BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Tanaman tebu di Indonesia banyak ditanam oleh para petani kecil baik atas usaha sendiri maupun atas usaha kerjasama dengan pabrik gula atau pabrik gula yang menyewa lahan pertanian penduduk dan sekaligus mengupah tenaganya dalam usaha mengembangkan tanaman tebu bagi keperluan memenuhi bahan baku bagi pabriknya (Kartasapoetra, 1988). Produk utama dari pabrik gula adalah gula putih. Namun ada produk yang merupakan produk samping dari pengolahan tebu menjadi gula. Hasil samping tersebut berupa tetes (molase), pucuk daun tebu, blotong, ampas tebu yang merupakan limbah pabrik. Hasil samping berupa limbah pabrik sering menimbulkan banyak permasalahan sebab menjadi sumber pencemaran lingkungan. Ampas tebu adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dapat dihasilkan ampas tebu sekitar 35 40% dari berat tebu yang digiling. Mengingat begitu banyak jumlahnya, maka ampas tebu akan memberikan nilai tambah untuk pabrik jika diberi perlakuan lebih lanjut (Tim Penulis PS, 1992). Ampas tebu sebagai limbah pabrik gula merupakan salah satu bahan lignoselulosa yang potensial untuk dikembangkan menjadi sumber energi seperti bioetanol. Konversi bahan lignoselulosa menjadi bioetanol mendapat perhatian penting karena bioetanol dapat digunakan sebagai bahan bakar. Penggunaan bioetanol
sebagai bahan bakar terus dikembangkan. Menurut Licht (2009), pada tahun 1999 produksi bahan bakar etanol mencapai 4.972 juta galon (setara dengan 18.819 juta liter) dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 17.524 juta galon (setara dengan 66.328 juta liter). (Hermiati, 2009). Manfaat umum yang dapat diperoleh dari bahan bakar bioetanol antara lain, digunakan untuk bahan baku industri turunan alkohol, campuran minuman keras, industri farmasi, sampai pada bahan baku campuran kendaraan. Tentu saja, pemanfaatan etanol ini harus disesuaikan dengan jenis kebutuhannya. Misalnya, untuk kebutuhan industri diperlukan etanol dengan grade antara 90-96,5%, sedangkan untuk minuman keras dibutuhkan etanol berkadar 99,5-100%, atau etanol yang harus betulbetul kering dan anhydrous supaya tidak korosif (Abidin, 2009). Pemanfaatan ampas tebu untuk dikonversikan menjadi bioetanol telah banyak dikembangkan dari dulu hingga saat ini, diantaranya yang pernah memanfaatkan ampas tebu menjadi bioetanol yaitu M.Samsuri dkk (2007) Pemanfaatan Selulosa Bagas Untuk Produksi Etanol Melalui Sakarifikasi Dan Fermentasi Serentak Dengan Enzim Xylanase ; M.Samsuri dkk (2007) Sakarifikasi Dan Fermentasi Bagas Menjadi Etanol Menggunakan Enzim Selulase dan Enzim Selobiase ; dan Euis Hermiati dkk (2009) Pemanfaatan Biomassa Lignoselulosa Ampas Tebu Untuk Produksi Bioetanol. Penelitian ini dilatarbelakangi berdasarkan penelitian Pembuatan Bioetanol Dari Biji Durian Sebagai Sumber Energi Alternatif oleh Fifi Nurfiana (2009) dan Pembuatan Bioetanol Dari Singkong Secara Fermentasi Menggunakan Ragi Tape oleh Heppy Rikana dan Risky Adam (2000). Dimana pada penelitian ini, ragi tape dapat dengan langsung digunakan untuk proses fermentasi tanpa mengisolasi mikroba yang ada dalam ragi tape terlebih dahulu. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pemanfaatan ampas tebu dalam pembuatan bioetanol secara fermentasi dengan menggunakan ragi roti tanpa mengisolasi Saccharomyces cereviceae terlebih dahulu.
