Istit{a ah Kesehatan Jemaah Haji merupakan kemampuan Jemaah Haji

dokumen-dokumen yang mirip
2016, No Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor190, Tamba

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 68 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN HAJI

ISTITHAAH KESEHATAN JEMAAH HAJI

HASIL PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENYELENGGARAAN ISTITHA AH KESEHATAN HAJI

KERANGKA ACUAN KERJA PROGRAM HAJI TAHUN 2016 PUSKESMAS WONODADI

ISTITHAAH KESEHATAN DALAM PENYEMPURNAAN IBADAH HAJI

KERANGKA ACUAN KERJA PROGRAM HAJI TAHUN 2017 PUSKESMAS SEMAWUNG DALEMAN A. PENDAHULUAN

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN CALON JEMAAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN CALON JEMAAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN HAJI

PERATURAN WALIKOTA PALEMBANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PEMERIKSAAN KESEHATAN BAGI CALON JAMA AH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN KESEHATAN HAJI TAHUN 2016 PUSAT KESEHATAN HAJI SEKRETARIS JENDERAL - KEMENTERIAN KESEHATAN RI Disampaikan pada : Pembekalan

VISITASI KE KLOTER I. DESKRIPSI SINGKAT

PENYELENGGARAAN KESEHATAN HAJI MENUJU ISTITHAAH

LAPORAN KINERJA PUSAT KESEHATAN HAJI TAHUN ANGGARAN 2016

PENGENDALIAN PENYAKIT, SURVEILANS EPIDEMIOLOGI, IMUNISASI & KESEHATAN MATRA

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal dalam lingkungan matra yang serba berubah. Matra adalah

Oleh : Tarjuman, SKp.,MNS. Fakultas Ilmu Kesehatan, UNIBBA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya.

PELAYANAN TERPADU (PANDU) PTM DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) (KONSEP DASAR & RUANG LINGKUP)

6. Keputusan Menteri Agama Nomor 224 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh;

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROSEDUR TETAP (PROTAP) PEMERIKSAAN AKHIR KESEHATAN CALON JAMAAH HAJI I. PROSEDUR TETAP PENERIMAAN CJH

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT PUSKESMAS JURANGOMBO KOTA MAGELANG BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG KESEHATAN MATRA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Panduan Pelayanan Pencegahan Penyakit Menular

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA PUSAT KESEHATAN HAJI TAHUN 1436 H / 2015 M

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

PENYELENGGARAAN KESEHATAN HAJI KEPALA PUSAT KESEHATAN HAJI

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1962 TENTANG KARANTINA LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN DAN PEMBINAAN KESEHATAN HAJI

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN

Negara Asal (bagi WNA) Tempat / Tanggal lahir * / - -

KERANGKA ACUAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT UPT. PUSKESMAS SOTEK

REVIEW INDIKATOR RENSTRA DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN REKRUTMEN PETUGAS HAJI DAERAH

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.

Curriculum Vitae. Nama: Dr. Mawari Edy, M.Epid Alamat: Bella Cassa Residence, Depok Jawa Barat Pendidikan:

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

2016, No Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN (Permenkes No. 43/ 2016)

Negara Asal (bagi WNA)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB III MEKANISME PEMBERIAN VAKSIN MENINGITIS BAGI CALON JEMAAH HAJI OLEH DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1962 TENTANG KARANTINA LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN DAN PELAYANAN HAJI DI DAERAH

RAPAT DENGAR PENDAPAT KEMENKES DENGAN PANJA KESEHATAN HAJI KOMISI IX DPR - RI

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DAN KELUARGA BERENCANA KOTA MADIUN

S T O P T U B E R K U L O S I S

BAB I PENDAHULUAN. Middle East Respiratory Syndrome-Corona Virus atau biasa disingkat MERS-

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1479/MENKES/SK/X/2003 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan ibu hamil adalah salah satu aspek yang penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan transisi epidemiologi. Secara garis besar transisi epidemiologi

BAB I PENDAHULUAN. negara untuk lebih serius dalam menangani masalah kesehatan, baik masalah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

Kampanye EN WALHI 2003

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1962 TENTANG KARANTINA UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR DI KABUPATEN SIDOARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap tahun, sekitar 15 juta bayi lahir prematur (sebelum

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 50 TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. menilai derajat kesehatan. Kematian Ibu dapat digunakan dalam pemantauan

