BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

Pertemuan 2 Representasi Citra

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

SAMPLING DAN KUANTISASI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB II LANDASAN TEORI

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

BAB II LANDASAN TEORI

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB II LANDASAN TEORI

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II CITRA DIGITAL

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

One picture is worth more than ten thousand words

BAB 2 LANDASAN TEORI

(IMAGE ENHANCEMENT) Peningkatan kualitas citra di bagi menjadi dua kategori yaitu :

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Peningkatan Kualitas Citra. Domain Spasial

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

Model Citra (bag. I)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

Pengolahan Citra : Konsep Dasar

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Modifikasi Histogram

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

PENINGKATAN MUTU CITRA (IMAGE ENHANCEMENT) PADA DOMAIN SPATIAL

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata.

Operasi-Operasi Dasar pada Pengolahan Citra. Bertalya Universitas Gunadarma

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

BAB II LANDASAN TEORI. perangkat komputer digital (Jain, 1989, p1). Ada pun menurut Gonzalez dan Woods

BAB II LANDASAN TEORI

1. TRANSLASI OPERASI GEOMETRIS 2. ROTASI TRANSLASI 02/04/2016

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

BAB 2 LANDASAN TEORI. citra, piksel, convolution, dan Software Development Life Cycle.

ANALISIS EDGE DETECTION CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROBERT DAN CANNY

Model Citra (bag. 2)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

PERANCANGAN APLIKASI PENGURANGAN NOISE PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE FILTER GAUSSIAN

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Penguji... iii. Halaman Persembahan... iv. Abstrak... viii. Daftar Isi... ix. Daftar Tabel... xvi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

Pengolahan Citra Digital: Peningkatan Mutu Citra Pada Domain Spasial

ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA

IMPLEMENTASI PENGOLAHAN CITRA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONVOLUSI UNTUK PELEMBUTAN CITRA (IMAGE SMOOTHING) DALAM OPERASI REDUKSI NOISE

STMIK AMIKOM PURWOKERTO PENGOLAHAN CITRA ABDUL AZIS, M.KOM

Pengolahan citra. Materi 3

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 2 LANDASAN TEORI

APLIKASI IMAGE THRESHOLDING UNTUK SEGMENTASI OBJEK

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Pendahuluan Pengantar Pengolahan Citra. Bertalya Universitas Gunadarma, 2005

APLIKASI IMAGE THRESHOLDING UNTUK SEGMENTASI OBJEK

Pendahuluan. Dua operasi matematis penting dalam pengolahan citra :

PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL. Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo

BAB II LANDASAN TEORI

MAKALAH APLIKASI KOMPUTER 1 SISTEM APLIKASI KOMPUTER GRAFIK KOMPUTER DAN KONSEP DASAR OLAH CITRA. Diajukan sebagai Tugas Mandiri Mata Kuliah NTM

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

APLIKASI PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DENGAN PROSES PERKALIAN DAN PEMBAGIAN UNTUK PENGGESERAN BIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE BITSHIFT OPERATORS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan dijelaskan teori-teori yang akan digunakan pada saat penelitian. Teori yang dibahas meliputi teori-teori tentang bagaimana menggabungkan beberapa citra dan pengertian tentang Algoritma Gaussian dan High Pass Filter, pada bab ini dijelaskan juga tentang tahap-tahap proses konvolusi. 2.1 Pengertian Citra Citra adalah suatu imitasi atau kemiripan dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyalsinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau bersifat digital yang dapat disimpan langsung pada suatu media penyimpan. Citra juga terbagi atas dua bagian yakni citra analog dan citra digital, berikut adalah penjelasannya [20]. 2.1.1 Pengertian Citra Analog Citra analog adalah citra yang bersifat kontinu, seperti gambar pada monitor televisi, foto sinar X, foto yang tercetak di kertas foto, lukisan, pemandangan alam, hasil CT scan, gambar-gambar yang terekam pada pita kaset, dan lain sebagainya. Citra analog tidak dapat direpresentasikan di dalam komputer, oleh karena itu citra analog dapat dikonversi ke dalam citra digital agar nantinya dapat dibaca dan diproses oleh komputer. 2.1.2 Pengertian Citra Digital Citra Digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer dan dapat disimpan di dalam memori komputer, namun yang disimpan dalam memori komputer hanyalah angka-angka yang menunjukkan besarnya intensitas pada masing-masing piksel tersebut. 6

