BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).

BAB II LANDASAN TEORI. adalah kemampuan yang membuat individu lebih dihargai oleh orang lain.

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan memiliki kemampuan untuk mengelaborasi masalah dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. prenatal sampai fase lanjut usia. Di antara rentang fase-fase tersebut salah

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. variabel-variabel yang diambil dalam penelitian ini.

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan

I. PENDAHULUAN. Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB I PENDAHULUAN. sempurna. Dipercayai bahwa salah satu kunci keberhasilan hidup manusia

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak akan bisa tahan untuk hidup sendiri di dunia ini. Hal ini

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu konflik/masalah (Nashori, 2008). Sebagian orang mungkin ada yang merasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004). Kompetensi menurut Poerwadarminta (dalam Anastasia, 2004) adalah suatu kesanggupan, kecakapan, dan kekuatan yang dapat diukur dari tingkah laku. Kesanggupan, kecakapan, dan kekuatan yang dimiliki misalnya menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Sementara yang dimaksud dengan hubungan interpersonal menurut Kartono (dalam Anastasia, 2004) adalah hubungan antara individu-individu, di mana individu yang satu dengan yang lain saling memengaruhi. Dalam kaitan dengan hubungan interpersonal, kompetensi interpersonal menurut Spitzberg dan Cupach (dalam Anastasia, 2004) adalah kemampuan individu untuk melakukan komunikasi secara efektif. Ditambahkan oleh De Vito (dalam Anastasia, 2004) berkomunikasi secara efektif tersebut ditandai oleh karakteristik-karakteristik psikologis tertentu yang sangat mendukung dalam menciptakan dan membina hubungan antar pribadi yang baik dan memuaskan. Di dalamnya termasuk pengetahuan tentang konteks yang ada dalam interaksi, pengetahuan tentang perilaku non-verbal orang lain, kemampuan untuk 9

10 menyesuaikan komunikasi dengan konteks dari interaksi yang sedang berlangsung, menyesuaikan dengan orang yang ada dalam interaksi tersebut. Buhrmester dkk (dalam Nashori, 2003) mengatakan bahwa kompetensi interpersonal meliputi kemampuan berinisiatif membina hubungan interpersonal, kemampuan membuka diri, kemampuan bersikap asertif, kemampuan untuk memberikan dukungan emosional dan kemampuan untuk mengelola dan mengatasi konflik-konflik yang timbul dalam hubungan interpersonal. Dari beberapa teori di atas peneliti ingin menggunakan definisi dari Buhrmester dkk hal ini dikarenakan definisi dari Buhrmester dkk sudah mencakup semua pengertian dari teori-teori kompetensi interpersonal yang sudah peneliti tuliskan yang mana definisi dari Buhrmester dkk (dalam Nashori, 2003) mengatakan bahwa kompetensi interpersonal meliputi kemampuan berinisiatif membina hubungan interpersonal, kemampuan membuka diri, kemampuan bersikap asertif, kemampuan untuk memberikan dukungan emosional dan kemampuan untuk mengelola dan mengatasi konflik-konflik yang timbul dalam hubungan interpersonal. 2. Aspek-aspek Kompetensi Interpersonal Kompetensi interpersonal memiliki beberapa aspek. Menurut Buhrmester dkk. (dalam Nashori, 2003), kompetensi interpersonal meliputi aspek-aspek berinisiatif untuk memulai suatu hubungan interpersonal, kemampuan membuka diri, kemampuan untuk bersikap asertif,

11 kemampuan untuk memberikan dukungan emosional kepada orang lain, serta kemampuan mengelola dan mengatasi konflik dengan orang lain, yang mana penjelasan setiap aspek-aspek kompetensi interpersonal dari Buhrmester dkk tersebut diuraikan oleh Nashori. a. Kemampuan Berinisiatif. Menurut Buhrmester dkk. (dalam Nashori, 2003), inisiatif adalah usaha untuk memulai suatu bentuk interaksi dan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan sosial yang lebih besar. b. Kemampuan untuk Bersikap Terbuka (Self Disclosure). Kemampuan membuka diri sangat berguna agar perkenalan yang sudah berlangsung dapat berkembang ke hubungan yang lebih pribadi dan mendalam. Kartono dan Gulo (dalam Nashori, 2003) mengungkapkan bahwa self disclosure adalah suatu proses yang dilakukan seseorang hingga dirinya dikenal oleh orang lain. Dalam pengungkapan diri, menurut Wrightsman dan Deaux (dalam Nashori, 2003), seseorang mengungkapkan informasi yang bersifat pribadi mengenai dirinya dan memberikan perhatian kepada orang lain, sebagai suatu bentuk penghargaan yang akan memperluas kesempatan terjadinya sharing. c. Kemampuan untuk Bersikap Asertif. Dalam konteks komunikasi interpersonal seringkali harus mampu mengungkapkan ketidaksetujuan atas berbagai macam hal atau peristiwa yang tidak sesuai dengan alam pikirannya. Itu berarti