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB III KEBIJAKAN MENTERI KESEHATAN TERHADAP KEBERANGKATAN CALON JAMAAH HAJI YANG SAKIT A. Deskripsi Kebijakan Menteri Kesehatan Terhadap Keberangkatan Calon Jamaah Haji Sakit Sebagaimana kita ketahui, Menterian Kesehatan mengeluarkan Permenkes baru terkait Kesehatan Haji, berupa Permenkes Nomor 15 Tahun 2016 Tentang Istit{a ah Kesehatan Jemaah Haji. Istit{a ah Kesehatan Jemaah Haji merupakan kemampuan Jemaah Haji dari aspek kesehatan yang meliputi fisik dan mental yang terukur dengan pemeriksaan. Beberapa yang yang baru pada Permenkes Nomor 15 Tahun 2016 Tentang Istit{a ah Kesehatan Jemaah Haji adalah pada pembagian kriteria penetapan Status Kesehatan Jemaah haji. 1 Beberapa dasar hukum yang menjadi latar belakang Permenkes ini diantaranya : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Ibadah Haji 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 4. Undang-Undang nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa 5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2016 Tentang Istit{a ah Kesehatan Jemaah Haji. 40

41 6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 442 Tahun 2009 Tentang PedomanPenyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia; 7. Peraturan Menteri Agama Nomor 14 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler 8. Peraturan Menteri Agama Nomor 15 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus Beberapa pengertian yang termaktub (Pasal 1) Dalam Peraturan Menteri ini antara lain: 2 1. Jemaah haji adalah Warga Negara Indonesia, beragama Islam dan telah mendaftarkan diri untuk menunaikan ibadah haji sesuai dengan persyaratan yang di tetapkan. 2. Istit{a ah adalah kemampuan Jemaah Haji secara jasmaniah, ruhaniah, pembekalan dan keamanan untuk menunaikan ibadah haji tanpa menelantarkan kewajiban terhadap keluarga. 3. Istit{a ah Kesehatan Jemaah Haji adalah kemampuan Jemaah Haji dari aspek kesehatan yang meliputi fisik dan mental yang terukur dengan pemeriksaan yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga Jemaah Haji dapat menjalankan ibadahnya sesuai tuntunan Agama Islam. 3 4. Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji adalah rangkaian kegiatan penilaian status kesehatan Jemaah Haji yang diselenggarakan secara komprehensif. 5. Pembinaan Istit{a ah Kesehatan Haji adalah serangkaian kegiatan terpadu, terencana, terstruktur dan terukur, diawali dengan Pemeriksaan 2 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2016 Tentang Istit{a ah Kesehatan Jemaah Haji. 3 Peny Kasi Haji, Wawancara, Surabaya, 1 Agustus 2016.

42 Kesehatan pada saat mendaftar menjadi Jemaah Haji sampai masa keberangkatan ke Arab Saudi. Pada Pasal 2 disebutkan, Pengaturan Istit{a ah Kesehatan Haji bertujuan untuk terselenggaranya Pemeriksaan Kesehatan dan Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji agar dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam. 4 Pada Pasal 3, Terhadap Jemaah Haji harus dilakukan Pemeriksaan Kesehatan dan Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji dalam rangka Istit{a ah Kesehatan Haji. Pasal 5, Pemeriksaan Kesehatan dilakukan sebagai dasar pelaksanaan Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji dalam rangka Istit{a ah Kesehatan Jemaah Haji. Pada Pasal 6, beberapa tahap pemeriksaan kesehatan jemaah haji meliputi beberapa tahap berikut: 1. Tahap pertama; di puskesmas dan/atau rumah sakit pada saat jemaah Haji melakukan pendaftaran untuk mendapatkan nomor porsi. 2. Tahap kedua; dilaksanakan oleh Tim Penyelenggara Kesehatan Haji Kabupaten/Kota di puskesmas dan/atau rumah sakit pada saat pemerintah telah menentukan kepastian keberangkatan Jemaah Haji pada tahun berjalan. 3. Tahap ketiga. dilaksanakan oleh PPIH Embarkasi Bidang Kesehatan di embarkasi pada saat Jemaah Haji menjelang pemberangkatan. 4 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2016 Tentang Istit{a ah Kesehatan Jemaah Haji.

