Penelitian tentang pengaruh profitability dan investment opportunity set. (pada perusahaan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia) memiliki

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA


KEBIJAKAN DEVIDEN. 1. Beberapa Teori Kebijakan Dividen :

BAB 10 KEBIJAKAN DIVIDEN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pajak. Menurut Bastian dan Suhardjono (2006), net profit margin adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Struktur modal merupakan perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II URAIAN TEORITIS. Suharli (2006) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh profitability

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Dividen merupakan bentuk pengembalian (return) diluar capital gain yang

Dividen adalah proporsi laba atau keuntungan yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam jumlah yang sebanding dengan jumlah lembar saham yang

II. LANDASAN TEORI. laba ditahan (retained earnings) yang ditahan sebagai cadangan bagi perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan yang terpenting adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nilai perusahaan didefinisikan sebagai persepsi investor terhadap tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Devidend Payout Ratio. being made better off financially (Prasanna Chandra;1997 dalam Azhagaiah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori mengenai kebijakan pembayaran dividen

BAB I PENDAHULUAN. baik berupa pendapatan dividen (dividend yield) maupun pendapatan dari selisih

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu hal yang dapat menunjukkan trend negatif dalam pergerakan saham

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penelitian Budi Hardiatmo dan Daljono (2013) Penelitian ini mengambil topik tentang analisis faktor - faktor yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai dengan jumlah lembar

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Debt To Equity Ratio (DER) dan Devidend Payout Ratio (DPR)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sartono (2008: 281) kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh

TEORI DEVIDEN (DIVIDEND THEORY)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta.

BAB II LANDASAN TEORI. Kebijakan dividen (dividend policy) adalah keputusan apakah laba yang diperoleh

BAB II LANDASAN TEORI. secara global. Salah satu jenis investasi adalah investasi saham. Investasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. a. Teori burung di tangan (Bird in the Hand)

II. LANDASAN TEORI. Robert Ang (1997) dalam Priono (2006:10) menyatakan bahwa dividen

KEBIJAKAN DEVIDEN. Kebijakan deviden yang optimal menyeimbangkan kedua hal tersebut dan memaksimalkan harga saham.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Hal ini berarti memaksimalkan kemakmuran pemegang saham.

II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan dividen (Dividend Policy) merupakan keputusan mengenai laba yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tersebut selayaknya disajikan dalam laporan keuangan perusahaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDUHULUAN. mengembangkan usahanya perusahaan harus mengembangkan perusahaannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh invesment opportunity

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. konflik kepentingan antara prinsipal dan agen, kontrak yang tidak lengkap, serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Myers (1977) memandang nilai perusahaan sebagai sebuah kombinasi assets in

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

umum lebih menyukai dividen daripada capital gain. Berarti pula bahwa terdapat

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. sekuritas pada negara tersebut. Pasar modal Indonesia memiliki peran besar

Dividen dan Pembelian Kembali Saham. Rita Tri Yusnita, SE., MM.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tujuan akhir dari investor perorangan maupun badan usaha

BAB II LANDASAN TEORI. A. Teori yang Relevan dengan Kebijakan Deviden. bahwa teori keagenan menjelaskan hubungan antara agen (manajemen

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. tersebut. Nilai perusahaan lazim diindikasikan dengan Price to Book Value

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sartono (2008 : 281) kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi pengembalian investasi pada equity securities pada perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemegang saham sebagai principal. Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko

Penelitian tentang Pengaruh Aliran Kas Bebas Dan Keputusan. Pendanaan Terhadap Nilai Pemegang Saham Dengan Set Kesempatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Wolk et al. (2001) dalam Thiono (2006:4), teori sinyal (signaling

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebijakan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan adalah UKDW

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan (Brigham dan Houston,

BAB I PENDAHULUAN. selisih harga jual saham terhadap harga belinya (capital gain). Perusahaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEBIJAKAN DIVIDEN (DIVIDEND POLICY)

KEBIJAKAN DIVIDEN (DIVIDEND POLICY)

BAB I PENDAHULUAN. maupun manufaktur memiliki harapan agar memperoleh laba pada tingkat tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemegang saham biasa (earning available for common stockholders) yang

BAB I PENDAHULUAN. dividen tersebut menjadi berkurang. Bagi kreditor, dividen dapat menjadi sinyal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kebijakan dividen (Brigham dan Houston 2011:211), yaitu : perusahaan. Teori MM berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.6 Latar Belakang Masalah. Investasi merupakan kegiatan yang sangat dianjurkan, karena dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Muniya Alteza

