2

dokumen-dokumen yang mirip
Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126; Telp

KAJIAN SAMBUNGAN BATANG TEKAN DAN MOMEN LENTUR LAMINATED VENEER LUMBER (LVL) KAYU SENGON (PARASERIANTHES FALCATARIA) DENGAN ALAT PENGENCANG PAKU

Tahanan Lateral Bambu Laminasi dengan Konektor Pelat Disisipkan Menggunakan Sambungan Baut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

STUDI EKSPERIMENTAL GESER BLOK PADA BATANG TARIK KAYU INDONESIA

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR

KUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PAKU (252M)

PERILAKU MEKANIK SAMBUNGAN STRUKTUR BAMBU LAMINASI MENGGUNAKAN PELAT DAN BAUT (057S)

SAMBUNGAN BATANG TEKAN DAN MOMEN LENTUR LAMINATED VENEER LUMBER (LVL) KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) DENGAN ALAT PENGENCANG BAUT

Perilaku Sambungan Komposit kayu-beton dengan Alat Sambung Sekrup Kunci terhadap Beban Lateral

LAPORAN AKHIR STUDI EKSPERIMENTAL KEKUATAN DAN RIGIDITAS RANGKA BATANG PAPAN KAYU

UJI EKSPERIMENTAL KUAT CABUT PAKU PADA KAYU

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KUAT ACUAN TERHADAP JENIS KAYU YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA KUPANG BERDASARKAN SNI 7973:2013

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

EFEKTIVITAS SAMBUNGAN KAYU PADA MOMEN MAKSIMUM DENGAN BAUT BERVARIASI PADA BALOK SENDI ROL Muhammad Sadikin 1, Besman Surbakti 2 ABSTRAK

SIFAT-SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU KERUING - SENGON. Oleh : Lorentius Harsi Suryawan & F. Eddy Poerwodihardjo

PENGARUH PENAMBAHAN KAIT PADA TULANGAN BAMBU TERHADAP RESPON LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU

KUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PEREKAT (251M)

PENGGUNAAN RANTING BAMBU ORI (BAMBUSA ARUNDINACEA) SEBAGAI KONEKTOR PADA STRUKTUR TRUSS BAMBU (053S)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Nessa Valiantine Diredja 1 dan Yosafat Aji Pranata 2

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK LAMINASI KOMBINASI ANTARA KAYU SENGON DAN KAYU JATI DENGAN PEREKAT LEM EPOXY

STUDI NUMERIK SAMBUNGAN DENGAN BAUT-GUSSET PLATE PADA STRUKTUR GABLE FRAME TIGA SENDI

UJI EKSPERIMENTAL KUAT CABUT SEKRUP PADA KAYU

Laboratorium Mekanika Rekayasa

ANALISA KEKUATAN TAHANAN LATERAL SAMBUNGAN KAYU-BETON

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

Daftar Isi. Daftar Isi... i. Prakata... ii. Pendahuluan... iii

BAB I PENDAHULUAN. di alam dan pertama kali digunakan dalam sejarah umat manusia. Kayu sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Metode pengujian lentur posisi tegak kayu dan bahan struktur. bangunan berbasis kayu

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SERAT BAMBU TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS CAMPURAN BETON

Aplikasi EYM Model Pada Analisis Tahanan Lateral Sambungan Sistim Morisco-Mardjono: Sambungan Tiga Komponen Bambu Dengan Material Pengisi Rongga

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR

Penyelidikan Kuat Tekan Komposit Polimer yang Diperkuat Serbuk Kayu Sebagai Bahan Baku Konstruksi Kapal Kayu

Sifat Mekanik Kayu Keruing untuk Konstruksi Mechanics Characteristic of Keruing wood for Construction

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KUAT LENTUR DAN PERILAKU LANTAI KAYU DOUBLE STRESS SKIN PANEL (250M)

PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH PENYUSUNAN DAN JUMLAH LAPISAN VINIR TERHADAP STABILITAS DIMENSI KAYU LAPIS (PLYWOOD)

