BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus termasuk derajat kesehatannya. dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan obat-obatan jenis tertentu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN MENURUT UU RI NOMOR 13 TAHUN 2006 DAN FIQH SIYASAH

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan oleh Ankum yang menangani pelanggaran disiplin.

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

Aktivitas Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Lingkup Kerja Lpsk. Disusun Oleh: Kombes Pol (Purn). basuki Haryono, S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan Restorative Justice,

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. modern. Ini ditandai dengan kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seperti yang kita ketahui, semua Negara pasti mempunyai peraturanperaturan

KEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut untuk bersaing secara kompetitif dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pertumbuhan dan perkembangan tersebut akan berdampak pada perubahan pola hidup. Perubahan pola hidup akan menimbulkan munculnya berbagai masalah, salah satunya adalah penyalahgunaan narkotika yang merupakan salah satu bentuk kejahatan dalam masyarakat. Kejahatan dalam masyarakat perlu mendapatkan perhatian yang serius karena tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia yang merupakan salah satu perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. Tidak bisa dipungkiri bahwa kejahatan narkotika merupakan kejahatan lintas negara (transnational crime) dan salah satu negara yang menjadi tujuan peredarannya adalah Indonesia. Lemahnya sistem pengamanan di bandarabandara, pelabuhan- pelabuhan dan jalur darat di Indonesia menyebabkan maraknya peredaran narkotika di Indonesia. Berdasarkan sidang umum ICPO (International Criminal Police Organization) ke 66 tahun 1997 di India yang diikuti sebanyak 177 negara dari lima Benua, Indonesia masuk dalam daftar tertinggi negara- negara yang 1

2 menjadi sasaran peredaran obat- obatan terlarang dan narkotika. 1 Indonesia yang semula menjadi negara transit atau pemasar, sekarang sudah meningkat menjadi salah satu negara tujuan bahkan pula telah menjadi negara produsen obat- obatan terlarang. Ini terbukti dengan ditemukannya pabrik ectasy milik Ang Kiem Soei seorang warga negara Belanda di daerah Jawa Barat pada tahun 2003. 2 Beredarnya narkotika di negara ini juga dipengaruhi oleh kurangnya peranan masyarakat untuk membantu aparatur penegak hukum dalam memberantas kejahatan yang timbul di masyarakat. Keberhasilan POLRI dalam menanggulangi tindak kejahatan narkotika ini sangat ditunjang oleh adanya laporan dari masyarakat yang mengetahui adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Namun dalam kenyataan jumlah pelapor tindak pidana narkotika ini minim karena adanya ancaman dari para pelaku kejahatan narkotika, dan minimnya perlindungan dari aparatur penegak hukum. Setiap warga negara berhak memperoleh perlindungan hukum termasuk pelapor tindak kejahatan narkotika. Hal ini tercantum dalam UUD 1945 setelah amandemen Pasal 28G ayat (1) berbunyi: Setiap orang berhak atas perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang berada di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. 1 H. Hadiman, Menguak Misteri Maraknya Narkoba di Indonesia (Jakarta : Badan Kerjasama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama, 1999), hlm. 1 2 www.kompas.com, Ahmad Setiawan, Menunggu Eksekusi, 16 Februari 2006.

3 Perlindungan terhadap saksi tindak pidana tidak lepas dari peranan polisi sebagai pengayom masyarakat, hal ini tercantum dalam Pasal 3 UU No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI yang berbunyi: Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Tugas polisi sebagai alat pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat maupun sebagai pengawas terhadap pelaksanaan ketentuan Undang- Undang adalah merupakan petugas pertama yang mengetahui pelanggaran- pelanggaran hukum sehingga petugas Polisi sering disebut sebagai Hakim dalam instansi pertama untuk mengatasi pelanggaran terhadap Undang- Undang. Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, segala proses penegakan hukum awalnya dilakukan oleh POLRI dan berakhir pada putusan Hakim di pengadilan. Peran serta POLRI erat kaitannya dengan perkembangan masyarakat, sehingga dalam lingkup kepolisian beban tugas dan peran POLRI selalu berubah dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat tersebut. 3 Keberhasilan suatu proses peradilan pidana sangat dipengaruhi oleh alat bukti yang berhasil diungkap atau ditemukan. Untuk itu, perlu ditumbuhkan partisipasi masyarakat dalam mengungkap tindak pidana, dengan cara memberikan perlindungan hukum dan keamanan kepada setiap orang yang mengetahui tindak pidana yang telah terjadi. Dengan jaminan 3 DPM. Sitompul, Polisi dan Penangkapan (Bandung: Tarsito, 1985), hlm. 43.

