Abstract. Keywords: Koto Panjang reservoir, phosphate, lacustrine and transition

dokumen-dokumen yang mirip
The Vertical Profile of Nitrate in the Lacustrine and Transition Zone Koto Panjang Reservoir Kampar District Riau Province ABSTRACT

Profil Vertikal Fosfat di Waduk Bandar Kayangan Lembah Sari Kelurahan Lembah Sari Kabupaten Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru.

Abstract

The Vertical Profile of Phosphate on the Bakuok Lake in Aursati Village Tambang Subdistrict Kampar District Riau Province

The Vertical Profile Of Nitrate and Orthophosphate in Pinang Luar Oxbow Lake Buluh China Village Siak Hulu Sub District Kampar District Riau Province

The Vertical Profile of Phosphate on the Baru Lake in Buluh Cina Village Siak Hulu Subdistrict Kampar District. Oleh. Abstract

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

Chlorophyll-a concentration in the Tajwid Lake, Langgam Sub-district, Pelalawan District, Riau Province. By:

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

Water quality of Parit Belanda River based on physical-chemical parameters, Rumbai Pesisir District, Pekanbaru City, Riau Province.

BAB I PENDAHULUAN. memonitor kualitas perairan (Leitão, 2012), melalui pemahaman terhadap siklus

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PROFIL VERTIKAL FOSFAT DAN CHLOROPHYL-A SEKITAR KERAMBA JARING APUNG DI DANAU BANDAR KHAYANGAN, PROVINSI RIAU

Water Condition of Salo River Based on Physical-Chemical Parameters

Bab V Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Vertical Profile of Phytoplankton Abundance in Tanjung Putus Oxbow Lake Buluh Cina Village Siak Hulu Sub District Kampar District Riau Province

Profil Vertikal Oksigen Terlarut di Danau Pinang Luar (Oxbow Lake) Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau

CONCENTRATION OF CHLOROPHYL-a IN THE SOLOK PULAU LAKE, TANJUNG BALAM VILLAGE, SIAK HULU SUB DISTRICT, KAMPAR DISTRICT, RIAU PROVINCE ABSTRACT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PROFIL VERTIKAL KLOROFIL-a DI OXBOW TANJUNG PUTUS DESA BULUH CINA KECAMATAN SIAK HULU KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU. Pekanbaru. Pekanbaru ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN KECAMATAN MANTANG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

Ir. H. Djuanda di bagian hilir DAS (luas permukaan air ha) selesai dibangun tahun

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL KAJIAN HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DAN PRODUKTIVITAS BUDIDAYA IKAN NILA DI DANAU LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

By: Rahma Muthia Sari 1, Madju Siagian 2 dan Asmika H. Simarmata 2. Abstract. Keyword : BOD 5, Nutrient, Bandar Kayangan Lembah Sari Reservoir

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA

Analisis kualitas fisika kimia air di areal budidaya ikan Danau Tondano Provinsi Sulawesi Utara

BUSINESS ANALYSIS ENLARGEMENT COMMON CARP (Cyprinus carpio) FLOATING NET CAGES IN TANJUNG ALAI VILLAGE XIII KOTO KAMPAR DISTRICT RIAU PROVINCE

3. METODE PENELITIAN

Biomass (Ash Free Dry Mass/AFDM) of Periphyton in the Ceramic Substrate in the Salo River, Salo District, Kampar Regency, Riau Province

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan

KESESUAIAN KUALITAS AIR KERAMBA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DI DANAU SENTANI DISTRIK SENTANI TIMUR KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Karakteristik Waduk Ir. H. Juanda (Prihadi 2004)

Aquatic Plant and Fish Assosiation in the Parit Belanda River, Meranti Pandak Village, Rumbai Pesisir District, Pekanbaru Regency, Riau Province By:

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Vertikal Oksigen Terlarut di Danau Oxbow Pinang Dalam, Desa Buluh Cina-Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau

MANAJEMEN KUALITAS AIR

Ramliyus 1) ; Hendrik 2) ; Ridar Hendri 2) Gmail: ABSTRACT

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki

KAJIAN KETERKAITAN ANTARA KEMANTAPAN CADANGAN OKSIGEN DENGAN BEBAN MASUKAN BAHAN ORGANIK DI WADUK IR. H. JUANDA PURWAKARTA, JAWA BARAT

