BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Islam memiliki suatu tatanan dan aturan tersendiri dalam masalah

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB IV ANALISIS TERHADAP SEBAB-SEBAB JANDA TIDAK MENDAPAT WARIS

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI LARANGAN PERKAWINAN NYANDUNG WATANG DI DESA NGUWOK KECAMATAN MODO KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

BAB IV ANALISIS MAṢLAḤAH TENTANG POLIGAMI TANPA MEMINTA PERSETUJUAN DARI ISTRI PERTAMA

BAB IV ANALISIS HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA DAN FIKIH MUNAKAHAT TERHADAP STATUS HARTA BERSAMA DALAM PERKARA PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat)

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, yang di

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN

BAB V PENUTUP. pertolongan sehingga berjaya menyelesaikan disertasi ini. Disertasi ini akan ditutup

BAB IV ANALISIS TERHADAP TIDAK ADANYA HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT KARO DI DESA RUMAH BERASTAGI KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

Pembagian Warisan 2 PEMBAGIAN WARISAN (2)

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

Pengertian Mawaris. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan.

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

BAB I PENDAHULUAN. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan agama

A. Analisis Terhadap Metode Penerapan Nilai Tanah Waris di Pulau Bawean. pembagian dengan cara hukum waris Islam. Kedua; pembagian waris dengan

BAB III LAPORAN PENELITIAN. A. Gambaran Umum Desa Mutar Alam, Sukananti, Sukaraja Kecamatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB IV ANALISIS DATA. A. Pelaksanaan Pembagian Waris Pada Masyarakat Suku Bugis di Kelurahan Kotakarang Kecamatan Teluk Betung Timur

dalam ibadah maupun muamalah. Namun nas-nas syarak tidak secara rinci memberikan solusi terhadap berbagai macam problematika kehidupan manusia.

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan:

B. Rumusan Masalah C. Kerangka Teori 1. Pengertian Pernikahan

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

I. PENDAHULUAN. yang lainnya. Banyaknya suku bangsa dengan adat istiadat yang berbeda-beda ini

BAB IV MAKNA IDEAL AYAT DAN KONTEKSTUALISASINYA

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. anggota masyarakat (Soerjono Soekanto, 2007:150).

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S.1) Dalam Ilmu Syari ah.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

IMPLEMENTASI HUKUM WARIS ISLAM DAN HINDU DI KECAMATAN KREMBUNG SIDOARJO Oleh : Zakiyatul Ulya (F )

BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR. A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor

BAB IV ANALISA TERHADAP KASUS ANAK YANG MENGHALANGI AYAH MEMBERIKAN NAFKAH KEPADA ISTRI SIRRI

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB IV ANALISIS SISTEM PEMBERIAN HARTA WARIS LEBIH BESAR KEPADA ANAK MBAREP DI DESA KENDEL KECAMATAN KEMUSU KABUPATEN BOYOLALI

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DAN TATA CARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan sunnah Rasul yang dilakukan oleh kaum muslim

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB V PENUTUP. Setelah penulis menyelesaikan pembahasan permasalahan yang ada di

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAGIAN WARIS SECARA PERDAMAIAN DI DESA TAMANREJO KECAMATAN LIMBANGAN KABUPATEN KENDAL

BAB IV ANALISIS URF TERHADAP PEMBERIAN RUMAH KEPADA ANAK PEREMPUAN YANG AKAN MENIKAH DI DESA AENG PANAS KECAMATAN PRAGAAN KABUPATEN SUMENEP

I. PENDAHULUAN. sebut kebudayaan. Keanekaragaman budaya yang terdapat di Indonesia

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAGIAN HARTA WARIS TERHADAP ANAK ANGKAT DI DESA KLAREYAN KECAMATAN PETARUKAN KABUPATEN PEMALANG

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

KULIAH WARDAT 10 April 2012 Pertemuan ke 9

MBAREP DI DESA KETEGAN KECAMATAN TANGGULANGIN

BAB I PENDAHULUAN. sudah barang tentu perikatan tersebut mengakibatkan timbulnya hakhak