7 Agar citra yang mengalami gangguan mudah diinterprestasi (baik oleh manusia maupun mesin), citra tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra lain yang kualitasnya lebih baik sehingga diperlukan suatu sistem pengolah citra (image processing) untuk menghasilkan citra digital yang menyerupai citra analognya tetapi juga mampu untuk melakukan pengolahan lebih lanjut untuk kepentingan medis dan interprestasi pengamat terhadap suatu obyek dapat lebih teliti [19]. 2.2 Pengolahan Citra Digital Pengolahan citra digital adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari tentang hal-hal yang berkaitan dengan perbaikan kualitas gambar (peningkatan kontras, transformasi warna, restorasi citra), transformasi gambar (rotasi, translasi, skala, transformasi geometric), melakukan pemilihan citra ciri (feature images) yang optimal untuk tujuan analisis, melakukan proses penarikan informasi atau deskripsi objek atau pengenalan objek yang terkandung pada citra, melakukan kompresi atau reduksi data untuk tujuan penyimpanan data, transmisi data dan waktu proses data. Input dari pengolahan citra adalah citra sedangkan output-nya adalah citra hasil pengolahan [20]. 2.2.1 Tahap-tahap dalam Pengolahan Citra Digital Berikut ini adalah tahap-tahap penting dalam Pengolahan Citra Digital, 1. Akuisisi Citra Digital Akuisisi citra adalah tahap awal untuk mendapatkan citra digital. Tujuan dari akuisisi citra adalah menentukan data yang diperlukan dan yang akan diproses nantinya. Tahap ini dimulai dari objek yang akan diambil gambarnya dan difasilitasi oleh beberapa perangkat digitizer yang nantinya akan terjadi pencitraan, dimana pencitraan adalah kegiatan transformasi dari citra tampak (foro, gambar, lukisan, pemandangan dsb) menjadi citra digital, beberapa perangkat tersebut adalah :

8 a. Video Kamera b. Kamera Digital c. Kamera Konvensional dan Konverter analog to Digital d. Scanner e. Photo sinar-x/sinar infra merah 2. Preprocessing Tahap ini merupakan sebuah tahap dimana metode citra akan dipilih sebelum diproses, hal-hal penting dalam tahap ini adalah : a. Peningkatan kualitas citra (contrast, brightness, dan lain-lain) Peningkatan kualitas citra dilakukan agar citra hasil menjadi lebih baik dari citra awalnya b. Menghilangkan noise Dalam hal ini noise yang ada pada permasalahan akan disaring atau dihilangkan sehingga tidak merusak citra c. Perbaikan citra (image restoration) Ini merupakan suatu tahap dalam mengolah citra yang buruk kembali seperti awalnya d. Transformasi (Image Transformation) Dimana transformasi merupakan perubahan struktur atau bentuk citra e. Menentukan bagian citra yang akan diobservasi 3. Segmentasi Tahapan ini bertujuan untuk membagi citra menjadi beberapa bagian-bagian pokok yang mengandung informasi penting. Misalnya memisahkan objek dan latar belakang. 4. Representasi dan deskripsi Dalam hal ini akan dilakukan ekstraksi ciri dan seleksi dimana suatu wilayah direpresentasikan menjadi suatu persamaan yang dapat membedakan kelas-kelas objek citra nantinya 5. Pengenalan dan Interpretasi

9 Tahap pengenalan bertujuan untuk memberi label pada sebuah objek yang informasinya disediakan oleh descriptor, sedangkan tahap interpretasi bertujuan untuk memberi arti atau makna kepada kelompok objek-objek yang dikenali 6. Basis Pengetahuan Basis pengetahuan berguna untuk memandu berbagai operasi dan digunakan sebagai referensi pada template matching atau pada pengenalan pola [20]. 2.2.2. Representasi Citra Digital Setiap piksel memiliki nilai (value atau number) yang menunjukkan intensitas keabuan pada piksel tersebut. Derajat keabuan dimana Merepresentasikan grey level atau kode warna. Kisaran nilai ditentukan oleh bit yang dipakai dan akan menunjukkan resolusi aras abu-abu (grey level resolution).berikut adalah kisaran nilainya: 1. 1 bit 2 warna: [0,1] 2. 4 bit 16 warna: [0,15] 3. 8 bit 256 warna: [0,255] 4. 24 bit 16.777.216 warna (true color) 5. Kanal Merah -Red (R): [0,255] 6. Kanal Hijau - Green (G): [0,255] 7. Kanal Biru - Blue (B): [0,255] [13]. Pada umumnya citra digital berbentuk empat persegi panjang, dan dimensi ukurannya dinyatakan sebagai tinggi x lebar (atau lebar x panjang). Citra digital yang tingginya N, lebarnya M, dan memiliki L derajat keabuan dapat dianggap sebagai fungsi dengan persamaan (2.1) di halaman berikut ini [19] dimana x adalah baris dan y adalah kolom, baris berada antara 0 hingga M-1, kolom berada antara 0 hingga N-1, dan fungsi derajat keabuan (f) berada antara 0 hingga L-1 (255) : ( ) { ( )