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang

KESTABILAN OKSIGEN TERLARUT DI WADUK CIRATA

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Kata kunci : Periphyton, eichornia crassipes, bendungan limbungan, pesisir rumbai ABSTRACT

Udayana, Denpasar. Alamat (Diterima Juli 2017 /Disetujui September 2017) ABSTRAK

ANALISIS KADAR NITRAT DAN KLASIFIKASI TINGKAT KESUBURAN DI PERAIRAN WADUK IR. H. DJUANDA, JATILUHUR, PURWAKARTA

STUDI PENYEBARAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI PERAIRAN LAUT PAYA KUNDUR PROVINSI KEPULAUAN RIAU. Oleh Robileo Agus 1), Rifardi 2), Musrifin Ghalib 2)

3. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi akan mempengaruhi kualitas

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem Rawa Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen

PARAMETER KUALITAS AIR

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN UMUM

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities.

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

PENDAHULUAN. hal yang penting dan harus tetap dijaga kestabilannya (Effendi, 2003).

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Chlorophyll-a Consentration in Parit Belanda River, Rumbai Pesisir District, Pekanbaru, Riau.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

Transkripsi:

1 Vertical profiles of phosphate in the lacustrine and transition zones in the Koto Panjang Reservoir, XIII Koto Kampar Districts, Kampar Regency, Riau Province. By Sistim Wehalo 1), Asmika H. Simarmata 2), Madju Siagian 2) E-mail: sistimwehalo012@gmail.com Abstract Phosphate is a nutrient that plays as a limiting factor for aquatic organisms and it may affect the aquatic productivity. This research aims to understand the vertical profile of phosphate in the lacustrine and transition zones of the Koto Panjang Reservoir. This research was conducted in September-October 2015. A survey method was applied in this research. Water samplings were conducted 3 times, once/2 weeks. The sampling areas were in the lacustrine and transition zones, two stations in each zone (L1; L2; T1 and T2). Phosphate concentration was analysed based on APHA (2012). Data obtained were then analyzed using a two way ANOVA. Results shown that the surface phosphate concentration in the lacustrine zone was 0.13 mg/l, while that of the transition zone was 0.15 mg/l. Phosphate concentration in the bottom area was slightly higher, it was 0.18 mg/l in the lacustrine and 0.19 mg/l in the transition zone. Result of statistical analysis indicate that there was no difference in the surface s and bottom s phosphate concentration in both sampling areas. Based on data obtained, it can be concluded that the Koto Panjang reservoir can be categorized as mesotrophic. Keywords: Koto Panjang reservoir, phosphate, lacustrine and transition 1) Student of the Fisheries and Marine Sciences Faculty, Riau University 2) Lecturer of the Fisheries and Marine Sciences Faculty, Riau University PENDAHULUAN Waduk atau reservoir adalah badan air yang dibuat atau dibangun oleh manusia untuk menampung air pada periode kelebihan air (musim hujan) dan dipakai pada waktu kekurangan air (musim kemarau) untuk berbagai kepentingan seperti pembangkit listrik, irigasi, perikanan, sumber air baku, pengendali banjir

2 dan sumber air tanah. Waduk dibentuk dengan membangun dam melintasi sungai, jadi air bendungan berada di belakang dam. Karakteristik waduk ditentukan oleh ekologi sungai yang dibendung berhubungan dengan fungsi waduk. Jadi waduk mendapatkan pasokan air utama dari sungai yang dibendung dan erat kaitannya dengan daerah tangkapan air. Baik buruknya kualitas air waduk sangat erat kaitannya dengan tata guna lahan di sekitar waduk tersebut (Siagian, 2009). Waduk Koto Panjang merupakan salah satu waduk yang dibangun dengan membendung aliran Sungai Kampar Kanan yang memiliki genangan seluas 12.400 ha. Waduk Koto Panjang dibangun tahun 1993 dan selesai pada tahun 1997 merupakan waduk yang fungsi utamanya sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Seiring dengan berjalannya waktu waduk ini bukan hanya dimanfaatkan sebagai PLTA tetapi dimanfaatkan sebagai tempat pariwisata, perikanan tangkap dan untuk budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA). Berdasarkan sifat fisik, kimia dan biologisnya waduk dibagi atas tiga zonasi yaitu riverine, zona trantition dan zona lacustrine. Zona riverine adalah zona mengalir yang cenderung mempunyai arus yang cukup deras, waktu tinggal pendek, ketersediaan hara allochtonous tinggi, penetrasi cahaya minimal dan pada umumnya membatasi produktifitas primer. Zona transisi adalah merupakan zona peralihan antara mengalir dan tergenang. Zona lacustrine yaitu lingkungan yang tergenang sepanjang tahun, jadi luas areal dari lingkungan ini tidak berbeda antara musim hujan dan musim kemarau (Siagian, 2009). Menurut Azmudin (2013) konsentrasi rata-rata fosfat yang ditemukan selama penelitian di Waduk Koto Panjang pada zona lakustrin sekitar dam site 0,14 mg/l dan di zona trasisi dekat Sungai Kampar 0,02 mg/l. Selanjutnya menurut Hutajulu (2014) rata-rata konsentrasi fosfat di Waduk tersebut pada zona transisi 0,03 mg/l-0,04 mg/l dan di zona lakustrin 0,05 mg/l-0,09 mg/l. Sumiarsih (2014) menyatakan konsentrasi fosfat di waduk yang sama berkisar 0,068-

