PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN E PADA RANSUM TERHADAP FERTILITAS PUYUH. Endah Subekti Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Wahid Hasyim

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN C PADA PAKAN NON KOMERSIAL TERHADAP EFISIENSI PAKAN PUYUH PETELUR

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang

Sumber : 1) Hartadi et al. (2005)

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

III BAHAN DAN METODE. dan masing-masing unit percobaan adalah lima ekor puyuh betina fase produksi.

MATERI DAN METODE. Materi

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

PENGARUH PENAMBAHAN FITASE DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA BURUNG PUYUH PETELUR (Coturnix coturnix japonica)

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER. Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

PEMAKAIAN ONGGOK FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BURAS PERIODE PERTUMBUHAN

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BEBAS PILIH (Free choice feeding) TERHADAP PERFORMANS AWAL PENELURAN BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 28 April 2016 di CV.

PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN A DAN E DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT TELUR DAN MORTALITAS EMBRIO AYAM KEDU HITAM

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BEBAS PILIH (Free choice feeding) TERHADAP PERFORMANS PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

MATERI. Lokasi dan Waktu

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas

I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari-Maret 2015 di Kandang

PENGARUH PENGGUNAAN POLLARD DAN ASAM AMINO SINTETIS DALAM PAKAN AYAM PETELUR TERHADAP KONSUMSI PAKAN, KONVERSI PAKAN, DAN PRODUKSI TELUR

PENGARUH SUPLEMENTASI BETAIN DALAM RANSUM RENDAH METIONIN TERHADAP KUALITAS TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) Jurusan/Program Studi Peternakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN PROTEIN KASAR DENGAN TINGKAT YANG BERBEDA TERHADAP PERFORMAN AYAM KAMPUNG

Animal Agriculture Journal 3(3): , Oktober 2014 On Line at :

Substitusi Ransum Jadi dengan Roti Afkir Terhadap Performa Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Umur Starter Sampai Awal Bertelur

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. minggu dengan bobot badan rata-rata gram dan koefisien variasi 9.05%

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

KEBUTUHAN NUTRISI ITI PEDAGING : SUPRIANTO NIM : I

III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB. A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

PEMBERIAN PAKAN TERBATAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERFORMA AYAM PETELUR TIPE MEDIUM PADA FASE PRODUKSI KEDUA

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh merupakan sebangsa burung liar. Burung puyuh merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

ABSTRACT ABSTRAK. Pos 35 Ciawi, Bogor

Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707

PENDAHULUAN. komoditas utamanya adalah telur. Jenis puyuh peteur ini mayoritas diternakan di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tepung Ampas Tahu Dalam Ransum, Performa Ayam Sentul... Dede Yusuf Kadasyah

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH

Pengaruh Pemberian Zeolit dalam Ransum Terhadap Performans Mencit (Mus musculus) Lepas Sapih

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Tingkat Protein Ransum dan

PENGARUH SUBTITUSI MINYAK SAWIT OLEH MINYAK IKAN LEMURU DAN SUPLEMENTASI VITAMIN E DALAM RANSUM AYAM BROILER TERHADAP PERFORMANS.

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

Performa Produksi Telur Turunan Pertama (F1) Persilangan Ayam Arab dan Ayam Kampung yang Diberi Ransum dengan Level Protein Berbeda

Denny Rusmana Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang

MATERI DAN METODE. Materi

PENGARUH PEMBERIAN TINGKAT PROTEIN RANSUM PADA FASE GROWER TERHADAP PERTUMBUHAN PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

Potensi Nutrisi Tepung Azolla microphylla dalam Memperbaiki Performan Itik Manila (Cairina moschata)

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (MA): Masa Pertumbuhan sampai Bertelur Pertama

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

Respon Broiler terhadap Pemberian Ransum yang Mengandung Lumpur Sawit Fermentasi pada Berbagai Lama Penyimpanan

Transkripsi:

PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN E PADA RANSUM TERHADAP FERTILITAS PUYUH Endah Subekti Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Wahid Hasyim Abstract This study aims to determine the effect of vitamin E in the diet on fertility of quail eggs. The material used in this study were male quail aged 60 days at 60 head, and quail females age 35 days 180 tails. Basic rations used is noncommercial rations prepared with crude protein content of 22.5 % and 2600 kcal.kg metabolizable energy ( E ). Ration treatment by adding a basic ration plus vitamin E 30 IU / kg ( E1 ), the basic ration plus vitamin E 40 IU / kg ( E2 ) and a base diet plus vitamin E 50 IU / kg ( E3 ). Rations and drinking water given adlibitum. Data taken include feed intake, egg production, egg weight, egg vitamin E and fertility. The data captured is analyzed using a variance Complete Design Patterns. Unidirectional and if there is a significant contrast between the test continued treatment. The results showed that the addition of vitamin E in the diet does not provide a significant difference on feed intake, egg production, egg weight and the effect but a significant increase ( P < 0.01 ) the increase in the amount of vitamin E in eggs and egg fertility enhancement. Keywords : Quail, Vitamin E, Fertility PENDAHULUAN Puyuh merupakan jenis unggas yang pada mulanya kurang diminati untuk dipelihara, karena dianggap hewan liar yang kurang menguntungkan. Seiring perkembangan ilmu dibidang perunggasan pada dewasa ini puyuh mulai banyak dibudayakan karena terdapat banyak manfaat yang bisa diambil dari budidaya puyuh ini antara lain adalah telurnya yang produksinya cukup tinggi yaitu dapat mencapai 250-300 butir per tahun, dapat dimanfaatkan dagingnya baik dari puyuh afkir (puyuh yang sudah tidak produktif lagi atau puyuh yang produksi telurnya sudah menurun drastis), kotorannya juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk organik dan masih banyak keunggulan puyuh yang lain seperti tubuhnya yang kecil memungkinkan puyuh dipelihara dilahan yang tidak terlalu luas bahkan untuk sekala rumah tangga dapat dipelihara di pekarangan rumah, teknik budidayanya relatif mudah serta dapat dibudidayakan dengan investasi yang tidak terlalu tinggi. Keunggulan-keunggulan yang dimiliki puyuh sebagai sumber protein hewani menjadikan permintaan terhadap bibit puyuh mengalami peningkatan, hal ini sering menjadikan kendala bagi peternak puyuh karena sering mengalami kesulitan untuk mendapatkan bibit puyuh. Kelangkaan bibit puyuh tersebut diantaranya dikarenakan peternak yang bergerak dibidang pembibitan relatif jarang. Kebanyakan peternak puyuh membeli bibit untuk kemudian dibesarkan sebagai telur puyuh petelur maupun puyuh pedaging. Kurang minatnya peternak MEDIAGRO 43 VOL 8. NO. 2, 2012: HAL 43 51

dalam usaha pembibitan ini dikarenakan peternak menganggap proses pembibitan lebih rumit dibanding usaha pembesaran puyuh. Keberhasilan dalam usaha pembibitan dipengaruhi oleh banyak faktor yang antara lain dipengaruhi oleh faktor pakan. Selama ini, para peternak masih banyak memberikan ransum ayam ras untuk puyuh yang diternakkan padahal kebutuhan nutrisi puyuh berbeda dengan ayam ras, hal ini menyebabkan puyuh dapat menderita gejala defisiensi dan stres. Nutrisi yang dibutuhkan puyuh meliputi karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin dan air. Vitamin merupakan salah satu nutrisi yang dibutuhkan puyuh dalam jumlah sedikit namun keberadaannya dalam ransum perlu diperhatikan, karena kalau kandungan vitamin tersebut tidak tersedia dalam jumlah yang tepat dapat menurunkan produktivitas puyuh. Vitamin E merupakan salah satu jenis vitamin yang dibutuhkan oleh puyuh, yang mempunyai peranan penting dalam menentukan kesuburan/fertilitas. Untuk itu perlu diketahui jumlah vitamin E dalam ransum yang tepat sesuai dengan kebutuhan puyuh untuk pembibitan. Kebutuhan vitamin E dalam pakan adalah bervariasi dan tergantung pada konsentrasi dan jenis lemak dalam pakan, konsentrasi selenium dan keberadaan antioksidan yang lain (NRC, 1994). Pada ayam dewasa, defisiensi vitamin E yang berkepanjangan dapat menimbulkan kemandulan pada ayam jantan dan gangguan-gangguan reproduksi pada ayam betina (Anggorodi,1995). MATERI DAN METODE Materi Penelitian Penelitian ini menggunakan puyuh jantan umur enam puluh hari sebanyak 60 ekor dan puyuh betina umur tiga puluh lima hari sebanyak 180 ekor. Puyuh tersebut ditempatkan dalam kandang baterai yang telah dilengkapi dengan tempat pakan, tempat minum, kode perlakuan pakan dan lampu penerangan pada malam hari. Penelitian berlangsung selama dua bulan. Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum non komersial dengan kandungan protein kasarnya adalah 22,5% dan energi metabolisnya 2600 kcal/kg sebagai ransum dasar E0, kemudian sebagai ransum perlakuan dari ransum dasar tersebut ditambah vitamin E 30 IU/kg (E1), ransum dasar ditambah vitamin E 40IU/kg (E2) dan ransum dasar ditambah vitamin E 50 IU/kg (E3) Susunan ransum dasar dalam penelitian ini terlihat pada tabel 1 berikut : Jurnal Ilmu ilmu Pertanian 44

