BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
cita-cita UUD Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA dan pada tahun 1990, kita telah mencapai status Universal Child

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Imunitas merupakan daya tahan tubuh. Sistem imun adalah jaringan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan Milenium atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dalam kelompok penyakit infeksi dan merupakan ancaman besar bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun

BAB I PENDAHULUAN. meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbaikan kualitas manusia di suatu negara dijabarkan secara internasional

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

BAB I PENDAHULUAN. tombak pelayanan kesehatan masyarakat di pedesaan/kecamatan. pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama (Kemenkes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kata Kunci: Pengetahuan, KIPI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bayi adalah anak usia 0-2 bulan (Nursalam, 2013). Masa bayi ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencegah tubuh dari penularan penyakit infeksi. Penyakit infeksi. adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dari, oleh, untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat berbahaya, demikian juga dengan Tetanus walau bukan penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. melawan serangan penyakit berbahaya (Anonim, 2010). Imunisasi adalah alat yang terbukti untuk mengendalikan dan

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. xvi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai penyakit seperti TBC, difteri, pertusis, hepatitis B, poliomyelitis, dan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

BAB I PENDAHULUAN. penurunan angka kematian bayi dan balita (bayi dibawah lima tahun) adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Program kesehatan di Indonesia periode adalah Program

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. intrauterin ke kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2013 : 1). neonatus sebagai individu yang harus menyesuaikan diri dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian target Millenium Development Goals (MDG s) merupakan

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

Lalu, kekebalan seperti apa yang dimiliki bayi di bulan-bulan pertamanya?

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Balita (AKBA) di Indonesia telah menurun, dimana rata-rata

Volume 3 No. 1 Maret 2012 ISSN : SURVEI KELENGKAPAN IMUNISASI PADA BAYI UMUR 1-12 BULAN DI DESA PANCUR MAYONG JEPARA INTISARI

KERANGKA ACUAN PELAYANAN IMUNISASI PROGRAM IMUNISASI

BAB 1 : PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan kesehatan tersebut difokuskan pada usaha promotif dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pencapaian derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari capaian indikator

BAB I PENDAHULUAN. terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektif untuk bayi dari segi biaya (Wahab, 2000).

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya, selain indikator Angka Kematian Ibu (AKI), Angka

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN IBU, ANAK DAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BAB I PENDAHULUAN

DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG

DAN INFORMASI KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI MALANG 2011/2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memasukan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah

IMUNISASI SWIM 2017 FK UII Sabtu, 14 Oktober 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam Sustainable Development Goals (SDG S). Tujuan ke ketiga SDGs adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan seutuhnya untuk

No. Dok UPT.PUSKESMAS RANGKASBITUNG. Revisi KERANGKA ACUAN IMUNISASI. Tanggal Halaman A. PENDAHULUAN

1 BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu penyakit sehingga seseorang tidak akan sakit bila nantinya terpapar

Angka kematian bayi dan anak merupakan salah satu indikator penting yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sekalipun berbagai hasil telah banyak dicapai, namun dalam pelaksanaannya puskesmas masih menghadapi berbagai masalah antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. bayi dan kematian ibu melahirkan. Menitik beratkan pada pembangunan bidang

Christopher A.P, S. Ked Yayan A. Israr, S. Ked

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dari segi ekonomi dikatakan bahwa pencegahan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kesakitan dan kematian karena berbagai penyakit yang dapat. menyerang anak dibawah usia lima tahun (Widodo, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan melalui perencanaan yang baik dan efektif.

UPAYA PROMOSI DAN PREVENTIVE KESEHATAN BAYI DAN ANAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi (Ranuh dkk, 2011).

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (SKN), salah satu indikator kerjanya ditinjau dari angka

BAB II TINJAUAN TEORI. meningkatkan kekebalan tubuh seseorang terhadap suatu. terbentuk antibodi untuk melawan vaksin tersebut dan sistem

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan pembangunan nasional jangka panjang tersebut (Ranuh, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. ditimbulkannya akan berkurang (Cahyono, 2010). Vaksin yang pertama kali dibuat adalah vaksin cacar (smallpox).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan anak masih menjadi fokus perhatian masyarakat dunia. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROVINSI KALIMANTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG,

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam setiap kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

suatu penyakit, jika suatu saat dia terkena penyakit yang sama maka tubuhnya sudah kebal terhadap penyakit tersebut (Matondang & Siregar,

PELAYANAN IMUNISASI PANDUAN BAB I DEFINISI BAB II

BAB I. Pendahuluan. keharmonisan hubungan suami isteri. Tanpa anak, hidup terasa kurang lengkap