12 diperlukan adanya asertivitas dalam diri orang tersebut. Menurut Perlman dan Cozby (dalam Nashori, 2003), asertivitas adalah kemampuan dan kesediaan individu untuk mengungkapkan perasaan-perasaan secara jelas dan dapat mempertahankan hak-haknya dengan tegas. Diungkapkan oleh Calhoun dan Acocella (dalam Nashori, 2003), bahwa kemampuan bersikap asertif adalah kemampuan untuk meminta orang lain untuk melakukan sesuatu yang diinginkan atau menolak untuk melakukan hal yang tidak diinginkan. d. Kemampuan Memberikan Dukungan Emosional. Kemampuan memberikan dukungan emosional sangat berguna untuk mengoptimalkan komunikasi interpersonal antardua pribadi. Menurut Barker dan Lemle (dalam Nashori, 2003), dukungan emosional mencakup kemampuan untuk menenangkan dan memberi rasa nyaman kepada orang lain ketika orang tersebut dalam keadaan tertekan dan bermasalah. Kemampuan ini lahir dari adanya empati dalam diri seseorang. Menurut Kartono dan Gulo (dalam Nashori, 2003), empati adalah kemampuan untuk memahami perasaan emosi orang lain. Orang yang memiliki kemampuan untuk berempati tinggi akan memiliki keinginan untuk menolong yang tinggi pula. e. Kemampuan dalam Mengatasi Konflik. Setiap hubungan antar pribadi mengandung unsur-unsur konflik atau perbedaan kepentingan. Johnson (dalam Nashori, 2003) mengatakan konflik

13 merupakan situasi yang ditandai oleh adanya tindakan salah satu pihak yang menghalangi, menghambat, dan mengganggu tindakan pihak lain. Dalam situasi konflik terjadi empat kemungkingan, yaitu memutuskan untuk mengakhiri hubungan, mengharapkan keadaan membaik dengan sendirinya, menunggu masalah lebih memburuk, dan berusaha menyelesaikan permasalahan (dalam Nashori, 2003). Sementara, the personal psychology centre (dalam Nashori, 2000) menyatakan 8 aspek kompetensi interpersonal yaitu : a. Kemampuan Empati Yaitu kemampuan untuk dapat merasakan apa yang sedang dirasakan oleh orang lain. b. Kemampuan Membangun Diri Yaitu kemampuan membangun, memotivasi, mendukung diri sendiri, seperti konsep diri yang positif. c. Kemampuan Bekerja Sama Yaitu kemampuan melakukan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan dengan orang lain, seperti perilaku saling bekerja sama dalam suatu kepantiaan. d. Kemampuan dalam Negosiasi Yaitu kemampuan untuk melakukan perundingan atau negosiasi dengan orang lain atau dapat melakukan hubungan persuasif dengan orang lain.

14 Seperti menjadi juru bicara terhadap pihak yang sedang bertikai. e. Kemampuan Diplomasi Yaitu kemampuan untuk melakukan hubungan dengan sekelompok orang atau organisasi guna tujuan yang lebih besar. f. Kemampuan Manajemen Konflik Kemampuan untuk memecahkan masalah dan mencari solusi atau nasalah yang sedang dihadapi dengan tidak ada pihak yang dirugikan. g. Kemampuan Menghargai Orang Lain Kemampuan untuk menghargai dan menghormati orang lain dan memperlakukan orang lain dengan hormat. h. Kemampuan Menjadi Tim Kemampuan untuk dapat bekerja sama dengan orang lan dalam suatu kelompok kerja, sehingga dapat menjadi tim kerja yang kompak dan produktif. Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan menggunakan aspek kompetensi interpersonal dari Buhrmester dkk (dalam Nashori, 2003) yaitu lima aspek yang meliputi kemampuan berinisiatif, kemampuan untuk bersikap terbuka (self disclosure), kemampuan untuk bersikap asertif, kemampuan memberikan dukungan emosional, kemampuan dalam mengatasi konflik. Untuk selanjutnya kelima aspek tersebut akan dijadikan indikator alat ukur kompetensi interpersonal dalam penelitian, untuk

