BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. resiko (secara psikologis), over energy dan sebagainya. Hal tersebut dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan tolong menolong. Memberikan pertolongan atau menolong sesama termasuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

KORELASI ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEMEN TAHUN AJARAN 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

BABI PENDAHULUAN. Dalam menjalani suatu kehidupan, banyak orang yang mempunyai pemikiran

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung secara aktif dan integratif untuk mencapai suatu

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. membentak, dan berbicara kasar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa agresivitas

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifatsifat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. alkohol, napza, seks bebas) berkembang selama masa remaja. (Sakdiyah, 2013). Bahwa masa remaja dianggap sebagai suatu masa dimana

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja dikenal dengan masa yang penuh dengan pergolakan emosi yang diiringi

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

Definisi remaja menurut para ahli - Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yaitu diawali dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 10 KOTA JAMBI. Oleh: HENNI MANIK NIM:ERA1D009123

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan menjadi cerdas, terampil, dan memiliki sikap ketakwaan untuk dapat

IDENTIFIKASI KONSEP DIRI SISWA YANG MEMILIKI PRESTASI BELAJAR RENDAH DI KELAS VIII SMP NEGERI 8 KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu konflik/masalah (Nashori, 2008). Sebagian orang mungkin ada yang merasa

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

Oleh: Deasy Wulandari K BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Siswa SMA pada umumnya berusia 16 sampai 19 tahun dan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB V PEMBAHASAN. program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang menyangkut remaja kian hari kian bertambah, baik itu dari sosial

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

HUBUNGAN INTERAKSI SOSIAL, KONSEP DIRI, DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI DI KECAMATAN PITURUH

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa yang sangat penting. Masa remaja adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB II LANDASAN TEORITIK

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR DIAGRAM... ix. DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah...

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

I. PENDAHULUAN. lalu lintas, dan lain sebagainya (Soekanto, 2007: 101). undang-undang yang berlaku secara sah, sedangkan pelaksananya adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB 1 PENDAHULUAN. individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. individu tentang dirinya sendiri inilah yang disebut konsep diri.

BAB I PENDAHULUAN. cenderung bereaksi dan bertindak dibawah reaksi yang berbeda-beda, dan tindakantindakan

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik artinya orang tersebut memiliki kecerdasan emosional. Bar-On (1992,

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan seseorang untuk menyadari realitas di sekitarnya, yang

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa dewasa (Rumini, 2000). Berdasarkan World Health. Organization (WHO) (2010), masa remaja berlangsung antara usia 10-20

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan dimana perubahan secara fisik dan psikologis dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Hurlock, 2006). Perubahan psikologis yang terjadi pada remaja meliputi intelektual, kehidupan emosi, dan kehidupan sosial. Perubahan fisik mencakup organ seksual yaitu alat-alat reproduksi sudah mencapai kematangan dan mulai berfungsi dengan baik (Sarwono, 2011). Di masa peralihan ini, banyak kendala yang akan dihadapi remaja akibat berbagai perubahan, yang semua itu dapat menimbulkan rasa cemas dan ketidaknyamanan. Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari aktivitas yang dilakukannya bersama teman-teman sebaya dalam kehidupan sehari-hari. Apabila aktivitas yang dijalani remaja bersama temanteman sebayanya tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka remaja seringkali meluapkan kelebihan energinya ke arah yang negatif, misalnya seperti tawuran pelajar, agresifitas, bullying, dll. Banyaknya remaja yang terlibat dalam tawuran dan mengumpat menjadi sangat mengkhawatirkan, mengingat salah satu tugas perkembangan pada masa remaja adalah menjadi warga negara yang bertanggungjawab. Dimana untuk dapat mewujudkan tugas ini, umumnya remaja berusaha mempersiapkan diri dengan menempuh pendidikan formal dan non formal agar memiliki taraf ilmu pengetahuan, keterampilan / keahlian yang professional (Havighurst dalam Dariyo, 2004). Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengendalikan suasana hati, hal tersebut tidak terlepas dari bermacam pengaruh, seperti pengaruh lingkungan sekolah, teman sebaya, dan aktivitas-aktivitas lain yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Remaja membutuhkan dukungan kematangan perkembangan penalaran moral, terutama dari lingkungan dengan memiliki hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, maka orang tersebut akan mampu mengendalikan emosinya (Nur & Ekasari, 2008). Remaja yang bisa mengenali dan menguasai emosinya akan lebih percaya diri, lebih baik prestasinya dan akan menjadi orang dewasa yang memiliki gambaran diri positif, hal ini merupakan bagian dari konsep diri (Aprilia & Indrijati, 2014).