Tabel 1. Susunan bahan baku dan komposisi kimia ransum dasar (P0) Bahan Pakan Kompo sisi PK LK SK Ca P ME (kcal/kg) 1.Jagung kuning giling 2.Bungkil Kedelai 3.Tepung ikan 4.MBM 5.Bekatul 6.CaCO3 7.L-lisin 8.DL-Metionin 9.Garam dapur 10. Premix B 11.Cholin 49,69 21,50 7,0 5,0 9,5 6,0 0,3 0,25 0,2 0,5 0,06 4,6 9,40 4,65 2,60 1,32 1,95 0,17 0,43 0,51 1,42 1,18 1,42 0,23 0,11 1,37 0,03 0,09 0,49 0,57 0,03 2,19 0,04 0,15 0,22 0,27 0,12 1610,01 475,06 102,10 152,05 275,55 Jumlah 100 22,57 4,48 4,31 3,40 0,80 26014,7 Hasil analisis Laboraturium Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta Empat macam ransum perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : E0 = Ransum dasar dengan kandungan protein kasar 22,5% dan Energi Metabolis 2600 kcal/kg tanpa penambahan vitamin E E1 = Ransum dasar (E0) ditambah vitamin E 30 IU/kg E2 = Ransum dasar (E0) ditambah vitamin E 40 IU/kg E3 = Ransum dasar (E3) ditambah vitamin E 50 IU/kg Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah alat-alat untuk analisis proksimat beserta bahan kimiannya, alat-alat untuk analisis kadar vitamin E telur timbangan kapasitas 10 kg dengan kepekaan 1 g, dan timbangan digital kapasitas 400 g dengan kepekaan 0,001 g. METODE PENELITIAN Seluruh peralatan dan kandang baterai telah disiapkan dan disucihamakan sebelum digunakan. Puyuh secara acak dimasukkan kedalam kandang baterai yang telah dilengkapi tempat pakan, tempat minum, serta kode perlakuan. Masing-masing kandang diisi puyuh jantan 3 ekor dan puyuh betina 9 ekor, jadi perbandingan jantan : betina adalah 1 : 3. Masing masing perlakuan dilakukan ulangan sebanyak 5 ulangan yang masing-masing ulangan terdiri dari 3 ekor puyuh jantan dan 9 ekor puyuh betina. Ransum dan air minum diberikan secara adlibitum sesuai dengan kode perlakuan. Data yang dicatat meliputi data Jurnal Ilmu ilmu Pertanian 45

