BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal

dokumen-dokumen yang mirip
ANGGARAN DASAR IKATAN JURNALIS TELEVISI INDONESIA (IJTI)

ETIKA JURNALISTIK IJTI JURNALISME POSITIF

Media Siber. Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers

BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. Praktik jurnalisme kloning kini menjadi kian populer dan banyak

Etika Jurnalistik dan UU Pers

BAB I PENDAHULUAN. pun mulai bebas mengemukakan pendapat. Salah satunya adalah kebebasan di bidang

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

BAB 1. Pendahuluan. Media massa adalah sebuah media yang sangat penting pada jaman ini, karena

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara


BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. secara ideal. Namun dalam dunia globalisasi, masyarakat internasional telah

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang

KAJIAN SERTIFIKASI PADA PROFESI JURNALIS. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

Tinjauan Umum Etika Profesi

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai

KODE ETIK JURNALISTIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Fenomena menjamurnya media massa di Indonesia, yang sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. menggabungkan information (informasi) dan infotainment (hiburan). Artinya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. (indepth interview) dengan para narasumber di Indonesia Siang untuk penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. penting dalam peta perkembangan informasi bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai media, tentunya tidak terlepas dari konsep komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hidup komunikasi merupakan hal yang esensial, oleh sebab itu,

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat sekarang ini. Terjadinya krisis. Indonesia menyadarkan masyarakat untuk mengutamakan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. dari beragam media yang cukup berperan adalah televisi. Dunia broadcasting

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) HUKUM DAN KODE ETIK JURNALISTIK

MENGAPA MENGELUH? Oleh Yoseph Andreas Gual

FOTO NARASUMBER. Yusuf Anggara. Kepala Subbagian Humas Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan.

PROPORSIONALITAS WARTAWAN TELEVISI LOKAL DI BATU TV

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Media televisi lokal Jogja TV merupakan stasiun televisi yang berusaha

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis, dan mengevaluasi media massa. Pada dasarnya media literasi

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006

BAB I PENDAHULUAN. Rohmadi (2011:75) bahasa jurnalistik meliliki kaidah-kaidah tersendiri

TUGAS MATA KULIAH ETIKA PROFESI KODE ETIK PROFESI PENGUSAHA AGRIBISNIS

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas

BAB I. Pendahuluan. Siaran pers memiliki fungsi penting bagi setiap organisasi ataupun perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. memadai saja yang dapat tumbuh dan bertahan. Setiap profesi dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. menandakan proses komunikasi massa berlangsung dalam tingkat kerumitan yang relatif

BERITA LITERASI MEDIA DAN WEBSITE KPI (ANALISIS ISI KUANTITATIF BERITA MENGENAI LITERASI MEDIA PADA WEBSITE KOMISI PENYIARAN INDONESIA)

PIAGAM AUDIT INTERNAL

KODE ETIK, PELAKSANAAN DAN EFEKTIFITAS PENGAWASANNYA

BAB I PENDAHULUAN. Ketika mendengar Berita Kriminal Sergap di RCTI, sekilas. dan penjelasan yang panjang sehingga membuat pendengar atau pemirsa

BAB I PENDAHULUAN. di dalam bidang bisnis. Ada dua tanggung jawab akuntan publik dalam

KODE ETIK PENERBIT ANGGOTA IKAPI

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa. Dalam komunikasi massainformasi disampaikan melalui media massa.

BAB I PENDAHULUAN. Pada era modern saat ini, televisi dapat memberikan nilai-nilai kehidupan

BAB III PENYAJIAN DATA. tentang analisis kebijakan redaksi dalam penentuan headline (judul berita)

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pengantar pesan. Setiap informasi yang dimuat dapat

Piagam Audit Internal. PT Astra International Tbk

BAB I PENDAHULUAN. kabar yang bersangkutan. Penyajian sebuah isi pesan dalam media (surat

BAB VI PENUTUP. A. Simpulan

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peristiwa politik selalu menarik perhatian media massa sebagai bahan

MEDIA WATCH DAN PELAKSANAAN KEBEBASAN PERS. Djoko Walujo 1

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Dari hasil temuan penelitian yang dilakukan peneliti yang mencoba

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PADA TAHUN 2020 MENHHASILKAN PERAWAT PROFESIONAL, PENUH CINTA KASIH DAN MAMPU BERSAING SECARA NASIONAL.

