PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1971 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG YUDHA DHARMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 13 TAHUN 1971 (13/1971) Tanggal: 11 DESEMBER 1971 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1963 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG JASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG MAHAPUTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 10 TAHUN 1980 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG BUDAYA PARAMA DHARMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1968 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG "JALASENA" PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1963 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG JASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 5 TAHUN 1963 (5/1963) Tanggal: 22 JULI 1963 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1968 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG KARTIKA EKA PAKCI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 65 TAHUN 1958 (65/1958) Tanggal: 11 AGUSTUS 1958 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1968 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG SWA BHUWANA PAKSA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

3.Undang-undang Nomor 70 tahun 1958 (Lembaran-Negara tahun 1958 Nomor 124) tentang Tanda-tanda Penghargaan untuk Anggota-Angkatan Perang.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 1958 TENTANG PEMBERIAN TANDA-TANDA KEHORMATAN BINTANG SAKTI DAN BINTANG DARMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 1958 TENTANG PEMBERIAN TANDA-TANDA KEHORMATAN BINTANG SAKTI DAN BINTANG DARMA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KEBAKTIAN SOSIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1961 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG BHAYANGKARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KEBAKTIAN SOSIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA PEMBANGUNAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 4 TAHUN 1972 (4/1972) Tanggal: 9 NOPEMBER 1972 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1994 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1994 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SATYALANCANA "SEROJA" Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1978 Tanggal 6 Pebruari 1978 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SATYALANCANA PERISTIWA GERAKAN OPERASI MILITER VIII "DHARMA PHALA" Peraturan Pemerintah Nomor: 19 Tahun 1968 Tanggal: 25 Juni 1968

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA PERINGATAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

PEMBERIAN TANDA KEHORMATAN BINTANG GARUDA Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1959 Tanggal 16 April 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 25/1994, TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1958 TENTANG TANDA-TANDA PENGHARGAAN UNTUK ANGGOTA ANGKATAN PERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA PERINTIS PERGERAKAN KEMERDEKAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN TANDA KEHORMATAN BINTANG GARUDA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA PENDIDIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA PENDIDIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1954 TENTANG TANDA KEHORMATAN SEWINDU ANGKATAN PERANG REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1958 TENTANG TANDA-TANDA PENGHARGAAN UNTUK ANGGOTA ANGKATAN PERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA PENDIDIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Le

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1959

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1960 TENTANG SATYA LENCANA JASADARMA ANGKATAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203 TAHUN 1961 TENTANG SATYALANCANA "SATYA DASAWARSA" BAGI PARA ANGGOTA-ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1973 TENTANG TANDA KEHORMATAN PRASAMYA PURNAKARYA NUGRAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tentang: TANDA KEHORMATAN SEWINDU ANGKATAN PERANG REPUBLIK INDONESIA. Indeks: TANDA KEHORMATAN SEWINDU ANGKATAN PERANG REPUBLIK INDONESIA.

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1959 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN UMUM MENGENAI TANDA-TANDA KEHORMATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1964 TENTANG SATYALANCANA WIRA DHARMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA PERINTIS PERGERAKAN KEMERDEKAAN

2015, No Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

TANDA-TANDA KEHORMATAN UNDANG UNDANG. NOMOR 4 Drt. TAHUN 1959 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN UMUM MENGENAI TANDA-TANDA KEHORMATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2012, No.190.

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; MEMUTUSKAN :

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 70 TAHUN 1958 (70/1958) Tanggal: 4 SEPTEMBER 1958 (JAKARTA)

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 55 TAHUN 2003 (55/2003) TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA PENDIDIKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1968 TENTANG SATYALENCANA WIDYA SISTHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Repu

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:23 TAHUN 1968 (23/1968) Tanggal:27 DESEMBER 1968 (JAKARTA)

: PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 60 TAHUN 2007 TANGGAL : 31 OKTOBER Mutz Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Departemen Dalam Negeri.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2010 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG GELAR KEHORMATAN, WARGA KEHORMATAN, DAN PENGHARGAAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 221 TAHUN 1961 TENTANG SATYALANCANA KEAMANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KEBUDAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN TENTANG GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN TENTANG GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA PENDIDIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 35 Tahun 2010 TANGGAL : 12 Februari 2010 MEDALI KEPELOPORAN KETERANGAN :

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.725, 2010 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Perawatan. Pemakaman. TNI. PNS.