3 0,416 mg/l pada musim hujan dan 0,131-0,352 mg/l pada musim kemarau. Data ini menunjukkan adanya peningkatan fosfat dari tahun ketahun. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian tentang profil vertikal fosfat. Jumlah KJA yang beroperasi di Dam Site Waduk Koto Panjang tercatat sebanyak 196 petak tahun 2003, tahun 2006 sebanyak 513 dan tahun 2009 jumlah KJA beroperasi sebanyak 900 petak (Siagian, 2010). Menurut Simarmata et. al., (2013), jumlah KJA sebanyak 1.100 petak. Manurung (2014) menyatakan jumlah KJA pada tahun 2012 sebanyak 1.582 petak. Zona lakustrin dan zona transisi dimanfaatkan untuk KJA. Keramba jaring apung yang operasional di waduk ini dari tahun ke tahun semakin berkembang. Peningkatan jumlah KJA di Waduk Koto Panjang dapat mempengaruhi kualitas perairan waduk akibat adanya beban limbah berupa sisa pakan, feses dan ekskresi lainnya, yang menyebabkan peningkatan bahan organik. Bahan organik di perairan selanjutnya didekomposisi oleh bakteri menjadi bahan anorganik antara lain (PO 4, NO 3, CO 2, H 2 S, NH 3 ). Salah satu bahan anorganik ini adalah fosfat. Fosfat merupakan salah satu unsur hara yang menjadi faktor pembatas bagi organisme perairan dan dapat mempengaruhi produktivitas perairan. Secara vertikal konsentrasi fosfat di perairan semakin dalam semakin meningkat. Oleh karena itu, perlu diketahui profil vertikal fosfat pada zona lakustrin dan zona transisi di Waduk Koto Panjang karena pada penelitian sebelumnya belum dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil vertikal fosfat pada zona lakustrin dan zona transisi di Waduk Koto Panjang. Dengan melihat profil vertikal fosfat ini dapat diketahui pengaruh KJA terhadap perairan berdasarkan kedalaman. Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi dasar untuk pengelolaan Waduk Koto Panjang yang berkelanjutan. METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, dimana perairan Waduk Koto Panjang dijadikan sebagai lokasi penelitian.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Fosfat Hasil konsentrasi fosfat selama penelitian di permukaan pada zona lakustrin 0,13 mg/l dan pada zona transisi 0,15 mg/l, sedangkan di dasar pada zona lakustrin 0,18 mg/l dan pada zona transisi 0,19 mg/l. Profil vertikal fosfat selama penelitian menunjukkan konsentrasi fosfat cenderung meningkat dengan bertambahnya kedalaman (Tabel 1 dan Gambar 1) Tabel 1. Rata-rata Konsentrasi Fosfat di Zona Lakustrin dan Zona Transisi Selama Penelitian di Waduk Koto Panjang Zona Lakustri n Transisi Kedalaman Secchi Kedalaman (m) Fosfat (mg/l) Permukaan 0 0,13 2 SD 3 m 0,16 4 SD 6 m 0,16 6 SD 12 m 0,17 Dasar 32 m 0,18 Permukaan 0 0,15 2 SD 3 m 0,17 4 SD 6 m 0,17 6 SD 12 m 0,18 Dasar 19,3 m 0,19 Keterangan: SD : Secchi Disc Tabel 1 menunjukkan bahwa konsentrasi fosfat tertinggi di dasar perairan dan terendah di permukaan perairan baik itu di zona lakustrin maupun di zona transisi. Rendahnya konsentrasi fosfat di permukaan perairan diduga karena banyak fitoplankton yang memanfaatkan fosfat. Menurut Effendi (2003) fosfat merupakan bentuk fosfor yang berfungsi sebagai unsur esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga, sehingga unsur hara ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan alga akuatik serta mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Tingginya konsentrasi fosfat di dasar perairan disebabkan oleh berat jenis (BJ) fosfat lebih besar dari air sehingga fosfat akan mengendap di dasar perairan. Goldman dan Horne (1983) menyatakan bahwa fosfat memiliki berat jenis (BJ) yang lebih besar dari air sekitar 1,82 gr/m 3. Disamping itu, aktivitas KJA dan aktivitas dari catchment area memberikan masukan bahan organik ke badan air, yang akan mengendap di dasar perairan dan selanjutnya akan didekomposisi oleh bakteri menjadi bahan anorganik. Salah satu dari bahan anorganik ialah fosfat (PO 4 ).