Kode Etik Jurnalistik

BAB I PENDAHULUAN. : Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan. mengeluarkan pendapat. Serta ditegaskan dalam Pasal 28F, yaitu

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun televisi ini berkembang karena masyarakat luas haus akan hiburan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Salah satu manfaat yang dapat dirasakan sekarang ini adalah. akan meluaskan cakrawala pengetahuan masyarakat.

Prinsip Dasar Peran Pengacara

BAB V PENUTUP KESIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang. pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, komunikasi massa,

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB IV PENUTUP. peneliti menemukan makna-makna atas pelanggaran-pelanggaran kode etik

I. PENDAHULUAN. beragam peristiwa baik yang bersifat lokal, nasional maupun internasional. Salah

National Press Photographers Association ethics morality morals principles standards ethics in photojournalism

BAB I PENDAHULUAN. informasi-informasi, baik berupa berita maupun hiburan masyarakat. Pers di

BAB I PENDAHULUAN. media melalui perbedaan kemasan dan sifat siarannya. dirasakan oleh audiencennya. Menurut Marshall Mc Luhan, Media televisi telah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menjadi dasar atau aturan bagi seseorang dalam menjalankan profesinya. Etika

BAB III PENUTUP. Berdasarkan pembahasan yang telah ditulis pada bab sebelumnya, maka. dapat diambil kesimpulan bahwa dalam hukum positif di Indonesia,

I. PENDAHULUAN. menjadi isu global dan hangat yang selalu ingin disajikan media kepada. peristiwa yang banyak menarik perhatian dan minat masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat, yang pada masanya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah dalam menyelenggarakan sistem pemerintahannya telah bergeser

KEPUTUSAN PENGURUS BESAR ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA (PB ABKIN) Nomor: 010 Tahun 2006 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. terbaru dari dunia jurnalistik. Kehadirannya dipengaruhi oleh tingginya tingkat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Problem Jurnalis Lingkungan di SKH Riau Pos. Oleh : Ayu Puspita Sari / Bonaventura Satya Bharata. Program Studi Ilmu Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi, disajikan lewat bentuk, siaran, cetak, hingga ke media digital seperti website

Komisi Penyiaran Indonesia PEDOMAN

SENAT AKADEMIK INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

BAB IV ANALISIS DATA. eksistensinya ditengah industri penyiaran televisi. Wawancara pun dilakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah media online seperti yang digunakan oleh Humas Pemerintah Kabupaten Jepara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. massa baru bermunculan. Secara umum, media massa tergolong. media elektronik (televisi dan radio), serta media online.

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara

Advokasi Kreatif Melalui Media (Sosial) Oleh: Rofiuddin AJI Indonesia

PROFESIONALISME WARTAWAN DAN UPAYA MEMBANGUN INSTITUSI PERS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. masyarakat dimana media tersebut hidup dan berkembang. Sistem kerjanya

BAB I PENDAHULUAN. Di era yang semakin dikuasai oleh teknologi dan informasi seperti saat ini, menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Institusi keuangan telah menjadi financial supermarket dengan jaringan

