BAB I PENDAHULUAN. Dalam ajaran Islam penanaman nilai aqidah akhlak bagi manusia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

BAB I PENDAHULUAN. Proses pendidikan di desain sedemikian rupa untuk memudahkan. siswa memahami pelajaran. Hampir semua dari faktor pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2003), hlm Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM) yang berdaya tahan kuat dan perilaku yang handal. Kualitas. oleh sumber daya alamnya saja, melainkan SDM-nya juga.

BAB I PENDAHULUAN. dari yang diharapkan. Banyak siswa yang mempunyai perilaku menyimpang,

BAB I PENDAHULUAN. bermutu, suatu bangsa menyongsong masa depan yang lebih baik. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pendidikan dapat digunakan sebagai wahana dalam membangun

BAB I PENDAHULUAN. 1 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 2 Tahun 2008, Tentang Standar

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Jakarta : Logos. Wacana Ilmu, 2009), hlm. 140.

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

BAB VI PENUTUP. Pada bab ini akan dikemukakan mengenai A) Kesimpulan; B) Implikasi; dan C) Saran.

BAB I PENDAHULUAN. 2003), (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm Undang-undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) (UU RI No.

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. memahami ajaran Islam secara menyeluruh dan menghayati tujuan, yang pada

Bab I. Pendahuluan. semua manusia, sebuah kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi bagi

BAB I PENDAHULUAN. interaksi positif antara anak didik dengan nilai-nilai yang akan

BAB I PENDAHULUAN. pemahaman yang mereka miliki dan mereka butuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. maupun diluar sekolah. Mengingat demikian berat tugas dan pekerjaan guru, maka ia

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2004), hlm Netty Hartati, dkk, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. pada kedewasaan fisik belaka, akan tetapi dapat dipahami kedewasaan psikis. 1

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. hasil penelitian yang diperoleh dari hasil wawancara/interview, observasi dan dokumentasi

BAB I PENDAHULUAN. Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm 36.

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan maupun teori belajar dan merupakan penentu utama keberhasilan

BAB II. mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun sikap.12 Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang

BAB I PENDAHULUAN. manusia baik dalam hubungan dengan Tuhannya maupun berinteraksi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana dipahami bahwa para remaja berkembang secara integral,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Dalam Undang-Undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. (SISDIKNAS), UU RI No.20 Tahun 2003 beserta penjelasannya,(bandung: Nuansa Aulia, 2008), h.114

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN. Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 17 2

(Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2009), hlm Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi),

BAB I PENDAHULUAN. Sebaik-baik pakaian adalah pakaian takwa. (Q.S. Al- A raf/7: 26). 2

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V PEMBAHASAN. cukup, yakni pada rata-rata interval 31,13%. Hal tersebut disebabkan. untuk mengikuti dan melaksanakan kegiatan kegiatan keagamaan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan besar yang dihadapi oleh. umumnya dan dunia pendidikan khususnya adalah merosotnya moral peserta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia; ajaran itu dirumuskan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Islam yang akan menjadikan pendidikan berkualitas, individu-individu yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. analisis bahasan utama pada tesis ini ada tiga hal yaitu: 1. Bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya dan

BAB 1 PENDAHULUAN. proses pembelajaran kepada siswa (manusia) dalam upaya mencerdaskan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan Landasan, Teori, dan 234 Metafora

BAB I PENDAHULUAN. Kementrian Agama RI, Modul Bahan Ajar Pendidikan Dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) Guru Kelas RA, Jakarta, 2014, hlm. 112.

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan yang berguna dalam menjalani hidup. terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.

BAB I PENDAHULUAN Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari dunia, apabila

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB I PENDAHULUAN. yang serius. Banyak kritikan dari praktisi pendidikan, akademisi dan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 1 Zuhairi, dkk, Metodologi Pendidikan Agama (solo: Ramadhani, 1993), hal. 9.

BAB I PENDAHULUAN. rangka mewujudkan dinamika peradaban yang dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 5.

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung diluar kelas. Pendidikan tidak hanya bersifat formal, akan tetapi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Satuan Pendidikan ( KTSP ) tahun 2006 dinyatakan sebagai upaya membina

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Guru merupakan pendidik di sekolah yang menjalankan tugas

BAB I PENDAHULUAN. membawa kemaslahatan bagi umat manusia (rahmat lil alamin), baik di dunia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pendidikan sebagai suatu gejala budaya dalam masyarakat telah berlangsung baik

BAB I PENDAHULUAN. Karakter guru mempunyai pengaruh yang sangat besar sekali

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. dikenang sepanjang masa, sejarah akan menulis dikemudian hari. Di sekolahsekolah. pelajaran umum maupun mata pelajaran khusus.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian

BAB I PENDAHULUAN. Cipta, 2005), hlm.14. akhlak siswa kelas VII MTs MDI Jatirejo kecamatan Ampelgading Pemalang (Semarang: IAIN Walisongo), hlm.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran wajib di sekolah

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hlm Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual; Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pustaka Setia,Bandung, 2001, hlm Tim Pustaka Setia, UUD 45; Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami goncangan jiwa (tingkat menengah). 2

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM PEMBINAAN AKHLAK SISWA-SISWI SD NEGERI SALIT KAJEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

BAB V PEMBAHASAN. berikutnya adalah mengkaji hakikat dan makna temuan penelitian. Masing- masing

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai dua pengertian, yaitu pengertian yang bersifat umum dan

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanat dari Allah SWT dan sudah seharusnya orang tua. mendampingi dan mengawali perkembangan anak, sehingga anak dapat

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMA, MA, SMALB, SMK DAN MAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. Zulkarnain, Transformasi Nilai-nilai Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2008, hal.14 2

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Akhlak dapat terbentuk. Dalam kehidupan sehari-hari akhlak

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUANN. Kurikulum merupakan hal penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang penting dan memerlukan perhatian

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan faktor penting dalam memajukan bangsa dan negara. Pada pembukaan UUD 1945 alinea ke empat, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. muda untuk memperoleh serta meningkatkan pengetahuannya. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sementara seseorang seperti kelelhahan atau disebabkan obatobatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam ajaran Islam penanaman nilai aqidah akhlak bagi manusia merupakan hal yang sangat mendasar, karena itu nilai ini harus senantiasa ditanamkan sejak dini sampai dewasa. Kepribadian dan moral manusia sangat ditentukan oleh seberapa besar ajaran aqidah akhlak tertanam dalam jiwanya, artinya apabila seseorang memperoleh pendidikan aqidah akhlak dengan baik maka kemungkinan besar orang tersebut akan memiliki kepribadian dan moral yang baik. Sebaliknya apabila orang tersebut tidak memperoleh pendidikan aqidah akhlak, maka besar kemungkinan akan kurang mantap kepribadian dan moralnya, karena pada prinsipnya fungsi pendidikan Islam adalah "pembentukan kepribadian muslim yang mencakup sikap, ciri khas, cara berfikir dan jati diri 1 manusia. Menyadari hal yang demikian, lembaga pendidikan di bawah naungan Kementerian Agama menjadikan akidah akhlak sebagai pembelajaran yang utama sejak tingkat pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, bidang-bidang studi keislaman lainnya yang terkait dengan kompetensi yang diharapkan. Madrasah Aliyah merupakan lembaga pendidikan Islam yang berada di bawah naungan Kementerian Agama, yang menjadikan pendidikan akidah akhlak sebagai pendidikan utama yang diberikan kepada siswa. Tujuan pembelajaran akidah akhlak pada Madrasah Aliyah adalah: 1 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 224. 1

2 a. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan serta pengalaman peserta didik tentang akidah Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah Swt; b. Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan individu maupun sosial, sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai akidah Islam. 2 Memperhatikan tujuan di atas, maka dapat dipahami bahwa secara operasional perilaku setiap siswa yang telah diberi muatan akidah akhlak akan memiliki wawasan dan penampilan menurut yang dikehendaki ajaran Islam dan dicontohkan oleh Rasulullah Saw yang menjadi suri tauladan bagi umat Islam seperti ditegaskan dalam al-qur an surat al-ahzab ayat 21: Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. 3 Siswa yang sudah mendapat pendidikan aqidah akhlaq diharapkan penampilannya dalam keseharian diliputi oleh kristalisasi aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang tercermin melalui kepribadian yang utama (akhlakul karimah). Dia akan menjadi siswa yang rajin, patuh, aktif dan penuh 2 Direktorat Pendidikan Madrasah Dirjen Pendidikan Islam, Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata Pelajaran Akidah Akhlak Madrasah Aliyah (Jakarta: Kemenag RI, 2010), h. v. 3 Depag RI, Al-Qur an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Bumi Restu, 1995), h. 476.