15 mengungkap sejauh mana kompetensi interpersonal subjek penelitian. 3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kompetensi Interpersonal Faktor-faktor yang dinilai memiliki peranan terhadap kompetensi interpersonal adalah faktor-faktor internal individu, di antaranya adalah konsep diri (dalam Nashori, 2003) dan kematangan beragama. Sejauh mana tingkat kompetensi interpersonal seseorang juga bergantung kepada sejauh mana persepsi seseorang terhadap dirinya. Kalau persepsi terhadap diri sendiri positif, seseorang akan cenderung melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain secara baik. Konsep diri yang ada dalam diri seseorang diduga memiliki sumbangan terhadap kompetensi interpersonal seseorang. Hasil penelitian Nashori (dalam Nashori, 2003) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konsep diri dan kompetensi interpersonal mahasiswa. Semakin tinggi konsep diri semakin tinggi kompetensi interpersonalnya. Kematangan beragama yang ada dalam diri seseorang juga memengaruhi kompetensi interpersonalnya. Bila individu dapat mengetahui dan menghayati ajaran agama secara mendalam, serta memiliki konsistensi moral terhadapnya, mereka memiliki sebagian dari ciri-ciri orang yang matang dalam beragama. Orang yang memiliki kematangan beragama dinilai memiliki modal untuk memiliki kompetensi interpersonal. Hasil penelitian yang dilakukan Nashori (2003) menunjukkan bahwa semakin

16 tinggi kematangan beragama semakin tinggi kompetensi interpersonalnya. Menurut Willis (1981) ada dua faktor yang memengaruhi kompetensi interpersonal yaitu faktor internal yang berasal dari dalam diri individu yang merupakan karakteristik yang khas dari diri individu dan faktor eksternal yaitu faktor di luar individu yang memengaruhi kompetensi interpersonal seseorang. a. Faktor Internal Menurut Willis (1981) terdapat tujuh faktor internal dalam kompetensi interpersonal, yaitu : 1. Usia Semakin individu bertambah usia, bertambah dewasa individu semakin banyak melakukan kontak dengan orang lain individu belajar bagaimana bersikap terhadap orang lain. 2. Jenis Kelamin Pada hakekatnya laki-laki dan perempuan mempunyai kompetensi interpersonal yang sama. 3. Konsep Diri Merupakan kemampuan untuk menerima diri apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangan. Dengan konsep diri seseorang dapat memiliki cara pandang yang menyeluruh tentang dirinya sendiri berdasarkan pengalaman dan interaksi dengan orang lain. 4. Kemampuan Menyesuaikan Diri

17 Kemampuan seseorang dalam melakukan penyesuaikan secara wajar dengan lingkungan sekitarnya. 5. Kemampuan Berempati Kemampuan untuk merasakan apa yang orang lain rasakan. Empati merupakan inti dari hubungan interpersonal. 6. Kemampuan Menghargai Orang lain Untuk dapat diterima oleh orang lain, maka individu harus bisa untuk dapat menghargai orang lain dengan baik. 7. Kemampuan Berkomunikasi Dengan melakukan komunikasi dengan baik, maka apa yang individu sampaikan dapat di tangkap dengan baik oleh lawan bicaranya. b. Faktor Eksternal Menurut Willis (1981) terdapat empat faktor eksternal dalam kompetensi interpersonal, yaitu: 1. Lingkungan Lingkungan tempat tinggal berpengaruh besar terhadap perkembangan jiwa seseorang bila lingkungan menunjang. Seperti adanya fasilitas yang memadai untuk saling berinteraksi, maka diharapkan pula individu akan menampilkan sikap yang bersahabat dalam pergaulan. 2. Pola Asuh Orang Tua