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal Batu Televisi (Batu TV) Kota Batu Jawa Timur pada bulan Agustus September 2012, maka ada beberapa temuan yang menjadi kesimpulan penelitian ini, yaitu: Profesionalisme wartawan televisi terletak pada keterampilan teknis dan kepatuhan etis wartawan, serta hubungan pekerja media dengan pemilik modal (perusahaan). Analisis hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor keterampilan teknis dan kepatuhan etis jurnalis hanya berperan sebagai prakondisi menuju profesionalisme wartawan televisi, sebab ada tiga komponen penting lainnya yaitu otoritas, pengawasan, dan pelayanan. Jika tiga komponen ini diaktifkan hubungannya, ia akan menjadi suatu sistem yang terlembagakan. Jadi profesionalisme adalah sistem hubungan antara otoritas, pengawasan, dan pelayanan yang terlembagakan. Otoritas didapat dari kompetensi, aktivitas pekerjaan, dan adanya organisasi. Seorang sarjana komunikasi secara formal memang memiliki otoritas karena kompetensinya di bidang pengetahuan sistematis tentang jurnalistik. Namun otoritas itu baru aktual ketika ia bekerja sebagai jurnalis. Pola hubungan profesionalisme demikian disebut patronase. Ada dua bentuk patronase, yakni patronase oligarki dan patronase korporasi. Pada kenyataannya, media massa telah dikontrol oleh korporasi dan karena itu mengaburkan makna kebebasan pers yang selama ini menjadi jargon paling penting dalam dunia jurnalistik. Hubungan pekerja media dan pemilik modal tidak lagi sekedar sebagai relasi fungsional, akan tetapi sudah memperlihatkan dominasi yang menjadi model di berbagai institusi media. Karena baik pemilik modal dan pekerja media mempunyai tujuan yang sama, yaitu kelangsungan hidup media sebagai institusi bisnis dan politik yang dibingkai atas nama peran media dalam kehidupan demokrasi. 109

Patronase korporasi melahirkan orang-orang yang dipelihara, apakah secara langsung sebagai pekerja atau dalam konteks kendali organisasi birokrasi profesional. Dalam hal jurnalis kita, mereka kebanyakan sebagai pekerja langsung perusahaan, sedangkan ikatannya dengan organisasi profesi amat longgar. Jurnalis ini tunduk dan berlindung pada si patron serta mengidentifikasi diri sebagai anggota korporasi, bukan kepada komunitas atau asosiasi profesionalnya. Sebagai organisasi, media massa tentu saja memiliki tujuan. Dan tujuan itu seringkali memberi pengaruh pada isi berita. Pengelola media dan wartawan bukanlah satu-satunya yang paling menentukan isi berita. Mereka hanya pekerja media yang terkadang harus patuh pada aturan perusahaan media. Karena itu, dalam level organisasi, biasanya terjadi dialektika mikro antara kepentingan perusahaan dan idealisme Jurnalis. Seharusnya para wartawan lebih tunduk kepada aturan yang tertulis dan telah disepakati oleh beberapa lembaga profesi yang telah dilegalkan, bukan malah tunduk pada patronase korporasi media tersebut. Pada kondisi ini, profesionalisme jurnalis sudah tidak dapat dinilai karena wartawan tersebut tunduk pada aturan perusahaan dan intervensi pemilik Batu TV. Aspek komersial dapat mengalahkan aspek publik. Kepatuhan etis ini dapat digolongkan dalam beberapa hal: 1)Melindungi dan menghormati serta menghargai harkat dan martabat sumber berita : a) Sensor terhadap nama pelaku serta korban yang tidak ingin disebutkan. b) Harus mensensor visual yang menjadi korban tindak asusila. c)memberikan nama serta identitas yang jelas bila sumber berita menghendaki. 2). Pedoman perilaku etis : a) Kebebasan wartawan dalam meliput sebuah berita. b) Kepatuhan wartawan terhadap KEJ. c) Nada dan gaya tulisan tidak menggunakan kata-kata mengandung opini. 3). Menjaga kebenaran berita : Keseimbangan wartawan dalam pemberitaan. Kenyataan diatas melahirkan pemikiran bahwa pers Indonesia bisa main mata dengan gerakan sosial. Artinya, bukan tidak mustahil ada pihak yang berpendapat bahwa pers Indonesia bisa bekerja sama dengan gerakan-gerakan sosial untuk menciptakan gelombang politik baru. Pers 110