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa (Wijaya, 2005). tergolong rendah, 11 juta anak di bawah 5 tahun meninggal

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Universal Child Immunization 2.1.1 Imunisasi Imunisasi (vaksinasi) merupakan aplikasi prinsip-prinsip immunologi yang paling terkenal dan paling berhasil terhadap kesehatan manusia. Nama vaksin diambil dari kata vaksinia, virus cacar sapi yang digunakan oleh Jenner 200 tahun yang lalu. Vaksinia merupakan upaya ilmiah pertama untuk mencegah penyakit infeksi cacar (variola) yang dilakukan tanpa pengetahuan sama sekali mengenai virus (atau segala macam mikroba) dan imunologi (Wahab & Julia, 2002). Universal Child Immunization adalah suatu keadaan tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada semua bayi di bawah umur satu tahun (Kepmenkes RI No. 1611 tahun 2005). 1. Pengertian imunisasi Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu (Notoatmodjo, 2007). Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/ meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Permenkes No. 42 tahun 2013). Istilah imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikan sama. Imunisasi pasif adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif. Vaksinasi adalah imunisasi aktif dengan pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang

pembentukan imunitas (antibodi) dari sistem imun di dalam tubuh. Vaksinasi merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan dengan antigen yang berasal dari suatu pathogen. Antigen yang diberikan telah dibuat sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun mampu memproduksi limfosit yang peka sebagai antibodi dan sel memori (Ranuh dkk, 2011). 2. Tujuan pemberian imunisasi Tujuan dalam pemberian imunisasi adalah: a. Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu. b. Untuk melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat berbahaya bagi bayi dan anak. c. Agar anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. d. Mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu. e. Untuk mendapat eradikasi sesuatu penyakit dari suatu daerah atau negeri. f. Mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan menyebabkan kematian. g. Menghilangkan penyakit tertentu pada kelompok masyarakat (populasi) (Maryunani, 2010). 2.1.2 Macam-macam imunisasi Imunitas atau kekebalan berdasarkan asal-muasalnya dibagi dalam dua hal, yaitu aktif dan pasif. Aktif adalah bila tubuh anak ikut menyelenggarakan

terbentuknya imunitas, sedangkan pasif adalah bila tubuh anak tidak bekerja untuk kekebalan, tetapi hanya menerimanya saja. Maka berdasarkan hal tersebut diatas, maka imunisasi dibagi menjadi dua macam, yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif. 1. Imunisasi aktif Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya: imunisasi polio atau campak. Imunisasi aktif diberikan untuk pencegahan penyakit yang dilakukan dengan memberikan vaksin terhadap beberapa penyakit infeksi. Imunisasi aktif ini dilakukan dengan vaksin yang mengandung: a. Kuman-kuman mati (misalnya: vaksin cholera-typhoid/typhus abdominalis paratyphus ABC, vaksin pertusis batuk rejan). b. Kuman-kuman hidup diperlemah (misalnya: vaksin BCG terhadap tuberculosis). c. Virus-virus hidup diperlemah (misalnya: bibit cacar, vaksin poliomyelitis). d. Toxoid (toksin= racun dari kuman yang dinetralisasi: toxoid difteri, toxoid tetanus). Vaksin diberikan dengan cara disuntikkan atau per oral/ melalui mulut. Pemberian vaksin menyebabkan tubuh membuat zat-zat anti terhadap penyakit bersangkutan dan oleh sebab itu menjadi imun (kebal) terhadap penyakit tersebut. Pemberian vaksin dengan cara menyuntikkan kuman atau antigen murni akan menyebabkan benar-benar menjadi sakit. Oleh karena itu,

dibutuhkan dalam bentuk vaksin, yaitu kuman yang telah dilemahkan. Pemberian vaksin akan merangsang tubuh membentuk antibodi. Pemerintah mewajibkan lima jenis imunisasi aktif pada anak dibawah lima tahun yaitu: a. BCG (Bacillus Calmette-Guerin) b. DPT (Difteri, pertusis, tetanus) c. Polio d. Campak e. Hepatitis B 2. Imunisasi pasif Imunisasi pasif adalah zat anti yang didapat dari luar tubuh, misalnya dengan suntikan bahan atau serum yang mengandung zat anti atau zat anti dari ibunya selama dalam kandungan. Kekebalan yang diperoleh dengan imunisasi pasif tidak bertahan lama. Imunisasi pasif terdiri dari dua macam, yaitu: a. Imunisasi pasif bawaan Imunisasi pasif bawaan merupakan imunisasi pasif dimana zat antinya berasal dari ibunya. b. Imunisasi pasif didapat Imunisasi pasif didapat merupakan imunisasi pasif dimana zat antinya didapat dari luar tubuh, misalnya dengan suntik bahan atau serum yang mengandung zat anti (Maryunani, 2010).