4 perlindungan hukum dan keamanan tersebut, diharapkan masyarakat tidak lagi merasa takut untuk melaporkan suatu tindak pidana yang diketahuinya. Perlindungan keamanan terhadap saksi dan korban diharapkan tidak hanya ditujukan kepada pribadinya, akan tetapi juga diberikan kepada keluarga, harta benda, serta bebas dari ancaman. 4 Bila dalam satu kondisi para saksi atau korban diancam, mereka diperbolehkan memberikan kesaksian tanpa hadir di pengadilan. Kesaksian bisa secara tertulis atau melalui sarana elektronik. Tentu atas persetujuan hakim dan didampingi pejabat yang berwenang. Saksi korban dan pelapor semestinya tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas kesaksian yang diberikannya. Disinilah pentingnya sebuah lembaga, seperti Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), kecuali bila mereka memberikan keterangan tidak benar. Pasal 184 ayat (1) KUHAP berbunyi: 1. Alat bukti yang sah ialah: a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa; 2. Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan. 4 www.fraksi-pks Online, Abdul Azis Arbi, UU Perlindungan Saksi dan Korban Jamin Penegakkan Hukum, 13 Juli 2006.

5 Penyebutan keterangan saksi sebagai alat bukti merupakan alat bukti yang kuat akan tetapi pada kenyataannya, keterangan dari para saksi sering tidak obyektif karena merasa tertekan dan terancam keselamatan jiwanya, jika memberikan kesaksian tentang perbuatan pelaku tindak pidana. butir 27 menentukan : Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 1 Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Keterangan saksi yang diberikan kepada Polisi harus berdasarkan pada peristiwa yang ia dengar atau lihat sendiri, tidak boleh merupakan keterangan yang berdasarkan pada perkiraan atau keterangan berdasarkan pada ilham dari mimpi, atau dari pengetahuannya itu. 5 UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM secara teoritis juga mengakui pentingnya aspek perlindungan saksi dan korban dalam proses pemeriksaan. Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti yang diperlukan dalam memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penunututan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia alami sendiri, ia lihat sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya. Selain itu juga diatur dalam UU No.13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pada suatu proses Penyelidikan dan Penyidikan, kepastian hukum adalah salah satu tujuan dan menjadi essensi sebenarnya dari Hukum. 5 DPM. Sitompul, Polisi dan Penangkapan (Bandung: Tarsito, 1985), hlm. 14.

6 Penyidik Polri dalam melakukan tugasnya selain menegakkan hukum juga turut memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam ruang lingkup tugas Kepolisian. Sesuai dengan tugas pokok Kepolisian yang tercantum dalam UU No.2 tahun 2002 Pasal 13. Kapolri menegaskan bahwa visi misi Kapolri yaitu mengutamakan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat dari pada fungsi penegakan hukum dan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Salah satu fungsi Reskrim dalam melakukan penegakan hukum, didasarkan pada kewenangan Penyidik dalam Pasal 1 huruf 13 UU No. 2 tahun 2002 yang berbunyi Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang- undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. Secara aplikatif, proses pengumpulan bukti adalah proses utama dalam membuat terang suatu tindak pidana, maka pengumpulan bukti tersebut berasal dari alat bukti yang sah, selain dari Keterangan Tersangka, Petunjuk, Surat, Barang Bukti keterangan saksilah yang paling dilematis, karena merupakan alat bukti yang berasal dari manusia dan dipengarui faktor psikologis. Dalam Undang- Undang No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban disebutkan bahwa hak- hak korban dan saksi dilindungi dan dilayani oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. LPSK sendiri adalah Lembaga yang bertanggung jawab menangani pemberian perlindungan dan

7 bantuan pada saksi dan korban berdasarkan tugas dan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Undang Undang ini. Ditinjau dari sudut pandang saksi dan korban yang menjadi saksi kejahatan terorganisir, mereka tentunya menginginkan keselamatan keluarganya dan dirinya. Ini tercantum dalam Pasal 5 UU No. 13 tahun 2006 sebagai berikut : (1.)Seorang Saksi dan Korban berhak : a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya; b. Ikut dalam proses memilih, menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan; c. Memberikan keterangan tanpa tekanan; d. Mendapat penerjemah; e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat; f. Mendapat informasi dari perkembangan kasus; g. Mendapat informasi mengenai putusan pengadilan; h. Mendapat identitas baru; i. Mendapat tempat kediaman baru; j. Memperoleh pergantian biaya transportasi sesuai kebutuhan; k. Mendapat penasihat hukum;dan atau; l. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir. (2.)Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Saksi dan/ atau Korban tindak pidana dalam kasus- kasus tertentu sesuai dengan keputusan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban). Begitu pentingnya Keselamatan Saksi dan/ atau korban, maka di dalam pasal 10 ditegaskan lagi : (1) Saksi, Korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikannya, (2) Seorang Saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang dijatuhkan.