Indonesia terutama lokal perlu menjaga dirinya agar tidak meluncur menjadi kuda tunggangan gerakan sosial sewaan pihak tertentu. Seorang jurnalis yang profesional merupakan seorang jurnalis yang paham keterampilan teknis jurnalistik dan kepatuhan etis dalam menjalankan praktiknya. Namun tidak mudah seorang menjadi profesional. Secara alami profesionalisme di Amerika terdiri dari lima tahap: munculnya pekerjaan penuh-waktu (full-time); berdirinya sekolah untuk latihan (training school); berdirinya asosiasi profesional (profesional association); agitasi politik yang diarahkan pada perlindungan asosiasi tersebut secara hukum; diterimanya suatu aturan formal. Jika merujuk pada berbagai macam konsep profesionalisme, kita dapat merumuskan beberapa ciri yang kita konsepsikan sebagai profesional. Antara lain: a. Adanya keterampilan dan keahlian yang didasarkan pada pengetahuan teoritis. b. Memiliki pengetahuan umum yang sistematis; c. Lebih berorientasi kepada kepentingan umum ketimbang kepentingan pribadi (altruisme); d. Tersedianya pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan kompetensinya; e. Adanya organisasi yang membuat kode etik profesi, melakukan pengujian dan pengawasan terhadap perilaku anggotanya. f. Adanya suatu sistem balas jasa (berupa uang dan kehormatan) yang terutama merupakan lambang prestasi kerja. Media pers baik itu cetak, audio, serta audio visual, memiliki empat posisi. Yang pertama, media pers sebagai media komunikasi; yang kedua, media sebagai lembaga sosial; yang ketiga, media sebagai lembaga ekonomi; dan yang ke empat, media sebagai produk informasi. Keempat sumber ini menjadi tumpuan aktivitas, fungsi, tujuan, kewajiban, dan muatan isi media pers. Posisi ini menyebabkan fungsi utama media pers adalah mediator. Posisi ini pula menyebabkan tujuan media pers adalah 111

menyeimbangkan informasi. Posisi ini pula yang menyebabkan media pers tidak boleh berpihak. Media TV Lokal sebagai provider informasi politik lokal. Hal ini hanya dapat disampaikan oleh wartawan yang memegang teguh profesionalisme, yaitu 1) wartawan yang punya ilmu yang relevan dengan bidangnya, 2) punya standar etik yang tinggi, 3) punya standar profesi yang tinggi. Ketiga hal tersebut dapat terwujud apabila tertanam di dalam diri para wartawan sikap objektivitas. Wartawan harus senantiasa menyadari bahwa sajiannya berpengaruh besar terhadap perubahan perilaku, pola pikir, dan wawasan masyarakat. Sebuah sajian akan menumbuhkan empaty. Tugas media massa juga mendidik masyarakat, sehingga tidak adil jika filter untuk mencermati makna sebuah sajian diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat tanpa ada seleksi yang bertangggung jawab dari para pekerja pers atas sajiannya. Pers hakikatnya bukan sekedar penjual berita dengan sajian menu berdasarkan selera pasar dan mempersilahkan pasar untuk memberikan penilaian akhir dan berikutnya menentukan pilihannya. Terlepas dari kondisi internal perusahaan pers di Indonesia, khususnya pers di daerah, maka profesionalisme yang dapat dicapai melalui objektivitas dari para wartawan akan dapat terwujud manakala wartawan tersebut memegang teguh prinsip cover both side, triple checking, rechecking, bahkan control checking atau triple bahkan kalau perlu multichecking. Hal ini menjadi dasar elementer yang harusnya dipunyai wartawan.tidak ada pilihan lain bagi para wartawan dan media massa harus selalu berupaya menegakkan pilar ke empat demokrasi yakni jurnalistik yang kredibel dan bermanfaat, yang hanya bisa dikerjakan oleh jurnalis yang kompeten. Beberapa realitas terkait profesionalisme wartawan Batu TV dan hubungan wartawan dengan pemilik Batu TV yang telah dianalisis dalam penelitian ini, sebagai berikut: Pertama, profesionalisme jurnalis di Batu TV tidak berkembang sebagaimana layaknya. Konsep lembaga penyiaran yang profesional tidak 112