konsumsi pakan, produksi telur, berat telur, kadar vitamin E telur dan fertilitas telur. Data yang diperoleh dianalisis variansi dengan menggunakan uji statistik Rancangan Acak Lengkap Pola Searah menurut Steel dan Torrie (1994), dan dilanjutkan dengan uji kontras apabila ada perbedaan yang signifikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan puyuh rata-rata per ekor per hari selama penelitian ( 60 hari) yang diambil mulai puyuh secara merata sudah mulai bertelur yaitu pada saat puyuh betina umur 50 hari. Rerata konsumsi pakan tersebut dapat dilihat pada tabel 2. Rata-rata konsumsi ransum puyuh selama penelitian terendah adalah 22,88 g/ekor/hari dan tertinggi adalah 23,57 g/ ekor/hari. Besarnya konsumsi tersebut sesuai pendapat Listiyowati dan Roospitasari (2003) yang menyatakan bahwa konsumsi ransum untuk puyuh dewasa rata-rata berkisar antara 20-30 g/ekor/ hari. Tabel 2. Rerata konsumsi ransum puyuh (g/ekor/hari) 1 23,57 23,25 23,42 22,93 2 23,60 23,40 22,89 23,34 3 23,38 23,45 23,24 23,46 4 22,98 23,18 22,95 22,88 5 23,15 22,86 23,22 23,24 Rerata 23,33 23,22 23,14 23,17 No kontras Kontras Antar Keterangan 1 E0 VS E1,E2,E3 NS 2 E1 VS E2, E3 NS 3 E2 VS E3 NS NS = Not Significant Hasil analisis statistik antara ransum dasar E0 dengan Ransum perlakuan E1-E3 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap rerata konsumsi pakan, demikian pula antara ransum perlakuan dengan penambahan vitamin E juga tidak menunjukkan perbedaan terhadap jumlah konsumsi ransum per ekor per hari. Tidak adanya perbedaan yang signifikan terhadap ransum dasar dengan Jurnal Ilmu ilmu Pertanian 46

ransum perlakuan hal ini disebabkan oleh karena kadar protein dan energi metabolis yang digunakan baik ransum dasar maupun ransum perlakuan adalah sama yaitu kandungan protein kasarnya 22,5% dan energi metabolisnya 2600 kcal/kg. Menurut Wahju (1992) menyatakan bahwa konsumsi pakan diantaranya dipengaruhi oleh kandungan protein kasar dan energi, lebih lanjut dijelaskan bahwa konsumsi pakan akan meningkat apabila ternak diberi pakan dengan kadar energi rendah dan konsumsi pakan akan menurun jika ternak diberi pakan dengan kandungan energi tinggi. Karena dalam penelitian tersebut baik ransum dasar maupun ransum perlakuan kandungan protein kasar dan energi metabolismenya sama maka tidak ada perbedaan terhadap besarnya konsumsi pakan dari semua perlakuan tersebut. Produksi Telur Produksi telur harian yang di dicatat dimulai sejak puyuh betina umur 50 hari selama penelitian (60 hari) diperoleh data rata-rata persentase produksi telur harian terendah adalah 77,78% dan tertinggi 79,25%. Puyuh biasanya berproduksi penuh pada umur 50 hari dan dengan perawatan yang baik, puyuh betina akan bertelur 200 butir pada tahun pertama berproduksi (Anggorodi, 1995), sedang menurut Lisiyowati dan Roospitasari (2003) puyuh pada masa bertelurnya dalam satu tahun bisa menghasilkan 250-300 butir telur. Rerata produksi telur selama penelitian dapat dilihat pada tabel 3 berikut : Tabel 3. Rerata persentase produksi telur harian ( % Hen Day Averrage) 1 77,87 79,25 78,22 77,93 2 79,10 78,90 77,99 78,34 3 78,38 78,45 79,24 78,26 4 77,98 77,78 78,90 79,08 5 79,15 77,86 79,10 79,02 Rerata 78,50 78,45 78,69 78,52 No kontras Kontras Antar Keterangan 1 E0 VS E1,E2,E3 NS 2 E1 VS E2, E3 NS 3 E2 VS E3 NS NS = Not Significant Jurnal Ilmu ilmu Pertanian 47

