HUBUNGAN ANTARA WAKTU PENYAPIHAN, POLA PEMBERIAN MAKAN DAN FREKUENSI KUNJUNGAN POSYANDU DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 12-60 BULAN DI DESA GARI, KECAMATAN WONOSARI, KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2012 Yelli Yani Rusyani 1 INTISARI Latar Belakang: Makin tingginya kasus gizi buruk saat ini akan menghambat pertumbuhan balita, waktu penyapihan, pola pemberian makan adalah faktor yang mempengaruhi status gizi balita. Posyandu adalah unit pelayanan kesehatan berbasis masyarakat, di dalam posyandu terdapat aktivitas 5 meja yang salah satunya adalah untuk mengetahui pertumbuhan balita, oleh sebab itu kunjungan posyandu juga sangat penting untuk memantau kesehatan balita melalui penimbangan secara rutin. Tujuan : Mengetahui hubungan antara waktu penyapihan, pola pemberian makan dan frekuensi kunjungan posyandu dengan status gizi balita. Metode Penelitian : Penelitian ini dilaksanakan di Desa Gari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Desain penelitian adalah Cross Sectional. Metode pengambilan sampel dengan strastified random sampling. Jumlah sampel 189 dengan subyek penelitian adalah ibu dengan balita usia 12-60 bulan. Uji statistic yang digunakan adalah Uji Chi Square.Data yang dikumpulkan adalah data waktu penyapihan, pola pemberian makan, dan frekuensi kunjungan posyandu. Hasil : Dari hasil penelitian terdapat 33 balita yang mengalami gizi kurang, 40 balita yang mengalami gizi lebih dan 116 balita dengan gizi baik. Balita dengan waktu penyapihan yang kurang dari 24 bulan mengalami gangguan status gizi, baik gizi kurang atau gizi lebih. balita yang memiliki pola makan yang baik memilki status gizi yang baik pula, dan balita yang memiliki pola makan yang tidak baik memiliki status gizi yang kurang ataupun lebih. balita dengan frekuensi kunjungan posyandu 6 kali dalam kurun waktu 1 tahun, memiliki status gizi yang baik, dan balita yang frekuensi kunjungan posyandu tidak aktif, memiliki status gizi kurang ataupun lebih. Kesimpulan : Ada hubungan antara waktu penyapihan, pola pemberian makan, dan frekuensi kunjungan posyandu dengan status gizi balita usia 12-60 bulan di Desa Gari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Kata Kunci : Waktu penyapihan, pola pemberian makan, frekuensi kunjungan posyandu, status gizi balita 1 Peneliti 1
RELATIONSHIP BETWEEN TIME OF WEANING, FEEDING PATTERNS, FREQUENCY VISIT TO THE POSYANDU WITH NUTRITIONAL STATUS OF CHILDREN AGES 12-60 MONTHS IN THE VILLAGE GARI,SUB WONOSARI, GUNUNGKIDUL YEAR 2012 Yelli Yani Rusyani 1 ABSTRAK Background: The increasing cases of malnutrition today will inhibit the growth of infants, the time of weaning, feeding patterns are the factors that influence the nutritional status of children. Posyandu is a communitybased health care unit, there is activity in the posyandu 5 tables, one of which was to determine the growth of children, therefore it is also very important posyandu visits to monitor the health of children through regular weighing. Purpose: Determine the relationship between time of weaning, feeding patterns and frequency of visits posyandu the nutritional status of children. Methods: The study was conducted in the village of Gari, District Wonosari, Gunungkidul. The study design was cross sectional. Strastified sampling method with random sampling. Number of samples with the study subjects were 189 mothers with children aged 12-60 months. Test statistic used is the Chi Square Test. Data collected is the data time of weaning, feeding patterns, and frequency of visits posyandu. Results: From the research there were 33 children who experience malnutrition, 40 children who experienced better nutrition and 116 children with good nutrition. Time of weaning infants with less than 24 months impaired nutritional status, either malnutrition or over nutrition. toddlers who have a good diet have the better the nutritional status, and children who have diets that do not have a good nutritional status are less or more. toddler with a frequency of 6 visits posyandu times within one year, have a good nutritional status, and frequency of visits posyandu toddlers who are not active, have less or more nutritional status. Conclusion: There is a relationship between the time of weaning, feeding patterns, and frequency of visits posyandu the nutritional status of children aged 12-60 months in the village of Gari, District Wonosari, Gunungkidul. Keywords: Time of weaning, feeding patterns, frequency of visits posyandu, nutritional status of children 1 Researcher 1 PENDAHULUAN Tujuan utama pembangunan Nasional adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia adalah gizi. Krisis yang melanda perekonomian Indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah berpengaruh negatif terhadap kondisi perekonomian secara menyeluruh dan khususnya terhadap kesejahteraan penduduk.