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 1958 TENTANG SATYALENCANA PERISTIWA GERAKAN OPERASI MILITER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

Yogyakarta, 18 September LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta) Nomor 7 Tahun 1980 Seri C

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA PENDIDIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 60 TAHUN 2007 TENTANG

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1971 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG YUDHA DHARMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa adakalanya terjadi seorang anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menyumbangkan jasa baktinya melebihi panggilan kewajiban sehingga oleh karenanya memberikan keuntungan-keuntungan luar biasa untuk kemajuan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia; b. bahwa sering juga seorang warga negara Indonesia bukan anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dapat menyumbangkan jasa baktinya yang tersebut pada sub a di atas sehingga perlu mendapat penghargaan yang wajar dari Negara; c. bahwa jasa bakti tersebut di atas, mereka tunjukkan semata-mata terdorong oleh keinsyafan berbakti kepada Negara disertai dengan keikhlasan pengorbanan yang sebesar-besarnya dan oleh karena itu perlu diberikan pengakuan dan penghargaan yang sewajarnya berupa pemberian tanda-tanda kehormatan; d. bahwa tanda-tanda kehormatan tersebut akan merupakan pula suatu dorongan untuk membangkitkan dan memupuk sifat-sifat mengabdi kepada Nusa dan Bangsa; e. bahwa karena keadaan yang memaksa dihubungkan dengan waktu yang mendesak, maka peraturan tentang tanda kehormatan ini perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang. Mengingat: 1. Pasal 22 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945; 2. Undang-undang No. 65 Tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 No. 116) jo. Undang-undang No. 20 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 No. 64) tentang Bintang Sakti dan Bintang Dharma; 3. Undang-undang No. 4 Drt. Tahun 1959 tentang ketentuan-ketentuan umum mengenai tanda-tanda kehormatan (Lembaran Negara Tahun 1959 No. 44); 4. Undang-undang No. 21 Tahun 1959 jo. Undang-undang No. 8 Tahun 1964 tentang Bintang Gerilya; 5. Undang-undang No. 14 Tahun 1961 tentang tanda kehormatan Bintang Bhayangkara (Lembaran Negara Tahun 1961 No. 246); 6. Undang-undang No. 14 Tahun 1968 tentang tanda kehormatan Bintang Jalasena (Lembaran Negara Tahun 1968 No. 64); 7. Undang-undang No. 23 Tahun 1968 (Lembaran Negara Tahun 1968 No. 76) tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 Tahun 1968 (Lembaran Negara Tahun 1968 No. 49) menjadi Undang-undang tentang Tanda Kehormatan Bintang Kartika Eka Pakci; 8. Undang-undang No. 24 Tahun 1968 tentang tanda kehormatan Bintang Swa Bhuwana Paksa (Lembaran Negara Tahun 1968 No. 78).

Mendengar: Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong. MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG YUDHA DHARMA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Kepada Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini diberikan anugerah Tanda Kehormatan berupa Bintang dengan nama BINTANG YUDHA DHARMA. Pasal 2 Derajat BINTANG YUDHA DHARMA adalah di bawah BlNTANG SAKTI, BINTANG DHARMA dan BINTANG GERILYA, dan di atas BINTANG JALASENA, BINTANG SWA BHUWANA PAKSA dan BINTANG BHAYANGKARA, dengan urutan derajatnya dari atas ke bawah sebagai berikut: 1. BINTANG YUDHA DHARMA KELAS SATU. 2. BINTANG-BINTANG KARTIKA EKA PAKCI/JALASENA/SWA BHUWANA PAKSA/BHAYANGKARA KELAS SATU. 3. BINTANG YUDHA DHARMA KELAS DUA. 4. BINTANG-BINTANG KARTIKA EKA PAKSI/JALASENA/SWA BHUWANA PAKSA/BHAYANGKARA KELAS DUA. 5. BINTANG YUDHA DHARMA KELAS TIGA. 6. BINTANG-BINTANG KARTIKA EKA PAKCI/JALASENA/SWA BHUWANA PAKSA/BHAYANGKARA KELAS TIGA. BAB II BINTANG YUDHA DHARMA Pasal 3 BINTANG YUDHA DHARMA adalah bintang Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang terdiri atas BINTANG YUDHA DHARMA KELAS SATU, BINTANG YUDHA DHARMA KELAS DUA dan BINTANG YUDHA DHARMA KELAS TIGA. Pasal 4