Konsep diri merupakan kumpulan keyakinan dan persepsi diri terhadap diri sendiri yang terorganisir (Baron & Byrne, 2003). Menurut Hamachek (dalam Rakhmat, 2001) mengatakan bahwa remaja yang memiliki konsep diri positif akan sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan yang ada pada dirinya. Maka remaja tersebut akan terlihat lebih optimis, mampu mengenali emosinya dengan baik, penuh percaya diri, mampu memotivasi dirinya dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya, selain itu, remaja juga mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang (Nur & Ekasari, 2008). Sedangkan, dengan konsep diri yang negatif, remaja cenderung menolak kritikan terhadap dirinya karena ia merasa tingkah laku yang dilakukan itu sudah benar, tidak patuh pada peraturan dan kurang mampu bertahan ketika menghadapi masalah. Montana (dalam Respati dkk, 2006) memberikan ciri-ciri tingkah laku individu yang mempunyai konsep diri negatif adalah menghindari peran-peran pemimpin, menghindari kritikan dan tidak mau mengambil resiko, kurang mempunyai kemampuan untuk bertahan terhadap tekanan, kurang memiliki motivasi belajar dan bekerja, serta umumnya ia mempunyai kesehatan emosi dan psikologis yang kurang baik. Indrayana & Hendrati (2013) menjelaskan bahwa secara alami konsep diri seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang paling menonjol dalam pembentukan konsep diri remaja adalah kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengendalikan impuls emosional, kemampuan untuk membaca perasaan orang lain, dan kemampuan untuk membina hubungan yang baik dengan orang lain (Goleman, 2009). Indrayana & Hendrati (2013) menjelaskan bahwa seorang remaja yang memiliki sikap dan perilaku positif tentunya merupakan remaja yang memiliki kemampuan dalam pengendalian diri yang baik, mampu menunjukkan perasaannya dengan baik sesuai dengan tempat dan waktu yang tepat. Remaja tersebut dapat dikatakan sebagai remaja yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Agung & Matulessy (2012) mengatakan bahwa perilaku agresivitas yang muncul dikalangan remaja pada dasarnya terkait erat dengan perkembangan psikis dalam dirinya. Salah satu faktor psikis yang berpengaruh adalah tingkat kecerdasan emosional, tinggi rendahnya kecerdasan emosional pada remaja memiliki pengaruh yang cukup vital dalam meminimalkan munculnya kecenderungan perilaku agresif remaja, karena didalam kecerdasan emosional