18 Di dalam keluarga, anak akan menuruni perasaan dan sikap, di samping bahasa, tingkah laku dan perbuatan orang tua untuk berperilaku. 3. Latar Belakang Sosial Pendidikan dan Ekonomi Latar belakang sosial pendidikan dan ekonomi sangat besar pengaruhnya terhadap kompetensi interpersonal masing-masing remaja. 4. Dominasi Kelompok Pergaulan pada remaja sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, terutama oleh dominasi kelompok sekitar maupun di dalam lingkungan di mana remaja itu berada. Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kompetensi interpersonal yaitu: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah Usia, Jenis Kelamin, Konsep diri, kemampuan penyesuaian diri, kemampuan berempati, kemampuan menghargai orang lain dan kemampuan berkomunikasi. Sedangkan yang termasuk faktor eksternal antara lain lingkungan, pola asuh orang tua, status sosial ekonomi, dominasi kelompok dan latar belakang pendidikan. B. Kematangan Emosi 1. Pengertian Kematangan Emosi Menurut kamus psikologi (Kartono dan Gulo, 2003) kematangan emosi merupakan proses dimana individu

19 menjadi dewasa secara emosional, tidak terombang-ambing oleh motif-motif kekanak-kanakan dan terkadang sering dikaitkan dengan kematangan sosial. Budiharjo (dalam Prastyaningsih, 2005) menyatakan bahwa kematangan emosi adalah kecenderungan untuk mengadakan tanggapan emosional yang matang sesuai usia seseorang dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dictionary of Behavioral Science karangan Wolman (dalam Pratiwi, 2005) mendefinisikan kematangan emosi sebagai kondisi yang ditandai oleh perkembangan emosi dan permunculan perilaku emosi yang tepat sesuai dengan usia dewasa daripada bertingkah laku seperti anak-anak. Green (dalam Safaria dan Farni, 2006) yang menyatakan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri, menempatkan diri, dan menghadapi berbagai kondisi dengan suatu cara tertentu Chaplin (2001) mengartikan kematangan emosi adalah kedewasaan psikologis yang merupakan perkembangan sepenuhnya dari intelegensi dan proses emosional. Sedangkan Meichati (1983) mengungkapkan bahwa kematangan emosi adalah kesanggupan untuk menghadapi tantangan hidup yang ringan maupun berat. Menurut Walgito (2002) bila seseorang telah matang emosinya, telah dapat mengendalikan emosinya, maka individu akan dapat berpikir secara matang, berpikir secara baik, dan berpikir secara obyektif. Dari beberapa teori di atas peneliti ingin menggunakan definisi dari Walgito hal ini dikarenakan

20 definisi dari Walgito sudah mencakup semua pengertian dari teori-teori kematangan emosi yang sudah peneliti tuliskan yang mana definisi dari Walgito (2002) yang menyatakan bahwa bila seseorang telah matang emosinya, telah dapat mengendalikan emosinya, maka individu akan dapat berpikir secara matang, berpikir secara baik, dan berpikir secara obyektif. 2. Aspek-aspek Kematangan Emosi Menurut Walgito (2002) mengenai kematangan emosi ada beberapa tanda yang dapat diberikan yaitu : a. Dapat menerima keadaan diri sendiri maupun orang lain seperti apa adanya sesuai dengan keadaan obyektifnya. Hal ini disebabkan oleh orang yang telah matang emosinya dapat berpikir secara baik dan obyektif. b. Tidak bersifat impulsif yaitu merespon stimulus dengan cara berpikir baik, dapat mengatur pikirannya untuk memberikan tanggapan terhadap stimulus yang mengenainya. c. Dapat mengontrol emosi dan ekspresi emosi secara baik. d. Dapat berpikir obyektif sehingga orang yang telah matang emosinya akan bersifat sabar, penuh pengertian dan pada umumnya cukup mempunyai toleransi yang baik. e. Mempunyai tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak mudah mengalami frustrasi dan akan menghadapi masalah dengan penuh pengertian.

21 Menurut Anderson (dalam Mappiare, 1983) aspekaspek kematangan emosi terdiri dari : a. Kasih sayang Individu mempunyai rasa kasih sayang yang dalam dan dapat diwujudkan secara wajar terhadap orang lain untuk pengembangan drinya. b. Emosi terkendali Individu dapat mengendalikan perasaannya terutama terhadap orang lain. c. Emosi terbuka-lapang Individu menerima kritik dan saran dari orang lain sehubungan dengan kelemahan yang diperbuat demi pengembangan diri. Hurlock (1991) mengemukakan ciri-ciri individu yang telah memiliki kematangan emosi adalah : a. Adanya kontrol emosi Individu yang masak emosinya akan berusaha untuk mengontrol dan mengendalikan emosi sehingga tingkah lakunya dapat diterima oleh masyarakat. b. Self-knowledge Pengetahuan akan diri yang berhubungan dengan matang emosi seseorang akan mempelajari kontrol untuk memuaskan kebutuhannya. c. Penggunaan mental kritis Orang yang matang emosinya akan menilai secara kritis sebelum merespon emosinya.

