BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan perkawinan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita yang dikaruniai sebuah naluri. Naluri

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten)

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan Allah SWT yang pada hakikatnya sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. antara suami, istri dan anak akan tetapi antara dua keluarga. Dalam UU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kodrat manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan kehidupan manusia dalam rangka menuju hidup sejahtera.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

BAB I PENDAHULUAN. 1 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1988, hlm. 104

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

HAK JANDA/DUDA ATAS PEMBAGIAN HARTA BERSAMA AKIBAT PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA LUBUK-LINGGAU SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Sri Turatmiyah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM FAKTOR PENYEBAB SERTA AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. suci atau jalinan ikatan yang hakiki antara pasangan suami istri. Hanya melalui

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

PERMOHONAN PEMBATALAN PERKAWINAN YANG DILAKUKAN ISTRI PERTAMA BERDASARKAN UU No.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN MARWAH / D

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. itu, harus lah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. UU Perkawinan dalam Pasal 1 berbunyi Perkawinan adalah ikatan lahir batin

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan aturan terhadap suatu perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita. kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. Sunnah Allah, berarti menurut qudrat dan iradat Allah dalam penciptaan alam ini,

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

KEWENANGAN AYAH BIOLOGIS SEBAGAI WALI NIKAH TERHADAP ANAK LUAR KAWIN (Kajian Komparasi Antara Hukum Perkawinan Indonesia dengan Empat Madzhab Besar)

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. 2

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. dengan melangsungkan Perkawinan manusia dapat mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan lembaga sosial bersifat universal, terdapat di semua

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Allah SWT menciptakan manusia terdiri dari dua jenis, pria dan wanita. dengan kodrat jasmani dan bobot kejiwaan yang relatif berbeda yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan (zoon politicon). 1 Kemudian Allah SWT memerintahkan pria dan wanita untuk beribadah dan bertakwa kepada-nya. Dalam ajaran Islam, salah satu perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Sebuah perkawinan merupakan peristiwa sakral bagi manusia, karena melangsungkan perkawinan merupakan sunnatulloh dan sebagai penyempurna agama. Sesuai dengan Hadits Riwayat Al. Baihaqi dalam Syu abul Iman, disahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silisilah Ash Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya. Karena perkawinan merupakan satu-satunya sarana yang sah untuk membangun sebuah rumah tangga dan melahirkan keturunan yang sah sejalan dengan fitrah manusia. Kehidupan dan peradaban manusia tidak akan berlanjut tanpa adanya kesinambungan perkawinan dari setiap 1 Nawawi Rambe, 1994, Fiqh Islam, Jakarta, Duta Pahala, hlm. 304. 1

2 generasi umat manusia. Karena itulah Rasulullah SAW menganjurkan umatnya yang telah mampu untuk menikah. 2 Anjuran menikah juga telah tertuang dalam firman Allah SWT, yaitu QS Ar-Ruum (21): Dan di antara ayat-ayatnya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-nya di antaramu mawadah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. Setali tiga uang dengan ayat diatas, menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya ditulis UUP) menyebutkan perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam perkawinan itu tidak hanya cukup dengan adanya ikatan lahir atau ikatan batin saja, tapi harus kedua-duanya. Ikatan lahir adalah ikatan yang dapat dilihat, ikatan nyata yang mengungkapkan adanya suatu hubungan hukum antara seorang pria dan wanita untuk hidup bersama sebagai suami istri, dengan kata lain dapat disebut ikatan formil. Sebaliknya, suatu ikatan batin adalah suatu ikatan yang tidak dapat dilihat, hanya dapat dirasakan oleh kedua pihak yang menikah, seperti rasa 2 Hasbi Indra, 2004, Potret Wanita Sholehah, Jakarta, Penamadani, hlm. 61.

3 saling cinta, sayang, percaya. Walaupun tidak nyata, tapi ikatan itu harus ada, karena tanpa adanya ikatan batin, ikatan lahir akan menjadi rapuh. 3 Hak untuk melangsungkan perkawinan pun disebutkan dalam Pasal 28 B ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Sebuah perkawinan yang didasari ikatan lahir batin dapat dikatakan sah jika telah memenuhi unsur dalam Pasal 2 ayat (1) UUP yaitu perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Bagi seorang muslim sahnya suatu perkawinan harus dipenuhi segenap rukun dan syarat perkawinan menurut hukum Islam. 4 Selanjutnya, Pasal 2 ayat (2) UUP menyebutkan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, perkawinan dapat dikatakan sah apabila sesuai dengan aturan agama dan kepercayaan masing-masing pihak, serta harus dicatatkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika perkawinan tersebut tidak dicatatkan, maka hukum positif tidak mengakui sah perkawinan tersebut, walaupun perkawinan yang dilangsungkan telah sesuai dengan hukum agama dan kepercayaan. Dapat dimengerti bahwa perkawinan merupakan suatu perbuatan keagamaan, oleh karena itu sah atau tidaknya suatu perkawinan ditentukan 3 Wantjik Saleh K, 1980, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm. 14-15. 4 Afdol, 2006, Legislasi Hukum Islam Di Indonesia, Surabaya, Airlangga University Press, hlm. 83.