(1) BINTANG YUDHA DHARMA dibuat dari logam dengan bentuk seperti gambar terlampir, ialah bintang bersegi lima yang segi-seginya mempunyai bayangan sinar api dan ujungnya berupa sebuah bulatan kecil (pentol) mutiara. Di atas bintang tersebut terdapat bintang segi lima yang ujung-ujung seginya terletak di tengah-tengah di antara segi-segi bintang yang berujung pentol mutiara. Di tengah bintang terdapat sebuah lingkaran yang diwujudkan oleh setangkai kapas dan seuntai padi, yang masing-masing terdiri dari delapan bunga kapas dan tujuh belas kelopak daun dan empat puluh lima butir padi. Di tengah-tengah antara padi dan kapas dilukiskan sebuah TJAKRA yang berbentuk roda berujung tajam sebanyak 8 buah. Tulisan YUDHA DHARMA dilukiskan di dalam lingkaran. (2) Warna BINTANG YUDHA DHARMA adalah: Seluruhnya putih perak. Warna dasar lingkaran merah darah dari email. Lukisan untaian padi dan kapas dilukis di atas lingkaran yang berwarna dasar putih email. Warna lukisan-lukisan (cakra, tulisan, untaian bunga kapas dan padi) adalah kuning emas. (3) Ukuran dari BINTANG YUDHA DHARMA adalah: Kelas SATU: Jari-jari Bintang sampai ujung pentol mutiara 22,5 mm. Kelas DUA dan kelas TIGA; sama dengan kelas SATU. Pasal 5 (1) Pita dari BINTANG YUDHA DHARMA dibuat dari kain sutera yang mempunyai warna dasar putih perak. (2) Pita dari BINTANG YUDHA DHARMA kelas SATU merupakan pita kalung beroset dan berukuran lebar 35 mm dan 6 (enam) lajur yang mempunyai ukuran warna sebagai berikut: Dua lajur besar dipinggir (sebelah menyebelah) berukuran 4 mm dan berwarna hijau. Dua lajur kecil di tengah berukuran 1.5 mm dan berwarna merah. Dua lajur kecil masing-masing di antara lajur pinggir dan lajur tengah berukuran 1,5 mm dan berwarna kuning emas. (3) Pita BINTANG YUDHA DHARMA kelas DUA merupakan pita kalung tanpa roset dan berukuran lebar 35 mm, mempunyai 5 lanjur yang masing-masing mempunyai ukuran dan warna sebagai berikut: Dua lajur besar di pinggir (sebelah-menyebelah) berukuran 4 mm dan berwarna hijau. Satu lajur kecil di tengah-tengah berukuran 1,5 mm dan berwarna merah. Dua lajur kecil masing-masing terletak di antara lajur pinggir dan lajur tengah berukuran 1,5 mm dan berwarna kuning. (4) Pita BINTANG YUDHA DHARMA kelas TIGA merupakan pita gantung, berukuran lebar 35 mm, dan panjang 55 mm mempunyai 4 lajur yang masing-masing mempunyai ukuran dan warna sebagai berikut: Dua lajur besar di pinggir berukuran 4 mm dan berwarna hijau. Dua lajur kecil di tengah berukuran 1,5 mm dan berwarna kuning.

Pasal 6 BINTANG YUDHA DHARMA kelas SATU disertai patra yang bentuk dan kombinasi warnanya sama dengan bintang aslinya dengan ukuran 60 mm. BAB III PERSYARATAN Pasal 7 (1) BINTANG YUDHA DHARMA dianugerahkan kepada: a. Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang menyumbangkan jasa bakti dengan melebihi dan melampaui panggilan kewajiban dalam pelaksanaan tugas pembinaan dan pengembangan hingga memberikan keuntungan luar biasa untuk kemajuan, perkembangan dan terwujudnya integrasi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia diberi anugerah BINTANG YUDHA DHARMA. b. Karyawan Sipil HANKAM yang dalam tugasnya memperoleh hasil karya yang benar-benar dirasakan faedahnya oleh Pemerintah dan Negara Republik Indonesia dalam rangka perwujudan pembinaan untuk keutuhan dan kesempurnaan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. c. Warga Negara Indonesia bukan anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Karyawan Sipil HANKAM yang berjasa besar dalam bidang pembangunan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dengan hasil yang benarbenar dirasakan faedahnya oleh Pemerintah dan Negara Republik Indonesia. d. Warganegara Asing yang berjasa dalam bidang pembangunan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. (2) Tergantung dari pada nilai jasa yang ditunjukan, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Karyawan Sipil HANKAM, Warga Negara Indonesia bukan Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ Karyawan Sipil HANKAM atau Warga Negara Asing diberi anugerah BINTANG YUDHA DHARMA kelas SATU, BINTANG YUDHA DHARMA kelas DUA atau BINTANG YUDHA DHARMA kelas TIGA. BAB IV PELAKSANAAN PENGANUGERAHAN Pasal 8 BINTANG YUDHA DHARMA dianugerahkan oleh Presiden atas usul Menteri HANKAM/PANGAB dengan disertai pertimbangan dari Dewan tanda-tanda kehormatan R.I. Pasal 9 Tiap penganugerahan BINTANG YUDHA DHARMA disertai dengan penyerahan piagam. Pasal 10