2.1.3 Jenis-jenis imunisasi 1. Imunisasi dasar Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang perlu diberikan pada semua orang, terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari penyakit-penyakit yang berbahaya. Lima jenis imunisasi dasar yang diwajibkan pemerintah adalah imunisasi terhadap tujuh penyakit, yaitu TBC, difteri, tetanus, pertusis, poliomyelitis, campak, dan hepatitis B. Kelima jenis imunisasi dasar yang wajib diperoleh bayi sebelum usia setahun adalah: a. Imunisasi BCG Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC), yaitu penyakit paru-paru yang sangat menular. Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali pada bayi usia 0-11 bulan. Pemberian imunisasi BCG adalah melalui intradermal dengan lokasi penyuntikan pada lengan kanan atas atau penyuntikan pada paha. Efek samping imunisasi BCG umumnya tidak ada. Namun, pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjer getah bening di ketiak atau leher bagian bawah. b. Imunisasi DPT Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus.

Pemberian imunisasi dilakukan tiga kali, yaitu pada usia dua bulan, empat bulan dan enam bulan. Diberikan melalui suntikan intra muskuler. Efek samping imunisasi hanya berupa gejala-gejala ringan seperti demam, kemerahan, pembengkakan dan nyeri pada tempat suntikan. c. Imunisasi polio Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki. Pemberian imunisasi polio ini empat kali pada umur bayi 0-11 bulan atau saat lahir (0 bulan), dua bulan, empat bulan dan enam bulan. Imunisasi ini diberikan melaui oral/ mulut. Hampir tidak ada efek samping. Hanya sebagian kecil saja mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot. d. Imunisasi campak Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Kandungan vaksin campak adalah virus yang dilemahkan. Pemberian imunisasi campak adalah satu kali pada usia sembilan bulan. Demam ringan atau kemerahan pada pipi di bawah telinga dapat terjadi sebagai efek samping imunisasi.

e. Imunisasi hepatitis B Imunisasi hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit infeksi akut yang dapat merusak hati. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah tiga kali yaitu diberikan 12 jam setelah lahir, usia satu bulan, dan usia antara tiga sampai enam bulan. Imunisasi hepatitis B diberikan dengan cara intramuskuler di lengan atau paha bayi. 2. Imunisasi booster Imunisasi booster adalah imunisasi ulangan (revaksinasi) dari imunisasi dasar yang diberikan pada waktu-waktu tertentu. Imunisasi booster juga dapat diberikan bila terdapat suatu wabah yang berjangkit atau bila terdapat kontak dengan penyakit bersangkutan (Maryunani, 2010). 2.1.4 Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) 1. Penyakit Difteri Difteri adalah radang tenggorokan yang sangat berbahaya karena menyebabkan tenggorokan tersumbat dan kerusakan jantung yang berdampak kematian. 2. Penyakit Pertusis Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh Bordetella pertusis. Pertusis disebut juga sebagai batuk rejan atau

batuk 100 hari, karena lama sakitnya dapat mencapai tiga bulan lebih atau 100 hari. 3. Penyakit Tetanus Tetanus adalah penyakit dengan gangguan neuromuscular akut berupa trismus yang disebabkan oleh Clostridium tetani. Tetanus berasal dari kata Yunani tetanos yang berarti regangan. 4. Penyakit Tetanus Neonatorum Tetanus Neonatorum disebabkan oleh pemotongan dan perawatan tali pusat yang tidak bersih. 5. Penyakit Hepatitis B Hepatitis B adalah suatu peradangan pada hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B. 6. Penyakit Polio Penyakit Polio adalah penyakit menular yang berbahaya. Virus ini menyerang syaraf dan bisa menyebabkan kelumpuhan total hanya dalam hitungan jam. 7. Penyakit Campak Penyakit Campak adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata) dan ruam kulit. 8. Penyakit TBC Tuberculosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis sistemis, sehingga dapat mengenai hampir semua organ

tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Maryunani, 2010). 2.1.5 Cakupan program imunisasi Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan, sebagai bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Milenium Development Goals (MDGs) khususnya untuk menurunkan angka kematian pada anak. Indonesia telah menetapkan target tahun 2010 seluruh (100%) desa/kelurahan harus sudah mencapai UCI, artinya setiap desa/kelurahan minimal 80% bayi telah mendapat imunisasi dasar lengkap. Target tersebut dituangkan pada Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1611/MENKES/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007 pencapaian UCI desa/kelurahan 68,2% dan tahun 2009 mencapai 69,2% sehingga diprediksi target UCI desa/kelurahan 100% pada 2010 sulit tercapai. Menyadari hal tersebut Kabinet Indonesia Bersatu II melalui RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) dan Renstra Kemenkes 2010-2014 menetapkan target UCI desa/kelurahan 100% akan dicapai pada tahun 2014. Pemerintah menetapkan kebijakan upaya percepatan yang dikenal dengan GAIN UCI (Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional untuk mencapai UCI) 2010-2014. GAIN UCI 2010-2014 adalah upaya percepatan pencapaian UCI di seluruh desa/kelurahan pada tahun 2014. Gerakan ini dilaksanakan oleh pemerintah bersama seluruh lapisan masyarakat dan berbagai pihak terkait secara terpadu disemua tingkat administrasi (Kepmenkes RI No. 1611 tahun 2005).

Indikator keberhasilan GAIN UCI mengacu pada RPJMN tahun 2010-2014 dengan target pencapaian sebagai berikut: 1. Tahun 2010 a. Mencapai UCI desa/kelurahan 80%. b. Persentase bayi usia 0-11 bulan yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap 80%. 2. Tahun 2011 a. Mencapai UCI desa/kelurahan 85%. b. Persentase bayi usia 0-11 bulan yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap 82%. 3. Tahun 2012 a. Mencapai UCI desa/kelurahan 90%. b. Persentase bayi usia 0-11 bulan yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap 85%. 4. Tahun 2013 a. Mencapai UCI desa/kelurahan 95%. b. Persentase bayi usia 0-11 bulan yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap 88%. 5. Tahun 2014 a. Mencapai UCI desa/kelurahan 100%. b. Persentase bayi usia 0-11 bulan yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap 90%.

2.2 Puskesmas 2.2.1 Sejarah puskesmas Pada tahun 1956 dimulai kegiatan pengembangan masyarakat sebagai bagian dari upaya pengembangan kesehatan masyarakat. Pada tahun 1956 didirikan Proyek Bekasi oleh dr. Y. Sulianti sebagai proyek percontohan atau model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia, dan sebagai pusat pelatihan tenaga kesehatan. Proyek ini juga menekankan pada pendekatan tim dalam pengelolaan program kesehatan. Untuk melancarkan penerapan konsep pelayanan terpadu ini terpilih delapan desa wilayah pengembangan masyarakat, yaitu: Indrapura (Sumatera Utara), Lampung, Bojong Loa (Jawa Barat), Sleman (Jawa Tengah), Godean (Yogyakarta), Mojosari (Jawa Timur, Kesiman (Bali), dan Barabai (Kalimantan Selatan). Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal sistem puskesmas sekarang ini (Notoatmodjo, 2007). 2.2.2 Pengertian puskesmas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2014 menyatakan bahwa Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan nasional, khususnya subsistem upaya kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan

upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas merupakan unit teknis pelayanan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan disatu atau sebagian wilayah kecamatan yang mempunyai fungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama dalam rangka pencapaian keberhasilan fungsi puskesmas sebagai ujung tombak pembangunan bidang kesehatan. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat; mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu; hidup dalam lingkungan sehat; dan memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di puskesmas bertujuan untuk mendukung terwujudnya kecamatan sehat (Permenkes Nomor 75 tahun 2014). 2.2.3 Prinsip penyelenggaraan, tugas, fungsi dan wewenang puskesmas Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), dijelaskan menge nai prinsip penyelenggaraan, tugas, fungsi dan wewenang puskesmas sebagai berikut: 1. Prinsip penyelenggaraan Puskesmas meliputi:

a. Paradigma sehat Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. b. Pertanggungjawaban wilayah Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. c. Kemandirian masyarakat Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. d. Pemerataan Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan. e. Teknologi tepat guna Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan. f. Keterpaduan dan kesinambungan Puskesmas mengintegrasikan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta

melaksanakan sistem rujukan yang didukung dengan manajemen puskesmas. Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas tersebut puskesmas menyelenggarakan fungsi yang terdiri dari penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya dan penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya. Dalam menyelenggarakan fungsi Puskesmas tersebut maka Puskesmas berwenang untuk: 1. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan. 2. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan. 3. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan. 4. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait. 5. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat. 6. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia puskesmas. 7. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.

8. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan pelayanan kesehatan. 9. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit. 2.2.4 Program kesehatan puskesmas Agar dapat memberikan kontribusi dan distribusi terhadap masyarakat dalam pelayanan kesehatan secara menyeluruh diwilayah kerjanya, puskesmas memiliki upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan. Upaya kesehatan esensial meliputi : 1. Pelayanan promosi kesehatan 2. Pelayanan kesehatan lingkungan 3. Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana 4. Pelayanan gizi 5. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit Upaya kesehatan masyarakat esensial diselenggarakan oleh puskesmas untuk mendukung pencapaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang kesehatan. Upaya kesehatan pengembangan merupakan upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan/ atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing puskesmas.

Upaya kesehatan perorangan tingkat pertama dilaksanakan dalam bentuk rawat jalan, pelayanan gawat darurat, pelayanan satu hari (one day care), home care, rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan. Upaya kesehatan perorangan tingkat pertama harus dilaksanakan sesuai dengan standar prosedur operasional dan standar pelayanan (Permenkes No 75 tahun 2014). 2.3 Manajemen Puskesmas Manajemen adalah ilmu terapan yang disesuaikan dengan ruang lingkup fungsi organisasi, bentuk kerja sama manusia yang ada di dalam organisasi tersebut, dan ruang lingkup masalah yang dihadapi. Di bidang kesehatan, manajemen diterapkan untuk mengatur perilaku staf yang bekerja di dalam organisasi (institusi pelayanan) kesehatan untuk menjaga dan mengatasi gangguan kesehatan pada individu atau kelompok masyarakat secara efektif, efisien dan produktif (Muninjaya, 2011). Manajemen puskesmas terdiri dari P1(Perencanaan), P2 (Penggerakan Pelaksanaan), dan P3 (Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian). 1. P1 (Perencanaan) puskesmas Perencanaan adalah proses penyusunan rencana tahunan puskesmas untuk mengatasi masalah kesehatan di wilayah kerja puskesmas. Rencana tahunan puskesmas dibedakan atas dua macam. Pertama, rencana tahunan upaya kesehatan wajib. Kedua, rencana tahunan upaya kesehatan pengembangan. a) Perencanaan upaya kesehatan wajib

Jenis upaya kesehatan wajib adalah sama untuk setiap puskesmas, yakni promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana, perbaikan gizi masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta pengobatan. Langkah-langkah perencanaan yang harus dilakukan puskesmas adalah : i. Menyusun usulan kegiatan Langkah pertama yang dilakukan oleh puskesmas adalah menyusun usulan kegiatan dengan memperhatikan berbagai kebijakan yang berlaku, baik nasional maupun daerah, sesuai dengan masalah sebagai hasil dari kajian data dan informasi yang tersedia di puskesmas. Usulan ini disusun dalam bentuk matriks (Gant Chart) yang berisikan rincian kegiatan, tujuan, sasaran, besaran kegiatan (volume), waktu, lokasi serta perkiraan kebutuhan biaya untuk setiap kegiatan. Rencana ini disusun melalui pertemuan perencanaan tahunan puskesmas yang dilaksanakan sesuai dengan siklus perencanaan kabupaten/kota dengan mengikut sertakan BPP serta dikoordinasikan dengan camat. ii. Mengajukan usulan kegiatan Langkah kedua yang dilakukan puskesmas adalah mengajukan usulan kegiatan tersebut ke dians kesehatan kabupaten/kota untuk persetujuan pembiayaannya. Perlu diperhatikan dalam mengajukan usulan kegiatan harus dilengkapi dengan usulan kebutuhan rutin,

sarana dan prasarana, dan operasional puskesmas beserta pembiayaannya. iii. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan Langkah ketiga yang dilakukan oleh puskesmas adalah menyusun rencana pelaksanaan kegiatan yang telah disetujui oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Rencana Kerja Kegiatan/Plan of Action) dalam bentuk matriks (Gantt Chart) yang dilengkapi dengan pemetaan wilayah (mapping). b) Perencanaan upaya kesehatan pengembangan Jenis upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada, atau upaya inovasi yang dikembangkan sendiri. Upaya laboratorium medic, upaya laboratorium kesehatan masyarakat dan pencatatan dan pelaporan tidak termasuk pilihan karena ketiga upaya ini merupakan upaya penunjang yang harus dilakukan untuk kelengkapan upaya-upaya puskesmas. langkah-langkah perencanaan upaya kesehatan pengembangan yang dilakukan oleh puskesmas mencakup hal-hal sebagai berikut: i. Identifikasi upaya kesehatan pengembangan Langkah pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi upaya kesehatan pengembangan yang akan diselenggarakan oleh puskesmas. identifikasi ini dilakukan berdasarkan ada/tidaknya masalah kesehatan yang terkait dengan setiap upaya kesehatan pengembangan tersebut. Apabila puskesmas memiliki kemampuan,