10 Persamaan (2.2) dan gambar 2.1 di bawah ini menjelaskan bahwa citra digital yang berukuran N x M lazim dinyatakan dengan matriks yang berukuran N baris dan M kolom sebagai berikut [14]: ( ) [ ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ] ( ) Gambar 2.1 Representasi Citra Digital [13] 2.2.3 Jenis-jenis Citra Digital 2.2.3.1 Citra Biner (Monokrom) Masing- masing piksel hanya berwarna hitam dan putih. Pada citra biner, setiap titik bernilai 0 dan 1, masing masing merepresentasikan warna tertentu, maka hanya diperlukan 1 bit per piksel. Oleh karena itu citra biner sangat efisien disimpan dalam tempat penyimpanan [8] 0 1

11 Dimana bit 0 = warna hitam dan bit 1 = putih [20], gambar 2.2 berikut ini adalah contoh citra biner. Gambar 2.2 Citra Biner [13] 2.2.3.2 Citra Grayscale (Skala Keabuan) Masing-masing piksel berisikan warna abu-abu dimana citra skala keabuan ini memberi kemungkinan warna yang lebih banyak daripada citra biner, karena ada nilai nilai diantara nilai minimum (biasanya = 0) dan nilai maximum [8]. Banyaknya kemungkinan nilai minimum dan nilai maksimumnya bergantung pada jumlah bit yang digunakan. Contoh skala keabuan 8 bit, maka jumlah kemungkinan nilainya adalah 256, dan nilai maksimumnya adalah 256 1 = 255. Contoh lain citra 2 bit memiliki 4 warna dengan gradasi warna sebagai berikut [13]: 0 1 2 3

12 Gambar 2.3 Citra Greyscale [13] Gambar 2.3 di atas merupakan gambar citra grayscale yang menjelaskan bahwa sebuah blok atau daerah dalam citra greyscale juga merupakan representasi dari matriks juga. 2.2.3.3 Citra RGB Pada citra warna, setiap titik mempunyai warna yang paling spesifik yang merupakan kombinasi dari 3 warna dasar, yaitu merah (red), hijau (green) dan biru (blue). Ada perbedaan warna dasar untuk dasar cahaya. (misalnya display di monitor komputer) dan untuk cat (misalnya cetakan di atas kertas). Untuk cahaya, warna dasarnya adalah red green dan blue (RGB), sedangkan untuk cat warna dasarnya adalah cyan, magenta, kuning (cyan-magenta-yellow,cmy) dimana keduanya saling berkomponen [13].

13 Dalam 1 piksel citra RGB terdiri atas beberapa persen warna merah, hijau, dan biru seperti pada gambar 2.4 di bawah ini [13]: Gambar 2.4 Citra RGB [13] 2.3 Perbaikan Kualitas Citra Peningkatan kualtitas citra adalah suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis, pemfilteran, dan lain-lain. Tujuan utama dari peningkatan kualitas citra adalah untuk memproses citra sehingga citra yang dihasilkan lebih baik daripada citra aslinya untuk aplikasi tertentu. Peningkatan kualitas citra dibagi dalam dua kategori, yaitu metode domain spasial dan metode domain frekuensi, dimana teknik domain spasial adalah memanipulasi piksel citra dan teknik domain frekuensi adalah berdasarkan perubahan transformasi fourier pada citra [20]. Ada beberapa teknik dalam perbaikan kualitas citra diantaranya: 1. Histogram Dimana histogram adalah grafik yang menunjukkan frekuensi intensitas gradasi warna sebagai indikasi untuk menentukan skala keabuan sehingga citra yang dihasilkan nantinya lebih cemerlang dan kontrasnya berubah.

14 2. Transformasi Intensitas citra Dimana peningkatan kualitas citra dapat dilakukan melalui transformasi intensitas setiap piksel diubah tetapi posisi piksel tetap dan memiliki fungsi. Fungsi ini memetakan fungsi input fi(x,y) sebagai input menjadi fungsi output f o (x,y) sebagai citra output, beberapa operasi itu adalah: a. Operasi Negasi (Invers) b. Kecerahan (Brightness) c. Kontras (Contrast) d. Operasi Ambang Batas (Thresholding) e. Transformasi Logaritmik f. Transformasi Power Law 2.4 Operasi Berbasis Bingkai Operasi ini melibatkan beberapa citra sebagai inputan yang nantinya akan dioperasikan untuk menghasilkan citra keluaran 2.4.1 Operasi Penjumlahan Citra (Image Blending) Image Blending atau biasa disebut Image Morphing [7] atau Image Mosaicing [21] merupakan penggabungan beberapa citra dengan cara menjumlahkan sebuah citra dengan citra yang lain seperti yang terlihat pada proses di bawah ini. Penggabungan ini biasa dilakukan juga bila jumlah citra yang digabungkan lebih dari dua buah. Secara matematis persamaan penggabungan citra dapat dituliskan seperti persamaan (2.3) di bawah ini : [20] ( ) ( ) Keterangan : = masing-masing bobot untuk citra = beberapa citra yang akan digabungkan i = citra yang akan diproses

