BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia yang membuat manusia dapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi seseorang telah menjadi kebutuhan pokok dan hak-hak dasar baginya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pendidikan dan yang ditegaskan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Ia hanya hidup, berkembang, dan

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. (verbal communication) dan komunikasi nonverbal (non verbal communication).

Bagaimana? Apa? Mengapa?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. harus dapat merasakan upaya pemerintah ini, dengan tidak memandang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Saat ini permasalahan pendidikan di Indonesia sangatlah penting dan ini

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya. Segala bentuk kebiasaan yang terjadi pada proses belajar harus. terhadap kemajuan dalam bidang pendidikan mendatang.

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. memaksa manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi juga merupakan hal

NIM. K BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Mulyana (2010:108), salah satu prinsip komunikasi adalah

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian dari perjalanan seorang manusia.

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA

KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA TUNARUNGU DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DIDASARKAN PADA TEORI SCHOENFELD

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA. Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan

PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto

2014 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL PADA KETERAMPILAN MEMBUAT SPAKBOR KAWASAKI KLX 150 MENGGUNAKAN FIBERGLASS DI SMALB-B

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Anak tunagrahita merupakan bagian dari anak berkebutuhan khusus, anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Persada,2007), p.1 2 Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern, pendekatan praktis (Bandung ; PT. Remaja Rosdakarya, 2011), p.1.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pendidikan adalah milik semua orang, tidak. terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Keterbatasan yang dialami

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. manusia di dunia baik itu pendidikan formal maupun non formal. Begitu

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan nama benda-benda tersebut (Al-Baqarah : 31) lainnya adalah penekanannya terhadap masalah pendidikan (mencari ilmu).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Devi Sari Peranginangin, 2013

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Musik merupakan bahasa yang universal karena musik mampu dimengerti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterbatasan, tidak menjadi halangan bagi siapapun terutama keterbatasan

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB I PENDAHULUAN. muka atau melalui media lain (tulisan, oral dan visual). akan terselenggara dengan baik melalui komunikasi interpersonal.

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2015 UPAYA GURU D ALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia yang membuat manusia dapat saling berhubungan satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari di mana saja berada. Proses komunikasi terjadi melalui bahasa, bentuk bahasa dapat berupa isyarat, gestur, tulisan, gambar, dan wicara. Komunikasi akan berjalan dengan lancar dan berhasil apabila proses itu berjalan dengan baik. Fungsi komunikasi adalah berusaha meningkatkan hubungan insani, menghindari dan mengatasi konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain (Cangara, 2006:56). Banyak orang mengganggap bahwa berkomunikasi adalah hal yang mudah untuk dilakukan. Namun komunikasi tidak akan berjalan mudah ketika adanya gangguan komunikasi baik itu dari komunikan ataupun komunikatornya. Situasi tersebut mengakibatkan proses komunikasi berjalan tidak efektif. Proses komunikasi tidak hanya dilakukan untuk manusia normal saja tetapi orang-orang dengan kebutuhan khusus juga memliki cara komunikasi tersendiri. Orang orang dengan kebutuhan khusus tersebut adalah mereka yang mengalami hambatan, gangguan, keterlambatan atau faktor-faktor lainnya, sehingga untuk mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan khusus. Kelompok ini yang kemudian dikenal sebagai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). 1

Salah satu diantara anak berkebutuhan khusus yang dimaksud adalah tunarungu, anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan dalam mendengar dan berbicara baik sebagian atau keseluruhannya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan alat pendengaran, sehingga tidak dapat menggunakan alat pendengaran dan wicaranya dalam kehidupan sehari-hari (Sadjaah, 2005: 1-2). Mereka sulit menangkap suarasuara khususnya bunyi bahasa melalui pendengarannya, akibatnya anak tidak dapat menirukan atau mengulang kata-kata menjadi bahasa. Dengan demikian anak tunarungu mengalami gangguan komunikasi. Sementara itu, dalam keseharian komunikasi merupakan hal yang sangat penting. Apabila dilihat secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal pada umumnya, namun pada saat berkomunikasi barulah dapat diketahui. Pakar pendidikan anak tunarungu seperti Daniel Ling mengemukakan bahwa ketunarunguan memberikan dampak berupa hambatan-hambatan perkembangan bahasa yang nantinya memunculkan dampak lain yang sangat komplek seperti aspek pendidikan, hambatan emosi-sosial, perkembangan intelegensi dan hambatan aspek kepribadian (Sadjaah, 2005:1). Seperti halnya anak normal lain pada umumnya, anak tunarungu juga berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu karena pendidikan merupakan sektor yang dapat menciptakan kecerdasan manusia dalam melangsungkan kehidupannya. Salah satu wadah untuk menampung siswa tunarungu untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu yaitu sekolah yang menyelenggarakan program 2