identifikasi masalah dilakukan bersama masyarakat melalui pengumpulan data secara langsung di lapangan (survey mawas diri). Apabila kemampuan pengumpulan data bersama masyarakat tersebut tidak dimiliki oleh puskesmas, identifikasi dilakukan melalui kesepakatan kelompok (Delbecq Technique) oleh petugas puskesmas dengan mengikut sertakan Badan Penyantun Puskesmas. Identifikasi upaya kesehatan pengembangan dapat pula memilih upaya yang bersifat inovatif yang tidak tercantum dalam daftar upaya kesehatan puskesmas yang telah ada, melainkan dikembangkan sendiri sesuai dengan masalah dan kebutuhan masyarakat serta kemampuan puskesmas. ii. Menyusun usulan kegiatan Langkah kedua dilakukan oleh puskesmas adalah menyusun usulan kegiatan yang berisikan rincian kegiatan, tujuan sasaran, besaran kegiatan (volume), waktu, lokasi serta perkiraan kebutuhan biaya untuk setiap kegiatan. Rencana yang telah disusun tersebut diajukan dalam bentuk matriks (Gantt Chart). Penyusunan rencana tahap awal pengembangan program dilakukan melalui pertemuan yang dilaksanakan secara khusus bersama dengan BPP dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam bentuk musyawarah masyarakat. iii. Mengajukan usulan kegiatan Langkah ketiga yang dilakukan oleh puskesmas adalah mengajukan usulan kegiatan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

untuk pembiayaannya. Usulan kegiatan tersebut dapat pula diajukan ke Badan Penyantun Puskesmas atau pihak-pihak lain. Apabila dilakukan ke pihak-pihak lain, usulan kegiatan harus dilengkapi dengan uraian tentang latar belakang, tujuan serta urgensi perlu dilaksanakannya upaya pengembagan tersebut. iv. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan Langkah keempat yang dilakukan oleh puskesmas adalah menyusun rencana pelaksanaan yang telah disetujui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau penyandang dana lain (Rencana Kerja Kegiatan/Plan of Action) dalam bentuk matriks (Gantt Chart) yang dilengkapi dengan pemetaan wilayah(mapping). Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan ini dilakukan secara terpadu dengan penyusunan rencana pelaksanaan upya kesehatan wajib. 2. P2 (Penggerakan dan Pelaksanaan) puskesmas Tujuan penggerakan dan Pelaksanaan (P2) puskesmas adalah meningkatkan fungsi puskesmas melalui peningkatan kemampuan tenaga puskesmas untuk bekerja sama dalam tim dan membina kerja sama lintas program dan lintas sektoral. Langkah-langkah pelaksanaan adalah sebagai berikut: a) Pengorganisasian Untuk dapat terlaksananya rencana kegiatan puskesmas, perlu dilakukan pengorganisasian. Ada dua macam pengorganisasian yang harus dilakukan. Pertama, pengorganisasian berupa penentuan para

penanggungjawab dan para pelaksana untuk setiap kegiatan serta untuk setiap satuan wilayah kerja. Dilakukan pembagian habis seluruh program kerja dan seluruh wilayah kerja kepada seluruh petugas puskesmas dengan mempertimbangkan kemampuan yang dimilikinya. Penentuan para penanggungjawab ini dilakukan melalui pertemuan penggalangan tim pada awal tahun kegiatan. Kedua, pengorganisasian berupa penggalangan kerjasama tim secara lintas sektoral. b) Penyelenggaraan Setelah pengorganisasian selesai dilakukan, kegiatan selanjutnya adalah menyelenggarakan rencana kegiatan puskesmas, dalam arti para penanggungjawab dan para pelaksana yang telah ditetapkan pada pengorganisasian, ditugaskan menyelenggarakan kegiatan puskesmas sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Untuk dapat terselenggaranya rencana tersebut perlu dilakukan kegiatan sebagai berikut: i. Mengkaji ulang rencana pelaksanaan yang telah disusun, terutama yang menyangkut jadwal pelaksanaan, target pencapaian, lokasi wilayah kerja dan rincian tugas para penanggungjawab dan pelaksana. ii. Menyusun jadwal kegiatan bulanan untuk setiap petugas sesuai dengan rencana pelaksanaan yang telah disusun. Beban kegiatan puskesmas harus terbagi habis dan merata kepada seluruh petugas. iii. Menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