Kedalaman (m) 5 Konsentrasi fosfat (mg/l) 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0 4 8 12 16 20 24 28 32 Gambar 1. Profil Vertikal Rata-rata Konsentrasi Fosfat di Zona Lakustrin dan Transisi Waduk Koto Panjang Untuk melihat perbedaan konsentrasi fosfat antar kedalaman dilakukan uji dua arah anova. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p > 0,05. Ini artinya konsentrasi fosfat antar kedalaman tidak berbeda nyata. Hal ini terjadi karena perbedaan konsentrasi fosfat antar kedalaman tidak begitu besar. Hasil uji statistik antar waktu pada masing-masing kedalaman menunjukkan nilai p < 0,05. Ini artinya bahwa konsentrasi fosfat antara sampling 1, sampling 2 dan sampling 3 berbeda nyata. Diduga hal ini disebabkan karena adanya perbedaan tingginya muka air pada sampling 1, sampling 2 dan sampling 3. Lakustrin Transisi Gambar 1 menunjukkan bahwa konsentrasi fosfat tertinggi di zona transisi dan terendah di zona lakustrin. Tingginya konsentrasi fosfat di zona transisi disebabkan jumlah unit KJA yang operasional di zona transisi lebih banyak dibandingkan zona lakustrin. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pemilik KJA, mengemukakan KJA di zona lakustrin banyak yang dipindahkan ke zona transisi. Jumlah KJA yang operasional selama penelitian di zona lakustrin (350-400 petak) dan zona transisi (450 petak). Kegiatan budidaya ikan di dalam KJA dikelola secara intensif yang menggunakan pakan buatan yaitu pelet. Menurut Garno (2002) pakan ikan merupakan penyumbang bahan organik tertinggi di danau/waduk (80%) dalam menghasilkan dampak lingkungan. Menurut MC Donald dalam Simarmata (2007) menyatakan bahwa 30% dari jumlah pakan yang diberikan tertinggal sebagai pakan yang tidak dikonsumsi dan 25-30% dari pakan yang dikonsumsi akan diekskresikan. Pakan yang terbuang ke perairan dan hasil ekskresi ikan akan menjadi bahan organik, selanjutnya didekomposisi oleh bakteri menjadi bahan anorganik, salah satunya ialah