terdapat komponen-komponen perilaku yang mampu menjadi pengendali terhadap potensi munculnya perilaku agresif. Berdasarkan hasil survei dilapangan, diperoleh data bahwa SMK Taruna Karya 1 Karawang terkenal dengan sejarahnya yang sering terjadi tawuran dengan SMK swasta lainnya di kota Karawang. Fenomena ini diberitakan oleh salah satu koran lokal, selasa (24/2/2015) berawal dari ulang tahun SMK Taruna Karya 1 Karawang, puluhan pelajar yang sejak selasa pagi berkumpul, mempersenjatai diri dengan berbagai alat pembunuh. Mulai dari parang, gear, hingga celurit. Seperti sudah direncanakan sebelumnya, untuk mengelabui petugas keamanan, lokasi tawuran pun dilakukan di berbagai titik. Alhasil, korban bacok hingga tewas pun berjatuhan (Radar Karawang, 2015). Selain itu, di tahun sebelumnya terjadi tawuran di bulan yang sama, diberitakan dalam okezone.com (2014) tawuran pelajar di Kabupaten Karawang, senin (24/2/2014) sore, memakan korban jiwa. Seorang alumnus sebuah SMK swasta tewas ditusuk di Jalan Raya Interchange Karawang Barat. Korban, Septian (20), mendapat lima tusukan di dada, leher, serta kepala. Septian merupakan alumni SMK Taruna Karya 1 Karawang yang menjadi korban penusukan oleh para siswa sekolah yang pernah menjadi lawannya dulu. Dari hasil wawancara singkat dengan guru BK SMK Taruna Karya 1 Karawang, dapat diambil kesimpulan jika sekolah sendiri sudah cukup banyak mengupayakan cara agar meminimalisir terjadinya tawuran. Namun kembali lagi kepada siswanya masingmasing. Tiap-tiap individu pasti memiliki cara berpikir dan kemampuan mengelola emosi yang berbeda. Guru BK SMK Taruna Karya 1 Karawang mengakui bahwa hampir setiap tahun siswa SMK Taruna Karya 1 Karawang terlibat dalam tawuran antar pelajar, biasanya tawuran tersebut terjadi setiap tanggal 24 Februari, dikarenakan pada tanggal tersebut SMK Taruna Karya 1 Karawang berulangtahun. Berulangnya kasus tawuran tersebut, maka pihak sekolah mencoba untuk mencegahnya dengan cara meliburkan siswa dari kegiatan belajar mengajar, tetapi dengan demikian siswa-siswanya masih menjalankan kegiatan yang merugikan di luar lingkungan sekolah dan anehnya lagi hampir seluruh SMK swasta hadir dalam pertemuan pelajar yang berujung pada tawuran. Selain itu, menurut guru BK juga, siswa SMK Taruna karya 1 Karawang sering mengumpat atau mengucapkan perkataan yang keji, kotor, kasar, dsb yang diucapkan karena marah, jengkel, dan kecewa. Bentuk lain kemarahan yang ditunjukan oleh siswa SMK Taruna karya 1 Karawang adalah mogok sekolah.

Dari data kasus yang berada pada guru BK, tercatat 23 siswa yang terlibat dalam tawuran pada tahun 2015, 86 siswa mogok sekolah akibat mendapat teguran dari guru, dan hampir semua siswa (90%) terdengar mengucapkan perkataan kotor / mengumpat ketika berbicara dengan siswa lainnya terlebih ketika siswa marah kepada teman / guru. Menurut pendapat guru BK, anak-anak yang seperti itu adalah anak-anak pemalas dengan motivasi belajar yang rendah. Dari kasus di atas maka dapat disimpulakan bahwa remaja yang terlibat tawuran, mogok sekolah dan sering mengumpat tidak memiliki kecerdasan emosional yang baik. Aprilia & Indrijati (2014) mengungkapkan bahwa perilaku delinkuensi atau kenakalan pada remaja yang diakibatkan oleh luapan emosi terjadi dikarenakan remaja kurang dapat mengelola emosinya, sehingga ia menilai dirinya secara negatif. Remaja yang menilai dirinya secara negatif dapat dikatakan memiliki konsep diri yang rendah, sedangkan remaja yang memiliki konsep diri positif akan mampu menerima kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya, serta mampu mengelola emosi dan memotivasi dirinya, sehingga dapat diartikan bahwa remaja tersebut memiliki kecerdasan emosional yang baik (Nur & Ekasari, 2008). Hal ini terbukti dari hasil penelitian Nur & Ekasari (2008) menunjukan bahwa adanya hubungan positif antara konsep diri dengan kecerdasan emosional pada remaja, yang berarti bahwa semakin tinggi (positif) konsep diri remaja, maka akan semakin tinggi kecerdasan emosionalnya. Dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik untuk mengetahui dan membuktikan apakah benar terdapat hubungan antara konsep diri dengan kecerdasan emosional pada remaja di SMK Taruna Karya 1 Karawang. 1.2 Identifikasi Masalah Dari permasalahan di atas, peneliti mengidentifikasi masalah-masalah yang ada dalam penelitian ini yaitu, remaja yang memiliki konsep diri negatif, cenderung menolak kritikan terhadap dirinya karena ia merasa tingkah laku yang dilakukan itu sudah benar, tidak patuh pada peraturan dan tidak bisa bertahan ketika menghadapi masalah, hal ini menyebabkan remaja kurang mampu untuk mengendalikan emosinya. Sedangkan remaja yang memiliki konsep diri positif akan mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang (Nur & Ekasari, 2008).

