BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik dan progresif dengan ciri meningkatnya konsentrasi gula dalam darah. Peningkatan tersebut dapat mengakibatkan komplikasi penyakit lain yang lebih serius (Sizer et al., 2006). Terjadinya peningkatan gula darah disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya (Hadisaputro, 2007). DM dibedakan menjadi dua, yaitu Diabetes Melitus tipe 1 (DM Tipe 1) dan Diabetes Melitus Tipe 2 (DM tipe 2). DM tipe 1 jarang dijumpai, hanya sebesar 10% dari kasus DM seluruhnya, sedangkan yang kasus yang paling banyak ditemukan di masyarakat adalah DM tipe 2 (Sizer et al., 2006). Jumlah penderita DM tipe 2 mengalami peningkatan secara perlahan tiap tahunnya, diperkirakan sekitar 439 juta orang di dunia akan terdiagnosis penyakit DM tipe 2 pada tahun 2030. Prediksi penderita DM di Indonesia diperkirakan tahun 2030 prevalensinya mencapai 21,3 juta orang, sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%, dan di daerah pedesaan menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (Depkes RI, 2013). Data Riskesdas terbaru (2013) menunjukkan prevalensi DM sebesar 1,5 untuk total populasi seluruh Indonesia (Riskesdas, 2013). Diet memerankan peranan penting dalam tatalaksana penyakit DM Tipe 2. Asupan diet yang mengandung tinggi karbohidrat dan gula serta miskin serat telah dibuktikan dapat meningkatkan risiko terjadinya DM tipe 2 (Murray et al., 2013). Beberapa negara internasional membuat suatu rekomendasi diet seperti the Europan Association for the Study of Diabetes, American Diabetes Association (ADA) dan Canadian Diabetes Association (CDA). Rekomendasi 1
2 tersebut dibuat tidak hanya untuk membantu pasien DM tipe 2 mendapatkan asupan diet yang cukup tetapi juga untuk membantu mereka dalam mengontrol sistem metabolisme gula darah (Murray et al.,2013). Indonesia membuat kebijakan tersendiri untuk penderita DM tipe 2 yang terangkum dalam Konsensus DM Tipe 2 disusun oleh pakar endokrin yang tergabung dalam Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI, 2006). Kualitas diet penderita DM bergantung pada jenis makanan dan ukuran asupan yang dikonsumsi selama satu hari, untuk mengetahui kualitas diet telah dikembangkan beberapa instrumen pengukuran kualitas diet, antara lain: Diet Quality Index (DQI), Healthy Eating Index- 2010(HEI), Food Hygiene- University of North Carolina at Chapel Hill Diet Quality Index(INHF-UNC- CH DQI) dan Health Diet Indicator (HDI). Empat instrumen yang telah disebutkan merupakan instrumen yang dikembangkan di Amerika Serikat, namun salah satu diantara keempat pengukuran tersebut telah diuji di daerah Asia tepatnya di Negara Cina, yaitu Diet Quality Index (DQI). DQI hasil ujicoba di Cina telah diubah namanya menjadi Diet Quality Index International (DQI-I). Instrumen ini merupakan instrumen yang diadaptasi dari DQI yang telah di kembangkan di Amerika Serikat. DQI dikembangkan untuk mengetahui kualitas diet pada penderita penyakit kronik, namun dalam perkembangannya DQI telah digunakan untuk mengetahui kualitas diet pada penderita gizi buruk. DQI-I yang dikembangkan di Cina telah disesuaikan dengan karakteristik penduduknya yang berbeda dari penduduk Amerika baik dalam sosial ekonomi maupun kebudayaan. DQI-I menilai empat aspek dalam kualitas diet yang meliputi Variasi (Variation), Kecukupan (Adequacy), Ukuran (Moderation) dan Keseimbangan Keseluruhan (Overall Balance) (Kim et al.,2003). Penggunaan DQI-I sebagai instrumen pengukur kualitas diet pada penderita DM Tipe 2 dalam penelitian Murray sebagai alat ukur untuk mengetahui kualitas diet penderita DM yang menjalankan diet mediterania. Penelitian J.A. Tur yang menggunakan DQI-I untuk mengetahui efektifitas penggunaanya dalam menentukan kualitas diet penduduk Balearic, hasil yang didapatkan adalah sekitar 45% penduduk