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

PEMODELAN NUMERIK DAN EKSPERIMENTAL SAMBUNGAN KAYU BATANG TEKAN ABSTRAK

KAPASITAS TEKAN KOLOM TERSUSUN LAMINATED VENEER LUMBER (LVL) KAYU SENGON

ALGORITMA PERANCANGAN STRUKTUR RANGKA KUDA KUDA LAMINATED VENEER LUMBER (LVL) KAYU SENGON

BAB III METODE PENELITIAN

I. KONTRAK PERKULIAHAN

KAJIAN KUAT TARIK BETON SERAT BAMBU. oleh : Rusyanto, Titik Penta Artiningsih, Ike Pontiawaty. Abstrak

PENELITIAN EKSPERIMENTAL KUAT LELEH LENTUR (F yb ) BAUT

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS SAMBUNGAN PAKU

TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. Kayu merupakan salah satu sumber alam yang bersifat dapat diperbarui.

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan Bambu. Peralatan Bangunan

PENGARUH MODIFIKASI TULANGAN BAMBU GOMBONG TERHADAP KUAT CABUT BAMBU PADA BETON (198S)

BAB I PENDAHULUAN. pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan masih terus dilakukan. Oleh karena

Metode pengujian lentur posisi tidur kayu dan bahan struktur bangunan berbasis kayu dengan pembebanan titik ke tiga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

APPLICATION SOFTWARE DEVELOPMENT FOR DESIGN OF MECHANICALLY TIMBER CONNECTIONS PENGEMBANGAN SOFTWARE APLIKASI UNTUK DESAIN SAMBUNGAN KAYU MEKANIS

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN KUAT GESER DAN KUAT LENTUR BALOK BETON ABU KETEL MUTU TINGGI DENGAN TAMBAHAN ACCELERATOR

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

EKSPERIMEN PERSEN KEKUATAN SAMBUNGAN MEMAKAI PLAT BAJA DAN KAYU DENGAN MEMIKUL MOMEN PADA BALOK BERDASARKAN PKKI NI (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR

STUDI EKSPERIMENTAL KEKUATAN TEKAN SAMBUNGAN MORTISE-AND-TENON BERPENAMPANG LINGKARAN KAYU MERANTI

KEKUATAN SAMBUNGAN GESER TUNGGAL PADA KAYU MANII (Maesopsis eminii) DAN KAYU NANGKA (Artocarpus heterophyllus) DENGAN BAUT TUNGGAL DWI SUSANTO

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014

Naskah Publikasi. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana-1 Teknik Sipil. diajukan oleh : BAMBANG SUTRISNO NIM : D

PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

BAB III BAHAN DAN METODE

TINJAUAN REKAYASA PENULANGAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN SENGKANG VERTIKAL MODEL U

PERBANDINGAN KEKUATAN BUTT JOINT DAN SCARF JOINT PADA KAYU DENGAN ALAT SAMBUNG PEREKAT

PREDIKSI KEKUATAN LATERAL PANEL KAYU

Nilai Kekuatan Tumpu Baut pada Empat Jenis Kayu Rakyat Indonesia

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN STELL FIBER TERHADAP UJI KUAT TEKAN, TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR PADA CAMPURAN BETON MUTU f c 25 MPa

PENGENALAN ALAT SAMBUNG KAYU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. digunakan di Indonesia dalam pembangunan fisik. Karena sifat nya yang unik. pembuatan, cara evaluasi dan variasi penambahan bahan.

PENGARUH JARAK SENGKANG PADA PEMASANGAN KAWAT GALVANIS MENYILANG TERHADAP KUAT LENTU BALOK BETON BERTULANG

DAFTAR PUSTAKA. Awaludin, A, 2011, Timber Engineering & Technology, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada.