Kondisi ini menyebabkan sebagian masyarakat tidak mampu mengakses pangan dan pada akhirnya berpengaruh terhadap keadaan gizi terutama anak balita 1. Di Indonesia sampai kini masih terdapat empat masalah gizi utama yang harus ditanggulangi dengan program perbaikan gizi, yaitu : 1) masalah gizi kurang energi protein (KEP), 2) masalah kurang vitamin A, 3) masalah anemia zat gizi, dan 4) masalah gangguan akibat kekurangan yodium. Dilihat dari etiologinya, status gizi penduduk dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks, seperti : sosial, ekonomi, budaya, kesehatan, lingkungan alam, maupun penduduk yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya 2. Status gizi dapat dipengaruhi oleh faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung diantaranya : asupan makanan, dan infeksi, kemiskinan, ketidaktahuan, dan kebiasaan makan yang salah sedangkan faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi diantaranya : ketahanan pangan, pola pemberian makan, sanitasi lingkungan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Sedangkan pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh terjadinya infeksi dan infeksi mempunyai hubungan timbal balik dengan status gizi 3. Hasil 4 menunjukan secara nasional cakupan penimbangan balita (anak pernah ditimbang di Posyandu sekurang - kurangnnya satu kali selama sebulan terakhir) di Posyandu sebesar 74,5%. Frekuensi kunjungan balita ke Posyandu semakin berkurang dengan semakin meningkatnya umur anak. Sebagai gambaran proporsi anak 6-11 bulan yang ditimbang di Posyandu 91,3%, pada anak usia 12-23 bulan turun menjadi 83,6%, dan pada usia 24-35 bulan turun menjadi 73,3%. Angka gizi buruk di propinsi DIY berdasarkan Kabupaten, Kabupaten Gunungkidul (0,70%), Kabupaten Sleman (0,66%), Kabupaten Kota Yogyakarta (1,01%), Kabupaten Kulon Progo (0,88 %), Kabupaten Bantul (0,58%) 5. Laporan pemantauan status gizi per Kecamatan, di Kecamatan Wonosari II perbandingan antara bayi yang di timbang dengan jumlah bayi mencapai 83,4%, dengan status gizi buruk sebesar 0,54%, dan kasus gizi kurang terbanyak se Kabupaten Gunungkidul yaitu sebesar 16,04%, dan juga memiliki status gizi lebih tertinggi se Kabupaten Gunungkidul yaitu sebesar 4,70% 6. Dari data yang didapat dari Puskesmas Wonosari II, ada 5 desa yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas Wonosari II dan jumlah balita yang ada 2.957 dengan status gizi buruk dan gizi kurang serta gizi lebih paling banyak terdapat di Desa Gari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, dengan kasus gizi buruk sebesar 0.83%, kasus gizi kurang sebesar 28.61%, kasus gizi lebih 8.33%, dan gizi baik hanya sebesar 62.22% paling rendah di antara desa desa lain di wilayah kerja Puskesmas Wonosari II 6.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh balita usia 12-60 bulan yang ada di desa Gari. Teknik sampling yang digunakan adalah strastified random sampling. Alat pengambilan data adalah dengan kuesioner. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret, Juni dan Juli 2012. Analisa data yang digunakan adalah menggunakan analisis Chi- Square. Cara Pengambilan sampel adalah dengan strastified random sampling sesuai dengan data Puskesmas Wonosari II tahun (2011) yang berjumlah 360 balita. Jumlah Posyandu yang ada di daerah tersebut berjumlah 9 Posyandu. Sehingga dari total sampel yang didapat yaitu 189 balita, akan dibagi kedalam 9 Posyandu, perhitungan jumlah sampel per Posyandu ditentukan berdasarkan jumlah populasi balita yang berada dalam wilayah Posyandu tersebut. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah waktu penyapihan, pola pemnerian makan, dan frekuensi kunjungan posyandu yang ada di Desa Gari, Kecamatan Wonosari, Gunungkidul tahun 2012. Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah status gizi balita usia 12-60 bulan yang ada di Desa Gari, Kecamatan Wonosari, Gunungkidul tahun 2012. HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Responden Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 189 responden yang kesemuanya adalah ibu dari balita usia 12-60 bulan. Hasil analisis karakteristik responden dapat dilihat dalam diagram di bawah ini Diagram 1. Usia Responden 140 120 100 80 60 40 20 0 115 54 16 Usia 20-30 tahun Usia 30-40 tahun Usia 40-50 tahun 4 Usia >50 tahun Sumber : Data Primer, 2012