6 fosfat. Oleh karena itu, konsentrasi fosfat di zona transisi lebih tinggi dibandingkan di zona lakustrin. Sedangkan rendahnya konsentrasi fosfat di zona lakustrin disebabkan sedikitnya masukan bahan organik ke perairan. Jika konsentrasi fosfat di zona lakustrin dan zona transisi di uji dua arah anova menunjukkan nilai p > 0,05. Jadi, konsentrasi fosfat antar zona tidak berbeda nyata. Diduga hal ini disebabkan oleh jumlah unit KJA di zona lakustrin dan zona transisi tidak jauh berbeda sehingga konsentrasi fosfat antar zona lakustrin dan zona transisi juga tidak berbeda nyata. Sedangkan hasil uji statistik konsentrasi fosfat antar waktu pada masing-masing zona menunjukkan nilai p < 0,05. Ini artinya bahwa konsentrasi fosfat antara sampling 1, sampling 2 dan sampling 3 berbeda nyata. Diduga hal ini disebabkan adanya perbedaan tinggi muka air pada sampling 1, sampling 2 dan sampling 3. Sehubungan dengan fosfat di perairan Goldman dan Horne (1983) mengelompokkan kesuburan perairan atas lima tingkatan yaitu : 0,000 0,020 mg/l perairan sangat miskin (ultra oligotrofik), 0,021 0,050 mg/l perairan miskin (oligotrofik), 0,051 0,100 mg/l kesuburan sedang (mesotrofik), 0,101 0,200 mg/l subur (eutrofik) dan > 0,200 mg/l terlalu subur (hipertrofik). Jika konsentrasi fosfat di zona lakustrin dan zona transisi 0,13 mg/l dan 0,19 mg/l hasil penelitian ini dibandingkan dengan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan zona lakustrin dan zona transisi termasuk kesuburan sedang (mesotrofik). Parameter Penunjang Kualitas Air Hasil kualitas air selama penelitian kecerahan di zona lakustrin 116 cm-147 cm dan zona transisi 68-140 cm. Suhu di zona lakustrin berkisar 26,7 0 C-30,8 0 C dan zona transisi 27,7 0 C-31,2 0 C. ph di zona lakustrin 5-5,33 dan zona transisi 5-5,17. Selanjutnya oksigen terlarut di zona lakustrin berkisar 0,09 mg/l-8,97 mg/l dan zona transisi berkisar 0,00 mg/l -7,63 mg/l. Parameter kualitas air akan dijelaskan sebagai berikut. Suhu Rata-rata suhu di permukaan pada zona lakustrin 30,8 0 C dan di zona transisi 31,2 0 C. Rata-rata suhu di dasar pada zona lakustrin 26,7 0 C

Nilai kecerahan (cm) Kedalaman (m) 7 dan di zona transisi 27,7 0 C. Nilai suhu dari permukaan sampai dasar di setiap zona cenderung menurun (Gambar 2). 0 4 8 12 16 20 24 28 32 Suhu ( 0 C) 0 8 16 24 32 Gambar 2. Nilai Rata-rata Suhu di Zona Lakustrin dan Zona Transisi Waduk Koto Panjang Dari Gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa nilai suhu baik di zona lakustrin dan zona transisi, tertinggi di permukaan perairan dan terendah di dasar perairan. Tingginya suhu di permukaan perairan disebabkan intensitas cahaya yang masuk ke permukaan perairan lebih dibandingkan di dasar perairan. Lakustrin Transisi tinggi Suhu antar zona menunjukkan bahwa suhu tertinggi di zona transisi dan terendah di zona lakustrin. oksigen terlarut akan berkurang. Berdasarkan hasil pengukuran suhu selama penelitian pada kedua zona (Lakustrin dan Transisi) di Waduk Koto Panjang, mendukung kehidupan organisme di perairan. Hal ini sesuai pendapat Kordi dan Tancung (2010), kisaran suhu optimal untuk kehidupan ikan di perairan tropis adalah 27 0 C - 32 0 C. Kecerahan Nilai kecerahan di zona lakustrin berkisar antara 116 cm-147 cm dan di zona transisi berkisar antara 68 cm-140 cm. Nilai tertinggi di zona lakustrin (147 cm) dan terendah di zona transisi (68 cm). Untuk lebih jelas nilai kecerahan pada zona lakustrin dan zona transisi dapat dilihat pada Gambar 3. 150 120 90 60 30 0 L1 L2 T1 T2 Gambar 3. Nilai Kecerahan di Zona Lakustrin dan Zona Transisi Waduk Koto Panjang Gambar 3 menunjukkan bahwa nilai kecerahan tertinggi di zona lakustrin dan terendah di Sampling I Sampling II Sampling III zona transisi. Tingginya kecerahan di zona lakustrin disebabkan jumlah bahan organik yang masuk ke perairan sedikit. Selanjutnya rendahnya nilai kecerahan di zona transisi disebabkan banyaknya bahan organik yang masuk ke perairan. Banyaknya bahan organik dapat mengakibatkan kekeruhan suatu perairan, sehingga