inklusi. Prinsip pendidikan inklusi pertama kali diadopsikan pada konferensi dunia di Salamanca, tentang pendidikan kebutuhan khusus tahun 1994 (Tarmansyah, 2009:4). Sekolah penyelenggara pendidikan inklusi merupakan tempat pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk mendapat perlakuan secara proporsional dari semua unsur yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan. Konsekwensi dari kondisi sekolah penyelenggara pendidikan inklusi menuntut adanya penyesuaian strategi pembelajaran dalam upaya melaksanakan kurikulum yang telah disyahkan secara nasional. Negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan ataupun fisik seperti hal nya anak tunarungu. Secara legalitas formal baik dalam Undang-undang dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undangundang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab III ayat 5 dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan. Adapun beberapa kebijakan pemerintah dalam penyediaan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 bahwa negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu (arsip SMK N 4). Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusi bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa. Melalui pendidikan inklusi, anak 3

berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan didalam masyarakat terdapat anak nomal dan anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai satu komunitas (www.ditplb.or.id dal am arsip SMK N 4). Oleh karena itu, anak berkelainan perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan disekolah. Pendidikan inklusi telah berkembang luas didunia termasuk di indonesia. Salah satu kota di Indonesia yang ikut menyelenggarakan pendidikan inklusi yaitu kota Padang. Peneliti menemukan sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi yaitu Sekolah Menengah Kejuruan ( SMK) Negeri 4 Padang. Berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang Nomor 421.4/ 755/ DP/ PKLK/ 2015 Tanggal 24 November 2015 terdapat 19 orang Anak Berkebutuhan Khusus yang terdaftar sebagai siswa yang masuk kedalam penyelenggaraan program inklusi di SMK Negeri 4 Padang. Siswa tersebut terdiri dari 10 orang dengan jenis kelamin laki-laki dan 9 orang dengan jenis kelamin perempuan. Diantara ke-19 Anak Berkebutuhan khusus tersebut terdapat tiga orang siswa tunarungu. Berikut dilampirkan pada Tabel 1.1 data ke-19 Anak Berkebutuhan Khusus yang telah terdaftar di SMK Negeri 4 padang yang didapat peneliti : Tabel 1.1 Data Anak Berkebutuhan Khusus di SMK Negeri 4 Padang NO NAMA SISWA L/P JURUSAN JENIS KKHUSUSAN 1 Annisah P XII DPKT Disgrafia 2 Nanang Budiono L XII DKV A Autis 3 Farhan Fadillah L XII DKV B Autis 4 Fajar Kurnia L XII Seni Lukis Tuna Daksa 4

5 Ansyari Prasetyo L XI DKV B Tunarungu 6 Fachreza Rezki L XI DKV B Autis Yolhandra 7 Luthfi Izazi Ramadana L XI DKV B Autis Kusnawan 8 Anggia Risty P XI DKV B Tunarungu 9 Farid Hidayat L XI MM Autis 10 Wahyu Putra Saiful L XI MM Autis Batu Nimbak 11 Anggresia Yuwanda P XI DPKT B Tuna Daksa 12 Ninda Dwi Putri P XI PSR B Tunarungu 13 Aditya Ramadhan L XI DKV A Disgrafia 14 Dini Kharutunnisa P XI DKV B Gangguan Prilaku 15 Eka Nita Royani P XI DPKT Slow Linear 16 Yuni Hilda Permata Sari P X AKT A Tuna Wicara Ringan 17 Elvira P X KT B Tuna Wicara Ringan 18 Luthfi Hidayat L X ANIMASI Lambat Belajar 19 Ayu Tania Putri P X DKV A Gangguan Konsentrasi dan Lambat Belajar (Sumber : Arsip SMK N 4 Padang) SMK Negeri 4 Padang bekerja sama dengan jurusan PLB UNP telah menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus pada tingkatan menengah atas (SLTA) pada tahun 2009. Pelaksanaan pendi dikan yang dilaksanakan telah berjalan dengan baik, beberapa dari siswa berkebutuhan khusus telah berhasil lolos dibeberapa perguruan tinggi negeri dan swasta baik itu di kota Padang ataupun luar kota Padang, dengan cara melalui ujian tertulis ataupun melalui jalur undangan. Diantara Beberapa perguruan tinggi yang dimaksudkan adalah ITB (Institut Teknologi Bandung), UNP (Universitas Negeri Padang) dan UPI (Universitas Putra Indonesia) YPTK Padang. Berikut data Anak Berkebutuhan 5