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

BAB I PENDAHULUAN. hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan untuk meneruskan keturunan. Hal

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

Kasus Pembagian Harta Warisan

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DENGAN UANG DI DESA LAJU KIDUL KECAMATAN SINGGAHAN KABUPATEN TUBAN

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PERJANJIAN PRANIKAH PASCA PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Mojopilang Kabupaten Mojokerto)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENENTUAN TANAH TUNGGU BAHAULAN DI DESA SUNGAI ULIN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. suci atau jalinan ikatan yang hakiki antara pasangan suami istri. Hanya melalui

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

BAB IV ANALISIS DATA. kepustakaan baik yang diperoleh langsung dari kitab-kitab aslinya atau kitabkitab

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

BAB V PENUTUP. 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota. Banjarmasin tentang harta bersama.

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SENGKETA AHLI WARIS DALAM PENGGUNAAN TANAH YAYASAN AL-HIKMAH

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB III KEUTAMAAN MATEMATIKA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR AN. agama-agama lain yang mampu menyamainya. Kesempurnaan Al-Qur an tidak

Transkripsi:

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA A. Analisis Tradisi Pelaksanaan Kewarisan Tunggu Tubang Adat Semende di Desa Mutar Alam, Sukananti dan Sukaraja Tradisi kewarisan Tunggu Tubang adat Semende di Desa Mutar Alam, Sukananti, Sukaraja Kecamatan Way Tenong Kab. Lampung Barat Provinsi Lampung, sudah lama berjalan dan menjadi turun-temurun dari nenek Moyang terdahulu sampai sekarang masih kental dan mengakar pada naluri masyarakat Semende dalam wilayah tersebut. Tradisi kewarisan Tunggu Tubang pada ke tiga desa yang berada dalam Kecamatan Way Tenong tersebut adalah sama dan murni adat, karena masih dalam satu adat atau Marge Semende. 1 Masyarakat Semende yang berada di Muter Alam, Desa Sukananti, dan Desa Sukaraja, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung adalah seratus persen beragama Islam, dan memiliki sistem kekerabatan yang menarik dari garis keturunan ibu. Sebagai masyarakat yang menganut sistem matrilinial, pelaksanaan perkawinan biasanya dilakukan dalam bentuk perkawinan Semanda, yang dalam hal ini adalah perkawinan Tunggu Tubang sebagai penguasa dan pengurus yang berperan dalam keluarga adalah ibu yung diteruskan oleh anak perempuan 1 Hasil wawancara dengan Pemuka adat (BapakTengku Sultan Ramli) 17 April 2012. 81

82 tertua. Dalam hal ini bahwa anak perempuan tertua berkedudukan sebagai Tunggu Tubang yang didampingi oleh anak laki-laki sebagai Payung Jurai. 2 Menurut Cik Mudin pemuka adat dan sekaligus tokoh agama Semende Desa Sukananti, walaupun mayoritas orang Semende 100% beragama Islam dalam pelaksanaan pembagian harta warisan Tunggu Tubang tidak dibagi seperti ketentuan kewarisan hukum Islam yang tercantum dalam Al-Qur an surat An-Nisa ayat 11, 12, dan ayat 176. Karena alasannya orang adat Semende adalah untuk menjaga keutuhan dan kemaslahatan harta warisan Tunggu Tubang tersebut untuk ahli waris masa yang akan datang. Karena kalau harta warisan dibagi dan menjadi hak milik sepenuhnya ahli waris, maka ahli waris mempunyai hak untuk menjualnya kepada siapa saja. Sehingga harta warisan tersebut untuk masa akan datang dapat berkurang dan bisa jadi habis karena dijual oleh ahli waris generasi pertama. 3 Oleh sebab itu, bagi masyarakat adat Semende di Kecamatan Way Tenong dengan tidak membagi harta Tunggu Tubang dan menyerahkan semua harta Tunggu Tubang kepada anak perempuan tertua yang berkedudukan sebagai penguasa ahli waris dan sebagai penerus keturunan keluarganya yang memiliki tanggung jawab atas kesejahteraan keluarga. Selama dalam ikatan perkawinan kedua suami istri mempunyai kewajiban untuk memelihara dan mengurus serta menikmati harta Tunggu Tubang, yaitu harta yang biasanya diberikan secara turun temurun ataupun yang diberikan kepada anak perempuan yang melakukan perkawinan Tunggu 2 Hasil wawancara dengan Pemuka adat (Bapak Cik Mudin) 18 April 2012. 3 Ibid.