terlihat secara nyata diterapkan, sehingga harapan agar lembaga penyiaran berjalan sesuai standar etika jurnalistik yang menjunjung profesionalisme tidak kunjung terjadi. Batu TV hanya mememiliki empat wartawan dengan beban pekerjaan rangkap. Kedua, dari aspek keterampilan teknis, hampir semua jurnalis Batu TV belajar jurnalisme secara otodidak, tidak didukung dengan pendidikan dan pelatihan secara formal. Hal ini mempengaruhi kualitas pemberitaan Batu TV, yaitu : 1)Analisis Berita ; Cara cara penyiaran berita, Pengaturan tayangan berita, Analisis kebenaran berita; 2) Menulis pendapat dan komentar : penelusuran dari pelaku, penggalian pendapat dan komentar dari para ahli Ketiga, tuntutan kapitalisme korporasi mengalahkan etika jurnalistik di Batu TV. Hal ini merupakan imbas tiadanya pengawasan, regulasi dan proses manajemen yang ketat. Jurnalis di Batu TV tidak menjadi pribadi bebas yang memproduksi kebenaran melalui hasil jurnalistik, namun lebih karena tuntutan kapitalisme korporasi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya berita pesanan, yang disebut blockingtime. Sehingga dalam peliputan sebuah berita, para jurnalis sering merasa bingung antara sebuah pemberitaan murni dengan berita pesanan. Karena dalam fakta di lapangan banyak faktor yang mempengaruhi isi berita. Oleh karena itu keterampilan profesionalisme yang berkaitan dengan keterampilan teknis sangat sulit diterapkan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hasil pemberitaan di Batu TV yang didominasi oleh berita pesanan. Profesionalisme jurnalis sering terabaikan dengan adanya jenis berita ini, karena para jurnalis harus mematuhi apa yang diinginkan pemesan atau klien. Dan kinerja para jurnalis di Batu TV sangat diatur dan dibatasi oleh direktur. Keempat, kurangnya pengawasan terhadap keterampilan teknis berakibat pula pada kepatuhan etis wartawan. Yang semula wartawan harus mematuhi peraturan yang telah dibuat berupa Undang Undang Pers maupun Kode Etik Jurnalistik Televisi, wartawan sendiri harus lebih tunduk dengan aturan yang dibuat di Batu TV yang secara jelas tidak 113

tertulis. Bagi jurnalis Batu TV, penerapan kode etik merupakan hal yang langka. Sebab bagaimana mau diterapkan kode etik secara baik dan tepat, jika peraturan dan regulasi yang dijalankan berdasarkan perkataan pemilik Batu TV Penggambaran ini menurut asumsi penulis bertentangan dengan visi dan misi Batu TV. Visi Batu TV adalah menjadikan Pemimpin Terkemuka Dalam Bisnis Pertelevisian Lokal, khususnya di daerah Malang Raya. Sedangkan Misi Batu TV : Menjadikan yang Pertama, Terbaik dan Terpercaya Bagi Konsumen dalam jasa untuk Pengembangan Sumber daya Manusia, Pendidikan, Kepariwisataan, Pertanian, Perdagangan, Kerohanian, Hiburan dan Olah Raga serta Informasi Kejadian Seputar di daerah Malang Raya. Visi dan misi Batu Televisi menunjukkan itikad untuk memberikan kualitas maupun kuantitas pelayanan yang terbaik serta menjalankan bisnis berdasarkan komitmen, etika, kerja sama, profesionalisme dan kesejahteraan. B. Saran Bagi lembaga penyiaran/ televisi: Lembaga yang profesional mengisyaratkan kerja jurnalistiknya mengikuti kaidah-kaidah jurnalistik dan etika profesinya, sehingga langkah menjadi profesional menjadi terukur dan memberikan dampak yang positif bagi pemberitaan. Bagi jurnalis (khususnya wartawan televisi): Wartawan atau jurnalis harus dapat mengkonsep sebuah fakta serta menyusun dan melakukan penyuntingan berita. Dengan kata lain, seorang wartawan atau jurnalis harus memiliki kemampuan teknis jurnalistik dan memahami etika hukum pers karena ini menyangkut kepentingan dan perlindungan publik. Bila kompetensi itu diabaikan, dipastikan banyak timbul masalah dalam kerja jurnalistik maupun hasilnya. Bagi para peneliti selanjutnya: penelitian ini dapat menjadi referensi untuk meneliti kesadaran pertelevisian lokal dalam mematuhi serta menjalankan Undang-Undang dan Kode Etik Jurnalistik dengan menggunakan komparatif model atau pembanding dengan televisi yang lain, sehingga terlihat dibagian mana perbedaannya. 114