PENGARUH DIAMETER DAN JUMLAH PAKU TERHADAP KEKUATAN SAMBUNGAN GESER GANDA TIGA JENIS KAYU

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

PERILAKU LENTUR DAN TEKAN BATANG SANDWICH BAMBU PETUNG KAYU KELAPA

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2

STUDI EKSPERIMENTAL VARIASI PRETENSION SAMBUNGAN BAUT BAJA TIPE SLIP CRITICAL

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR

Transkripsi:

1

2

3

4

5

Konfigurasi Pasak dan Sudut Arah Serat Kuat Tumpu pada Desain Sambungan Laminated Veneer Lumber (LVL) Kayu Sengon Achmad Basuki 1, Stefanus Adi Kristiawan 2, Hermawan Kris Priyantono 3 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret Surakarta, achmadbasuki@yahoo.com 2 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret Surakarta, stefanus88@yahoo.co.uk 3 PT. Sumber Graha Sejahtera, Tangerang, hermawankp@yahoo.com Abstrak : Salah satu alternatif antisipasi berkurangnya kayu keras sebagai material elemen struktur adalah pemanfaatan kayu sengon menjadi laminated veneer lumber (LVL). Pemanfaatan LVL tersebut tentunya membutuhkan kajian dari segala aspek termasuk kekuatan sambungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konfigurasi pasak bambu laminasi dan sudut arah serat kuat tumpu LVL, serta kekuatan sambungannya. Metode yang digunakan adalah eksperimental laboratorium dan analisis, dengan membuat model sambungan dari LVL 18x80x200 mm dan variasi sudut serat 0 0, 30 0, 45 0, 60 0 dan 90 0. Diameter pasak bambu laminasi yang digunakan 8, 10 dan 15 mm. Dari hasil pengujian dan analisis menunjukkan bahwa peningkatan jumlah konfigurasi pasak mempunyai pola yang tidak linear terhadap jumlah tahanan lateral, dan tahanan lateral berdasarkan sudut arah serat mempunyai nilai berkebalikan dari hitungan teoritis. Kuat tumpu menunjukkan kecenderungan yang menurun dari sejajar serat sampai tegak lurus serat LVL. Kata kunci : Konfigurasi pasak, LVL kayu sengon, kuat tumpu. 1. LATAR BELAKANG Salah satu produk yang dapat menjadi alternative sebagai kayu berkekuatan tinggi sebagai struktur suatu konstruksi adalah Laminated Veneer Lumber (LVL). LVL dapat diproduksi dari kayu cepat tumbuh dengan diameter kecil serta kualitas yang rendah, tetapi dapat menghasilkan produk dengan kekuatan mekanis yang setara dengan kayu utuh. LVL sebagai produk olahan mempunyai keunggulan dan kelemahan dibandingkan dengan kayu utuh. Pada kayu utuh pengaruh cacat-cacat alami kayu sangat mempengaruhi keteguhan kayu, tetapi pada produk LVL cacat-cacat alami kayu tersebut dapat disebar secara merata di antara lapisan vinir sehingga dapat meminimumkan pengaruh cacat-cacat tersebut terhadap kekuatan LVL. Hasilnya adalah produk serupa kayu gergajian dengan kekuatan yang lebih tinggi dan lebih seragam dibandingkan kayu utuh dengan kandungan cacat yang sama (Youngquist dan Bryant 1979). LVL pada produksinya dikhususkan untuk bahan baku konstruksi yang menerima beban struktur dengan pola penyusunan di antara vinir adalah serat sejajar. Menurut Bakar (1996) dibandingkan kayu utuh atau kayu lapis, papan LVL mempunyai nilai lebih, meliputi ukuran panjang end-less, dapat dilengkungkan, keteguhan lebih tinggi, persyaratan kualitas bahan baku rendah, pengawetan rendah dan efisiensi bahan baku tinggi. Sambungan merupakan suatu yang tidak bisa terelakkan pada saat kita membangun suatu konstruksi, baik konstruksi yang terbuat dari kayu, beton, baja maupun material bangunan yang lain. Sambungan bisa di definisikan adalah proses penyatuan dua atau lebih unsur atau material dalam rangka menambah suatu panjang atau bidang. Perkuatan utama suatu konstruksi terletak dari kekuatan sambungan pada simpul strukturnya selain dari bahan penyusun struktur tersebut. Desain sambungan didasarkan pada nilai kekuatan pada sebuah alat penyambung yang telah dimodifikasi dengan geometri sambungan dan kondisi penggunaannya (Solitis et al. 1985). Soltis el al (1987) menuliskan bahwa kekuatan lateral pada suatu sambungan berhubungan erat dengan berat jenis, diameter pasak dan arah pembebanan yang terjadi. Kayu keras dengan mutu tinggi keberadaannya semakin menurun dikarenakan banyak hal, sehingga dimungkinkan dicari alternatif bahan hayati yang dapat menggantikan kayu tersebut sebagai bahan pasak. Material pasak menurut PKKI 6