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan untuk mempertahankan hidup perusahaan semakin beraneka ragam.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Aktvitas investasi yang dilakukan investor dihadapkan pada berbagai macam resiko

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perusahaan yang ingin dicapai dalam setiap usahanya adalah untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. investasi dan deviden terhadap nilai pemegang saham. Kajian teorinya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. cara meningkatkan nilai perusahaan. Harga pasar saham menunjukkan nilai perusahaan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II URAIAN TEORITIS. Cash Position, Debt to Equity Ratio, dan Return on Assets terhadap Dividend

BAB II KAJIAN TEORI. dividen non kas (Mahmud M Hanafi, 2014:361). Dividen kas (cash dividend)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian. Telaah pustaka tersebut berasal dari berbagai sumber yaitu text book

KEBIJAKAN DIVIDEN materi 5

BAB II TELAAH TEORETIS DAN HIPOTESIS

KEBIJAKAN DIVIDEN. 4. Stock Repurchase, Stock Split dan Stock Dividend. 1. Pengertian Kebijakan Dividen 2. Teori Dividen 3. Bentuk Kebijakan Dividen

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi didirikan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan

Transkripsi:

9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang pengaruh profitability dan investment opportunity set terhadap kebijakan dividen tunai dengan likuiditas sebagai variabel moderating (pada perusahaan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia) memiliki landasan teori yaitu: 2.1 Teori Kebijakan Dividen Ada beberapa teori kebijakan dividen antara lain (Fauzi, 2012): a. Teori Dividen Tidak Relevan dari Modigliani dan Miller : Menurut Modigliani dan Miller (dalam Fauzi, 2012), nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya Dividend Payout Ratio (DPR), tapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan kelas risiko perusahaan. Jadi, dividen adalah tidak relevan. Pernyataan Modigliani dan Miller (dalam Fauzi, 2012) ini didasarkan pada beberapa asumsi penting yang lemah seperti: 1. Pasar modal sempurna dimana semua investor adalah rasional. 2. Tidak ada biaya emisi saham baru jika perusahaan menerbitkan saham baru. 3. Tidak ada pajak 4. Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah. 9

10 Pada praktiknya pasar modal yang sempurna sulit ditemui, biaya emisi saham baru dan pajak pasti ada, kebijakan investasi perusahaan tidak mungkin tidak berubah. Beberapa ahli menentang pendapatan Modigliani dan Miller tentang dividen adalah tidak relevan dengan menunjukkan bahwa adanya biaya emisi saham baru akan mempengaruhi nilai perusahaan. Modal sendiri dapat berasal dari laba ditahan dan menerbitkan saham biasa baru. Jika modal sendiri berasal dari laba ditahan, biaya modal sendiri sebesar biaya modal sendiri dari laba ditahan. Tapi bila berasal dari saham biasa baru, biaya modal sendiri adalah biaya modal sendiri dari saham biasa baru. Beberapa ahli menyoroti asumsi tidak adanya pajak. Jika ada pajak maka penghasilan investor dari dividen dan dari capital gains (kenaikan harga saham) akan dikenai pajak. Seandainya tingkat pajak untuk dividen dan capital gains adalah sama, investor cenderung lebih suka menerima capital gains dari pada dividen karena pajak pada capital gains baru dibayar saat saham dijual dan keuntungan diakui atau dinikmati. Dengan kata lain, investor lebih untung karena dapat menunda pembayaran pajak. Investor lebih suka bila perusahaan menetapkan DPR yang rendah, menginvestasikan kembali keuntungan dan menaikkan nilai perusahaan atau harga saham.