1.2 Perumusan Masalah 1. Apakah ragi roti dapat digunakan secara langsung tanpa mengisolasi Saccharomyces cereviceae terlebih dahulu dalam pembuatan bioetanol dari fermentasi glukosa hasil hidrolisis selulosa ampas tebu dengan HCl 30%? 2. Bagaimana pengaruh variasi penambahan ragi roti dan lama waktu fermentasi terhadap kadar bioetanol yang dihasilkan? 1.3 Pembatasan Masalah Karena luasnya permasalahan dalam pemanfaatan ampas tebu, maka penelitian ini dibatasi sebagai berikut: 1. Ampas tebu diperoleh dari Pabrik Gula Sei Semayang Jalan Medan-Binjai Km 12. 2. Hidrolisis ampas tebu menggunakan HCl 30%. 3. Ragi roti yang digunakan untuk fermentasi adalah ragi roti dalam bentuk kemasan dengan merk saf instant. 4. Kadar bioetanol ditentukan secara volumetrik dengan metode oksidasi kalium dikromat. 5. Kadar glukosa ditentukan dengan metode Nelson Somogyi. 6. Variasi ragi roti yang digunakan yaitu 1, 2, dan 3 gram. 7. Variasi lama fermentasi yaitu 2, 4, 6, dan 8 hari. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui apakah ragi roti dapat memfermentasi glukosa hasil hidrolisis selulosa dari ampas tebu menjadi bioetanol tanpa melalui isolasi Saccharomyces cereviceae terlebih dahulu. 2. Untuk mengetahui pengaruh variasi berat ragi roti yang ditambahkan dan lama waktu fermentasi terhadap kadar bioetanol yang dihasilkan.
1.5 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan: 1. Pemanfaatan ampas tebu sebagai bahan baku penghasil bioetanol diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomis bagi para petani tebu. 2. Dapat memanfaatkan limbah pabrik gula sebagai bahan baku pembuatan bioetanol untuk bahan bakar alternatif. 3. Dapat memberikan informasi kadar bioetanol yang dihasilkan untuk penelitian lebih lanjut. 4. Dapat memberikan informasi ilmiah dalam pemanfaatan limbah pabrik gula untuk pembuatan bioetanol dengan menggunakan ragi roti. 1.6 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia/Kimia Bahan Makanan FMIPA- USU Medan, Laboratorium Ilmu Dasar USU dan Pusat Penelitian USU. 1.7 Metodologi Penelitian Penelitian ini adalah bersifat eksperimental laboratorium dengan menggunakan ampas tebu dimana metode penelitian dilakukan dengan cara sebagai berikut: Penelitian dilakukan dengan 4 tahapan yaitu: 1. Penyediaan selulosa ampas tebu. Bahan baku adalah ampas tebu yang diperoleh dari Pabrik Gula Sei Semayang Jalan Medan- Binjai Km 12. Proses isolasi selulosa dengan cara delignifikasi ampas tebu. Uji kualitatif selulosa dilakukan dengan penambahan larutan Iodin. 2. Penyediaan glukosa dari hidrolisis selulosa ampas tebu. Bahan baku adalah selulosa yang diisolasi dari ampas tebu. Proses perubahan selulosa ampas tebu menjadi glukosa adalah hidrolisis dengan menggunakan HCl 30%.
Uji kualitatif glukosa dengan menggunakan pereaksi Benedict. Kadar glukosa dianalisa dengan menggunakan metode Nelson Somogyi. 3. Fermentasi glukosa hasil hidrolisis selulosa ampas tebu untuk menghasilkan bioetanol Substrat yang digunakan pada fermentasi adalah glukosa hasil hidrolisis selulosa dari ampas tebu. Mikroba yang digunakan berasal dari ragi roti. 4. Pemurnian bioetanol hasil fermentasi. Bioetanol dipisahkan dari sisa glukosa dengan menggunakan alat destilasi. Kadar bioetanol hasil pemisahan dianalisa dengan menggunakan metode titrasi oksidasi kalium dikromat. Adapun variabel variabel dalam penelitian adalah : 1. Variabel bebas adalah variabel yang mempunyai pengaruh terhadap kadar bioetanol yaitu: Pengaruh konsentrasi glukosa terhadap fermentasi hasil hidrolisis selulosa ampas tebu. Pengaruh penambahan ragi terhadap glukosa 1, 2, dan 3 gram 2. Variabel terikat adalah variabel yang terukur terhadap perubahan perlakuan. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat yaitu : Kadar bioetanol. 3. Variabel tetap adalah variabel yang dibuat tetap sehingga tidak menyebabkan terjadinya perubahan variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel tetap adalah: Berat sampel Berat ragi ph fermentasi yaitu ph= 4-5 Temperatur fermentasi pada suhu kamar Kadar gula tetap Lama fermentasi