15 n = banyaknya citra yang akan diproses Catatan : + + + + = 1 Contoh Perhitungan Digital Penggabungan Citra : Misalkan diketahui dua buah citra A(x,y) seperti pada gambar 2.5 di bawah ini dan citra B(x,y) seperti pada gambar 2.6 di bawah ini akan digabungkan dengan bobot w A = 0.6 dan w B = 0.4 sehingga menghasilkan citra baru C(x,y) seperti pada gambar 2.7 di bawah ini maka persamaan matematisnya adalah : C(x,y) = 0.6 A(x,y) + 0.4 B(x,y) CITRA A(x,y) 40 60 50 70 30 40 50 50 60 50 70 30 60 40 30 40 70 50 30 60 50 60 70 40 30 CITRA B(x,y) 30 60 70 50 90 80 70 70 60 70 50 90 60 80 90 80 50 70 90 60 70 60 50 80 90 CITRA C(x,y) 36 60 58 62 54 56 58 58 60 58 62 54 60 56 54 56 62 58 54 60 58 60 62 56 54 Dimana Piksel citra C(x,y) = 36 diperoleh dari (0.6*40) + (0.4 * 30).

16 Gambar 2.5 Citra A [16] Gambar 2.6 Citra B [16] Gambar 2.7 Citra C (Penggabungan Citra A dan B) [16]

17 2.4.2. Operasi Pengurangan Citra Deteksi pergerakan sebuah objek melalui citra dapat dilakukan dengan operasi pengurangan, dimana salah satu citra dikurangkan dengan citra lain yang secara matematis dapat ditulis sperti persamaan (2.4) sebagai berikut: ( ) ( ) ( ) ( ) Pada operasi ini, bagian yang tidak bergerak akan menghasilkan nilai 0 sedangkan untuk bagian yang tidak bergerak akan memberikan nilai tidak 0. Gambar di bawah ini adalah contoh untuk mendeteksi gerak dalam objek citra, dimana gambar 2.8 merupakan citra pertama, gambar 2.9 merupakan citra kedua, gambar 2.10 merupakan citra hasil penggabungan. Gambar 2.8 Citra D [20] Gambar 2.9 Citra E [20]

18 Gambar 2.10 Citra C(x,y) [20] 2.4.3. Operasi Boolean Operasi Boolean disebut juga sebagai operasi logika dimana citra sebagai inputan adalah citra biner dan beberapa operator yang digunakan adalah Operator NOT,AND,OR dan XOR. Pada gambar di bawah ini adalah sebuah contoh oprerasi Boolean pada citra, dimana akan dilakukan operasi NOT,AND,OR dan XOR pada 2 buah citra. Gambar 2.11 di bawah ini merupakan citra yang memiliki objek berbentuk elips dan gambar 2.12 merupakan citra yang memiliki objek berbentuk persegi panjang, kedua citra tersebut akan dilakukan proses logika terhadapnya seperti pada gambar 2.13 yang dilakukan dengan proses NOT untuk citra elips, begitu pula untuk gambar 2.14 dilakukan proses NOT untuk citra persegi, pada gambar 2.15 yang dilakukan dengan proses OR untuk citra elips, begitu pula untuk gambar 2.16 dilakukan proses XOR untuk citra persegi dan gambar 2.17 merupakan hasil proses XOR antara citra elips dan persegi. Gambar 2.11 Citra Elips [20]

19 Gambar 2.12 Citra Persegi [20] Gambar 2.13 Not Elips [20] Gambar 2.14 Not Persegi[20] Gambar 2.15 Elips AND Persegi [20]

20 Gambar 2.16 Elips OR Persegi [20] Gambar 2.17 Elips XOR Persegi [20] 2.5 Operasi Spasial (Filtering) Penapisan (filtering) pada pengolahan citra biasa disebut dengan penapisan spasial (spatial filtering). Pada penapisan, nilai piksel baru umumnya dihitung berdasarkan piksel tetangga. Cara perhitungan nilai piksel baru tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu pertama piksel baru diperoleh melalui kombinasi liniar piksel tetangga dan kedua, piksel baru diperoleh langsung dari salah satu nilai piksel tetangga. Berdasarkan kedua cara tersebut, maka tapis juga dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tapis linear (tapis untuk cara pertama) dan tapis secara non linear (tapis untuk cara kedua). Proses penapisan spasial tidak dapat dilepaskan oleh teori kernel (mask) dan konvolusi dimana penapisan terbagi atas Tapis Non Linear, Tapis Linear, Transformasi Gabor dan Tapis domain frekuensi [16]. Tapis Linear adalah salah satu tapis dimana piksel keluaran adalah kombinasi linear dari piksel masukan dan salah satu yang termasuk tapis linear adalah tapis lolos tinggi (Highpass filtering).