11 b. Teori The Bird in the Hand Gordon dan Lintner (dalam Fauzi, 2012) menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika DPR rendah karena investor lebih suka menerima dividen dari pada capital gains. Menurut mereka, investor memandang dividend yield lebih pasti dari pada capital gains yield. Perlu diingat bahwa dilihat dari sisi investor, biaya modal sendiri dari laba ditahan adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan investor pada saham. Keuntungan berasal dari dividen (dividend yield) ditambah keuntungan dari capital gains (capital gains yield). Modigliani dan Miller (dalam Fauzi, 2012) menganggap bahwa argumen Gordon dan Lintner ini merupakan suatu kesalahan (Modigliani dan Miller menggunakan istilah The Bierd in the hand Fallacy ). Menurut Modigliani dan Miller (dalam Fauzi, 2012), pada akhirnya investor akan kembali menginvestasikan dividen yang diterima pada perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki risiko yang hampir sama. c. Teori Perbedaan Pajak Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy (dalam Fauzi, 2012). Mereka menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains, para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Oleh

12 karena itu investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan dividend yield tinggi, capital gains yield rendah dari pada saham dengan dividend yield rendah, capital gains yield tinggi. Jika pajak atas dividend lebih besar dari pajak atas capital gains, perbedaan ini akan makin terasa. Jika manajemen percaya bahwa teori Dividen tidak relevan dari Modigliani dan Miller (dalam Fauzi, 2012) adalah benar, maka perusahaan tidak perlu memperdulikan berapa besar dividen yang harus dibagi, Jika mereka menganut teori The Bird in the Hand, mereka harus membagi seluruh EAT dalam bentuk dividen. Dan bila manajemen cenderung mempercayai teori perbedaan pajak (Tax Differential Theory), mereka harus menahan seluruh EAT atau DPR = 0 %. Jadi ke 3 teori yang telah dibahas mewakili kutub kutub ekstrim dari teori tentang kebijakan dividen. d. Teori Signaling Hypothesis Ada bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya pernurunan dividen pada umumnya menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen dari pada capital gains. Tapi Modigliani dan Miller (dalam Fauzi, 2012) berpendapat bahwa suatu kenaikan dividen yang diatas biasanya merupakan suatu sinyal kepada para investor bahwa manajemen

13 perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik dividen masa mendatang. Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau keanikan dividen yang dibawah keanaikan normal (biasanya) diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan menghadapi masa sulit dividen waktu mendatang. e. Teori Clientele Effect. Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai suatu Dividend payout Ratio yang tinggi. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan. Jika ada perbedaan pajak bagi individu (misalnya orang lanjut usia dikenai pajak lebih ringan) maka pemegang saham yang dikenai pajak tinggi lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Kelompok ini lebih senang jika perusahaan membagi dividen yang kecil. Sebalinya kelompok pemegang saham yang dikenai pajak relatif rendah cenderung menyukai dividen yang besar.

14 2.2 Profitability Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas ini misalnya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen (Sartono, 2010). Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Laba inilah yang akan dijadikan dasar pembagian dividen perusahaan, apakah dividen tunai atau dividen saham. Rasio profitabilitas yang biasa digunakan adalah return on investmentt (ROI). Jika profitabilitas perusahaan tinggi maka dividen yang akan diberikan perusahaan juga akan tinggi (Kadir, 2010). Pengukuran profitabilitas dapat menggunakan rumus sebagai berikut (Sartono, 2010): 1. Gross Profit Margin Gross Profit Margin adalah rasio antara penjualan dikurangi harga pokok penjualan dengan penjualan. GPM = Penjualan Harga Pokok Penjualan Penjualan 2. Net Profit Margin penjualan. Net Profit Margin adalah rasio antara laba setelah pajak dengan

15 NPM = Laba setelah pajak (EAT) Penjualan 3. Return On Investasi Return On Investasi atau return on assets adalah rasio antara laba setelah pajak dengan total aktiva. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan. ROI = Laba setelah pajak (EAT) Total Aktiva 4. Return On Equity modal sendiri. Return On Equity adalah rasio antara laba setelah pajak dengan ROE = Laba setelah pajak (EAT) Modal Sendiri 5. Profit Margin Profit Margin adalah rasio antara laba sebelum bunga dan pajak dengan penjualan. PM = EBIT Penjualan

16 6. Rentabilitas Ekonomi Rentabilitas Ekonomi adalah rasio antara laba sebelum bunga dan pajak dengan total aktiva. RE = EBIT Total Aktiva Adapun hubungan antara profitabilitas dengan dividen tunai adalah return yang diterima oleh investor dapat berupa pendapatan dividen dan capital gain. Dengan demikian meningkatnya ROI juga akan meningkatkan pendapatan dividen terutama cash dividend (Pujianti, 2005). 2.3 Investment Opportunity Set Istilah set kesempatan investasi atau Investment Opportunity Set (IOS) muncul setelah dikemukakan oleh Myers (dalam Anugerah, 2008) yang memandang nilai suatu perusahaan sebagai sebuah kombinasi assets in place (aset yang dimiliki) dengan invesment options (pilihan investasi) pada masa depan. Myers memperkenalkan istilah Investment Opportunity Set (IOS) yang menggambarkan tentang luasnya peluang investasi. Dalam hal ini, nilai perusahaan tergantung pada pilihan pembelanjaan (expenditure) perusahaan di masa yang akan datang. Jadi IOS tidak hanya menunjuk pada peluang investasi tradisional seperti eksplorasi mineral, tetapi juga pilihan pembelanjaan lainnya seperti periklanan, yang akan digunakan di masa depan untuk menjamin keberhasilan perusahaan.