Dari data di atas dapat dilihat bahwa sebagian responden adalah berumur 20-30 tahun dan kesemuanya dalah ibu dari balita dan tidak di temukan pengasuh dari balita yang menjadi 2. Analisis Data Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Hubungan kedua variabel ini diuji dengan analisis a. Waktu Penyapihan responden. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan 84 balita (44%) dari sampel berjenis kelamin laki-laki dan selebihnya 105 balita (56%) berjenis kelamin perempuan. statistic dengan uji Chi Square pada taraf signifikansi 0,05. Hasil analisi data penelitian yang dilakukan di Desa gari dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.1Tabulasi Silang Waktu Penyapihan Terhadap Status Gizi Balita Di Desa Gari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul Tahun 2012. a Status Gizi Waktu Penyapihan d Tidak Baik % Baik % Total % Value d Tidak Baik 47 24,9 10 5,3 57 30,2 0,000 Baik 26 13,8 106 56,1 132 8 69,8 Total 73 338,6 1116 61,4 189 100 Sumber : Data Primer, 2012 Dapat di simpulkan bahwa ada hubungan antara waktu penyapihan dengan status gizi, ini dibuktikan dengan perhitungan menggunakan SPSS menunjukkan nilai signifikansinya 0,000 b. Pola Pemberian Makan yang artinya jika nilai signifikansinya <0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara waktu penyapihan dengan status gizi pada balita. Tabel 4.2 Distribusi hasil observasi tentang pola pemberian makan pada balita usia 12-60 bulan di Desa Gari, Kecamatan Wonosari, kabupaten Gunungkidul tahun 2012. Status Gizi l Pola Pemberian Makan d Tidak Baik % Baik % Total % Value Tidak Baik 16 5 8,5 11 5 0,5 17 9,0 00,000 Baik 57 30,2 1115 0 60,8 172 091,0 Total 73 38,6 1116 161,4 189 100 Sumber : Data Primer, 2012 Dari hasil perhitungan didapatkan P value 0,000 sehingga dapat diartikan bahwa ada hubungan antara pola c. Frekuensi Kunjungan Posyandu pemberian makan dengan status gizi balita. Tabel 4.3 Distribusi hasil observasi berdasarkan frekuensi kunjungan Posyandu balita di Desa Gari, Kecamatan Wonosari, kabupaten Gunungkidul Tahun 2012. a Status Gizi
Kunjungan Posyandu Tidak Baik % Baik % Total % Value Pasif 33 117,5 17 3,7 0 40 221,2 00,000 Aktif 40 21,2 109 57,7 132 78,8 Total 73 38,6 1 116 61,4 1 189 0100 Sumber : Data primer, 2012 Dari tabel 4.3 setelah di analisis menggunakan program SPSS didapatkan perhitungan P-Value 0,000, jika P-Value <0,005 maka Ho Diterima atau ada hubungan antara frekuensi kunjungan Posyandu dengan status gizi balita yang ada di Desa Gari, Kecamatan Wonosari, Gunungkidul. PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara waktu penyapihan, pola pemberian makan dan frekuesni kunjungan posyandu dengan status gizi balita usia 12-60 1. Waktu Penyapihan dengan Status Gizi balita usia 12-60 bulan Menurut 7 Menetapkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif bagi bayi di Indonesia sejak bayi lahir sampai dengan bayi berumur 6 (enam) bulan dan dianjurkan dilanjutkan sampai anak berusia 2 (dua) tahun dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah di dapatkan bahwa waktu penyapihan yang dilakukan oleh ibu berpengaruh terhadap status gizi balita, pada balita yang usia penyapihanya kurang dari 24 bulan cenderung mengalami masalah gizi baik status gizi kurang ataupun status gizi lebih, pada usia penyapihan < 24 bulan terdapat 47 balita yang mengalami defisiensi gizi dan hanya ada 10 balita yang