Khusus yang diterima diperguruan tinggi yang diperoleh peneliti, dijelaskan pada Tabel 1.2 dibawah ini : Tabel 1.2 Data Anak Berkebutuhan Khusus yang diterima di Perguruan Tinggi No Nama Jurusan Jenis Kekhususan Perguruan tinggi 1 Reza Seni Lukis Tunarungu ITB / Fakultas Seni Rupa dan Desain 2 Esa Putra Seni Lukis Gangguan UNP / Seni Penglihatan Rupa 3 Vicky Herdian Sari 4 Fajar Adi Nugroho Jalur Masuk SNMPTN Undangan SNMPTN Undangan DKV Tunarungu UNP / DKV SNMPTN Undangan Seni Lukis Tuna Wicara Ringan UNP / Seni Rupa Tahun Tamat 2013 2013 2013 SBMPTN 2014 5 Tria Zeski DKV Tunarungu UPI YPTK / DKV Ujian Tulis 6 M. Fadhil DKV Autis UNP / DKV SNMPTN Azri Undangan 7 Jannatul DKV Tuna Daksa UNP / PLB Ujian Aini Nafri Tulis (Sumber : Arsip SMK N 4 Padang) 1014 2015 2015 Dapat terlihat dari beberapa Anak Berkebutuhan Khusus pada Tabel 1.2 yang ditampilkan peneliti, kebanyakan yang diterima di perguruan tinggi adalah siswa dengan jenis kekhususan Tunarungu. Hal tersebut memunculkan ketertarikan tersendiri bagi peneliti untuk mengetahui lebih mendalam bagaimana siswa tunarungu tersebut bisa lebih unggul dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kehususan yang lainnya, bahkan juga bisa lebih unggul dibandingkan siswa normal lain yang sama-sama bersekolah di SMK N 4 padang. 6

Keberhasilan siswa tunarungu untuk mencapai hal tersebut tentunya dapat dilihat melalui proses pembelajarannya di kelas. Dilihat dari bagaimana hubungannya dengan guru dan bagaimana komunikasi interpersonalnya berjalan dengan lancar. Didalam dunia pendidikan terdapat istilah yang disebut dengan komunikasi pendidikan dimana komunikasi pendidikan merupakan aspek komunikasi dalam dunia pendidikan atau komunikasi yang terjadi pada bidang pendidikan (Yusuf, 2010:50). Didalam komunikasi pendidikan terdapat bagian yang disebut dengan komunikasi instruksional yang merupakan bagian utama dari proses pendidikan secara keseluruhan. Komunikasi instuksional didalam dunia pendidikan (Yusuf, 2010: 57) tidak diartikan sebagai perintah tetapi lebih mendekati pada pengajaran, pelajaran atau pembelajaran. Komunikasi yang terjadi antara guru dan siswa tunarungu dalam proses belajar mengajar menimbulkan ketertarikan tersendiri bagi peneliti. Anak normal berkomunikasi dengan cara berbicara dan mendengar, sementara anak tunarungu memiliki keterbatasan dalam kedua hal tersebut. Namun disekolah yang menerapkan program inklusi, anak normal dan anak berkebutuhan khusus seperti tunarungu digabung pada satu kelas pada saat proses belajar. Pada proses belajar mengajar yang peneliti lihat di SMK N 4 Padang terlihat bahwa adanya perbedaan dalam hal berkomunikasi antara siswa tunarungu dengan guru. Dari situlah peneliti mulai mengamati dan memperhatikan fenomena yang terjadi. Komunikasi di kelas memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Percakapan yang ada dalam proses pembelajaran di kelas merupakan realitas komunikasi penggunaan 7

bahasa. Anak normal melakukan interaksi melalui percakapan dengan guru ketika proses belajar mengajar di kelas, sementara hal yang berbeda terjadi pada anak tunarungu. Ketika guru menerangkan pelajaran, siswa tunarungu dengan keterbatasannya mencoba memahami kata demi kata yang disampaikan guru melalui gerak bibir guru tersebut untuk menangkap pelajaran dan menafsirkan makna dari apa yang disampaikan oleh guru. Dari sana peneliti tertarik untuk mengetahui pola komunikasi seperti apa yang terbentuk pada saat proses belajar mengajar antara siswa tunarungu dengan guru di kelas. Bukan hanya dalam proses belajar di kelas, peneliti mengamati pada saat jam istirahat siswa tunarungu juga ikut berkumpul bersama siswa (normal) lainnya. Ketika teman-temannya berkomunikasi siswa tunarungu tersebut hanya berusaha untuk melihat dan mengamati apa yang sedang dibicarakan teman-teman normalnya melalui gerak bibir tanpa memberi tanggapan sedikitpun. Hal ini menandakan adanya perbedaan pola komunikasi siswa tunarungu baik itu dalam berkomunikasi dengan guru pada proses belajar mengajar maupun pada saat berinteraksi dengan teman-temannya. Penelitian ini akan menjelaskan komunikasi interpersonal siswa tunarungu dalam menggunakan komunikasi nonverbal, karena komunikasi nonverbal dianggap sebagai salah satu bentuk bahasa yang dapat memudahkan siswa tunarungu dalam melakukan interaksi serta mempertegas bahasa verbal yang kurang jelas. Sehingga isi pesan yang disampaikan dan dimaksud dapat dengan mudah dipahami bagi siswa tunarungu. 8