Penyerahan BINTANG YUDHA DHARMA dilakukan oleh Presiden, Menteri HANKAM/PANGAB atas nama Presiden atau pejabat lain yang ditunjuk dengan upacara militer menurut ketentuan yang berlaku. BAB V PEMAKAIAN Pasal 11 DHARMA dipakai secara lengkap dalam menghadiri upacara-upacara resmi Nasional dan upacara-upacara lainnya menurut ketentuan Menteri HANKAM/PANGAB. BAB VI LARANGAN PEMAKAIAN DAN PENCABUTAN Pasal 13 BINTANG YUDHA DHARMA tidak boleh dipakai oleh pemiliknya pada waktu ia menjalani hukuman penjara dan dalam tahanan. Pasal 12 Di luar upacara-upacara resmi seperti tersebut dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini, BINTANG YUDHA DHARMA dapat dipakai dalam bentuk pita harian. Pasal 14 Di samping ketentuan-ketentuan dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang ini, Menteri HANKAM/PANGAB dapat menentukan peraturan lain tentang larangan pemakaian BINTANG YUDHA DHARMA. Pasal 15 Hak atas BINTANG YUDHA DHARMA dicabut apabila pemiliknya: a. Dengan putusan pengadilan yang tidak dapat dirobah lagi dikenakan hukuman penjara yang lamanya lebih dari 1 tahun karena kejahatan; b. Dengan putusan pengadilan yang tidak dapat dirobah lagi dikenakan hukuman karena sesuatu kejahatan terhadap keselamatan Negara. c. Masuk dinas Angkatan Perang atau Polisi Negara Asing tanpa mendapat idzin dari Pemerintah Republik Indonesia. d. Masuk organisasi terlarang; e. Memberontak atau menyeleweng dari Pemerintah Republik Indonesia, f. Tidak memenuhi lagi syarat-syarat untuk menerima anugerah Tanda Kehormatan dan melanggar kode kehormatan. BAB VII KETENTUAN KHUSUS

Pasal 16 Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 Undang-undang No. 4 Drt. Tahun 1959, Presiden adalah pemilik pertama dari BINTANG YUDHA DHARMA kelas SATU. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 17 Segala sesuatu mengenai tata-cara pengusulan dan lain-lain berhubungan dengan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini diatur lebih lanjut oleh Menteri HANKAM/PANGAB. Pasal 18 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 5 Oktober 1971 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SOEHARTO Jenderal T.N.I. Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 5 Oktober 1971 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Ttd. ALAMSJAH Letnan Jenderal T.N.I LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1971 NOMOR 82 PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1971 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG YUDHA DHARMA