17 Secara umum IOS dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan faktor-faktor yang digunakan dalam mengukur nilai-nilai IOS tersebut. Klasifikasi IOS tersebut adalah sebagai berikut (Kumar, 2007): 1. Proksi berdasarkan harga, proksi ini percaya pada gagasan bahwa prospek yang tumbuh dari suatu perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Perusahaan yang tumbuh akan mempunyai nilai pasar yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan aktiva riilnya (assets in place). 2. Proksi berdasarkan investasi, proksi ini percaya pada gagasan bahwa satu level kegiatan investasi yang tinggi berkaitan secara posistif pada nilai IOS suatu perusahaan. Kegiatan investasi ini diharapakan dapat memberikan peluang investasi di masa berikutnya yang semakin besar pada perusahaan yang bersangkutan. 3. Proksi berdasarkan varian, proksi ini percaya pada gagasan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas return yang mendasari peningkatan aktiva. IOS bukan merupakan pertumbuhan riil yang dicapai perusahaan saat ini namun kesempatan perusahaan untuk bertumbuh di masa mendatang. Sehingga ukuran IOS secara esensi selain dikaitkan dengan diperolehnya proyek yang menguntungkan adalah investasi perusahaan di research and development (R&D) serta aktiva tetap. Dengan melakukan investasi untuk R&D dan aktiva tetap perusahaan akan menikmati pertumbuhan riil di masa mendatang.

18 IOS berdasarkan harga merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Proksi yang didasari suatu ide yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam harga-harga saham, dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aktiva-aktiva yang dimiliki (Pagalung, 2003). IOS menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan, namun sangat tergantung pada pilihan expenditure perusahaan untuk kepentingan di masa yang akan datang. Dengan demikian IOS bersifat tidak dapat diobservasi, sehingga perlu dipilih suatu proksi yang dapat dihubungkan dengan variabel lain dalam perusahaan, misalnya variabel pertumbuhan, variabel kebijakan dan lain-lain (Norpratiwi, 2004). Dalam penelitian ini IOS diukur dengan menggunakan proksi Rasio EPS (Earning per Share) atau price ratio. Menurut Sutrisno (2009), EPS dapat dihitung dengan rumus, sebagai berikut : EPS = Laba Saham Biasa Saham Biasa yang Beredar Kebijakan dividen memberikan sinyal atas arus kas di masa yang akan datang dan menggunakan arus kas tersebut untuk mendanai investasi yang menguntungkan di masa yang akan datang. Di dalam kesetimbangan,

19 dampak pengumuman pada penerbitan baru akan bergantung pada informasi asimetri yang berasal dari aktiva yang dikuasai perusahaan atau berasal dari peluang investasi (Suharli, 2007). Sedangkan menurut Jensen (dalam Suharli, 2007), manajer cenderung untuk menginvestasikan arus kas bebas ke dalam peluang investasi dan memperbesar ukuran perusahaan meskipun tidak menguntungkan. 2.4 Likuiditas Likuiditas perusahaan adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban finansial jangka pendek tepat pada waktunya. Likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besar kecilnya aktiva lancar yaitu aktiva yang mudah diubah menjadi kas yang meliputi kas, surat berharga, piutang, persediaan (Sartono, 2010). Likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan mendanai operasional perusahaan dan melunasi kewajiban jangka pendeknya. Likuiditas perusahaan dapat diukur dengan menggunakan current ratio (Kadir, 2010). Perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi akan memberikan dividen yang tinggi. Pengukuran likuiditas dapat menggunakan rumus sebagai berikut (Sartono, 2010): 1. Current Ratio Current Ratio adalah rasio antara aktiva lancar dengan utang lancar.