3 kedisiplinan dalam kehidupannya sebagai wujud dari internalisasi nilai-nilai hasil belajar. Disiplin atau kepatuhan terhadap nilai atau norma yang berlaku pada dasarnya merupakan belajar dalam tinjauan pendidikan, sebab disiplin pada dasarnya adalah belajar untuk mengarahkan sikap mental ke arah kebaikan menuju peningkatan bertahap mencapai kedewasaan. Karena itu disiplin tidak identik dengan paksaan, sebab didalamnya terdapat unsur pembinaan, pengarahan dan pengawasan. 4 Karena itu seharusnya terdapat suatu rentang garis lurus antara produk pendidikan akidah akhlak dengan sikap patuh dan tertib terhadap norma atau nilainilai moral untuk dipatuhi dan dijalankan bersama dalam suatu komunitas (kelompok) dalam hal ini adalah masyarakat sekolah. Dengan demikian siswa yang telah memperoleh pendidikan akidah akhlak akan terbina dalam dirinya suatu sikap mental berupa kepatuhan dan kedisiplinan yang tidak kaku, melainkan kepatuhan yang tumbuh melalui proses internalisasi dalam dirinya yang berwujud suatu kesadaran. Sejalan dengan itu motivasi belajar siswa untuk mengikuti pendidikan akidah akhlak haruslah senantiasa dibangkitkan, sebab apabila siswa kurang memiliki motivasi belajar maka akan minimlah penguasaannya tentang materi ajar akidah akhlak yang selanjutnya akan minim pula pedoman baginya dalam berakhlakul karimah. Sebaliknya apabila siswa memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar akidah akhlak, maka ia akan lebih banyak memiliki pengetahuan h. 87. 4 Team Dosen FIF Malang, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Malang: IKIP Malang, 1981),

4 yang berguna dalam mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas kehidupannya disegala bidang 5 termasuk dalam hal kepatuhan melaksanakan tata tertib sekolah. Berkaitan dengan peningkatan motivasi belajar siswa ini, H. Nashar mengemukakan sebagai berikut: Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, juga peningkatan kualitas pemilikan dan penguasaan pengetahuan oleh siswa sangat berperan motivasimotivasi siswa yang belajar. Tanpa motivasi belajar dari siswa pengajaran tidak akan tercapai secara optimal. Oleh karena itu guru harus mengusahakan daya dan upaya di dalam setiap pelaksanaan kegiatan pembelajaran agar selalu membangkitkan motivasi belajar siswa. 6 Guru merupakan figur sentral yang memiliki peran strategis dalam aktivitasnya mengelola pembelajaran di dalam kelas. Keberhasilan seorang guru dalam mencapai tujuan pembelajaran sangat tergantung pada kemampuannya mengelola pembelajaran. Di tangan para guru terletak kemungkinan berhasil tidaknya tujuan pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah, di tangan guru pula bergantung masa depan siswa yang menjadi tumpuan harapan semua orang tua. Secara umum kemampuan mengajar para guru termasuk pada bidang studi akidah akhlak di Madrasah Aliyah masih kategori rendah, oleh karena itu perlu ditingkatkan lebih tinggi lagi. Kenyataan ini juga dipandang sebagai penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan para guru dalam mengelola pembelajaran, pihak Kementerian Agama secara terus menerus melakukan berbagai upaya dalam berbagai bentuk, misalnya menyelenggarakan 5 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, cet. IX (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), h. 15. 6 Nashar H, Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal dalam Kegiatan Pembelajaran, cet. II (Jakarta: Delia Press, 2004), h. 99.

5 seminar, pelatihan, penataran, workshop dan sebagainya yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar. Sekalipun upaya untuk meningkatkan kemampuan guru mengelola pembelajaran berbagai program dan upaya telah dilaksanakan, namun hal itu belum tentu telah melahirkan hasil yang maksimal, hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan-keluhan siswa tentang kemampuan guru yang masih kurang dalam mengelola pembelajaran, sehingga siswa merasa kurang termotivasi untuk belajar. Pengamatan sementara penulis bahwa kenyataan pada Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Model Medan, siswa secara umum sudah patuh melaksanakan tata tertib yang berlaku di sekolah, walaupun masih ada satu dua siswa yang masih pernah melanggarnya. Disisi lain motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran akidah akhlak sudah tergolong tinggi, demikian juga dengan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran sudah dianggap baik. Seakan telah terjadi garis rentang yang lurus sebagai penghubung antara kemampuan guru mengelola pembelajaran akidah akhlaq dan motivasi belajar siswa dengan kepatuhan siswa melaksanakan tata tertib sekolah. Benarkah demikian? Atau seberapa jauh kebenaran hasil pengamatan sementara penulis ini terjadi? Untuk mengetahui hasil yang sebenarnya tentang kemampuan guru mengelola pembelajaran dan motivasi belajar siswa serta hubungannya dengan kepatuhan siswa melaksanakan tata tertib di sekolah ini, penulis akan mencoba