memiliki status gizi yang baik dengan pola penyapihan yang kurang dari 24 bulan, pada usia penyapihan kurang dari 24 bulan balita cenderung bulan di Desa Gari, Kecamatan Wonosari, Gunungkidul tahun 2012. Pembahasan hasil penelitian dapat dilihat di bawah ini : mengalami gangguan status gizi karena zat gizi yang harusnya tidak didapatkan dari ASI itu tidak dapat didapatkan oleh balita, ataupun balita yang mengalami status gizi lebih dikarenakan mendapatkan asupan zat gizi yang terlalu berlebihan sehingga mengakibatkan kegemukan. Pada usia penyapihan 24 bulan status gizi yang di miliki balita cenderung lebih baik karena di temukan ada 106 balita yang mempunyai status gizi baik dengan usia penyapihan 24 bulan, pada usia penyapihan > 24 bulan terdapat juga anak yang mengalami defisiensi gizi sebanyak 26 balita, pada usia penyapihan >24 bulan balita bisa mengalami masalah status gizi karena lebih banyak dipengaruhi oleh minuman pengganti ASI atau susu formula yang dapat membuat anak kegemukan, atau bahkan anak yang sudah disapih usia >24 bulan,namun tidak
mau untuk minum susu formula sehingga asupan zat gizinya kurang sehingga mengakibatkan status gizinya kurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan jika kemudian bayi disapih pada usia 4 atau 6 bulan, tidak berarti karena bayi telah siap menerima makanan selain ASI, melainkan juga karena kebutuhan gizi bayi tidak lagi cukup dipasok hanya oleh ASI. Memang, ada sebagian bayi yang terus tumbuh dengan memuaskan meskipun tidak diberi makanan tambahan. Namun banyak sekali bayi yang membutuhkan zat gizi dan energi lebih dari sekedar yang tersedia di dalam ASI 8. 2. Pola Pemberian Makan dengan Status Gizi Balita usia 12-60 bulan Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan di Desa Gari, Kecamatan Wonosari, Gunungkidul, telah di dapatkan data tentang pola pemberian makan terhadap balita dengan status gizi balita yang ada di Desa Gari, di Desa Gari terdapat 17 balita yang memilki pola makan yang tidak baik 16 diantaranya mengalami defisiensi gizi, dan 1 balita memilki status gizi baik, ini disebabkan karena pola pemberian makan kepada balita tidak baik, yaitu makanan yang diberikan tidak beragam, frekuensi makan juga tidak teratur, ataupun tidak memberikan makanmakanan tambahan yang sehat misalnya buah, biscuit, dll. Oleh sebab itu sebaiknya para ibu memberikan pola makan yang baik kepada anak, dengan cara keanekaragaman makan, frekwensi makan yang cukup, gizi terpenuhi, dan memberikan makan-makanan tambahan yang bergizi. Sedangkan di sisi lain 3. Frekuensi Kunjungan Posyandu dengan Status Gizi balita usia 12-60 bulan Hasil penelitian yang di dapat di Desa Gari, Kecamatan Wonosari adalah terdapat 149 balita (78,8%) aktif melakukan kunjungan Posyandu atau balita yang dalam kurun waktu 1 tahun terakhir melakukan kunjungan Posyandu 6 kali kunjungan dan ada 172 balita yang mempunyai pola makan yang baik dan mayoritas memiliki status gizi baik yaitu sejumlah 115 balita (60,8%) namun ada juga balita yang memiliki pola makan yang baik namun mengalami defisiensi gizi yaitu ada 57 (30,2%) balita. Dari hasil olah data yang sudah di lakukan dengan program SPSS didapatkan nilai signifikansinya 0,000 sig < nilai α 0,05 yang artinya ada nilai sig < 0,05 yang berarti ada hubungan antara pola pemberian makan dengan status gizi balita usia 12-60 bulan yang ada di Desa Gari, Kecamatan Wonosari, Gunungkidul. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Kurniati (2008) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pola pemberian makan dengan status gizi balita. sebagian besar diantaranya memiliki status gizi baik yang berjumlah 109 balita(57,7%), ini menandakan bahwa frekuensi kunjungan Posyandu juga memilki pengaruh yang cukup besar dalam status gizi balita, karena dalam Posyandu di lakukan pemantauan status gizi