20 CR = Aktiva Lancar Utang Lancar 2. Acid Test Ratio Acid Test Ratio adalah rasio antara aktiva lancar dikurangi persediaan dengan utang lancar. ATR = Aktiva Lancar - Persediaan Utang Lancar Hanya perusahaan yang memiliki likuiditas baik yang akan membagikan labanya kepada pemegang saham dalam bentuk tunai. Sebaliknya, pihak manajemen perusahaan akan menggunakan potensi likuiditas yang ada untuk melunasi kewajiban jangka pendek ataupun mendanai operasi perusahaannya (Suharli, 2007). Hubungan likuiditas dengan dividen tunai adalah semakin besar current ratio menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya (termasuk didalamnya kewajiban membayar dividen kas yang terutang). Tingginya current ratio menunjukkan keyakinan investor terhadap kemampuan perusahaan membayar dividen yang dijanjikan (Pujianti, 2005).

21 2.5 Kebijakan Dividen Tunai Kebijakan dividen merupakan keputusan pembayaran dividen yang mempertimbangkan maksimalisasi harga saham saat ini dan periode mendatang. Dalam penentuan besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan pada perusahaan yang sudah merencanakan dengan menetapkan target Dividend Payout Ratio didasarkan atas perhitungan keuntungan yang diperoleh setelah dikurangi pajak (Pujianti, 2005). Untuk dapat membayar dividen dapat dibuat suatu rencana pembayaran sebagai berikut: 1. Perusahaan mempunyai target Dividend Payout Ratio jangka panjang. 2. Manajer memfokuskan pada tingkat perubahan dividen dari pada tingkat absolut. 3. Perubahan dividen yang meningkat dalam jangka panjang, untuk menjaga penghasilan. Perubahan penghasilan yang sementara tidak untuk mempengaruhi Dividend Payout Ratio. 4. Manajer bebas membuat perubahan dividen untuk keperluan cadangan. Sedangkan menurut Linter dalam Nuringsih (2005) perusahaan meningkatkan pembayaran dividen apabila yakin bahwa manajemen mampu menghasilkan keuntungan (earning) yang meningkat secara permanen dimasa mendatang. Dividen merupakan keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham sebagai return atas keterlibatan mereka sebagai suplay capital.

22 Pertimbangan manajerial dalam menentukan dividend pay out ratio adalah (Sartono, 2010): 1. Kebutuhan dana perusahaan Kebutuhan dana bagi perusahaan dalam kenyataannya merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan dividen yang akan diambil. Aliran kas perusahaan yang diharapkan, pengeluaran modal dimasa datang yang diharapkan, kebutuhan tambahan piutang dan persediaan, pola pengurangan utang dan masih banyak faktor lain yang mempengaruhi posisi kas perusahaan harus dipertimbangkan dalam analisis kebijakan dividen. 2. Likuiditas Likuiditas perusahaan sangat besar pengaruhnya terhadap invetasi perusahaan dan kebijakan pemenuhan dana. Keputusan investasi akan menentukan tingkat ekspansi dan kebutuhan dana perusahaan, sementara itu keputusan pembelanjaan (keputusan pemenuhan kebutuhan dana) akan menentukan pemilihan sumber dana untuk membiayai investasi tersebut. 3. Kemampuan meminjam Posisi likuiditas perusahaan dapat diatasi dengan kemampuan perusahaan untuk meminjam dalam jangka pendek. Kemampuan meminjam dalam jangka pendek tesebut akan meningkatkan fleksibilitas likuiditas perusahaan.

23 4. Keadaan pemegang saham Jika kepemilikan saham perusahaan relatif tertutup, manajemen biasanya mengetahui dividen yang diharapkan oleh pemegang saham dan dapat bertindak dengan tepat. Jika hampir semua pemegang saham berada dalam golongan high tax dan lebih suka memperoleh capital gain, maka perusahaan dapat mempertahankan dividend payout yang rendah. Untuk perusahaan yang jumlah pemegang sahamnya besar hanya dapat menilai dividen yang diharapkan pemegang saham dalam konteks pasar. 5. Stabilitas Dividen Bagi para investor faktor stabilitas dividen akan lebih menarik daripada dividend payout ratio yang tinggi. Stabilitas disini dalam arti tetap memperhatikan tingkat pertumbuhan perusahaan, yang ditunjukkan oleh koefisien arah yang positif. Apabila faktor lain sama, saham yang memberikan dividen yang stabil selama periode tertentu akan mempunyai harga lebih tinggi daripada saham yang membayar dividennya dalam prosentase yang tetap terhadap laba. Menurut Naveli (dalam Suharli, 2006), secara umum kebijakan dividen yang ditempuh perusahaan adalah salah satu dari 3 kebijakan ini, yaitu: 1. Constant Dividend Payout Ratio Terdapat beberapa cara mengatur dividend payout ratio yang dibagikan secara tetap dalam persentase atau rasio tertentu, yaitu: (a) membayar dengan jumlah persentase yang tetap dari pendapatan tahunan,