(1961) harus menggunakan bahan kayu yang keras, besi atau baja. Besi dan baja merupakan hasil tambang yang tidak terbarukan, untuk itu pasak berbahan kayu maupun sejenisnya yang merupakan produk hayati yang terbarukan, pengembangan sampai saat ini masih terus diteliti Kekuatan pada struktur bangunan merupakan hal yang tidak bisa diabaikan dalam perancangan suatu konstruksi. Simpul atau sambungan dalam struktur merupakan titik kritis yang mempengaruhi kekuatan. Sambungan pada umumnya menggunakan alat pengencang paku atau baut, yang tentunya mempunyai kelebihan serta kekurangan. Demikian halnya dengan sambungan menggunakan alat pengencang pasak. Laminated Veneer Lumber memiliki nilai kuat tumpu yang lebih tinggi daripada kayu alami dengan berat jenis yang sama. Gambar 1 menunjukkan bahwa nilai kuat tumpu searah serat padaa LVL lebih tingi dibandingkan estimasi yang diberikan oleh NDS, Eurocode 5, Hirai, dan pengujian Ali Awaluddin. Nilai kuat tumpu yang dihasilkan mendekati estimasi kuat tumpu dari NDS. NDS memberikan rumus kuat tumpu untuk pembebanan sejajar arah serat dengan persamaan (1). Fe // = 77,25G N/mm 2 (1) Gambar 1. Grafik perbandingan pengujian dan estimasi kuat tumpu untuk pembebanan sejajar arah serat (sumber: J Wood Science, 2007) Gambar 2. Grafik perbandingan pengujian dan estimasi kuat tumpu untuk pembebanan tegak lurus arah serat (sumber: J Wood Science, 2007) 7

Gambar 2 menunjukkan bahwaa nilai kuat tumpu tegak lurus arah serat pada sampe LVL lebih tinggi dibandingkan estimasi yang diberikan oleh NDS, Hrai, dan pengujian Ali Awaluddin, namun nilai-niai kuat tumpu tersebut lebih rendah daripada nilai yang diberikan oleh Eurocode. Kuat tumpu yang dihasilkan dari sampel pengujian penelitian ini berada di antara kuat tumpu yang diestimasikan oleh Eurocode dan NDS, Persamaan (2) dan (3) adalah yang disarankan oleh Eurocode dan NDS. 212G 1,45 d -0,5 N/mm 2 (2) (3) Gambar 3.Efek sudut pembebanan terhadap serat pada kuat tumpu (sumber: J Wood Science, 2007) Nilai kuat tumpu sejajar serat (Fe //) dan tegak lurus serat (Fe ) yang diperoleh pada pengujian Ali Awaluddin masing-masing 57,30 N/mm 2 dan 34,37 N/mm 2. Grafik 3.3 menunjukkan bahwa kuat tumpu yang dihasilkan LVL lebi kecill dibandingkan dengan nilai kuat tumpu kayu Shorea Obtusa dalam pengujian Ali Awaluddin. Hal ini disebabkan karena berat jenis LVL yaitu 0,337 gr/cm 3 lebih kecil daripada berat jenis kayu Shorea Obtusa yaitu 0,86 gr/cm 3. Titik-titik kuat tumpu yang dhasilkan LVL menyerupai bentuk garis Persamaan (4) oleh Hankinson. N/ /mm 2 (4) Sekalipun garis persamaan (3.7) mendekati titik-titik kuat tumpu LVL, namun tingkat akurasi dari persamaan tersebut masih belum cukup. Oleh karena itu perlu adanya modifikasi dalam Persamaan Hankinson dengan penmbahan konstanta untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Pemanfaatan bambu dapat dilihat dalam aspek ekologi maupun tujuan desain penggunaan pada umumnya. Sebagai material desain ekologi bambu adalah bahan baku yang dapat diperbaharui, dapat melindungi habitat alam, dapat didaur ulang dan mudah dibuang, mempunyai emisi rendah dan memerlukan energi yang sedikit dalam pemrosesan serta bersahabat dan aman bagi lingkungan. Sedangkan ditinjau dari desain yang berkaitan dengan karakteristiknya, bambu mempunyai sifat antara lain equitability, yaitu dapat mudah diperoleh seseorang tanpa melihat status sosial (murah), mempunyai sifat lentur yang cocok dengan ketentuan syarat pasak yang baik. Bambu juga mempunyai sifat sederhana dan intuisi, yaitu material sederhana dimana keindahan ditampakkan dari tekstur serta karakteristik alam dari setiap bambu. 8