43 Pasal 7, Berdasarkan Pemeriksaan Kesehatan tahap pertama ditetapkan status kesehatan Jemaah Haji Risiko Tinggi atau tidak Risiko Tinggi. Status Kesehatan Risiko Tinggi ditetapkan bagi Jemaah Haji dengan kriteria: 1. berusia 60 tahun atau lebih; dan/atau 2. memiliki faktor risiko kesehatan dan gangguan kesehatan yang potensial menyebabkan keterbatasan dalam melaksanakan ibadah haji. Penetapan Status Kesehatan Jemaah Haji Risiko Tinggi dituangkan dalam surat keterangan hasil Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh dokter pemeriksa kesehatan haji (Pasal 8). 5 Pada Pasal 9 disebutkan, Berdasarkan Pemeriksaan kesehatan tahap kedua ditetapkan Istit{a ah Kesehatan Jemaah Haji. Istit{a ah Kesehatan Jemaah Haji meliputi: 1. Memenuhi Syarat istit{a ah Kesehatan Haji. 2. Memenuhi Syarat istit{a ah Kesehatan Haji dengan pendampingan 3. Tidak Memenuhi Syarat istit{a ah Kesehatan Haji untuk Sementara; atau 4. Tidak Memenuhi Syarat istit{a ah Kesehatan Haji. Pasal 10: Jemaah Haji yang ditetapkan memenuhi syarat Istit{a ah Kesehatan Haji merupakan Jemaah Haji yang memiliki kemampuan mengikuti proses ibadah haji tanpa bantuan obat, alat, dan/atau orang lain dengan tingkat kebugaran jasmani setidaknya dengan kategori cukup wajib berperan aktif dalam kegiatan promotif dan preventif. 5 Ibid.

44 Sementara penentuan tingkat kebugaran dilakukan melalui pemeriksaan kebugaran yang disesuaikan dengan karakteristik individu Jemaah Haji. Jemaah Haji yang ditetapkan memenuhi syarat istit{a ah Kesehatan Haji dengan pendampingan merupakan Jemaah Haji dengan kriteria (Pasal 11) 1. berusia 60 tahun atau lebih; dan/atau 2. menderita penyakit tertentu yang tidak masuk dalam kriteria Tidak memenuhi syarat istit{a ah sementara dan/atau tidak memenuhi syarat Istit{a ah. Jemaah Haji yang ditetapkan tidak memenuhi syarat istit{a ah kesehatan haji merupakan Jemaah Haji dengan kriteria (Pasal 12): 1. Tidak memiliki sertifikat vaksinasi Internasional (ICV) yang sah; 2. Menderita penyakit tertentu yang berpeluang sembuh, antara lain Tuberkulosis sputum BTA Positif, Tuberculosis Multi Drug Resistance, Diabetes Melitus Tidak Terkontrol, Hipertiroid, HIV-AIDS dengan Diare Kronik, Stroke Akut, Perdarahan Saluran Cerna, Anemia Gravis; 3. Suspek dan/atau konfirm penyakit menular yang berpotensi wabah; 4. Psikosis Akut; 5. Fraktur tungkai yang membutuhkan Immobilisasi; 6. Fraktur tulang belakang tanpa komplikasi neurologis; atau 7. Hamil yang diprediksi usia kehamilannya pada saat keberangkatan kurang dari 14 minggu atau lebih dari 26

45 Selanjutnya pada pasal 13 disebutkan, berbagai kriteria Jemaah Haji yang ditetapkan Tidak Memenuhi Syarat istit{a ah Kesehatan Haji merupakan Jemaah Haji, antara lain : 1. Kondisi klinis yang dapat mengancam jiwa, antara lain Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) derajat IV, Gagal Jantung Stadium IV, Chronic Kidney DiseaseStadium IV dengan peritoneal dialysis/ hemodialisis reguler, AIDS stadium IV dengan infeksi oportunistik, Stroke Haemorhagic luas; 2. Gangguan jiwa berat antara lain skizofrenia berat, dimensia berat, dan retardasi mental berat; 3. Jemaah dengan penyakit yang sulit diharapkan kesembuhannya, antara lain keganasan stadium akhir, Tuberculosis Totaly Drugs Resistance (TDR), sirosis atauhepatoma decompensata. Pasal 17, Pembinaan Kesehatan dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji. Pembinaan Kesehatan merupakan upaya untuk mempersiapkan Istit{a ah Kesehatan Haji. Sedangkan jenis dan metode Pembinaan Kesehatan meliputi kegiatan penyuluhan, konseling, latihan kebugaran, pemanfaatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu), pemanfaatan media massa, penyebarluasan informasi, kunjungan rumah, dan manasik kesehatan. 6 Berdasarkan periode pelaksanannya (Pasal 18), Pembinaan dalam rangka istit{a ah Kesehatan Jemaah Haji terdiri atas Pembinaan Istit{a ah 6 Sulis tijowati, Dinas Kesehatan Haji, Wawancara, Surabaya, 1 Agustus 2016.