c) Pemantauan Penyelenggaraan kegiatan harus diikuti dengan kegiatan pemantauan yang dilakukan secara berkala. Kegiatan pemantauan mencakup hal sebagai berikut: i. Melakukan telaahan penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai, yang dibedakan atas dua hal yaitu telaahan internal dan telaahan eksternal. Telaahan internal merupakan telaahan bulanan terhadap penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai puskesmas, dibandingkan dengan rencana dan standar pelayanan. Telahaan bulanan dilakukan dalam lokakarya mini bulanan puskesmas. telaahan eksternal merupakan telaahan triwulan terhadap hasil yang dicapai oleh sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya serta sektor lain terkait yang ada di wilayah kerja puskesmas. telaahan triwulan ini dilakukan dalam lokakarya mini triwulan puskesmas secara lintas sektor. 3. P3 (Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian) Pengawasan merupakan proses memperoleh kepastian atas kesesuaian penyelenggaraan dan pencapaian tujuan puskesmas terhadap rencana dan peraturan perundang-undangan serta kewajiban yang berlaku. Pengawasan dibedakan atas dua macam yakni pengawasan internal dan eksternal. Pengawasan internal dilakukan secara melekat oleh atasan langsung. Pengawasan eksternal dilakukan oleh masyarakat, dinas kesehatan kabupaten/kota serta berbagai institusi pemerintah terkait. Pengawasan mencakup aspek administratif, keuangan

dan teknis pelayanan. Apabila pada pengawasan ditemukan adanya penyimpangan, baik terhadap rencana, standar, peraturan perundang-undangan maupun berbagai kewajiban yang berlaku, perlu dilakukan pembinaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penilaian dilakukan pada akhir tahun anggaran. Kegiatan yang dilakukan yaitu melakukan penilaian terhadap penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai, dibandingkan dengan rencana tahunan dan standar pelayanan. Sumber data yang dipergunakan pada penilaian dibedakan atas dua. Pertama, sumber data primer yakni yang berasal dari SIMPUS dan berbagai sumber data lain yang terkait, yang dikumpulkan secara khusus pada akhir tahun. Kedua, sumber data sekunder yakni data dari hasil pemantauan bulanan dan triwulanan. Menyusun saran peningkatan penyelenggaraan kegiatan sesuai dengan pencapaian serta masalah dan hambatan yang ditemukan untuk rencana tahun berikutnya (Permenkes Nomor 75 Tahun 2014). 2.4 Manajemen program imunisasi di Puskesmas kaitannya dengan UCI 2.4.1 Perencanaan Berdasarkan Permenkes RI No. 42 tahun 2013, perencanaan merupakan bagian yang sangat penting dalam pengelolaan program imunisasi. Kekurangan dalam perencanaan akan mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan program, tidak tercapainya target kegiatan, serta hilangnya kepercayaan masyarakat. Perencanaan imunisasi meliputi:

1. Menentukan jumlah sasaran Jumlah bayi baru lahir dihitung/ ditentukan berdasarkan angka yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) atau sumber resmi lain. 2. Perencanaan kebutuhan logistik Logistik imunisasi terdiri dari vaksin, Auto Disable Syringe dan Safety Box. Ketiga kebutuhan tersebut harus direncanakan secara bersamaan dalam jumlah yang berimbang. 3. Perencanaan pendanaan Sumber pembiayaan untuk imunisasi dapat berasal dari pemerintah. Pembiayaan yang bersumber dari pemerintah berbeda-beda pada tiap tingkat administrasi yaitu tingkat pusat bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), tingkat provinsi bersumber dari APBN dan APBD provinsi, tingkat kabupaten/kota bersumber dari APBN dan APDB kabupaten/kota berupa DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus). Pendanaan ini dialokasikan berdasarkan jumlah penduduk, kapasitas fiskal, jumlah masyarakat miskin dan lainnya. 2.4.2 Pelaksanaan Pelayanan imunisasi meliputi kegiatan-kegiatan: 1. Persiapan petugas Mencatat daftar bayi yang dilakukan oleh kader, dukun terlatih, dan bidan di desa. 2. Persiapan vaksin dan peralatan rantai vaksin