2. METODE Penelitian ini dilakukan untuk menemukan konfigurasi desain sambungan yang optimal pada sambungan struktur Laminated Veneer Lumber (LVL) dengan pasak bambu sebagai konektor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental laboratorium dan analisis. Sebuah percobaan untuk mendapatkan suatu hasil yang menegaskan hubungan antara variabel-variabel yang diselidiki dilakukan dalam metode eksperimental. Bahan utama penelitian ini adalah Laminated Veneer Lumber (LVL) dengan dimensi 80 mm 18 mm 200 mm yang telah dipilih permukaan halus, tidak mempunyai cacat fisik, dan tidak mempunyai mata kayu dengan ukluran yang diisyaratkan. Setiap pasak bambu dengan ukuran diameter yang berbeda diuji kuat lentur dan kuat gesernya. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mengetahui tahanan masing-masing pasak bambu. Dari tahanan masingmasing bambu, kuat lentur dan kuat geser pasak bambu dapat dihitung sesuai dengan metode Eurocode EN 408 (2003). Penelitian ini akan menyelidiki suatu percobaan berupa pengujian desain sambungan LVL dengan pasak bambu sebagai konektor dengan variasi sudut 0 0, 30 0, 45 0, 60 0, dan 90 0. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Benda uji yang digunakan pada pengujian kuat lentur dan kuat geser pasak adalah pasak bambu laminasi dengan diameter 15mm, 10mm, dan 8mm masing-masing sebanyak 3 buah. Sesuai dengan metode Eurocode EN 408 (2003), didapat hasil kuat lentur dan kuat geser pasak bambu laminasi pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Uji Kuat Lentur dan Kuat Geser Pasak bambu laminasi Diameter (mm) Kuat Lentur (kg/cm 2 ) Kuat Geser (kg/cm 2 ) 8 84,49 249,972 10 117,67 307,048 15 141,51 454,907 Kekuatan Pasak (kg/cm 2 ) 500 400 300 200 100 0 R² = 0,999 R² = 0,933 8 9 10 11 12 13 14 15 Diameter Pasak (mm) Gambar 4. Hubungan Kuat Lentur Pasak dengan Diameter Pasak Pada Gambar 4. dapat dilihat bahwa hubungan kuat lentur pasak dengan diameter pasak membentuk grafik logaritmik dengan besar R 2 =0,9333. Maka grafik logaritmik kuat lentur mampu menggambarkan pola hubungan kuat lentur pasak dengan diameter pasak. Hubungan kuat geser pasak dengan diameter pasak membentuk grafik linier dengan besar R 2 =0,999. Maka grafik linier kuat geser mampu menggambarkan pola hubungan kuat geser pasak dengan diameter pasak. Gambar 5 menunjukkan grafik hubungan sudut arah serat dengan kuat tumpu LVL. 9