Terdapat beberapa Sekolah Menengah Kejuruan lain yang juga ikut menyelenggarakan program inklusi di Kota Padang, diantaranya SMK Negeri 1 Padang, SMK Negeri 2 Padang, SMK Negeri 4 Padang, SMK Negeri 6 Padang, SMK Negeri 7 Padang, SMK Negeri 9 Padang. Namun, peneliti memilih SMK Negeri 4 padang sebagai objek peneliti untuk melakukan penelitian dikarenakan SMK Negeri 4 Padang merupakan sekolah kejuruan pertama pada tingkat menengah atas yang melaksanakan program inklusif dan SMK Negeri 4 Padang juga cukup banyak menampung anak berkebutuhan khusus dibandingkan dengan sekolah menengah kejuruan lain yang melaksanakan program inklusi. Didukung juga dengan fakta bahwa SMK Negeri 4 Padang juga telah berhasil menghasilkan Anak Berkebutuhan Khusus dengan potensi yang luar biasa, terlihat dari lulusanya yang diterima di berbagai perguruan tinggi. Pola komunikasi tunarungu berbeda dengan cara komunikasi orang normal pada umumnya, mereka menggunakan bahasa isyarat atau nonverbal sebagai bahasa yang mereka gunakan dalam interaksi sehari-hari. Semakin mendalam peneliti melihat fenomena ini, peneliti semakin tertarik untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya pola komunikasi yang terjadi antara guru dengan anak tunarungu pada saat proses belajar mengajarnya di sekolah sehingga anak tersebut bisa berinteraksi dengan baik dan menerima pelajaran yang diberikan sehingga bisa lolos di perguruan tinggi seperti anak-anak normal pada umumnya. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian yang berkaitan dengan bagaimana pola komunikasi dan pemaknaan dari interaksi yang terjadi antara siswa 9

tunarungu dengan guru selama proses belajar mengajar di sekolah yang diangkat dalam sebuah karya ilmiah dengan judul Pola Komunikasi antara Guru dengan Siswa Tunarungu dalam Proses Belajar Mengajar Di Sekolah Inklusi (Studi Pada Siswa dan Guru SMK Negeri 4 Kota Padang) 1.2 Fokus Penelitian Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada kajian bagaimana pola komunikasi antara guru dengan siswa tunarungu serta bagaimana pemaknaan pada interaksi guru dan siswa tunarungu selama proses belajar mengajar dengan menggunakan Teori CMM (Coordinated Management of Meaning). 1.3 Rumusan Masalah Dalam penelitian ini, masalah yang akan diteliti adalah : 1. Bagaimana pola komunikasi guru dengan siswa tunarungu pada proses belajar mengajar disekolah inklusi SMK Negeri 4 Padang? 2. Bagaimana pemaknaan pada proses interaksi guru dan siswa tunarungu selama proses belajar mengajar di sekolah inklusi SMK Negeri 4 Padang? 3. Bagaimana komunikasi nonverbal siswa tunarungu di sekolah inklusi SMK Negeri 4 Padang? 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan judul dan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui pola komunikasi guru dengan siswa tunarungu dalam proses belajar mengajar disekolah inklusi SMK Negeri 4 Padang. 10

2. Mengetahui pemaknaan pada proses interaksi antara guru dengan siswa tunarungu selama proses belajar mengajar di sekolah inklusi SMK Negeri 4 Padang. 3. Menjelaskan komunikasi nonverbal siswa tunarungu di sekolah inklusi SMK Negeri 4 Padang. 1.5 Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang diharapkan dari terlaksananya penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menambah khasanah pengetahuan dalam bidang Ilmu Komunikasi dan dapat jadi acuan studi penelitian sejenis. 2. Manfaat Praktis Peneliti berharap hasil penelitian bisa berguna bagi para pembaca untuk dapat mengetahui tentang pola komunikasi antara guru dengan siswa tunarungu pada proses belajar mengajarnya di sekolah. Diharapkan juga mampu memberikan sumbangan untuk efektifitas pembelajaran siswa tunarungu bagi guru di sekolah inklusi, ataupun orang tua dari siswa tersebut. 11