21 2.5.1. Kernel Kernel adalah suatu matriks yang pada umumnya berukuran kecil dengan elemenelemennya adalah berupa bilangan. Kernel digunakan pada proses konvolusi. Oleh karena itu, kernel juga disebut sebagai convolution window (jendela konvolusi). Ukuran kernel dapat berbeda-beda, seperti 2x2, 3x3, 5x5, dan sebagainya. Elemen-elemen kernel juga disebut sebagai bobot (weight) merupakan bilangan-bilangan yang membentuk pola tertentu. Kernel juga biasa disebut dengan tapis (filter), template, mask, serta sliding window [16]. Berikut adalah contoh kernel 2x2 dan 3x3. 1 0 0 1 (a) 1-1 1-1 4-1 1-1 1 (b) Dimana (a) adalah contoh kernel yang berukuran 2x2 dan (b) adalah contoh kernel yang berukuran 3x3. 2.5.2. Mekanisme Pemfilteran Spasial Misalkan diketahui citra f(x,y) berukuran MxN dan filter g(x,y) berukuran 3x3 seperti pada gambar berikut 2.18 (a) dan 2.18 (b) di halaman berikut ini

22 N (x-1,y-1) (x-1,y) (x-1,y+1) f(x,y) = (x,y-1) (x,y) (x,y+1) (x+1,y-1) (x+1,y) (x+1,y+1) M Gambar 2.18 Citra Ukuran MxN (a) w 1 w 2 w 3 g(x,y) = w 8 w 0 w 4 w 7 w 6 w 5 Gambar 2.18 Filter Ukuran 3x3 (b) Hasil mekanisme pemfilteran di titik (x,y) antara bagian citra yang diblok hitam dengan filter g(x,y) ditulis dalam persamaan 2.5 sebagai berikut : ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Dengan h(x,y) adalah hasil mekanisme pemfilteran di titik (x,y) dan w 1, w 2, w 3, w 4, w 5, w 6, w 7, w 8 masing-masing adalah bobot dari filter g(x,y) [20]. 2.5.3 Korelasi dan Konvolusi Korelasi adalah perkalian antara dua buah fungsi f(x,y) dan g(x,y). Untuk fungsi diskrit korelasi didefenisikan oleh persamaan 2.6 di bawah ini:

23 ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Dimana x, y adalah variabel bebas yang memiliki nilai diskrit yang berupa posisi titik di dalam citra, k dan l adalah koordinat dalam matriks kernel, M dan N adalah batas titik tetangga yang masih memberikan pengaruh ke titik yang sedang ditinjau untuk arah vertikal dan horizontal [15]. Dalam hal ini h(x,y) disebut dengan hasil korelasi dari citra f(x,y) dengan filter g(x,y). Operasi korelasi dilakukan dengan menggeser filter korelasi piksel per piksel. Hasil korelasi disimpan di dalam matrikss yang baru [20]. Contoh Citra keabuan f(x,y) yang berukuran 10x8 mempunyai sebuah filter g(x,y) yang berukuran 3x3 sebagai berikut : 5 3 3 0 4 4 0 5 2 2 f(x,y) = 4 2 1 3 4 0 5 1 3 3 6 3 0 1 6 2 3 0 7 0 7 4 0 1 0 2 3 2 7 0 7 4 5 1 0 6 3 2 7 0 7 4 5 5 7 7 6 2 6 4 6 0 1 4 7 0 7 2 0 2 6 5 1 3 2 4 4 1 0 0 1 0 1 g(x,y) = 0 2 0-1 0-2 Hasil korelasi h(x,y) dihitung sebagai berikut. 1. Pilih f(x,y) ukuran 3x3, dimulai dari pojok kiri atas. Kemudian hitung korelasinya dengan filter g(x,y).

24 5 3 3 0 4 4 0 5 2 2 4 2 1 3 4 0 5 1 3 3 6 3 0 1 6 2 3 0 7 0 7 4 0 1 0 2 3 2 7 0 7 4 5 1 0 6 3 2 7 0 7 4 5 5 7 7 6 2 6 4 6 0 1 4 7 0 7 2 0 2 6 5 1 3 2 4 4 1 0 0 Korelasi 5 3 3 4 2 1 6 3 0 1 0 1 0 2 0-1 0-2 f(x,y) g(x,y) Hasil korelasi adalah: (1x5) + (0x3) + (1x3) + (0x4) + (2x2) + (0x1) + (-1x6) + (0x3) + (-2x0) = 6 2 diganti oleh 6, ditempatkan pada matrikss yang baru, hasilnya adalah :

25 5 3 3 0 4 4 0 5 2 2 4 6 3 6 0 7 0 7 0 7 4 6 2 6 5 1 3 2 4 4 1 0 0 2. Geser f(x,y) ukuran 3x3 satu piksel ke kanan, kemudian hitung korelasinya dengan filter g(x,y) 5 3 3 0 4 4 0 5 2 2 4 2 1 3 4 0 5 1 3 3 6 3 0 1 6 2 3 0 7 0 7 4 0 1 0 2 3 2 7 0 7 4 5 1 0 6 3 2 7 0 7 4 5 5 7 7 6 2 6 4 6 0 1 4 7 0 7 2 0 2 6 5 1 3 2 4 4 1 0 0 Korelasi 3 3 0 2 1 3 3 0 1 1 0 1 0 2 0-1 0-2 f(x,y) g(x,y)