83 Tubang yang merupakan harta turun-temurun dan hasil pencarian orang tua perempuan, suami istri yang melakukan perkawinan. 4 Harta Tunggu Tubang tersebut hanya berlaku sebagai hak pakai dan hak untuk menikmati hasil dan manfaatnya saja, akan tetapi tidak berhak untuk menjualnya dan memiliki secara perorangan. Pewarisan Tunggu Tubang menurut adat Semende bukanlah berarti peralihan harta dari pewaris kepada ahli waris, tetapi peralihan peranan atas pengurusan harta pusaka itu. Dalam hal ini yang mengurus dan menunggu harta Tunggu Tubang ialah anak perempuan tertua dengan ketentuan tidak boleh menjual dan memilikinya hanya mengambil manfaatnya. 5 Berbeda dengan ketentuan kewarisan hukum Islam harta warisan tersebut menjadi hak milik sepenuhnya ahli waris dan mempunyai hak untuk menjualnya. Ketentuan tersebutlah yang menjadi dasar dan alasan orang/jeme Semende tidak menerapkan ketentuan hukum kewarisan Islam secara sepenuhnya, karena memang berbeda pelaksanaan kewarisan Tunggu Tubang adat Semende dengan kewarisan hukum Islam. Karena tradisi kewarisan Tunggu Tubang ini sudah lama turun-temurun dan sudah dilakukan sejak nenek moyang jeme/orang Semende terdahulu dan menurut orang Semende ini tidak menyalahi ketentuan syari at Islam karena hal ini sudah menjadi naluri adat orang Semende. 6 Adapun pembagian harta warisan dilakukan oleh karena adanya suatu permintaan, apabila tidak adanya suatu permintaan maka harta pusaka (harta 4 Ibid. 5 Ibid. 6 Ibid.

84 turun-ternurun) tersebut masih tetap statusnya sebagai harta turun-temurun yang mana harta tersebut dikuasai oleh anak perempuan tertua yang di sebut sebagai Tunggu Tubang. Tradisi kewarisan Tunggu Tubang pada masyarakat adat Semende Desa Mutar Alam, Sukananti, Sukaraja Kec. Way Tenong Kab. Lampung Barat, masyarakatnya masih banyak terikat dengan tradisi dan adat istiadat, seperti adat Tunggu Tubang yang dilaksanakan secara turun temurun, di mana harta warisan tersebut diserahkan kepada anak perempuan tertua. Akan tetapi anak perempuan tertua yang menjadi Tunggu Tubang hanya berhak memelihara dan menikmati hasilnya saja, dan tidak berhak untuk menjualnya. 7 B. Pandangan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Kewarisan Tunggu Tubang Adat Semende di Desa Mutar Alam, Sukananti dan Sukaraja. Tradisi kewarisan Tunggu Tubang adat Semende adalah adat yang sudah melekat dan dilaksanakan oleh masyarakat Semende di Desa Mutar Alam, Sukananti, dan Sukaraja Kecamatan Way Tenong. Tradisi ini dikenal oleh semua masyarakat Semende dan sudah lama dilaksanakan dari dahulu. Tradisi pelaksanaan kewarisan Tunggu Tubang adat Semende menurut pandangan hukum Islam adalah urf yakni secara bahasa sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal sehat. 8 Sedangkan secara istilah urf adalah sesuatu yang telah dikenal oleh orang banyak dan telah menjadi tradisi 7 Hasil wawancara dengan Pemuka adat (Bapak Muli Meraje) 19 April 2012. 8 Satria Efendi M. Zein, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2008, Hal. 153.