Petugas kesehatan harus mempersiapkan vaksin yang akan dibawa. Jumlah vaksin yang dibawa dihitung berdasarkan jumlah sasaran yang akan diimunisasi dibagi dengan dosis efektif vaksin per vial/ ampul. Mempersiapkan peralatan rantai dingin yang akan dipergunakan di lapangan seperti termos dan kotak dingin cair. 3. Persiapan ADS (Auto Disable Syringe) dan Safety Box Jumlah ADS yang dipersiapkan sesuai dengan jumlah sasaran yang akan diimunisasi. Jumlah safety box disesuaikan dengan jumlah ADS. 4. Persiapan masyarakat Untuk mensukseskan pelayanan imunisasi, persiapan dan penggerakan masyarakat mutlak harus dilakukan. 5. Pemberian pelayanan imunisasi Vaksin yang diberikan pada bayi meliputi vaksin Hepatitis B, BCG, polio, DPT, dan campak. Tabel 2.1 Jadwal pemberian imunisasi pada bayi UMUR VAKSIN TEMPAT 0 bulan HB1 Rumah 1 bulan BCG, Polio1 Posyandu 2 bulan DPT1, HB2, Polio2 Posyandu 3 bulan DPT2, HB3, Polio3 Posyandu 4 bulan DPT3, Polio4 Posyandu 9 bulan Campak Posyandu

2.4.3 Monitoring dan evaluasi Monitoring merupakan salah satu fungsi manajemen yang sangat penting untuk memantau setiap kegiatan berjalan sesuai dengan ketentuan program. Salah satu monitoring yang dapat dilakukan adalah pemantauan wilayah setempat (PWS). PWS dilakukan untuk memantau kuantitas program dalam meningkatkan cakupan imunisasi. Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui proses dan tingkat keberhasilan suatu program. Berdasarkan sumber data, ada dua jenis evaluasi yaitu evaluasi dengan data sekunder (berupa stok vaksin, indeks pemakaian vaksin, suhu lemari es, dan cakupan per tahun) dan evaluasi dengan data primer (cakupan imunisasi, dampak imunisasi, potensi dan keamanan dari vaksin serta mengetahui kualitas pengelolaan vaksin) (Permenkes RI No. 42 tahun 2013). 2.5 Kerangka Pikir Pada prinsipnya keberhasilan pencapaian UCI dapat dipengaruhi oleh manajemen pelaksanaan imunisasi yang diterapkan puskesmas. Salah satu model manajemen yang dapat diterapkan di puskesmas adalah model manajemen P1 P2 P3. Keberhasilan model manajemen P1 P2 P3 dalam pencapaian UCI dapat diukur melalui indikator masukan (input), proses, dan luaran (output). Maka fokus penelitian dapat disusun sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir INPUT - Petugas imunisasi - Pendanaan - Sarana dan prasarana PROSES Manajemen P1-P2-P3 Analisis manajemen pelaksanaan imunisasi di puskesmas kaitannya dengan pencapaian UCI OUTPUT Pencapaian UCI di puskesmas sesuai dengan target yang ingin di capai (95 %) Berdasarkan gambar diatas, dapat dirumuskan defenisi fokus penelitian sebagai berikut: 1. Masukan (input) merupakan segala sesuatu yang diperlukan dalam pelaksanaan imunisasi untuk pencapaian UCI yang lebih baik di puskesmas, meliputi: petugas imunisasi, pihak puskesmas dan logistik. a. Berdasarkan Permenkes RI No. 42 tahun 2013 tentang penyelenggaraan imunisasi, maka petugas kesehatan yang berwenang dalam pelaksana imunisasi adalah dokter dan dokter spesialis. Dokter dapat juga

memberikan tanggung jawab pelayanan imunisasi kepada Bidan dan perawat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Petugas puskesmas terdiri dari koordinator imunisasi dan pengelola vaksin dalam penyelenggaraan imunisasi di puskesmas. c. Logistik yang diperlukan yaitu: vaksin, Auto Disable Syringe, safety box, emergency kit, dan dokumen pencatatan status imunisasi. d. Sumber pembiayaan untuk imunisasi dapat berasal dari pemerintah. Pembiayaan yang bersumber dari pemerintah berbeda-beda pada tiap tingkat administrasi yaitu tingkat pusat bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), tingkat provinsi bersumber dari APBN dan APBD provinsi, tingkat kabupaten/kota bersumber dari APBN dan APDB kabupaten/kota berupa DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus). Pendanaan ini dialokasikan berdasarkan jumlah penduduk, kapasitas fiskal, jumlah masyarakat miskin dan lainnya. 2. Proses merupakan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk pencapaian UCI melalui model manajemen P1 (perencanaan), P2 (penggerakan pelaksanaan), dan P3 (pengawasan, pengendalian dan penilaian). 3. Keluaran (output) merupakan hasil dari penerapan model manajemen P1 P2 P3 dalam pelaksanaan imunisasi kaitannya dengan pencapaian UCI di puskesmas. Diharapkan tercapainya target pencapaian UCI sebesar 95%.