46 Kesehatan Jemaah haji masa tunggu, dan Pembinaan istit{a ah Kesehatan Jemaah haji masa keberangkatan; Sedangkan pelaksanaan Pembinaan Kesehatan, dilakukan secara terintegrasi dengan program kesehatan di kabupaten/kota, antara lain keluarga sehat, pencegahan penyakit menular, Posbindu penyakit tidak menular, pembinaan kelompok olah raga dan latihan fisik, serta Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lansia. Pada Pasal 19 disebutkan bahwa Pembinaan istit{a ah Kesehatan Jemaah Haji masa tunggu dilakukan terhadap seluruh Jemaah Haji setelah memperoleh nomor porsi yang disesuaikan dengan hasil Pemeriksaan Kesehatan. Pada pasal 20, Pembinaan masa keberangkatan dilakukan kepada Jemaah Haji yang akan berangkat pada tahun berjalan. Jemaah haji yang dimaksud merupakan Jemaah Haji dengan penetapan : 1. memenuhi syarat istit{a ah Kesehatan Haji; 2. memenuhi syarat istit{a ah Kesehatan Haji dengan pendampingan; atau 3. tidak memenuhi syarat istit{a ah Kesehatan Haji untuk sementara. Pada pedoman teknis ini disebutkan bahwa pemeriksaan kesehatan merupakan upaya identifikasi status kesehatan sebagai landasan karakterisasi, prediksi dan penentuan cara eliminasi faktor risiko kesehatan. Sementara tujuan Umum pemeriksaan kesehatan haji adalah terselenggaranya pemeriksaan, perawatan, dan pemeliharaan kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatan melalui pendekatan etika, moral, keilmuan, dan profesionalisme dengan menghasilkan kualifikasi data yang

47 tepat dan lengkap sebagai dasar pembinaan dan perlindungan kesehatan jemaah haji di Indonesia dan pengelolaan kesehatan jemaah haji di Arab Saudi. Ruang Lingkup pemeriksaan kesehatan jemaah haji adalah penilaian status kesehatan bagi jemaah haji yang telah memiliki nomor porsi sebagai upaya penyiapan kesanggupan ber-haji melalui mekanisme baku pada sarana pelayanan kesehatan terstandar yang diselenggarakan secara kontinum (berkesinambungan) dan komprehensif (menyeluruh) Sedangkan sasaran pemeriksaan kesehatan jemaah haji meliputi: 7 1. Petugas pemeriksa kesehatan jemaah haji 2. Pengelola program kesehatan haji 3. Instansi pemerintah di semua jenjang administrasi yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kesehatan haji 4. Organisasi profesi terkait penyelenggaraan haji 5. Lembaga Swadaya Masyarakat terkait penyelenggaraan haji Pada pemeriksaan kesehatan tahap pertama,secara garis besar dijelaskan sebagai berikut Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama adalah upaya penilaian status kesehatan pada seluruh jemaah haji, menggunakan metode pemeriksaan medis yang dibakukan untuk mendapatkan data kesehatan bagi upaya-upaya perawatan dan pemeliharaan, serta pembinaan dan perlindungan. 7 Haris, Kasi Haji, Wawancara, Surabaya, 2 Agustus 2016.

48 Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan oleh oleh Tim Pemeriksa Kesehatan di Puskesmas yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Fungsi Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama antara lain: a. Identifikasi, karakterisasi dan prediksi, serta penentuan metode eliminasi faktor risiko kesehatan jemaah haji. b. Dasar upaya perawatan dan pemeliharaan kesehatan, serta upaya-upaya pembinaan dan perlindungan kesehatan jemaah haji. Pemeriksaan kesehatan dilakukan sesuai protokol standar profesi kedokteran meliputi pemeriksaan medis dasar sebagai berikut : 8 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan fisik 3. Pemeriksaan penunjang 4. Penilaian kemandirian 5. Tes kebugaran Sementara pada pemeriksaan kesehatan tahap kedua, dijelaskan diantaranya : Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua adalah upaya penilaian status kesehatan terhadap jemaah haji tahun berjalan untuk memperoleh data status kesehatan terkini bagi evaluasi upaya perawatan, pemeliharaan, pembinaan dan perlindungan, serta rekomendasi penetapan status kelaikan pemberangkatan haji. 8 Sulis tijiowati, Dinas Kesehatan Haji, Wawancara, Surabaya, 1 Agustus 2016.