Kedalaman (m) 8 zona transisi memiliki nilai kecerahan yang rendah. Menurut Kordi dan Tancung (2010) kecerahan sangat dipengaruhi oleh kekeruhan, kekeruhan disebabkan oleh zat-zat yang tersuspensi seperti lumpur, bahan organik dan anorganik. Berdasarkan hasil pengukuran kecerahan perairan di zona lakustrin dan zona transisi Waduk Koto Panjang selama penelitian, nilai kecarahan kurang produktif. Hal ini sesuai pendapat Hardiyanto et. al., (2012) bahwa kecerahan yang produktif untuk organisme akuatik di perairan yaitu 30-50 cm. Derajat Keasaman (ph) Rata-rata derajat keasaman (ph) di permukaan pada zona lakustrin dan pada zona transisi adalah 5, sedangkan di dasar pada zona lakustrin 5,17 dan zona transisi 5,33. Jika dilihat nilai ph dari permukaan sampai dasar nilai ph cenderung meningkat dengan bertambahnya kedalaman. Untuk lebih jelas profil vertikal ph dapat dilihat pada Gambar 4. 0 1 2 3 4 5 6 0 4 8 12 16 20 24 28 32 Nilai ph Gambar 4. Nilai Rata-rata ph di Zona Lakustrin dan Zona Transisi Waduk Koto Panjang Berdasarkan hasil penelitian derajat keasaman (ph) di zona lakustrin dan zona transisi Waduk Koto Panjang merupakan ph yang baik untuk kehidupan ikan. Hal ini sesuai Kordi dan Tancung (2010) menyatakan bahwa nilai derajat keasaman yang ideal adalah 4-9. Oksigen Terlarut (OT) Lakustrin Transisi Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehingga bila ketersediaannya di dalam air tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya, maka segala aktivitas biota akan terhambat (Kordi dan Tancung 2010). Konsentrasi rata-rata oksigen terlarut selama penelitian di permukaan pada zona lakustrin 8,97 mg/l dan pada zona transisi 7,63 mg/l. Selanjutnya di dasar pada zona lakustrin 0,09 mg/l dan di zona transisi 0,00 mg/l. Jika dilihat dari permukaan sampai ke dasar perairan

Kedalaman (m) 9 konsentrasi oksigen terlarut cenderung menurun (Gambar 5). 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 4 8 12 16 20 24 28 32 Konsentrasi oksigen terlarut (mg/l) Lakustrin Transisi Gambar 5. Profil Vertikal Rata-rata Oksigen Terlarut di Zona Lakustrin dan Zona Transisi di Waduk Koto Panjang Gambar 5 menunjukkan konsentrasi oksigen terlarut tertinggi di permukaan dan terendah di dasar perairan. Tingginya konsentrasi oksigen terlarut di permukaan perairan disebabkan proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen dan oleh difusi atmosfir. Hal ini sesuai pendapat Effendi (2003) bahwa oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi udara dan hasil fotosintesis. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut di dasar disebabkan semakin dalam perairan maka proses fotosintesis semakin berkurang. Menurut Partiwi dalam Situmorang (2014) bahwa konsentrasi oksigen cenderung mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kedalaman karena suplai oksigen dari proses fotosintesis dan difusi menurun. Gambar 5 menunjukkan bahwa konsentrasi oksigen terlarut tertinggi di zona lakustrin dan terendah di zona transisi. Tingginya konsentrasi oksigen terlarut di zona lakustrin disebabkan zona lakustrin memiliki nilai kecerahan yang tinggi dibandingkan zona transisi, karena semakin tinggi kecerahan suatu perairan maka proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton akan semakin meningkat. Menurut Sari dan Usman (2012) bahwa kecerahan merupakan faktor penting bagi proses fotosintesis dan produksi primer dalam suatu perairan. Sedangkan rendahnya oksigen terlarut di zona transisi disebabkan nilai kecerahannya rendah. Menurut Alaerts dan Santika (1984) bahwa kadar oksigen terlarut di perairan akan rendah ketika fosfat dan nutrien lainnya tinggi. Di zona transisi konsentrasi oksigen terlarut rendah sehingga konsentrasi fosfatnya menjadi tinggi. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa konsentrasi