4 pada hukum masing-masing agama. Berarti bahwa suatu perkawinan yang dilaksanakan bertentangan dengan hukum agama dengan sendirinya menurut Undang-undang Perkawinan dianggap tidak sah dan tidak mempunyai akibat hukum sebagai ikatan perkawinan. Selain harus sesuai dengan masing-masing hukum agama dan kepercayaan, perkawinan juga harus sah secara hukum positif di Indonesia. Suatu perkawinan yang dilangsungkan tidak memenuhi syarat dan ketentuan yang diatur di dalam hukum agama dan undang-undang, maka perkawinan tersebut dianggap tidak sah sehingga perkawinan tersebut dapat dibatalkan yang disertai dengan bukti-bukti yang yang dapat dipertanggung jawabkan, sesuai dalam Pasal 22 UUP yang menyebutkan perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syaratsyarat untuk melangsungkan perkawinan. Di dalam penjelasan kata dapat dalam pasal di atas ini bisa diartikan bisa batal atau bisa tidak batal, selama ketentuan hukum agamanya masing-masing tidak menentukan lain. Dengan demikian, perkawinan dapat dibatalkan berarti sebelumnya telah terjadi perkawinan lalu dibatalkan karena adanya pelanggaran terhadap aturan-aturan tertentu. 5 Namun, tidak sembarang pihak diperbolehkan untuk mengajukan pembatalan perkawinan. Pihak-pihak yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan diatur dalam Pasal 23 UUP: 5 Martiman Prodjohamidjodjo, 2002, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta, Indonesia Legal Center Publishing, hlm. 27.

5 1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri; 2. Suami atau istri; 3. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan; 4. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undangundang ini dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus. Bagi pihak-pihak diatas dapat mengajukan pembatalan perkawinan ke Pengadilan, sesuai pernyataan Pasal 25 UUP yang menyebutkan permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal kedua suami istri, suami atau istri. Permohonan pembatalan perkawinan diajukan ke Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi Non-Islam. Namun, pada umumnya Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri hanya menaungi bagi para penganut agama yang perkawinannya berasas monogami tertutup, seperti di kalangan umat Kristen/Katolik dan Budha di Indonesia, dan terlepas dari pengaruh hukum adat atau penganut agama Hindu Dharma (Bali) dan Islam yang berasas monogami terbuka atau poligami. 6 6 Hilman Hadikusuma, 2003, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut : Perundangan Hukum Adat dan hukum Agama, Bandung, CV Maju Mundur, hlm. 83.

6 Perkawinan sebagai ikatan suci antara seorang laki-laki dan perempuan mempunyai akibat hukum yang mengikat antara kedua belah pihak (suami dan istri), dan berpengaruh terhadap segala sesuatu yang dihasilkan dari perkawinan tersebut, hak dan kewajiban suami istri, anak, dan harta bersama. Jika kemudian sebuah perkawinan dibatalkan, karena diketahui sebelum menikah ternyata perempuan tersebut sudah mengandung janin dengan laki-laki lain (hamil di luar nikah). Inilah bentuk perkawinan yang dapat dibatalkan (relative nietig), 7 karena adanya pelanggaran terhadap Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Seperti kasus pembatalan yang terjadi di Pengadilan Agama Wonosari, pembatalan perkawinan yang diajukan oleh para pihak suami dengan alasan penipuan atau salah sangka terhadap identitas atau keadaan diri istri. Karena diketahui pihak istri ternyata sudah hamil dan mengandung anak dari laki-laki lain sebelum dilangsungkannya perkawinan, namun pihak istri tidak terbuka, jujur, dan dengan sengaja menutupi keadaan diri. Sejak diputuskannya pembatalan perkawinan secara hukum, perkawinan yang sempat dilangsungkan itu dianggap tidak pernah ada atau tidak pernah terjadi. 7 Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, 2004, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum islam Dari Fiqh, UU No 1 Tahun 1974 Sampai KHI, Jakarta, Prenada Media, hlm. 107.

7 Dengan demikian, masalah terkait dengan pertimbanganpertimbangan hakim pengadilan agama dalam memutus perkara pembatalan perkawinan dan akibat hukum terhadap hubungan suami istri dalam pembatalan perkawinan menurut penyusun menarik untuk diteliti dan untuk lebih lanjut dibahas dalam sebuah skripsi dengan judul : Pembatalan Perkawinan Karena Adanya Penipuan Oleh Pihak Istri (Studi Kasus Putusan Hakim Pengadilan Agama Wonosari Nomor 0230/Pdt.G/2007/PA.Wno) di Pengadilan Agama Wonosari sebagai badan peradilan yang berwenang mengatasi masalah ini. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis mengambil permasalahan sebagai berikut: 1. Apa dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan atau tidak mengabulkan perkara pembatalan perkawinan, dalam Putusan Perkara Nomor: 0230/Pdt.G/PA.Wno di Pengadilan Agama Wonosari? 2. Apa akibat hukum dari pembatalan perkawinan karena adanya penipuan oleh pihak istri dalam Putusan Perkara Nomor: 0230/Pdt.G/PA.Wno di Pengadilan Agama Wonosari? Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui dasar hukum pertimbangan hakim dalam mengabulkan atau tidak mengabulkan perkara pembatalan perkawinan, dalam Putusan Perkara Nomor: 0230/Pdt.G/2007/PA.Wno di Pengadilan Agama Wonosari.

8 b. Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul dari pembatalan perkawinan dalam Putusan Perkara Nomor: 0230/Pdt.G/PA.Wno di Pengadilan Agama Wonosari. 2. Tujuan Subyektif Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.