85 mereka, baik berupa perkataan, atau perbuatan, atau keadaan meninggalkan. 9 Firman Allah dalam Al-Qur an surat Al-A raf: 199. ())*!"#$%&$' Artinya: Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (Qs. Al-A raf: 199). 10 Kata Al- urfi dalam ayat tersebut, di mana umat manusia disuruh mengerjakannnya karena dipahami sebagai sesuatu yang baik dan telah menjadi kebiasaan masyarakat. Berdasarkan itu, maka ayat tersebut dipahami sebagai perintah untuk mengerjakan sesuatu yang telah dianggap baik sehingga telah menjadi tradisi dalam suatu masyarakat. 11 Para ulama yang mengamalkan urf itu dalam memahami dan mengistimbath-kan hukum, menetapkan beberapa persyaratan untuk diterimanya urf tersebut yaitu: a. Adat atau urf itu bernilai maslahat dan dapat diterima akal sehat. b. Adat atau urf itu berlaku umum dan merata di kalangan orang-orang yang berada dalam lingkungan adat itu, atau di kalanga sebagian besar warganya. c. Urf yang dijadikan sandaran dalam penetapan hukum itu telah ada (berlaku) pada saat itu, bukan urf yang muncul kemudian. Hal ini berarti urf itu harus telah ada sebelum penetapan hukum. 9 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Penerjemah Moh. Zuhri dan Ahmad Qarib), Semarang: Dina Utama, 1994, Hal. 123. 10 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahnya, Semarang: CV.Asy Syifa 1999, Hal. 255 11 Satria Efendi M. Zein, op.cit, Hal. 156.

86 d. Adat tidak bertentangan dan melalikan dalil syara yang ada atau bertentangan dengan prinsip yang pasti. 12 e. Urf itu harus termasuk urf yang shahih dalam arti tidak bertentangan dengan ajaran Al-Qur an dan sunnah Rasulullah. 13 Hukum Islam dengan hukum adat tidak dapat dicerai pisahkan karena erat sekali hubungannya seperti hubungan zat dengan manisnya. Hubungan demikian terdapat juga di masyarakat adat Semende di Desa Mutar Alam, Sukananti, dan Sukaraja. Hukum Islam dengan hukum adat saling menopang, hukum islam menentukan dan hukum adat melaksanakannya. 1. Proses Pembagian Harta Warisan Berdasarkan dari hasil pengamatan, wawancara serta dokumentasi yang ada di lapangan, terdapat beberapa macam atau cara di dalam proses pembagian harta warisan, adalah sebagai berikut: a) Berdasarkan atas sukarela b) Berdasarkan atas musyawarah dan mufakat Mengenai pembagian yang didasarkan atas sukarela, selagi sukaralanya tidak karena keterpaksaan, maka hal itu diperbolehkan, sebab Islam tidak mempunyai maksud untuk mempersulit umatnya dan juga selalu memberikan jalan keluarnya. 2. Mengenai Harta Warisan 12 Amir Syarifudin, Ushul Fiqh, jilid 2, Jakarta: Kencana, 2008, Hal. 400-402. 13 Satria Efendi M. Zein, op.cit, Hal. 156.

87 Ada beberapa macam cara harta warisan yang sudah diartikan pada masyarakat semende di sini adalah: a) Harta pemberian b) Harta bawaan c) Harta gono gini/pencarian (selama dalam perkawinan) d) Harta budal (harta turun temurun) Jika dilihat dari hukum Islam, harta warisan di atas sesuai dengan hukum Islam, sedangkan harta budal tersebut belum sesuai dengan ketentuan kewarisan Islam. Islam menetapkan, yaitu apabila ada peristiwa kematian, maka seluruh harta yang ditinggalkan si mayit berpindah kepada ahli warisnya. Jadi tidak ada harta yang tersisa untuk harta turunan atau turun temurun kepada anak cucu pewaris itu. Adapun hal ini sesuai dengan firman Allah yang terdapat di dalam Surat An-nisa ayat 11 (bahwa isinya mengatakan: semua dari harta kekayaan si pewaris, hendaknya dibagikan kepada masing-masing ahli warisnya sesudah diselesaikan wasiat dan juga hutang-hutangnya). Jadi semua harta kekayaan yang ditinggalkan si pewaris baik harta bawaan, harta gono-gini, harta pencarian, dan juga harta pemberian, harus dibagikan kepada para ahli warisnya setelah adanya peristiwa kematian dan setelah semua urusan diselesaikan semua baik mengenai hutang piutang, wasiat dan yang lainnya.