24 (b) menentukan dividen yang akan diberikan dalam setahun sama dengan jumlah persentase tetap dari keuntungan tahun sebelumnya, dan (c) menentukan proyeksi payout ratio untuk jangka waktu panjang. 2. Stable Per Share Dividend Kebijakan yang menetapkan besaran dividen dalam jumlah yang tetap. Kebijakan ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan laba yang tinggi. 3. Reguler Dividend Plus Extra Dalam kebijakan ini, perusahaan akan memberikan suatu tingkat dividen yang relatif rendah tetapi dalam jumlah yang pasti, dan memberikan tambahan apabila perusahaan membukukan laba yang cukup tinggi. Dividen payout ratio dalam penelitian ini diukur dengan rumus: Dividen Per Share Dividend Payout Ratio = X 100% Earning Per Share 2.6 Kerangka Pemikiran Kebijakan dividen sering dianggap sebagai signal bagi investor dalam menilai baik buruknya perusahaan, hal ini disebabkan karena kebijakan dividen dapat membawa pengaruh terhadap harga saham perusahaan. Dengan demikian seberapa besar porsi laba yang akan dibagikan dalam bentuk dividen dan seberapa besar porsi laba yang akan ditahan

25 untuk diinvestasikan kembali, merupakan masalah yang cukup serius bagi pihak manajemen (Hatta, 2002). Perusahaan yang memiliki likuiditas lebih baik maka akan mampu membayar dividen lebih banyak. Pada perusahaan yang membukukan keuntungan lebih tinggi (profitabilitas tinggi), ditambah likuiditas yang lebih baik, maka semakin besar jumlah dividen yang dibagikan. Pada perusahaan yang menginvestasikan dana lebih banyak akan menyebabkan jumlah dividen tunai yang dibayarkan berkurang, namun likuiditas yang baik mampu memperlemah hipotesis tersebut karena saat itu perusahaan dapat menunda pembayaran hutang jangka pendeknya (Suharli, 2007). IOS berdasarkan harga merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Proksi yang didasari suatu ide yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam harga-harga saham, dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aktiva-aktiva yang dimiliki (Pagalung, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Norpratiwi (2004) tentang Analisis Korelasi Investment Opportunity Set Terhadap Return Saham (Pada Saat Pelaporan Keuangan Perusahaan) menemukan bukti bahwa Market to book value of asset ratio (MKTBKASS), market to book value of equity ratio (MKTBKEQ), ratio of capital expenditures to book value of asset (CAPBVA) dan earnings per share /price ratio berpengaruh terhadap abnormal return perusahaan.

26 Suharli (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh profitability dan investment opportunity set terhadap kebijakan dividen tunai dengan likuiditas sebagai variabel penguat (studi pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 2002-2003). Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa likuiditas dapat digunakan sebagai variabel penguat (variabel moderator), tetapi dari kedua variabel independen hanya profitabilitas yang dapat mempengaruhi kebijakan jumlah pembagian dividen perusahaan. Dengan demikian penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan jumlah pembagian dividen perusahaan dipengaruhi oleh profitabilitas dan diperkuat oleh likuiditas perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut: Profitability Investment Opportunity Set Kebijakan Dividen Tunai Likuiditas Gambar 2.1 : Model Penelitian. 2.7 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut maka dapat disusun hipotesis penelitian ini sebagai berikut: H 1 = profitability berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen tunai. H 2 = investment opportunity set berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen tunai.

27 H 3 = likuiditas sebagai variabel moderasi memiliki pengaruh signifikan dalam hubungan antara profitability terhadap kebijakan dividen tunai. H 4 = likuiditas sebagai variabel moderasi memiliki pengaruh signifikan dalam hubungan antara investment opportunity set terhadap kebijakan dividen tunai.