Kuat Tumpu (N/mm 2 ) 35 32 29 26 23 20 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Sudut Arah Serat ( 0 ) Gambar 5. Hubungan Kuat Tumpu dengan Sudut Arah Serat Berdasarkan perencanaan jumlah serta formasi pasak dalam sambungan, maka dibuat sambungan dengan cara ketiga balok LVL yang akan disambung dibor tegak lurus serat dengan diameter lubang sebesar 90% diameter pasak. Pasak dimasukkan dalam lubang sesuai dengan jumlah dan ukuran lubang yang dibuat. Pengujian dilakukan dengan alat UTM dengan kecepatan 500N/detik. Pengamatan dilakukan pada tiga titik pembebanan yakni daerah elastis, zona plastis, dan saat beban maksimum. Ilustrasi dari kondisi sambungan pada saat pembebanan dapat dilihat pada grafik hubungan penurunan dan beban maksimum yang menggambarkan hasil pengujian kapasitas sambungan benda uji ke-1 (KS 8-A) pada Laboratorium Bahan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Gambar 6. Gambar 6. Grafik klasifikasi pola hasil pengujian tekan sambungan. Dari Gambar 6. didapat pembebanan maksimum yang terjadi sebesar 13,56 kn. Hasil kuat tekan berdasarkan kapasitas luasan sambungan dua irisan benda uji ditabulasikan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil uji kapasitas luasan sambungan dua irisan (mm) ½ Keliling Luas Pasak (mm 2 ) 8 88 352,00 10 78,57 392,86 15 47,14 353,57 Benda Uji P Maksimum (kg) A 1382,74 B 1588,72 C 1522,44 D 1518,36 E 1400,07 F 1497,96 G 1358,26 H 925,90 I 1358,26 Rerata P Maks (kg) 1497,96 1472,13 1214,14 Berdasarkan data pada tabel 2. dapat dihasilkan grafik hubungan beban maksimum dengan total ½ keliling pasak bambu laminasi seperti pada Gambar 7. 10

Rata-rata Beban Maksimum (kg) 474951535557596163656769717375777981838587 1/2 Keliling (mm) Grafik 7. Hubungan antara Beban Maksimum dengan ½ Keliling Dari Gambar 7. terlihat bahwa hubungan beban maksimum dengan ½ keliling membentuk garis logaritmik dengan R 2 =0,99 terhadap data uji. Dengan begitu grafik logaritmik cukup menggambarkan pola hubungan beban maksimum dengan total ½ keliling pasak yang digunakan. Hasil pengujian sambungan pasak bambu laminasi dimensi terpilih diameter 10 mm pada LVL dengan variasi sudut 0 0, 30 0, 45 0, 60 0, dan 90 0 terhadap serat kayu, menunjukkan bahwa hubungan tahanan lateral dua irisan dengan sudut arah serat membentuk garis linier dengan R 2 =0,966 terhadap data uji. Dengan begitu grafik linier cukup menggambarkan pola hubungan tahanan lateral dua irisan dengan sudut arah serat, seperti tampak pada Gambar 8. Sudut Arah Serat ( 0 ) Gambar 8 Hubungan Tahanan Lateral Dua Irisan dengan Sudut Arah Serat Sedangkan, hasil pengujian sambungan dengan berbagai konfigurasi ditunjukkan dalam Tabel 3 dan secara grafis ditunjukkan oleh Gambar 9. Tabel 3. Hasil uji sambungan berbagai konfigurasi Jumlah Rata-Rata Beban Diameter ½ keliling Beban Maksimum Pasak Maksimum (mm) (buah) (mm) (kg) (kg) 10 1550 1500 1450 1400 1350 1300 1250 1200 1150 Tahanan Lateral Dua Irisan (kg) 1600 1400 1200 1000 800 600 400 3 5 7 1214,14 R² = 0,990 1472,13 818,83 94,29 876,96 845,34 840,25 1518,36 157,14 1400,07 1472,13 1497,96 1877,30 220,00 1857,92 1870,16 1875,26 1497,96 0 5 1015202530354045505560657075808590 11

