta dengan Srintil merasa bangga dan mendukung hal itu. Ideologi patriarki, atau budaya dimana lelaki memiliki posisi yang lebih berkuasa dibanding perempuan, sangatlah dominan di Indonesia. Hal ini menjadi penyebab prostitusi masih terus ada (Andriyani, 2010: 17-18). Pada tatanan kehidupan sosial, konsep patriarki berjalan sebagai landasan ideologis, sistematika pola hubungan gender dalam masyarakat dalam praktiknya dengan pranata-pranata sosial lainnya. Faktor budaya merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka kekerasan terhadap perempuan. Hal ini dikarenakan terlalu diprioritaskannya lelaki (maskulin) (Widianti, 2005: 10). Sikap masyarakat patriarki yang kuat ini mengakibatkan masyarakat cenderung tidak menanggapi atau berempati kepada segala bentuk tindak kekerasan yang menimpa perempuan. Sering dijumpai masyarakat lebih 4

banyak mengomentari dan menunjukkan sikap yang menyudutkan perempuan (Manurung, 2002: 83). Terjadinya struktur dominasi gender hanya dimungkinkan ketika struktur signifikansi dan legitimasi memberi justifikasi atas kekuasaan lelaki pada perempuan melalui mekanisme kursif dan persuasif tertentu. Mekanisme kursif terkait dengan penggunaan kekerasan fisik dan mekanisme persuasif terkait dengan kekerasan simbolik (ideologi) (Sunarto, 2009: 63). Prambudy dan Hartiningsih (2007, dalam Sunarto, 2009: 63) menjelaskan, isu gender merupakan isu diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan yang masih merupakan persoalan relevan hingga kini. Penulis merasa tertarik untuk mengangkat tema ideologi patriarki karena dampak ideologi patriarki yang begitu besar di Indonesia. Beragam bentuk kekerasan, pemerkosaan, subordinasi, diskriminasi, dan lainnya terjadi kepada perempuan di Indonesia karena ideologi patriarki yang sudah ada secara turun temurun. Sehingga, segala hal yang dilakukan lelaki kepada perempuan menjadi sah saja. Media massa di Indonesia menjadi pendukung pencitraan perempuan yang cenderung patriarkis. Contohnya, beragam iklan yang menyebutkan kewajiban perempuan sebagai ibu rumah tangga atau superwomen yang harus bisa mengatasi urusan rumah tangga dan karir seorang diri, film layar lebar di Indonesia yang menampilkan perempuan dengan segala bentuk eksploitasi tubuhnya, pemberitaan media massa 5

mengenai kasus pemerkosaan dengan pemilihan kata yang memojokkan wanita, dan lain sebagainya. Film Sang Penari menampilkan ronggeng, suatu kebudayaan Jawa. Bagaimana ritual untuk menjadi seorang ronggeng, tugas seorang ronggeng, hingga pandangan masyarakat sekitar yang mengagungkan ronggeng ditampilkan dalam film itu. Kentalnya budaya Timur dapat menjadi salah satu faktor pendukung adanya representasi ideologi patriarki yang dalam film Sang Penari. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk menemukan dan memaknai tanda-tanda yang merepresentasikan ideologi patriarki dalam film Sang Penari dengan kajian semiotika. 1.2 Perumusan Masalah Sesuai dengan apa yang telah dijelaskan pada latar belakang, masalah penelitian akan dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, yakni: 1.2.1 Bagaimana representasi tanda ideologi patriarki pada film Sang Penari? 1.2.2 Apa makna dari representasi tanda ideologi patriarki pada film Sang Penari? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang ingin diperoleh dalam penelitian ini 6

melalui rumusan masalah penelitian, antara lain: 1.3.1 Mendeskripsikan representasi tanda ideologi patriarki pada film Sang Penari. 1.3.2 Memaknai representasi tanda ideologi patriarki pada film Sang Penari. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian akan dibagi menjadi dua, yakni kegunaan akademis dan kegunaan praktis. Untuk lebih jelasnya adalah: 1.4.1 Kegunaan Akademis Kegunaan akademis dari penelitian ini adalah memberikan referensi mengenai analisis teori semiotika yang terdapat dalam teks media, khususnya film Indonesia. Selain itu, mampu memberikan gambaran konsep dan analisis yang membuat khalayak memahami konstruksi media melalui seperangkat tanda dan bagaimana konstruksi diwujudkan dalam sebuah film. Baik konstruksi realitas dengan manipulasi tanda visual maupun non-visual. 7

1.4.2 Kegunaan Praktis Kegunaan praktis dari hasil penelitian ini adalah membangun daya literasi media khalayak supaya tidak langsung menerima konstruksi media secara utuh. Dan, diharapkan mampu membangun daya pikir khalayak untuk lebih kritis dalam memandang konstruksi media (film). Apabila khalayak bersikap kritis diharapkan dapat menyadari tujuan atau maksud pembentukan makna yang ingin disampaikan melalui konstruksi realitas. 8