26 Hasil korelasi adalah: (1x3) + (0x3) + (1x0) + (0x2) + (2x1) + (0x3) + (-1x3) + (0x0) + (-2x1) = 0 2 diganti oleh 6, ditempatkan pada matrikss yang baru, hasilnya adalah : 5 3 3 0 4 4 0 5 2 2 4 6 0 3 6 0 7 0 7 0 7 4 6 2 6 5 1 3 2 4 4 1 0 0 3. Proses perhitungan dilakukan terus menerus hingga f(x,y) ukuran 3x3 sampai pada ujung paling kanan pojok bawah, hasilnya adalah : 5 3 3 0 4 4 0 5 2 2 h(x,y) = 4 6 0 1 7 0 7 0 7 3 6 4 0 7 7 7 1 0 7 0 7 0 0 3 0 7 0 0 7 0 7 0 1 0 0 4 0 0 6 0 7 7 7 0 7 0 7 7 7 4 6 4 0 7 7 3 7 7 5 2 6 5 1 3 2 4 4 1 0 0 Konvolusi adalah suatu proses yang cara kerjanya sama dengan proses korelasi, hanya saja nilai-nilai filternya dibalik 180 o. Contoh, sebuah citra f(x,y) akan dikonvolusikan dengan filter g(x,y) berikut.

27 1 3 1 g(x,y) = 5 2 7 4 0-2 Terlebih dahulu nilai-nilai g(x,y) harus dibalik 180 o menjadi : 2 0 4 g(x,y) = 7 2 5 1 3 1 Kemudian perhitungan dilakukan seperti menghitung korelasi [20]. 2.6 High Dynamic Range Jangkauan dinamis (Dynamic Range) yang dihadapi dalam pemandangan alam sangat luas seperti sinar matahari bisa sebanyak 10.000 kali lebih terang dari pada pencahayaan dalam ruangan [6]. Bagaimanapun tiap citra itu berbeda karena diambil dari point of view dan exposure yang berbeda pula. Bagaimanapun kamera digital memiliki jangkauan dinamis yang terbatas dan tidak dapat menggambarkan jangkauan dinamis yang tinggi [9]. Di dalam pencitraan, jangkauan dinamis dapat diartikan sebagai rasio luminansi antara bagian yang paling gelap dengan bagian yang paling terang dalam sebuah layar [12]. HDRI adalah seperangkat teknik yang memungkinkan jangkauan dinamis dapat jauh lebih besar dari exposure teknik digital imaging yang normal, dimana citra yang dibentuk dari teknik ini disebut citra High Dynamic Range[4]. Ada beberapa cara untuk mencapai hal tersebut tanpa membutuhkan sensor yang lebih tinggi dan salah satu cara untuk membuat citra HDR adalah menggabungkan (blending) beberapa foto yang diambil dalam pengaturan exposure yang berbeda [11].

28 HDRI telah menjadi subjek penelitian selama beberapa tahun dan berbagai jenis metode telah diterapkan untuk menghasilkan citra HDR baik itu tone mapping maupun mengkombinasikan citra yang berbeda exposure [10]. Citra HDR juga merupakan citra dengan detail yang tinggi dimana suatu objek yang mengalami masalah pencahayaan seperti berada dalam sebuah tempat yang agak gelap menjadikan objek tersebut dapat terlihat seperti yang ditangkap oleh mata manusia bukan dari sensor kamera atau sebuah objek berada dalam tempat yang terlalu terang dapat menjadikan objek tersebut dapat terlihat lebih gelap sehingga kualitasnya lebih baik. 2.6.1 Exposure Exposure merupakan sebuah pengaturan dalam kamera digital untuk menampung cahaya baik itu banyak atau sedikit intensitasnya. Exposure memiliki range dari negatif hingga positif, dimana semakin negatif pengaturan maka lensa kamera akan sedikit menampung cahaya sehingga citra yang dihasilkan lebih gelap dari normal dan apabila semakin positif pengaturan maka lensa kamera akan lebih banyak menampung cahaya sehingga citra yang dihasilkan lebih terang dari normal.

29 Gambar 2.19 berikut merupakan contoh citra yang dihasilkan dari 8 pengaturan exposure yang berbeda dengan shutter speed [5] sebagai berikut 1/3s, 1/6s, 1/13s, 1/25s, 1/50s, 1/100s, 1/200s dan 1/400s (dari kiri atas ke kanan bawah) [1]. Gambar 2.19 Citra Yang berbeda Exposure [1] 2.6.2 Menghasilkan Citra HDR Salah satu cara menghasilkan citra HDR adalah dengan penggabungan gambar yang berbeda exposure [5] menjadi satu gambar yang kebanyakan dilakukan dalam desktop computing tidak langsung dalam kamera [5]. Citra yang berbeda exposure diambil dari perangkat yang memiliki fitur exposure di dalamnya Gambar 2.20 di bawah ini menunjukkan objek difoto dalam exposure +1 yang menandakan pertambahan luminansi atau bertambahnya intensitas cahaya dari objek yang difoto secara normal.