10 fosfat di permukaan pada zona lakustrin 0,13 mg/l dan zona transisi 0,15 mg/l. Sedangkan di dasar pada zona lakustrin 0,18 mg/l dan zona transisi 0,19 mg/l. Konsentrasi fosfat meningkat dengan bertambahnya kedalaman. Konsentrasi fosfat di zona transisi lebih tinggi dibandingkan di zona lakustrin. Uji dua arah anova menunjukkan konsentrasi fosfat antar kedalaman dan antar zona tidak berbeda nyata, ini artinya hipotesis ditolak. Berdasarkan konsentrasi fosfat di zona lakustrin dan zona transisi 0,13 mg/l dan 0,19 mg/l menunjukkan Waduk Koto Panjang pada kedua zona tersebut termasuk kesuburan sedang (mesotrofik). Saran Sebaiknya perlu dilakukan penelitian mengenai konsentrasi bahan organik total untuk melihat jumlah bahan organik yang dihasilkan oleh KJA. DAFTAR PUSTAKA Alaerts., S dan S. Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. Azmudin. 2013. Profil Vertikal Oksigen Terlarut di Zona Lakustrin dan Transisi Waduk PLTA Koto Panjang Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Jurnal Hasil Penelitian Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau.11hal.jom.unri.ac.id/index. php/jomfaperika/article/dow nload/2201/2143. Diakses pada Tanggal 23 Juli 2015. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. Garno, Y. S. 2002. Beban Pencemaran Limbah Perikanan dan Budidaya dan Eutrofikasi Waduk pada DAS Citarum. Jurnal Teknik Lingkungan P3TL-BBPT. 5 (3): 122-120. Goldman, R. C. And A.J. Horne. 1983. Limnology. Mc Graw-Hill International Book Company. Tokyo. Hardiyanto, R., H. Suherman dan R. I. Pratama. 2012. Kajian Produktivitas Primer Fitoplankton Di Waduk Saguling, Desa Bongas Dalam Kaitannya Dengan Kegiatan Perikanan. Jurnal Perikanan dan Ilmu Kelautan. 3(4) : 51-59. Hutajulu, O. 2014. Hubungan Fosfat dengan Klorofil-a di Zona Lakustrin dan Transisi Waduk PLTA Koto Panjang Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pekanbaru (Tidak diterbitkan). Kordi, M. G. H dan A. B. Tancung. 2010. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

11 Manurung, L. U. Pengaruh Keberadaan KJA Terhadap Komposisi Jenis Makanan Ikan Kapiek (Pontius schawanefeldi) dan Perekonomian Tradisional di Waduk Plta Koto Panjang Provinsi Riau. Tesis Program Pascasarjana Universitas Riau. Pekanbaru (Tidak diterbitkan). Sari, T. E. Y dan Usman. 2012. Studi Parameter Fisika dan Kimia Daerah Penangkapan Ikan Perairan Selat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Jurnal Perikanan dan Ilmu Kelautan. 17 (1): 88-100. Situmorang, F. 2014. Profil Vertikal PO 4 Di Zona Lakustrin Dan Zona Transisi Waduk Koto Panjang Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pekanbaru (Tidak diterbitkan). Sumiarsih., E. 2014. Dampak Limbah Kegiatan Keramba Jaring Apung (KJA) Terhadap Karakteristik Biologis Ikan Endemik Di Sekitar KJA Waduk Koto Panjang. Disertasi Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung (Tidak diterbitkan). Siagian, M. 2009. Strategi Pengembangan Keramba Jaring Apung Berkelanjutan di Waduk. UNPAD. Siagian, M. 2010. Strategi Pengembangan Keramba Jaring Apung Berkelanjutan di Waduk PLTA Koto Panjang Kampar Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 5 (1) : 25-38. Simarmata, A. H. 2007. Kajian Keterkaitan Antara Kemantapan Cadangan Oksigen Dengan Beban Masukan Bahan Organik Di Waduk IR. H. Juanda Purwakarta, Jawa Barat. Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (Tidak diterbitkan). Simarmata, A. H., M. Siagian dan C. Sihotang. 2013. Vertical Profil Oxygen in the Lacustrine and Transisi Zones, Koto Panjang Reservoir, Riau Province. Proceeding 2 nd National and International Seminar of Fisheries and Marine Science. Pekanbaru (65-68).