49 Data kesehatan terkini diperoleh melalui kompilasi data perawatan, pemeliharaan dan rujukan. Pemeriksaan kesehatan rujukan dilaksanakan oleh Tim Pemeriksa Kesehatan di Rumah Sakit. Penetapan rumah sakit dan Tim Pemeriksa Kesehatan dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Fungsi pemeriksaan kesehatan tahap kedua, antara lain untuk : 1. Menyediaan data status kesehatan jemaah yang lengkap dan terkini melalui kompilasi hasil pemeriksaan kesehatan tahap pertama, pemeriksaan dalam rangka perawatan dan atau pemeliharaan, serta pemeriksaan rujukan. 2. Identifikasi, karakterisasi dan prediksi, serta penentuan metode eliminasi faktor risiko kesehatan jemaah haji. 3. Dasar upaya perawatan dan pemeliharaan kesehatan, serta upaya-upaya pembinaan dan perlindungan kesehatan jemaah haji. Berdasarkan dua tahap pemeriksaan kesehatan haji diatas kemudian digunakan sebagai alat untuk penetapan kelayakan kesehatan jamaah haji. Penetapan Kelaikan Kesehatan merupakan upaya penentuan kelaikan jemaah haji untuk mengikuti perjalanan ibadah haji dari segi kesehatan, dengan mempertimbangkan hasil Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama dan Kedua melalu pertemuan yang dibuat khusus untuk keperluan tersebut oleh Tim Pemeriksa Kesehatan Puskesmas, Tim Pemeriksa Kesehatan Rumah Sakit, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Dinas Kesehatan Provinsi selambatlambatnya dua minggu sebelum operasional embarkasi haji dimulai.

50 Fungsi penetapan Kelayakan Kesehatan dilakukan untuk menentukan status kelayakan kesehatanjemaah haji mengikuti perjalanan ibadah haji. Status kesehatan dikategorikan menjadi 4, yaitu Mandiri, Observasi, Pengawasan dan Tunda. Berdasarkan pedoman teknis ini, juga disebutkan, berdasarkan peraturan Kesehatan Internasional disebutkan jenis-jenis penyakit menular tertentu sebagai alasan pelarangan kepada seseorang untuk keluar-masuk antar negara, yaitu ; 9 1. Penyakit Karantina: (1).Pes (plague); (2). Kolera (cholera); (3).Demam kuning (yellow fever); (4).Cacar (small pox); (5). Tifus bercak wabahi (typhus anthomaticus infectiosa/louse borne typhus); (6).Demam balikbalik (louse borne relapsing fever); (7).Penyakit menular lain yang ditentukan kemudian. 2. Penyakit menular, yang menjadi perhatian WHO: (1).Tuberkulosis paru dengan BTA positip; (2).Kusta tipe multi basiler; (3).SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome); (4).Avian influenza (AI); (5). Influenza A baru (H1N1); (6).Penyakit menular lain yang ditentukan kemudian. 3. Ketentuan Keselamatan Penerbangan; a). Penyakit tertentu yang berisiko kematian dikarenakan ketinggian/ penerbangan; b). Usia kehamilan; Jemaah haji dinyatakan tidak memenuhi syarat apabila: 1. Status kesehatan termasuk kategori Tunda. 9 Sulis tijowati, Dinas Kesehatan Haji, Wawancara, 1 Agustus 2016.

51 2. Mengidap salah satu atau lebih penyakit menular tertentu pada saat di embarkasi. 3. Tidak memenuhi persyaratan keselamatan penerbangan. Dalam pedoman teknis pemeriksaan kesehatan haji ini juga dilampirkan beberapa dasar hukum dan pedoman antara lain: 1. Keputusan Bersama Menteri Agama Republik Indonesia Dan Menteri Kesehatan Dan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia Nomor 458 Tahun 2000 dan Nomor 1652.A/Menkes-Kesos/SKB/XI/2000 Tentang Calon Haji Wanita Hamil untuk Melaksanakan Ibadah Haji Surat Pernyataan Jemaah Haji Wanita Pasangan Usia Subur (PUS). 2. Petunjuk Pengisian Buku Kesehatan Jemaah Haji (BKJH) 3. Surat Rujukan Pemeriksaan Kesehatan 4. Surat Rujukan Balik Pemeriksaan Kesehatan 5. Surat Keterangan Pengobatan 6. Hasil Pemeriksaan Kesehatan Puskesmas 7. Hasil Pemeriksaan Kesehatan Rujukan 8. Kategori Penilaian Kesehatan Jemaah Haji Indonesia Sesuai Keputusan Bersama Menteri Agama Republik Indonesia dan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Republik indonesia tentang calon haji wanita Hamil untuk melaksanakan ibadah haji, antara lain disebutkan bahwa calon haji wanita hamil yang diijinkan untuk menunaikan ibadah haji harus memenuhi persyaratan :