30 Gambar 2.20 Citra exposure +1 [16] Gambar 2.21 di bawah ini merupakan citra yang objeknya difoto tanpa mengatur exposure-nya ke kanan (+1) atau ke kiri (-1), tetapi objek tersebut difoto dengan nilai exposure = 0 atau bersifat normal sehingga tidak ada perubahan luminansi ke arah lebih gelap atau lebih terang dan citra tersebut yang dinamakan citra yang menjadi permasalahan. Gambar 2.21 Citra exposure 0 [16]

31 Gambar 2.22 di bawah ini merupakan citra yang diambil dengan mengatur exposure ke kiri (-1) sehingga luminansi cahaya berkurang dan area objek tampak lebih gelap dari normal. Gambar 2.22 Citra exposure -1 [16] Ketiga citra tersebut akan digabungkan dan akan menghasilkan citra HDR [10] seperti yang terlihat pada Gambar 2.23 di bawah ini. Gambar 2.23 Hasil Citra HDR [16]

32 2.7 Perubahan Kualitas Citra dalam Domain Spasial Salah satu catatan penting dalam merubah citra digital dalam domain spasial didasari oleh mengimplementasikan beberapa filter matematika dalam matrikss citra. Perubahan kualitas dibagi atas tiga bagian yakni proses point, proses histogram, dan proses mask [17]. 2.7.1 Linear Spatial Filtering Konsep linear filtering berakar dari penggunaan transformasi fourier untuk pemrosesan sinyal dalam domain frekuensi. Penggunaan istilah linear spatial filtering yang dimaksud disini berbeda dengan proses dalam frequency domain filtering. Operasi Spasial adalah mengalikan setiap piksel dalam tetangga dengan koefisien yang terhubung kepadanya dan menjumlahkan hasilnya untuk mendapatkan jawaban pada setiap titik (x,y). Jika ukuran tetangga adalah mxn, koefisien mn dibutuhkan Koefisien dibentuk menjadi matrikss yang disebut dengan filter, mask, filter mask, kernel, template atau window. Proses pentapisan spasial tidak dapat dilepaskan dari teori kernel dan konvolusi [15]. Beberapa jenis filter dalam domain spasial adalah low pass filter dan High Pass Filter[14]. Kernel adalah matriks yang pada umumnya berukuran kecil dengan elemeneelemennya adalah berupa bilangan. Kernel juga digunakan dalam proses konvolusi. Oleh karena itu kernel juga disebut convolution window. Ukuran kernel dapat berbeda-beda seperti 2x2, 3x3, 5x5 dan sebagainya [15]. 2.7.1.1 Highpass Filtering (Tapis Lolos Tinggi) Tapis Lolos Tinggi merupakan kebalikan dari Tapis Lolos Rendah yaitu mempertahankan (mempertajam) komponen frekuensi tinggi dan menghilangkan (mengurangi) komponen frekuensi rendah sehingga tapis ini sangat cocok untuk penajaman tepi citra [16].

33 Matrikss Kernel High Pass Filter = [ ] Berikut ini adalah tahap konvolusi menggunakan matrikss kernel High Pass Filter: 1. Input citra, misalkan piksel citra Z(x,y), konvolusikan perblok (3x3) dari awal hingga akhir seperti berikut, 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 citra Z(x,y) Dikonvolusikan dengan 0-1 0-1 4-1 0-1 0 Matrikss Kernel Hasil = 0(0) + 0(-1) + 0(0) + 0(-1) +1(4) + 1(-1) + 0(0) + 1(-1) + 1(0)= 2 Maka piksel tengah blok berubah menjadi seperti di bawah ini: 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

34 2. Dengan cara yang sama, lakukan pada blok selanjutnya seperti berikut, 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 citra Z(x,y) Dikonvolusikan dengan 0-1 0-1 4-1 0-1 0 Matrikss Kernel Hasil = 0(0) + 0(-1) + 0(0) + 1(-1) +1(4) + 1(-1) + 1(0) + 1(-1) + 1(0) Hasil = 1 Maka piksel tengah blok berikutnya berubah menjadi seperti di bawah ini: 0 0 0 0 0 0 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3. Lakukan hingga blok piksel terakhir sehingga didapat Matrikss citra B(x,y) sebagai citra hasil sebagai berikut,