Uji analisis statistik dari data persentase produksi telur harian pada ransum dasar E0 maupun ransum perlakuan E1-E3 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini disebabkan mungkin karena jumlah konsumsi pakan juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, selain itu jenis puyuh, temperatur lingkungan,dan umur puyuh yang digunakan untuk semua perlakuan sama sehingga tidak menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap persentase produksi telur harian puyuh tersebut. Bobot Telur Rerata bobot telur(g/ekor/hari) diperoleh dengan mengumpulkan telurtelur tersebut dan menimbangnya kemudian dicatat berat telur dan jumlah telur tersebut sehingga diperoleh rerata berat telur per butir. Rerata berat telur per butir dapat dilihat pada tabel 4 berikut : Tabel 4. Rerata berat telur puyuh selama penelitian (g/butir) 1 10,17 10,22 10,12 10,15 2 10,15 10,20 10,19 10,35 3 10,28 10,35 10,24 10,29 4 10,48 10,18 10,29 10,09 5 10,25 10,26 10,23 10,23 Rerata 10,26 10,24 10,21 10,22 No kontras Kontras Antar Keterangan 1 E0 VS E1,E2,E3 NS 2 E1 VS E2, E3 NS 3 E2 VS E3 NS NS = Not Significant Hasil pencatatan rerata bobot telur selama penelitian diperoleh data bobot telur puyuh terendah adalah 10,09 g/butir dan rerata bobot telur tertinggi 10,49 g/butir. Bobot telur per butir pada penelitian ini sesuai dengan pendapat Listiyowati dan Roospitasari (2003) yang menyatakan bahwa bobot telur puyuh rata-rata adalah 10 g 11 g per butir. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang significan terhadap rerata bobot telur per butir antara ransum dasar (E0) dengan ransum perlakuan E1-E3. Demikian juga bobot telur puyuh per butir dari masing masing perlakuan yang mendapat tambahan vitamin E dengan jumlah yang berbeda juga tidak menunjukkan perbedaan bobot telur per butir secara signifikan. Jurnal Ilmu ilmu Pertanian 48

Hal ini dikarenakan konsumsi, persentase produksi telur, umur, jenis puyuh yang digunakan juga tidak mengalami perbedaan yang signifikan. Kandungan Vitamin E Telur Hasil analisis laboraturium terhadap kandungan vitamin E tiap perlakuan ransum disajikan dalam tabel 5 berikut : Tabel 5. Rerata Kandungan Vitamin E Telur (µ/100 g) 1 1590,43 1785,45 1800,25 1860,20 2 1615,05 1790,24 1820,05 1870,70 3 1585,42 1799,40 1815,17 1850,32 4 1610,25 1788,98 1830,12 1859,96 5 1592,35 1797,58 1812,59 1873,72 Rerata 1598,7 1792,33 1815,64 1862,98 No kontras Kontras Antar Keterangan 1 E0 VS E1,E2,E3 ** 2 E1 VS E2, E3 * 3 E2 VS E3 * * = significant (P<0,05), ** = sangat significant (P< 0,01) Hasil analisis statistik dari data kandungan vitamin telur tersebut menunjukkan adanya peningkatan kandungan vitamin E dalam telur puyuh yang sangat signifikan (P<0,01) antara ransum dasar dengan ransum perlakuan (ransum dasar yang ditambahah vitamin E), sedang uji kontras antar perlakuan menunjukkan peningkatan kandungan vitamin E telur yang signifikan (P<0,05). Penambahan vitamin E pada ransum dapat meningkatkan kandungan vitamin E pada telur puyuh, hal ini sesuai dengan pendapat Angorodi (1985) yang menyatakan bahwa jumlah berbagai vitamin dalam telur dapat diubah dengan mempertinggi jumlahnya dalam ransum. Konsentrasi vitamin E dalam ginjal, paru-paru, dan jantung dipengaruhi oleh beberapa factor nutrisi seperti lemak, protein, dan status vitamin lainnya (Brender et al., 1991). Fertilitas Fertilitas telur dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah telur yang fertil dengan jumlah telur yang ditetaskan dikalikan 100%. Penghitungan persentase fertilitas telur puyuh dalam penelitian ini dihitung dengan cara mengumpulkan telur puyuh dari masing-masing perlakuan selama 5 hari Jurnal Ilmu ilmu Pertanian 49