3 Balearic mampu mencapai kualitas diet yang baik sesuai dengan skor DQI (J.A. Tur et al., 2005). Indonesia belum memiliki instrumen pengukur kualitas diet sehingga masih jarang ditemukan penelitian yang mengukur kualitas diet baik pada penderita DM Tipe 2 maupun penderita penyakit lainnya. Penggunaan DQI-I perlu diujicobakan di Indonesia untuk mengetahui kualitas diet penderita DM tipe 2. Faktor sosio-demografi meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan merupakan dasar utama yang digunakan dalam membuat program kesehatan. Amerika Serikat menggunakan data sosiodemografi sebagai penentu kebijakan, pendidikan dan perencanaan program, serta penelitian yang terkait dengan kesehatan. Sebelum merencanakan program untuk kesehatan pada penderita DM, para perancang kesehatan harus mengetahui umur, pendapatan, karakteristik demografi lain yang menjadi target sasaran program kesehatan tersebut. Penderita Diabetes di Amerika kebanyakan adalah orang lanjut usia, perempuan, berasal dari ras yang minoritas, pendidikan kurang dan pendapatan kurang (Cowie & Eberhardt,1995). Penelitian yang dilakukan di North City Iran menunjukkan adanya pengaruh sosio-demografi terhadap prevalensi Diabetes Melitus (Veghariet al., 2010). Penelitian di Indonesia mengenai sosio-demografi dilakukan dengan menggunakan data Riskesdas 2007. Prevalensi Diabetes Melitus ditemukan banyak pada sampel yang memiliki pendidikan kurang (56,4%). Penelitian ini juga mengkaitkan faktor sosio-demografi dengan kontrol gula darah (Miharja, 2009). PERKENI menggunakan beberapa data demografi untuk menyusun tatalaksana diet seperti umur dan jenis kelamin untuk menentukan besar diet dan kecukupan gizi yang dibutuhkan oleh penderita DM (PERKENI, 2011). Tingkat pendapatan menjadi faktor penentu tarif pelayanan yang dianggarkan oleh departemen kesehatan agar dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat dengan demikian mengetahui faktor sosio-demografi penting bagi penentu kebijakan kesehatan di Indonesia untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
4 sesuai dengan karakteristik penduduk dan terjangkau oleh masyarakat (Depkes RI, 2013). Penderita penyakit kronik seperti pasien DM sangat tergantung pada keluarganya. Keluarga dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif bagi penderita DM, keluarga mempengaruhi dalam hal ketaatan menjalankan diet, kepatuhan minum obat dan penyediaan fasilitas-fasilitas lain yang mendukung penatalaksanaan DM (Mayberry et al.,2012). Dukungan keluarga sebagai salah satu sumber dukungan sosial merupakan suatu sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit, keluarga berfungsi sebagai system pendukung bagi anggotanya (Friedman, 1998).Penelitian yang dilakukan oleh Kim dan Yun pada pasien DM di Korea mendapatkan hasil yang signifikan pada dukungan keluarga kaitannya dengan pengendalian gula darah pada penderita DM Tipe 2 (p< 0,01) (Yun & Kim, 2009). Penelitian di Irlandia memperoleh hasil pada penderita DM yang tidak didukung oleh keluarganya memiliki kontrol glikemik yang buruk dibandingkan dengan menderita DM yang mendapatkan dukungan dari keluarganya (Mayberry et al.,2012). Pemilihan menu dan pola makan penderita DM tipe 2 berkaitan erat dengan keadaan psikososial, perilaku dan elemen lingkungan sekitar. Hal tersebut penting untuk diketahui agar dapat memodifikasi diet penderita diabetes sesuai dengan keadaan penderita tersebut (Sacova & Miler, 2001). Balikpapan merupakan kota perdagangan, jasa dan industri karena letak geografisnya sangat strategis dari aspek lalu lintas perekonomian dan perhubungan bagi daerah-daerah di Kalimantan Timur. Penduduk Balikpapan heterogen dan tidak memiliki makanan tradisional tertentu yang menjadi faktor risiko DM seperti di wilayah lain contohnya di daerah Bali dan Banjar. Pada Penelitian yang di lakukan di Tabanan Bali, makanan tardisional yang kadar karbohidratnya tinggi memiliki pengaruh pada kejadian DM (OR=7,87;CI=2,569-24,133) terbukti signifikan (Sujana, 2009). Penelitian yang dilakukan di Banjar mendapatkan hasil yang serupa yaitu makanan tradisional Banjar memiliki pengaruh pada kejadian DM (OR=6,2; CI=2,6-17,9) (Syam, 2012). Balikpapan tidak memiliki makanan khas karena