22 Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan menggunakan aspek kematangan emosi dari Walgito (2002) yaitu lima aspek yang meliputi menerima keadaan diri sendiri, tidak bersifat impulsif, memiliki kontrol emosi, berpikir obyektif, dan memiliki tanggung jawab. Karena kelima aspek tersebut sudah mencakup semua aspek yang dikemukakan oleh Anderson (dalam Mappiare, 1983). Untuk selanjutnya kelima aspek tersebut akan dijadikan indikator alat ukur kematangan emosi dalam penelitian, untuk mengungkap sejauh mana kematangan emosi subjek penelitian. 3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kematangan Emosi Young (1985) menyatakan 3 faktor yang memengaruhi kematangan emosi seseorang, yaitu a. Faktor lingkungan individu yang bersangkutan termasuk lingkungan keluarga, sosial, dan masyarakat. b. Faktor pengalaman, yaitu pengalaman hidup yang diperoleh individu akan memengaruhi kematangan emosinya. Pengalaman yang menyenangkan akan memberi pengaruh positif terhadap individu, akan tetapi pengalaman yang tidak menyenangkan bila terulang akan dapat memberikan pengaruh negatif terhadap individu maupun kematangan emosi individu tersebut. c. Faktor individu, persepsi pada setiap individu dalam mengartikan suatu hal yang dapat menimbulkan gejolak emosi pada diri individu. Hal ini disebabkan oleh pikiran negatif, tidak realistis, dan tidak sesuai kenyataan.

23 Hurlock (1991) mengungkapkan faktor-faktor yang memengaruhi kematangan emosi yaitu, adanya tegangan emosi, faktor keluarga seperti pemberian kasih sayang, rasa aman, dan perhatian yang membantu seseorang menghadapi masalahnya. C. Remaja Tengah 1. Pengertian Remaja Tengah Menurut Konopka, (dalam Agustiani, 2006), secara umum membagi masa remaja menjadi tiga bagian, yaitu : Masa remaja awal (12-15 tahun), Masa remaja pertengahan (15-18 tahun), masa remaja akhir (19-22 tahun). Masa remaja menurut Mönks dkk (1999) secara global berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun : masa remaja awal, 15-18 tahun : masa remaja pertengahan, 18-21 tahun : masa remaja akhir. Dari beberapa teori di atas peneliti ingin menggunakan definisi dari Mönks dkk (1999) hal ini dikarenakan definisi dari Mönks dkk sudah memiliki kesamaan dari definisi-definisi remaja tengah yang sudah peneliti tuliskan yang mana definisi remaja tengah menurut Mönks dkk (1999) menyatakan bahwa remaja tengah dimulai dari usia 15 hingga 18 tahun 2. Ciri-ciri Masa Remaja Tengah Menurut Konopka (dalam Agustiani, 2006) ciri-ciri remaja tengah yaitu : a. Berkembangnya kemampuan berpikir yang baru

24 b. Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self-directed). c. Remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan impulsivitas, dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin dicapai d. Penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu. 3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja Tengah Pikunas (dalam Agustiani, 2006) mengemukakan beberapa tugas perkembangan yang penting pada tahap pertengahan dan akhir masa remaja, yaitu: a. Menerima bentuk tubuh orang dewasa yang dimiliki dan hal-hal yang berkaitan dengan fisiknya. b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan figur-figur otoritas c. Mengembangkan keterampilan dalam komunikasi interpersonal, belajar membina relasi dengan teman sebaya dan orang dewasa, baik secara individu maupun dalam kelompok d. Menemukan model untuk identifikasi e. Menerima diri sendiri dan mengandalkan kemampuan dan sumber-sumber yang ada pada dirinya f. Memperkuat kontrol diri berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang ada g. Meninggalkan bentuk-bentuk reaksi dan penyesuaian yang kekanak-kanakan