35 0 0 0 0 0 0 2 1 2 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1-5 1 0 0-4 20-4 0 0 2-4 2 0 0 0 0 0 0 citra Y(x,y) Dalam pencitraan dengan domain yang besar dapat terlihat seperti gambar 2.24 di bawah ini bahwasanya citra yang blur dapat dipertajam dengan proses konvolusi. Gambar 2.24 Citra Blur yang Dipertajam dengan High Pass Filter [18]

36 2.8 Algoritma Gaussian Algoritma Gaussian merupakan Algoritma yang digunakan untuk teknik image fusion atau yang biasa disebut dengan image blending dimana Gaussian tersebut berfungsi mencari berapa bobot masing-masing piksel citra yang satu dengan yang lainnya agar dapat digabungkan satu sama lain melalui titik pusat tiap blok citra yang memiliki entropy tertinggi [24]. Ada beberapa langkah dalam algortima Gaussian, yakni [16]: 1. Input citra yang berbeda exposure dan transformasi dalam matrikss (nxm) 2. Kemudian segmentasi beberapa citra dengan ukuran yang sama (a ij ) seperti pada Gambar 2.25 di bawah ini Gambar 2.25 Segmentasi Citra yang Berbeda Exposure [16] 3. Blok area (penulis memberi nama daerah I) yang memiliki entropy tertinggi [2] dimana entropy merupakan rumus rata-rata intensitas seperti persamaan (2.7) berikut : ( ) ( ) ( ) Keterangan : adalah intensitas piksel

37 adalah banyaknya piksel i adalah indeks yang dimulai dari 0 hingga 255 4. Titik tengah dari blok-blok tersebut adalah G i (x,y) 5. Dan langkah selanjutnya adalah citra yang nilai exposure +1 juga dicari nilai G i (x,y) pada masing-masing daerah 6. Cari nilai dari masing-masing titik G i (x,y) dengan persamaan (2.9) di bawah ini [2]: ( ) (( ) ( ) ) Keterangan : ( ) adalah nilai Gaussian e adalah eksponen x adalah koordinat baris citra yang diproses y adalah koordinat kolom citra yang diproses adalah koordinat baris pusat pada blok I adalah koordinat kolom pusat pada blok I adalah standar deviasi atau lebar blok [16] ( ) 7. Setelah itu cari nilai weight atau bobot masing-masing piksel menggunakan persamaan (2.10) di bawah ini : ( ) ( ) ( ) ( ) Keterangan : ( ) adalah nilai Gaussian dari citra yang diproses ( ) adalah bobot atau weight i adalah indeks N adalah banyaknya citra yang diproses [16]

38 8. Persamaan 2.11 di bawah ini menjelaskan cara mencari output adalah sebagai berikut: ( ) ( ) ( ) ( ) Keterangan : ( ) adalah Output akhir atau citra HDR ( ) adalah bobot atau weight ( ) adalah piksel citra ke-i i adalah indeks N adalah banyaknya citra yang diproses [16] 2.9 Penelitian Sebelumnya Berikut adalah beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya tentang penggabungan citra menggunakan Algoritma Gaussian dan penajaman citra dengan Algoritma High Pass Filter : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Marco Block, Maxim Schaubert, Fabian Wiesel dan Raul Rojas dengan judul Multi Exposure Document Fusion Based on Edge- Intensities yang mempresentasikan algoritma baru dalam peleburan citra tentang beberapa tulisan yang diambil dengan beberapa exposure yang berbeda, selanjutnya citra yang berbeda exposure tersebut digabungkan menggunakan persamaan Algoritma Gaussian dan menggabungkannya dengan persamaan lain yang berbasis intensitas tepi sehingga dihasilkannya citra HDR [2] 2. Penelitian yang dilakukan oleh H.B Kekre, Tanuja K. Sarode dan Suchitra M. Patil dengan judul 2D Image Morphing using Piksels based Color Transition Method yang mengatakan bahwa Algoritma Gaussian berfungsi untuk menghitung bobot, dimana bobot tersebut dikomputasi menggunakan perbedaan warna dar 2 piksel yang berhubungan dari citra awal dan citra target [7] 3. Penelitian yang dilakukan oleh Andras Rovid dan Peter Varlaki yang berjudul Improved HDR Image Reconstruction Method yang mengatakan bahwa HDR dapat dihasilkan dari penggabungan beberapa citra dengan pengaturan exposure yang berbeda. Dalam penelitian ini beliau menggunakan Algoritma Gaussian

39 dalam penggabungan beberapa blok citra yang berbeda exposure dan mengkombinasikannya dengan Algoritma Fuzzy untuk membership tiap piksel citra tersebut [16] 4. Penelitian yang dilakukan oleh Mr.Harvinder Singh dan Prof(Dr). J. S. Sodhi dengan judul Image Enchancement using Sharpen Filter yang mengatakan bahwa beberapa citra dapat ditajamkan menggunakan Unsharp Mask dan menggunakan matrikss kernel yang akan dikonvolusikan dengan citra awal sehingga citra akhir akan menjadi lebih tajam [18].