88 3. Tentang Ahli Waris yaitu: Ada beberapa macam atau golongan yang menerima harta warisan, a) Ayah dan Ibu b) Anak laki-laki dan anak perempuan c) Suami dan istri d) Keluarga suami dan keluarga istri Akan tetapi para ahli waris di atas adalah merupakan ketentuan umum saja, maksudnya bukan ahli waris yang pasti akan menerima warisan. Sedangkan yang pasti menerima warisan tersebut adalah seorang anak perempuan tertua. Harta warisan itu akan diberikan saja kepada anak perempuan yang tertua (sebagai Tunggu Tubang), sedangkan ahli waris yang lain dapat menikmati hasil dan manfaat dari harta warisan Tunggu Tubang yang dikelola oleh ahli waris penunggu harta Tunggu Tubang yaitu perempuan yang tertua. Dalam peristiwa ini semua harta pusaka ataupun peninggalan dari pewaris akan dikelola oleh anak perempuan tertua sebagai penunggu harta Tunggu Tubang. Sedangkan ahli waris yang lain hanya menikmati dan mengambil manfaatnya saja tidak berhak untuk menunggu harta warisan Tunggu Tubang. Sedangkan dalam kewarisan Hukum Islam ahli waris laki-laki mendapat bagian lebih banyak dibandingkan perempuan yang mendapat satu bagian. Dengan demikian kewarisan Tunggu Tubang

89 pembagiannya tidak sesuai dengan ketentuan faraid Islam, sedangkan kita tahu Islam telah menetapkan pembagian masing-masing dari ahli warisnya. Dalam hal ini kita lihat firman Allah SWT, yang terdapat di dalam Surat An-Nisa ayat: 12 yang berbunyi : 5/6 3 012 +,-./ >?@ <= :; +,-.789 :FG :E/ D B/C A$=,-.J#/ B/C HI$/ D OPG/6 A 13 K M!"1V@ T&U1V 1R Q13! X C $ Artinya: dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteriisterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. (Q.S. An- Nisa ayat 12). 14 Dalam pembinaan hukum waris dalam Islam berdasarkan asas-asas tersebut di atas dipertimbangkan kesejahteraan hidup antara laki-laki dan perempuan, kesejahteraan hidup dalam keluarga dan kesejahteraan hidup dalam masyarakat. Dalam masalah kesejahteraan yang berhubungan pertanggung jawaban antara laki-laki dengan perempuan, Islam memandang bahwa kewajiban nafkah terhadap keluarga dan terhadap istri dan anak adalah kewajiban suami/ayah (laki-laki). Demikian pula seorang perempuan yang tidak bersuami menjadi kewajiban ayah atau kewajiban saudaranya yang laki-laki karena kewajiban pihak laki-laki untuk membimbing pihak perempuan, karena 14 Departemen Agama, op. cit. Hal. 117

90 sifat kelaki-lakian melebihi sifat kewanitaan dalam fisik dan psikis pada umumnya dan kewajiban mereka memberikan nafkah artinya: Kaum lakilaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan harta mereka. Kewajiban memelihara anak nafkahnya dibebankan kepada pihak bapak dan pengganti bapak. Oleh karena itu bagian laki-laki lebih besar dan bagian perempuan adalah hal yang seimbang sehubungan dengan perbandingan kewajiban laki-laki terhadap kewajiban perempuan. Dengan membandingkan antara pelaksanaan hukum waris Islam dengan pelaksanaan hukum waris adat Semende kalau melihat lahirnya secara selayang pandang saja dapat dikatakan bahwa pelaksanaan kewarisan Tunggu Tubang adat Semende, menyalahi Hukum Islam karena pelaksanaanya tidak sesuai dengan ketentuan kewarisan menurut syari at Islam. Karena di dalam konsep Al-Qur an ketentuan pembagian warisan sudah jelas, yaitu Surat An-Nisa ayat 11, 12, dan ayat 176. Akan tetapi dalam menetapkan hukum, terutama yang menyangkut sah dan batal, halal dan haram tidaklah semudah itu. Tidak hanya tinjauan selayang pandang dan sekali lewat saja, tapi harus melihatnya dari segala segi. Adapun segi-segi yang harus diperhatikan untuk mengetahui hakikat harta pusaka Tunggu Tubang itu ialah yang menyangkut hak, pemilikan, dan peralihan harta.