25 D. Hubungan antara Kematangan Emosi dengan Kompetensi Interpersonal Tugas perkembangan remaja tengah menurut Pikunas (dalam Agustiani, 2006) menyatakan bahwa tugas perkembangan yang penting pada tahap pertengahan masa remaja di antaranya adalah mengembangkan keterampilan dalam komunikasi interpersonal, belajar membina relasi dengan teman sebaya dan orang dewasa, baik secara individu maupun dalam kelompok. Selain itu remaja tengah juga harus mampu meninggalkan bentuk-bentuk reaksi dan penyesuaian yang kekanak-kanakan. Dari hal tersebut maka seorang remaja tengah dituntut untuk memperluas pergaulan dan berinteraksi di lingkungan sekitarnya dengan baik. Namun hal ini tentu saja bukanlah hal yang mudah bagi seorang remaja tengah untuk menyesuaikan diri pada lingkungan tempat dimana remaja tengah tersebut berada. Hal ini dikarenakan seorang remaja tengah dituntut untuk meninggalkan kebiasaaan-kebiasaannya di masa anakanak dan belajar menyesuaikan diri dengan norma-norma orang dewasa. Maka dari itu seorang remaja tengah perlu memiliki kemampuan dalam melakukan hubungan interpersonal supaya seorang remaja tengah dapat menjalankan tugas-tugas perkembangannya dengan baik. Penelitian Buhrmester (dalam Anastasia, 2004) membuktikan bahwa kompetensi interpersonal pada masa remaja berperan penting dalam keberhasilan remaja menjalani kehidupan sosial di masa dewasa.

26 Menurut Willis (1981) ada dua faktor yang memengaruhi kompetensi interpersonal yaitu faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal itu sendiri meliputi usia, jenis kelamin, konsep diri, kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan berempati, kemampuan menghargai orang lain, kemampuan berkomunikasi, dan faktor eksternal terdiri dari lingkungan, pola asuh orang tua, latar belakang sosial pendidikan dan ekonomi, dominasi kelompok. Dari faktor-faktor yang telah dikemukakan oleh Willis (1981) di atas di antaranya adalah kemampuan menyesuaikan diri. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa kemampuan menyesuaikan diri merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perkembangan kompetensi interpersonal. Sedangkan kemampuan menyesuaikan diri memiliki hubungan terhadap kematangan emosi, yang mana kematangan emosi dapat memengaruhi perkembangan kemampuan menyesuaikan diri. Hal ini dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan Mahmoudi (2012) yang menyatakan bahwa ketika kematangan emosional tinggi tingkat umum penyesuaian diri juga cukup baik. Dari hal tersebut maka dapat dimungkinkan kematangan emosi memiliki pengaruh terhadap perkembangan kompetensi interpersonal. Dari beberapa aspek-aspek kematangan emosi dari Anderson (dalam Mapiare, 1983) di antaranya adalah kasih sayang, bila seorang remaja tengah memiliki rasa kasih sayang yang dalam dan mampu mengungkapkannya secara wajar kepada orang lain, maka hal itu dapat membuat remaja tengah menjadi mudah disukai oleh orang-orang di sekitarnya sehingga

27 dapat membantu seorang remaja tengah untuk menyesuaikan diri di lingkungan remaja tengah berada. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Mahmoudi (2012) yang menyatakan bahwa ketika kematangan emosional tinggi tingkat umum penyesuaian diri juga cukup baik. Menurut Meichati (1983) kematangan emosi adalah kesanggupan untuk menghadapi tantangan hidup yang ringan maupun berat. Dari pengertian tersebut maka dapat diketahui bahwa dengan kematangan emosi yang baik maka akan memudahkan seorang remaja tengah dalam mengatasi konflik pada saat berhubungan dengan orang lain yang tentu saja akan membantu remaja tengah dalam melakukan hubungan interpersonal. Dari uraian di atas nampak bahwa kematangan emosi merupakan faktor penting yang harus dimiliki oleh para remaja tengah untuk mengembangkan kompetensi interpersonal remaja tengah agar dapat menjalankan tugas-tugas perkembangan para remaja tengah dengan baik. E. Hipotesis Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Hipotesis alternatif (Ha : rxy > 0) : Ada hubungan positif signifikan antara kematangan emosi dengan kompetensi interpersonal pada masa remaja tengah 2. Hipotesis nihil (Ho : rxy 0) : Tidak ada hubungan positif signifikan antara kematangan emosi dengan kompetensi interpersonal pada masa remaja tengah