5 penduduknya berasal dari berbagai macam suku, namun penderita DM tipe 2 di Balikpapan meningkat setiap tahun dan jumlah penderita diabetes merupakan jumlah penderita non-communicable disease paling banyak kedua setelah hipertensi yaitu sebesar 10.989 orang pada tahun 2011 dengan prevalensi sebesar 5,7% (Dinkes Balikpapan, 2011). Rumah Sakit Umum Kanujoso Djatiwibowo (RSKD) Balikpapan merupakan rumah sakit tipe B+ yang memberikan pelayanan sekaligus berfungsi sebagai tempat pendidikan. Jumlah kunjungan pasien setiap bulannya rata-rata 1546 kunjungan, pasien rawat inap dengan penyakit DM merupakan peringkat nomor satu di RSKD. Kualitas diet, sosio-demografi dan dukungan keluarga akan berdampak terhadap manajemen penyakit DM, hubungan diantara ketiga hal tersebut belum pernah diteliti sebelumnya. Hal tersebut menjadi dasar peneliti untuk megetahui hubungannya dengan kontrol gula darah. B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Kualitas Diet, Sosio- Demografi, dan Dukungan Keluarga Hubungannya dengan HbA1c Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum : Untuk mengetahui hubungan kualitas diet, sosio-demografi,dan dukungan keluarga dengan HbA1c pada penderita DM tipe 2 di RS.Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. 2. Tujuan Khusus : a. Mendeskripsikan kualitas diet pasien DM rawat jalan b. Mendeskripsikan karakteristik sosio-demografi pasien DM rawat jalan c. Mendeskripsikan dukungan keluarga pasien DM tipe 2 rawat jalan d. Menganalisis hubungan kualitas diet, pendidikan, pendapatan dan dukungan keluarga denganhba1c.
6 D. MANFAAT 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan mengenai hubungan kualitas diet, sosio-ekonomi, dan dukungan keluarga dengan HbA1c pasien DM tipe 2. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Institusi Hasil Penelitian ini dapat digunakan untuk menyusun program kesehatan untuk perawatan pasien DM Tipe 2. b. Bagi Diabetisi Hasil Penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi penderita DM dalam menjalankan tatalaksana DM sesuai dengan program yang telah dirancang terutama terkait dengan peningkatan kualitas dietnya. c. Bagi Keluarga Hasil Penelitian ini dapat meningkatkan partisipasi anggota keluarga penderita DM untuk selalu memberikan dukungan pada penderita DM.
7 E. KEASLIAN PENELITIAN Tabel 1.Keaslian Penelitian Peneliti Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Veghari et al., (2010) Association between sociodemographic factors and diabetes mellitus in the north of Iran: A population-based study Variabel : sosiodemografi Subjek : pria dan wanita Desain : Population Based Study Variabel:Obesitas, Lokasi:Iran Murray et al., (2013) Dietary quality in a sample of adults with type 2 diabetes mellitus in Ireland; a cros-sectional case control study Variabel Independen : DQI Variabel Dependden : Pasien DM Tipe 2 Subjek : Suku Kaukasian Tempat : Irlandia Miharja, (2009) Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di Perkotaan Indonesia Desain : Crosssectional Variabel : Faktor Sosio-Demografi, Variabel Terikat Kontrol Gula Darah Variabel Bebas : Obesitas Tempat Penelitian : Jakarta Yun & Kim (2009) Relationships of family support, diet therapy practice and blood glucose control in type II diabetic patient Variabel Bebas : Dukungan Keluarga Desain : Casecontrol Variabel Bebas : Diet Theraphy