52 1. Telah mendapat suntikan vaksinasi meningitis paling lama 2 (dua) tahun sebelum keberangkatan haji dengan bukti International Certivicate of Vaccination (ICV) yang sah. 2. Pada saat berangkat dari embarkasi usia kehamilan mencapai sekurang kurangnya 14 (empat belas) minggu dan sebanyak-banyaknya 26 (dua puluh enam) minggu. 3. Tidak tergolong dalam kehamilan risiko tinggi, baik untuk ibu serta janinnya, yang dinyatakan dengan keterangan dari dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan yang memiliki surat ijin praktik. 4. Menyerahkan surat pernyataan tertulis di atas kertas bermeterai yang ditandatangani oleh yang bersangkutan dan diketahui oleh suaminya atau pihak keluarganya yang lain sebagaimana contoh formulir terlampir. B. Deskripsi Calon Jamaah Haji yang Mengalami Sakit Resiko Tinggi Dalam melaksanakan ibadah persiapan kesehatan sejak dini di Tanah Air sebelum keberangkatan merupakan upaya untuk mengantar jemaah mencapai kondisi istit{a ah dalam aspek kesehatan menjelang keberangkatan ke Tanah Suci hingga kembali ke Tanah Air. Agar supaya persiapan kesehatan sebelum keberangkatn terkoordinasi dengan baik dan terarah, perlu ditetapkan batasan/kriteria klinis sebagai dasar penetapan jemaah dinilai mampu (istit{a ah) dalam aspek kesehatan. Meski demikian masih ada juga faktor yang berakibat kematian pada jamaah haji yang sakit pada saat menunaikan ibadah maupun sebelum keberangkatan. Karena dalam keberangkatan ada faktor resiko perjalan sebagai berikut:

53 Gambar 3.1 Resiko Perjalanan Dan pada perjalanan ini adalah data bagi jamaah haji yang mengalami sakit yang dapat dikatakan layak beribadah ataupun meninggal dunia saat atau sebelum berangkat ke Tanah Suci.

54 Gambar 3.2 Istita{ ah Tabel 3.1 Jumlah Kematian Jamaah Haji 150 100 50 0 129 85 80 72 78 84 47 34 50 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

55 Tabel 3.2 Penyebab Kematian Berdasarkan Penyakit JEMAAH WAFAT BERDASARKAN SEBAB PENYAKIT TAHUN 2015 51 Cardiovaskuler : Sistem kardiovaskular, juga dikenal sebagai sistem peredaran darah, adalah sistem dari tubuh yang terdiri dari jantung, darah, dan pembuluh darah. Sistem kardiovaskular bertanggung jawab untuk mengangkut darah.

56 Respiratory: pernafasan bisa disebut penyakit yang berhubungan dengan pernafasan. Cisculatory: Peredaran darah ini juga penyakit yang kemungkinan berhubungan dengan peredaran darah. Cancer: Kanker Endocrine: Kelenjar endokrin, kelenjar endokrin merupakan kelenjar yang berada di dalam otak yang berguna sebagai pengatur hormon-hormon yang dihasilkan dari kelenjar lainnya. Kelenjar endokrin dalam tubuh membentuk suatu sistem yang disebut sistem endokrin. Uintestinal: Usus mungkin juga penyakit yang berhubungan dengan usus. Tabel 3.3 10 Penyakit Resiko Tinggi Terbanyak yang Dialami Jamaah Haji Gastritis & duodenitis, 2.22 % Hyperlipidemia, 2.34% Diabetes Melitus, 14.86% Hypercholester olemia, 21.08% 10 PENYAKIT RISTI TERBANYAK Obesity, 3.31% Dyspepsia, 2.55 % Essensial Primary Hypertention, 4 5.16% Lain-lain, 0.05% Cardiomegaly, 4.71% Disorders of lipoprotein metabolism & other lipidemias 46, 1.90%

57 JEMAAH HAJI RISIKO TINGGI TOTAL 95.210 (60,90%) >60 thn: 9.578 <60 thn + penyakit: 54.730 >60 thn + penyakit: 30.722 45 Gambar 3.3 Jemaah Haji Risiko Tinggi