menjelang penelitian berakhir, kemudian telur yang terpilih sebagai telur tetas dimasukkan ke dalam mesin tetas. Untuk mengetahui fertilitas telur maka pada hari ketujuh dilakukan peneropongan dan pada akhir penetasan telur yang tidak menetas dibuka untuk memastikan ada tidaknya telur yang fertil. Pengambilan data fertilitas pada penelitian ini disajikan dalam tabel 6 berikut : Tabel 6. Rerata fertilitas telur puyuh 1 67,70 76,47 81,24 82,21 2 70,05 78,53 81,64 82,05 3 66,87 77,80 80,79 81,90 4 68,56 79,68 82,02 81,84 5 68,78 77,32 81,82 82,33 Rerata 68,39 77,96 81,50 82,06 No kontras Kontras Antar Keterangan 1 E0 VS E1,E2,E3 ** 2 E1 VS E2, E3 * 3 E2 VS E3 ns * = significant (P<0,05), ** = sangat significant (P< 0,01) Penghitungan fertilitas telur ini tidak memperhitungkan apakah telur itu menetas atau tidak waktu ditetaskan, yang penting telur tersebut dibuahi atau fertil. Dari hasil pencatatan diperoleh fertilitas terendah adalah 67,70% yaitu terdapat pada telur puyuh yang mendapat ransum dasar tanpa adanya penambahan vitamin E pada ransumnya. Penambahan vitamin E pada ransum dasar mampu meningkatkan fertilitas secara sangat signifikan (P<0,01). Penambahan vitamin E pada ransum lebih lanjut yaitu antara perlakuan E2 dengan E3 menunjukkan peningkatan fertilitas tetapi tidak signifikan. Hal ini kemungkinan disebabkan penambahan vitamin E sebesar 40 IU/kg telah cukup memenuhi kebutuhan vitamin E bagi puyuh pembibit, hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1995) yang menyatakan bahwa puyuh yang sedang bertelur, terutama untuk pembibitan membutuhkan vitamin E sebesar 40 IU/kg ransum. Untuk itu peningkatan penambahan vitamin E sebesar 50 IU/kg ransum tidak menunjukkan peningkatan fertilitas yang signifikan disbanding ransum yang diberi tambahan vitamin E sebesar 40 IU/kg. Vitamin alamiah yang terkandung dalam bahan makanan kadang-kadang rendah dan akibat rendahnya stabilitas vitamin E ini dalam pakan. Pemberian Jurnal Ilmu ilmu Pertanian 50

vitamin E pada media mempunyai pengaruh positif terhadap angka fertilitas dan perkembangan embrio dari oosit sapi Peranakan Ongol yang dimaturasi dan difertilisasi secara in vito ( Febrianto, 1999). KESIMPULAN Penambahan vitamin E pada ransum dapat bermanfaat dalam meningkatkan fertilitas telur puyuh. Penamabahan vitamin E sebesar 40 IU/kg memberikan peningkatan yang sangat signifkan terhadap peningkatan fertilitas puyuh, sedang penambahan vitamin E lebih lanjut yaitu 50 IU/kg pakan tidak memberikan peningkatan yang signifikan terhadap ransum yang ditambah vitamin E 40 IU/kg. DAFTAR PUSTAKA Anggorodi,H. R. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI Press, Jakarta. Anggorodi, H. R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Brender, G. C., D. M. Dugh, R. J. Bywater and W. L. Jenkis. 1991. Viterinary Applied Farmacology and Therapeutic.3 th ed. Bailere Tindal. PP : 242-246. Febrianto, Y. H. 1999. Pengaruh Pemberian Vitamin E dan Beta-mekaptoetanol Pada Media Terhadap Angka Fertilitas dan Perkembangan Embrio Sapi Peranakan Ongole in Vitro. Tesis. Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta. Listiyowati,E dan K Roospitasari. 2003. Tata Laksana Budidaya Puyuh Secara Komersial. Penerbit Swadaya, Jakarta. National Academy of Sciences-National Research Council.1994. Nutrient Requirements of Poultry 9 th ed. National Academy Press, Washington, D. C. Stell, R.G.D, dan J.H. Torrie.1994. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. PT Gramedia, Jakarta. Wahju, J., 1992. Ilmu Nutisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Jurnal Ilmu ilmu Pertanian 51