BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pada Pasal 28 H Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa setiap

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA : 40/PUU-X/2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

UNDANG-UNDANG KESEHATAN NO. 36 TH. 2009

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa

P E R A T U R A N D A E R A H

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilakukan oleh semua

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR. 5 TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA MENGEDARKAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa dengan seperangkat hak yang menjamin derajatnya sebagai

I. PENDAHULUAN. sistem kesehatan nasional. Kesehatan merupakan hak asasi manusia, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana tercantum dalam pembukaan. Undang-Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap warganya dari

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

PEKERJAAN KEFARMASIAN

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN ASISTEN TENAGA KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya kesehatan masyarakat harus benar-benar mendapatkan perhatian,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BUPATI BANGKA TENGAH

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Perkara Nomor 4/PUU-V/2007

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PENGAWASAN DI BIDANG KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 15 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat. Kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 15 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA [LN 2010/130, TLN 5168]

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR: 3 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1990 TENTANG MASA BAKTI DAN IZIN KERJA APOTEKER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

P E R A T U R A N D A E R A H

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SISTEM PENGARSIPAN DOKUMEN KEUANGAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. harus memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG TANDA DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2008 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN. hidup layak dan baik. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu

BAB XX KETENTUAN PIDANA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA [LN 1997/10, TLN 3671]

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1990 TENTANG MASA BAKTI DAN IZIN KERJA APOTEKER

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN. Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERIAN IJIN PRAKTEK TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2005 NOMOR 12 SERI C NOMOR 10

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 15 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jika dikaitkan dengan produktivitas kerja (Kementerian Kesehatan, 2005). Gigi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTA KUPANG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN SARANA KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana termaktub dalam pasal

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 09 TAHUN 2008 T E N T A N G

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembagian Urusan Pemerintah dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak konstitusional bagi masyarakat yang diakui oleh Undang-Undang Dasar 1945. Pada Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur. Hal ini mengandung makna bahwa pembangunan itu dilaksanakan untuk memperoleh kemajuan pembangunan dari segala aspek yaitu salah satu yang termasuk didalamnya adalah pembangunan kesehatan.

2 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan maka diperlukan suatu sumber daya kesehatan untuk melakukan upaya kesehatan. Sumber daya kesehatan adalah semua unsur atau komponen yang digunakan untuk mewujudkan pelayanan kesehatan masyarakat dalam rangka upaya peningkatan derajat kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2010: 55). Sumber daya di bidang kesehatan sebagaimana tertera dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, salah satu sumber daya di bidang kesehatan adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan merupakan sumber daya kesehatan yang paling utama, sebab dengan tenaga kesehatan ini semua sumber daya kesehatan yang lain seperti fasilitas kesehatan, perbekalan kesehatan, serta teknologi dan produk teknologi dapat dikelola secara sinergis dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2010: 97). Untuk menduduki tugas dan fungsi sesuai dengan jenis tenaga kesehatan, maka tenaga kesehatan harus mempunyai kemampuan atau keterampilan sesuai dengan

3 jenis dan kualifikasi tenaga kesehatan tersebut (Soekidjo Notoatmodjo, 2010: 99). Tenaga kesehatan mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan tenaga kesehatan wajib memilki izin dari pemerintah. Sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pada Pasal 23 ayat (1) dan ayat (3) yang berbunyi: Ayat (1) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Ayat (3) Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah. Sebagaimana tertera pula dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada Pasal 73 ayat (2) dinyatakan bahwa setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik. Serta Pasal 78 menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Faktor yang mempengaruhi terhadap pelaksanaan praktik ahli gigi adalah adanya perizinan terhadap pekerjaan ahli gigi. Dasar hukum pendaftaran dan perizinan

4 ahli gigi dalam melakukan praktik sebagai salah satu tenaga kesehatan dahulu diatur pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER/V/1989. Dasar pertimbangan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan tersebut yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan pada Pasal 10, pemerintah bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan tenaga kesehatan. Dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 disebutkan bahwa upaya pengobatan berdasarkan ilmu atau cara lain daripada ilmu kedokteran, diawasi oleh pemerintah agar tidak membahayakan kesehatan masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa tukang gigi dalam melakukan pekerjaannya berhubungan dengan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang menggunakan cara dan alat yang sebagian besar ada kesaamaannya dengan alat kedokteran gigi, akan tetapi tidak memiliki pendidikan di bidang ilmu kedokteran gigi, sehingga perlu diawasi dan ditertibkan agar tidak merugikan masyarakat. Oleh karena itu, dalam rangka pengawasan dan penertiban izin pekerjaan tukang gigi secara bertahap akan dihapuskan termasuk anak atau keturunannya yang melanjutkan pekerjaan sebagai tukang gigi. Sedangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan merupakan penjabaran dari UU Nomor 9 tahun 1960. Undang-Undang ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, doter gigi dan apoteker. Berdasarkan hal tersebut, ahli gigi termasuk dalam tenaga kesehatan bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan

5 rendah, dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidik rendah dapat diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung. Seiring perkembangan teknologi di bidang kesehatan dan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat maka Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan kesehatan sehingga undang-undang tersebut diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang kemudian diubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Tenaga kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam Pasal 1 angka 6 adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Berdasarkan undang-undang ini maka ahli gigi sudah tidak termasuk lagi ke dalam tenaga kesehatan dan tidak memiliki wewenang untuk melakukan upaya kesehatan. Karena substansi penting yang melekat pada diri seorang tenaga kesehatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 yaitu adanya persyaratan memiliki keterampilan/keahlian dalam suatu bidang pelayanan kesehatan dan keterampilan/ keahlian tersebut sebagai hasil proses pendidikan bidang keahlian pelayanan kesehatan tertentu. Sedangkan ahli gigi tidak melalui proses pendidikan di bidang kesehatan.

6 Akan tetapi pada kenyataannya, masih banyak ahli gigi yang tidak memiliki izin praktik dari pemerintah dan bekerja tidak sesuai dengan kewenangannya. Para ahli gigi yang tidak memiliki izin praktik ini melakukan praktik mandiri melebihi kewenangannya, sedangkan pengaturan hukumnya tidak ada. Pada Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871/MENKES/PER/IX/2011, yang menjadi kewenangan tukang gigi yaitu membuat sebagian/seluruh gigi tiruan lepasan dari akrilik dan memasang gigi tiruan lepasan. Namun demikian hingga saat ini, di masyarakat banyak ditemukan ahli gigi yang tidak memiliki izin dari Kementerian Kesehatan tetapi melakukan praktik mandiri bahkan melebihi kewenangan pekerjaan seperti perawatan ortodonti (behel), pencabutan, penambalan gigi dan pembuatan mahkota akrilik atau porselen. Sebagai contohnya yaitu ahli gigi Yuli Dental yang membuka praktik di Jalan P.Tirtayasa Bandar Lampung. Ahli gigi ini melakukan praktik di luar kewenangannya yaitu perawatan ortodonti (behel). Oleh karena itu, guna melindungi masyarakat dari pelayanan kesehatan gigi yang tidak sesuai dengan standar yang ditentukan, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871/MENKES/PER/IX/2011 tentang pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER / V/1989 yang mengatur kewenangan, larangan, serta perizinan tukang gigi (ahli gigi). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871/MENKES/PER/IX/2011 ini menghapuskan wewenang ahli gigi untuk melakukan praktik. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diadakannya pengawasan terhadap praktik ahli gigi yang dalam hal ini yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan adalah Pemerintahan Daerah karena bidang kesehatan merupakan

7 kewenangan wajib pemerintahan daerah kabupaten/kota sebagaimana tertera pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 13 huruf e dan Pasal 14 huruf e dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, bidang kesehatan merupakan salah satu urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya.urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Sebagaimana tertera pada Pasal 7 ayat (2) huruf b, bidang kesehatan merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah pada Pasal 7 disebutkan bahwa dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Melalui otonomi daerah, pemerintahan daerah memiliki kewenangan untuk menangani urusan di bidang kesehatan pada daerahnya masing-masing. Dinas kesehatan adalah unsur pelaksanaan pemerintah daerah yang bertugas menyelenggarakan sebagian kewenangan daerah dibidang kesehatan. Salah satu tugas dari dinas kesehatan yaitu kaitannya dengan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan

8 pelayanan kesehatan. Melalui Dinas Kesehatan sebagai salah satu pelaksana bidang kesehatan di daerah diharapkan dapat melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap parktik ahli gigi. Berdasarkan dari uraian tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti seajuh mana Dinas Kesehatan melakukan pengawasan terhadap praktik ahli gigi dan menuangkan tulisan dalam bentuk skripsi dengan judul Pengawasan Dinas Kesehatan terhadap Praktik Ahli Gigi di Kota Bandar Lampung. 1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian 1.2.1 Permasalahan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan dalam penelitin ini adalah : a. Apakah yang menjadi dasar hukum Praktik Ahli Gigi di Kota Bandar Lampung? b. Bagaimanakah pengawasan Dinas Kesehatan terhadap Praktik Ahli Gigi di Kota Bandar Lampung? 1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada dua ruang lingkup pembahasan, yaitu dalam bidang hukum khususnya Hukum Administrasi Daerah dan lingkup substansi yaitu Pengawasan Dinas Kesehatan terhadap izin praktik dan kewenangan ahli gigi.

9 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui apa yang menjadi dasar hukum Praktik Ahli Gigi di Kota Bandar Lampung b. Untuk mengetahui pengawasan Dinas Kesehatan terhadap Praktik Ahli Gigi di Kota Bandar Lampung. 1.3.2 Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis, yaitu kegunaan penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah dan memperluas ilmu pengetahuan dalam bidang Hukum Administasi Negara dan menjadi bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan. b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan serta bentuk sumbangan yang dapat diberikan dalam rangka pengabdian kepada masyarakat pada umumnya dan khususnya para instansi terkait.