6 melakukan penelitian dalam bentuk sebuah tesis yang berjudul: Hubungan Persepsi Tentang Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran dan Motivasi Belajar Aqidah Akhlak dengan Kepatuhan Siswa Melaksanakan Tata Tertib Sekolah di MAN 2 Model Medan. B. Identifikasi Masalah Pada lingkup tahap siswa merupakan masa yang penuh gejolak. Siswa adalah bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari sekolah. Perubahan sosial yang begitu cepat, kemudahan akses teknologi yang sedemikian maju, perbenturan antara nilai lokal dan nilai global menyebabkan pembentukan serta perkembangan moral siswa yang baik. Kondisi dan situasi yang sangat rawan terhadap Pendidikan adalah upaya untuk mendewasakan siswa yang memiliki identitas sebagai siswa sebenarnya. Penyimpangan tingkah laku siswa mencerminkan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Menemukan pendekatan dan strategi itulah diperlukan suatu penelitian yang memadai sehingga dapat memberikan bahan pertimbangan yang diperlukan seperti masih adanya halhal yang berkaitan dengan tata tertib sekolah yang belum tertangani dengan baik, harus ada paparan tentang sistem pengelolaan tata tertib sekolah yang dijadikan rujukan guna penanganan masalah-masalah ketertiban. Ketertiban sekolah sering dijadikan indikasi keberhasilan pembinaan mental dan tingkah laku siswa, latar belakang sosial keluarga dan lingkungan banyak memberikan pengaruh terhadap ketaatan melaksanakan tata tertib sekolah. Ketaatan dalam melaksanakan tata

7 tertib sekolah juga akan menumbuhkan dampak nuansa yang mendukung pembelajaran yang lebih optimal pada diri siswa dan pihak sekolah. C. Pembatasan Masalah Berkaitan dengan luasnya permasalahan serta agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam menanggapi isi atau uraian dalam lingkup pembahasan ini, maka berikut ini akan dijelaskan beberapa fokus utama dan indikator yang disajikan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: variabel kemampuan guru mengelola pembelajaran aqidah akhlak sebagai variabel X1, motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran aqidah akhlak sebagai variabel X2, sedangkan variabel Y adalah kepatuhan siswa melaksanakan tata tertib sekolah di MAN 2 Model Medan. Dalam penelitian ini juga dibatasi bahwa yang menjadi objek penelitian hanyalah siswa kelas XI, alasannya adalah siswa kelas X tidak diikutkan sebagai objek penelitian mengingat mereka masih baru masuk di sekolah. Sedangkan siswa kelas XII juga tidak diikutkan sebagai objek penelitian mengingat mereka sudah lebih cenderung mempersiapkan diri menghadapi Ujian Akhir Sekolah (UAS) dan Ujian Akhir Nasional (UAN). D. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana persepsi siswa tentang kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran aqidah akhlak di MAN 2 Model Medan?

8 2. Bagaimana motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran aqidah akhlak di MAN 2 Model Medan? 3. Bagaimana tingkat kepatuhan siswa melaksanakan tata tertib sekolah di MAN 2 Model Medan? 4. Apakah persepsi siswa tentang kemampuan guru mengelola pembelajaran dan motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran Aqidah Akhlak mempunyai hubungan yang signifikan baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama dengan kepatuhan siswa melaksanakan tata tertib sekolah di MAN 2 Model Medan? E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui persepsi siswa tentang kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran aqidah akhlak di MAN 2 Model Medan 2. Untuk mengetahui motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran aqidah akhlak di MAN 2 Model Medan. 3. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan siswa melaksanakan tata tertib sekolah di MAN 2 Model Medan. 4. Untuk mengetahui hubungan antara persepsi tentang kemampuan guru mengelola pembelajaran dan motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran Aqidah Akhlak baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama dengan kepatuhan siswa melaksanakan tata tertib sekolah di MAN 2 Model Medan.

9 F. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini dapat dipergunakan untuk menambah khasanah pengembangan pustaka ilmu pengetahuan secara umum dan secara khusus pada kajian lingkup pendidikan akhlak serta dapat digunakan sebagai referensi bagi yang akan melakukan penelitian sejenis. Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap kajian-kajian dan teoriteori yang berkaitan dengan persoalan tersebut. 2. Kegunaan Praktis Bagi Guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berharga dalam upaya meningkatkan pendidikan akhlak terutama di sekolah. Bagi Siswa, sebagai motivasi untuk meningkatkan sikap dan tingkah lakunya dalam melaksanakan tata tertib yang dibuat oleh sekolah. Bagi orang tua, sebagai bahan pertimbangan untuk lebih meningkatkan kualitas dalam mendidik dan memupuk pendidikan akhlak khususnya di lingkungan keluarga. Bagi Sekolah, diharapkan dapat memberikan masukan yang digunakan untuk melaksanakan tata tertib sebagai sarana pendidikan akhlak di sekolah dan menerapkan kebijakan-kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan pendidikan akhlak khususnya kepada siswa.