Tahanan Lateral Dua Irisan (kg) 1900 1800 1700 1600 1500 1400 1300 1200 1100 1000 900 800 R² = 0,999 845,35 1472,13 1870,16 92 122 153 183 214 1/2 Keliling (mm) Gambar 9. Hubungan Sambungan Berbagai Konfigurasi antara Tahanan Lateral Dua Irisan dengan ½ Keliling Dari Grafik 4.5. terlihat bahwa hubungan tahanan lateral dua irisan dengan ½ keliling membentuk garis logaritmik dengan R 2 =0,999 terhadap data uji. Dengan begitu grafik logaritmik mampu menggambarkan pola hubungan tahanan lateral dua irisan dengan ½ keliling pasak yang dipakai. Hubungan tahanan lateral hasil perhitungan estimasi dengan pengujian untuk sambungan menggunakan 5 pasak diameter 10 menunjukkan bahwa terjadi penurunan prediksi nilai tahanan lateral untuk sambungan dengan arah serat lebih dari 45 0, seperti tampak pada Gambar 10. Tahanan Lateral (kg) 1800 1500 1200 900 600 300 0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Sudut Arah Serat ( 0 ) Gambar 10 Hubungan Estimasi Tahanan Lateral dan Tahanan Lateral Hasil Uji dengan Sudut Arah Serat 4. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: Karakteristik sifat mekanik LVL pada pengujian dengan variasi sudut sudut 0 0, 30 0, 45 0, 60 0, dan 90 0 terhadap arah serat kayu adalah sebagai berikut: a. Pola keretakan yang terjadi pada saat kayu mengalami desakan mengikuti arah seratnya. b. Berdasarkan hasil pengujian sambungan berdasarkan sudut terhadap arah serat kayu bahwa nilai tahanan semakin menurun dengan perubahan sudut dari sejaajr ke tega lurus sehingga nilai tahanan pada sudut arah serat 0 0 memiliki nilai tahanan tertinggi dibandingkan dengan sudut arah serat lainnya. 5. DAFTAR PUSTAKA 1. American Society of Civil Engineer (ASCE). 1996. Mechanical Connection in Wood Structures. ASCE Manuals and Report on Engineering Practice No. 84, New York. 12

2. ANSI/ASTM D 790-71 : 1978 Standard Test Methods for Flexural Properties of and Electrical Insulating Materials. Philadelphia, Pa. 3. ASTM D 5652 : 2000 Standard Test Methods for Bolted Connection in Wood and Wood-Based Products. Philadelphia, Pa. 4. Awaludin, Ali. 2005. Konstruksi Kayu. Biro Penerbit KMTS Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 5. Awaludin, Ali. 2005. Perencanaan Sambungan Kayu. Biro Penerbit KMTS Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 6. Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2002. Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia. SNI- 5. Jakarta. 7. Bakar, E.S. 1996. Kayu Laminasi Vinir Sejajar. Buletin Teknologi Hasil Hutan, Vol. I. Hal 24-30. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 8. Breyer, D.E. Fridley, K.J. Cobeen, K.E. and Pollock, D.G. 2007. Design of Wood Structures ASD/LRFD. McGraw-Hill. United States of America. 9. Rosalita, Yetvi. 2009. Kajian Optimasi Sambungan Pasak Bambu Laminasi Pada Struktur Laminated Veneer Lumber (LVL). Thesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 10. Soltis, Lawrence S. Karnasudirdja, S. Litlle, James K. 1987. Angle to Grain Strength of Dowel-Type Fasteners. Wood and Fiber Science Journal, Vol 19 (1). 11. Wilkinson, T.L., 1991. Dowel Bearing Strength. Res. Pap. FPL-RP-505. Madison, WI: U.S. Department of Agruculture, Forest Service, Forest Product Laboratory. 12. Yap, F. 1964. Konstruksi Kayu. Bina Cipta. Bandung. 13. Youngquist, J.A dan B.S. Bryant. 1979. Production and Marketing Feasibility of Parallel Laminated Veneer Product. Forest Products Journal 29 (8) : 45 13