PENJELASAN UMUM Perkembangan Pertahanan Keamanan Nasional sejajar dengan perkembangan sosial dan tekhnologi yang demikian pesatnya, bahkan telah memasuki langsung kedua bidang tersebut. Untuk dapat melaksanakan panggilan tugas Pertahanan Keamanan Nasional perlu dipelihara adanya Angkatan Bersenjata yang tunggal, efektif dan efisien. Karenanya kepada para anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia diperlukan syarat-syarat kemauan dan kemampuan memelihara sifat-sifat utama prajurit dan semangat berbakti untuk Nusa dan Bangsa. Perwujudan dari tugas Pertahanan Keamanan Nasional tidaklah hanya berupa penunaian tugas sebagai seorang prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, tapi juga meliputi kegiatankegiatan berupa sumbangan-sumbangan tenaga dan pikiran yang membantu secara langsung bidang pembangunan dan pembinaan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Oleh karenanya Pemerintah menganggap perlu untuk mengadakan tanda kehormatan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang derajatnya di atas bintang Angkatan/POLRI (Bintang Kartika Eka Pakci, Bintang Jalasena, Bintang Swa Bhuwana Paksa dan Bintang Bhayangkara) dan di bawah Bintang Gerilya, diberikan tidak hanya kepada anggota-anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, tetapi juga kepada setiap Warga Negara Republik Indonesia ataupun kepada Warga Negara Asing yang memenuhi syarat-syarat. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Yang dimaksud dengan jasa luar biasa kepada Nusa dan Bangsa di bidang Pertahanan Keamanan Nasional dalam Pasal ini adalah jasa-jasa yang diberikan dengan keikhlasan pengorbanan yang sebesar-besarnya meliputi segala aspek kegiatan, baik kegiatan-kegiatan yang langsung berhubungan dengan Pertahanan Keamanan Nasional maupun yang tidak langsung yang kedua-duanya sangat dirasakan manfaat dan faedahnya untuk kepentingan Pertahanan Keamanan Nasional. Yang dimaksud dengan kegiatan-kegiatan perbuatan jasa luar biasa yang tidak langsung dapat bermanfaat dan berfaedah untuk kepentingan Pertahanan Keamanan Nasional adalah perbuatan jasa di luar bidang Pertahanan Keamanan Nasional (POLEKSOSBUD) yang secara langsung memberikan keuntungan yang sangat tinggi nilainya bagi kepentingan Pertahanan Keamanan Nasional. Suatu contoh : Pembangunan prasarana jalan/perhubungan yang mempunyai jaringan demikian baiknya dan menyeluruh, sehingga memberikan jaminan kelancaran hubungan sampai ke pelosok-pelosok tanah air yang sangat bermanfaat dalam bidang Pertahanan Keamanan Nasional. Pasal 2 Pembagian dalam tiga kelas dianggap perlu untuk dapat mengadakan perbedaan penghargaan atas jasa-jasa luar biasa itu berdasarkan luas kecilnya manfaat/keuntungan nasional di bidang Pertahanan Keamanan Nasional (obyektif) dan besar kecilnya usaha pribadi (subyektif). Pasal 3 1. Bintang bersudut lima yang ujungnya berpentol mutiara melambangkan falsafah Pancasila.

2. Lingkaran yang diwujudkan oleh setangkai kapas dan seuntai padi yang masing-masing terdiri dari delapan bunga kapas dan tujuh belas kelopak daun serta empat puluh lima butir padi melambangkan kesejahteraan/kemakmuran dan melambangkan 17 Agustus 1945. 3. Senjata Cakra yang berbentuk roda yang berujung tajam delapan buah melambangkan keampuhan yang dapat memberikan hasil karya yang menentukan, didasarkan watak kepemimpinan yang dicerminkan pada ke 8 unsur alamiah : a. Watak Matahari, matahari mempunyai sifat panas dan penuh energi yang berarti pemimpin harus dapat memberi semangat, kehidupan dan memberi energi kepada setiap anak buahnya. b. Watak Bulan, bulan mempunyai wujud indah dan menerangi dalam kegelapan yang berarti setiap pemimpin harus dapat menyenangkan dan memberikan terang dalam kegelapan kepada setiap anak buahnya. c. Watak Bintang, bintang mempunyai bentuk yang indah dan menjadi hiasan di waktu malam yang sunyi serta mempunyai sifat menjadi kompas/pedoman bagi mereka yang kehilangan arah yang berarti bahwa setiap pemimpin harus dapat menjadi contoh tauladan dan dapat menjadi pedoman bagi anak buahnya. d. Watak Angin, angin mempunyai sifat mengisi setiap ruang yang kosong walaupun tempat rumit sekalipun yang berarti bahwa setiap pemimpin harus dapat melakukan tindakan yang teliti, cermat dengan mau berincognito/turun ke lapangan untuk menyelami kehidupan anak buahnya. e. Watak Mendung, mendung mempunyai sifat menakutkan (wibawa) tetapi sesudah menjadi air (hujan) dapat menghidupkan segala yang tumbuh atau sebaliknya yang berarti bahwa setiap pemimpin harus berwibawa tetapi dalam tindakannya harus bermanfaat bagi anak buahnya. f. Watak Api, api mempunyai sifat tegak dan sanggup saja membakar apa saja yang bersentuhan dengannya yang berarti bahwa setiap pemimpin harus mempunyai prinsip, tetap tegak dan tegas tanpa pandang bulu. g. Watak Samudra, samudra mempunyai sifat luas dan rata yang berarti bahwa setiap pemimpin harus berpandangan luas, rata dan tidak boleh membenci terhadap seseorang. h. Watak Tanah, tanah mempunyai sifat sentosa dan adil yang berarti bahwa setiap pemimpin harus sentosa budinya dan mau memberi anugerah kepada siapa saja yang telah berjasa kepada Negara dan Bangsa. Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7

Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2975