8 (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap Saksi, Korban, dan Pelapor yang memberikan keterangan dengan iktikad tidak baik. Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka penulis melakukan penulisan hukum dengan judul Perlindungan Saksi Tindak Pidana Narkotika di Wilayah Hukum Polres Sleman. B. Rumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah perlindungan saksi tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh Polisi di Wilayah Hukum Polres Sleman telah sesuai dengan UU No.13 Tahun 2006? 2. Kendala apa yang dihadapi Polisi dalam perlindungan saksi tindak pidana narkotika di Wilayah Hukum Polres Sleman? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Mencari data, guna menjawab permasalahan : apakah perlindungan Polisi terhadap saksi tindak pidana narkotika di wilayah Hukum Polres Sleman sudah sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2006? 2. Untuk mengetahui kendala yang terjadi dalam perlindungan saksi tindak pidana narkotika di wilayah Hukum Polres Sleman sehingga dapat diberikan saran untuk perbaikan.

9 D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut: 1. Untuk penulis atau mahasiswa: a. Dapat digunakan sebagai bahan pembanding antara teori yang telah didapat di bangku kuliah dengan kenyataan yang terjadi. b. Sebagai wahana dalam menganalisis masalah apakah yang ada dalam masyarakat serta mampu memberikan alternatif pemecahannya. 2. Untuk Polisi Dapat diketahui kekurangan dan kelebihan Polisi dalam upaya melindungi saksi tindak pidana narkotika. 3. Untuk dunia ilmu pengetahuan Diharapkan dapat menambah pengetahuan kita tentang pentingnya peran Polisi dalam melindungi saksi tindak pidana narkotika. E. Keaslian Penelitian Dengan ini penulis menyatakan bahwa penulisan hukum ini merupakan hasil karya asli penulis, bukan merupakan hasil duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain, jika penulisan hukum ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan atau sanksi hukum yang berlaku, dan jika telah ada penulisan hukum yang memuat hal yang sama, maka penulisan hukum ini adalah sebagai pelengkap bagi penulisan hukum sebelumnya.

10 F. Batasan Konsep Pengertian saksi menurut Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 1 butir 26 adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri dan ia alami sendiri. Dalam UU No.26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang dimaksud dengan saksi adalah salah satu bukti dalam memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia alami sendiri, ia lihat sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya. Sedangkan dalam UU No. 13 tahun 2006, saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, lihat sendiri, dan/ atau ia alami sendiri. Perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi dan/ atau Korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang- Undang ini. Dalam UU No. 22 tahun 1997 yang dimaksud Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan

11 dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana terlampir dalam Undang- Undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Hukum Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum terhadap asas- asas hukum yang menyangkut asas hukum yang berkaitan dengan substansi perundangundangan. 2. Sumber Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data sekunder sebagai data utama dan data primer sebagai penunjang. a. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil wawancara. b. Data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer yang meliputi peraturan perundang- undangan dan bahan hukum sekunder yang meliputi pendapat ahli hukum, buku- buku dan sebagainya. 1) Bahan hukum primer, antara lain: a) UUD 1945 setelah amandemen Pasal 28G ayat (1) b) Undang- Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika c) Undang- Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM d) Undang- Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI

12 e) Undang- Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. f) KUHAP (Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana) 2) Bahan hukum sekunder berupa pendapat hukum yang diperoleh melalui buku- buku, majalah, internet, hasil penelitian dan sebagainya. 3. Metode Pengumpulan Data a. Wawancara Wawancara dilakukan dalam mencari data primer yang diperoleh secara langsung dari instansi yang terkait untuk menjelaskan lebih lanjut sehubungan dengan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini. Wawancara dilakukan dengan Kasat Narkoba Polres Sleman, AKP Andri Siswan Ansyah. b. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan : yaitu dengan cara mencari landasan secara teoritis dari permasalahan yang akan diteliti, yang dilakukan melalui studi terhadap bahan- bahan pustaka yang berupa Peraturan Perundangundangan atau kumpulan buku- buku. 4. Metode Analisis Data yang diperoleh baik dari penelitian lapangan maupun studi kepustakaan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu menganalisis data berdasarkan isi dan kualitas. Untuk menganalisis data tersebut digunakan cara berpikir induktif, yaitu metode berpikir dengan

13 cara mengumpulkan hal- hal yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.