91 Pewarisan menurut adat bukanlah berarti peralihan harta dari pewaris kepada ahli waris, tetapi peralihan peranan atas kepengurusan harta pusaka itu berbeda halnya dengan bentuk pewarisan Hukum Islam. Dalam Hukum Islam pewarisan berarti peralihan hak milik dari yang mati kepada yang masih hidup. Yang beralih adalah harta. Dalam bentuk harta yang bergerak maupun harta yang tidak bergerak, yang beralih adalah status pemilikan atas harta tersebut. Hukum Islam yang merupakan salah satu bagian dari norma-norma hukum yang berlaku dalam masyarakat khususnya umat Islam juga mengakui eksistensi hukum adat yang berlaku di tengah-tengah masyarakat untuk diadopsi sebagai hukum Islam. Tetapi Islam tidak serta merta mengadopsi semua hukum adat menjadi hukum Islam, melainkan Islam cukup selektif dalam hal ini, yaitu hukum adat yang diadopsi adalah hukum adat yang tidak bertentangan dengan hukum syari at. Berdasarkan data dan dokumen-dokumen serta keterangan para tokoh adat yang penulis dapat di lapangan bahwa masyarakat adat Semende di Desa Mutar Alam, Sukananti, Sukaraja Kecamatan Way Tenong menggunakan dasar sistem kewarisan Tunggu Tubang, dalam pelaksanaan pembagian harta warisan Tunggu Tubang tidak dibagi seperti ketentuan kewarisan hukum Islam yang tercantum dalam Al-Qur an surat An-Nisa ayat 11, 12, dan ayat 176 karena untuk menjaga keutuhan harta warisan Tunggu Tubang tersebut dan kemaslahatan generasi ahli waris masa yang akan datang. Karena kalau harta warisan dibagi dan menjadi

92 hak milik sepenuhnya ahli waris, maka ahli waris mempunyai hak untuk menjualnya kepada siapa saja. Sehingga harta warisan tersebut untuk masa akan datang dapat berkurang dan bisa jadi habis karena dijual oleh ahli waris generasi pertama. Ketentuan tersebutlah yang menjadi dasar dan alasan orang/jeme Semende tidak menerapkan ketentuan hukum kewarisan Islam secara sepenuhnya, walaupun sebagian mereka mengetahui bahwa dalam konsep Al-Qur an sudah jelas ketentuan pembagian warisan menurut syari at Islam. Tetapi mereka masih melaksanakan dan menerapkan naluri adat mereka yang berasal dari nenek moyang terdahulu. Karena tradisi kewarisan Tunggu Tubang ini sudah lama turun-temurun dan sudah dilakukan sejak nenek moyang jeme/orang Semende terdahulu dan menurut orang Semende ini tidak menyalahi ketentuan syari at Islam karena hal ini sudah menjadi naluri adat orang Semende. 15 Dengan memperhatikan dan mengamati ketentuan yang menjadi dasar dan alasan orang/jeme Semende tersebut sesungguhnya dalam harta kewarisan Tunggu Tubang tersebut sebenarnya kurang tepat/pas dikatakan sebagai harta warisan, tapi lebih tepat dikatakan sebagai pengelolaan harta pusaka. Tidak dibagi karena untuk menghindari konflik antar ahli waris dan untuk menjaga keutuhan harta pusaka Tunggu Tubang tersebut.. 15 Ibid.