Gejolak energi remaja yang meluap-luap membuat remaja seringkali meluapkan kelebihan energinya ke arah yang negatif, misalnya seperti tawuran pelajar, agresivitas, bullying, dll. Hal ini menandakan bahwa remaja tidak memiliki kecerdasan emosional yang baik. Sedangkan Remaja yang memiliki kecerdasan emosional yang baik, mampu memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosinya, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan reaksi emosional sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif (Nur & Ekasari, 2008). 1.3 Rumusan Masalah Untuk memperjelas permasalahan yang akan diteliti, peneliti merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : Apakah terdapat hubungan antara konsep diri dengan kecerdasan emosional pada remaja di SMK Taruna Karya 1 Karawang? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Peneliti mampu membuktikan hubungan antara konsep diri dengan kecerdasan emosional pada remaja di SMK Taruna Karya 1 Karawang. Tujuan Khusus a) Peneliti mampu menjelaskan bentuk hubungan antara konsep diri dengan kecerdasan emosional pada remaja di SMK Taruna Karya 1 Karawang. b) Peneliti mampu menjelaskan konsep diri. c) Peneliti mampu menjelaskan kecerdasan emosional. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan untuk melakukan pengembangan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Adapun manfaat yang diharapkan adalah : a) Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memajukan bidang ilmu psikologi perkembangan dan psikologi sosial, selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat

menjadi referensi untuk peneliti lain, agar penelitian ini dapat di gunakan sebagai informasi dan bahan acuan untuk meneliti lebih lanjut dalam penelitian yang sejenis. b) Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para siswa, agar mampu berusaha untuk memiliki konsep diri yang positif dan dapat mengendalikan gejolak emosi yang terjadi akibat perubahan-perubahan yang dialami. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan tambahan informasi bagi para pendidik di sekolah tentang konsep diri dan kecerdasan emosional pada remaja, agar dapat mengurangi tingkat perselisihan / tawuran antar pelajar, mengurangi jumlah siswa yang mogok sekolah, dan mengurangi perilaku mengumpat yang dilakukan siswa. 1.6 Metode Penelitian Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah tipe penelitian korelasional dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik survey. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosional dan variabel bebasnya adalah konsep diri. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X dan XI SMK Taruna Karya 1 Karawang. Pengisian alat ukur dilakukan oleh sebagian siswa kelas X dan XI SMK Taruna Karya 1 Karawang yang terpilih sebagai sampel penelitian. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini digunakan teknik probability sampling dengan jenis simple random sampling, dimana semua populasi mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian. Alat ukur yang digunakan untuk mengambil data adalah instrumen berupa kuesioner. Ada 2 kuesioner yang digunakan dibuat oleh peneliti sendiri yaitu, untuk mengukur konsep diri digunakan skala konsep diri dengan mengacu pada dimensi konsep diri dari teorinya William H. Fitts (dalam Agustiani, 2009). Sedangkan untuk mengukur kecerdasan emosional dapat diukur dengan menggunakan skala kecerdasan emosional yang disusun berdasarkan aspek kecerdasan emosional dari teorinya Daniel Goleman (2009).