balita melalui KMS sehingga jika ada penuruanan atau kenaikan berat badan yang sifnifikan dapat dilakukan intervensi secepatnya, sedangkan untuk balita yang tidak aktif dalam melakukan Posyandu (pasif) terdapat 40 (21,2%) balita yang mengalami defisiensi gizi, ini dikarenakan jika ibu tidak aktif melakukan kunjungan Posyandu maka tidak dapat melihat pertumbuhan balitanya, misalnya berat badannya yang terlampau kurang atau kelebihan berat badan, sehingga tidak dapat memantau pertumbuhan balita sehingga tidak bisa melakukan intervensi sedini mungkin. Hasil penelitian ini kemudian dilakukan pengolahan data menggunakan program SPSS yang didapatkan hasil nilai signifikansinya 0,000 dan α 0,05, jika sig < α maka dapat diartikan bahwa ada hubungan antara frekuensi kunjungan Posyandu dengan status gizi balita yang ada di Desa Gari, Kecamatan Wonosari, Gunungkidul. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil 9 penelitian sebelumnya yang meneliti tentang hubungan antara kunjungan ke Posyandu dengan status gizi balita di Kecamatan prambanan sleman Yogyakarta, hasil penelitian ini berbeda dikarenakan perbedaan karakteristik responden dan status gizi balita juga dipengaruhi oleh banyak hal yang bisa mempengaruhi hasil analisis penelitian misalnya infeksi pada balita. KESIMPULAN 1. Ada hubungan antara waktu penyapihan, pola pemberian makan, dan frekuensi kunjungan Posyandu dengan status gizi balita usia 12-60 bulan di Desa Gari, Kecamatan Wonosari, kabupaten Gunungkidul. 2. Status Gizi Balita usia 12-60 bulan di Desa Gari, terdapat 33 balita (17,5) yang mengalami status gizi kurang, 116 balita (61,4%) yang memiliki status gizi baik, 40 balita (21,2%) yang memiliki status gizi lebih, dan tidak di temukan balita yang menderita status gizi buruk. 3. Waktu penyapihan yang ada di Desa Gari ada 131 (69,8%) responden yang memiliki waktu penyapihan yang baik yaitu 24 bulan dan ada 57 (30,2%) responden yang menyapih kurang dari 24 bulan. 4. Pola pemberian makan pada balita di Desa Gari bisa di katakan sudah baik, karena 91.0% atau 172 ibu balita sudah memberikan pola makan yang baik kepada balitanya, selebihnya 9% dari responden atau 17 responden masih memberikan pola makan yang tidak baik. 5. Frekuensi kunjungan Posyandu yang ada di Desa Gari adalah 149 (78,8%) responden yang melakukan kunjungan Posyandu secara aktif dan 40 (21,2%) responden melakukan kunjungan Posyandu selama 1 tahun terakhir 5 kali atau pasif.
SARAN 1. Bagi Dinas Kesehatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk mengetahui gambaran waktu penyapihan balita, pola pemberian makan, dan frekuensi kunjungan Posyandu dan status gizi balita yang ada di Desa Gari, Kecamatan Wonosari Gunungkidul, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk kebijakan program kesehatan yang akan dilakukan. 2. Bagi Posyandu Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai gambaran status gizi balita yang 3. Bagi Orangtua Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pengetahuan pentingnya kunjungan Posyandu, pola pemberian makan yang baik dan waktu ideal untuk menyapih balitanya, sehingga kedepannya akan didapatkan balita dengan status gizi yang lebih baik lagi. ada di wilayah tersebut, dan hasil gambaran waktu penyapihan, pola pemberian makan, dan frekuensi kunjungan Posyandu, sehingga dapat dilakukan penyuluhan tentang pola pemberian makan yang baik, pentingnya kunjungan Posyandu, dan umur ideal penyapihan untuk balitanya. Kedepannya diharapkan untuk tetap melakukan program perbaikan gizi dan pemberian makanan tambahan setiap kali Posyandu untuk meningkatkan status gizi balita kedepannya. 4. Bagi Peneliti Dapat menambah pengetahuan tentang waktu penyapihan yang ideal, pola pemberian makan yang baik dan pentingnya frekuensi kunjungan Posyandu yang ketiganya berhubungan terhadap status gizi balita.
DAFTAR PUSTAKA 1. Depkes RI. (2011). Internet. Rencana aksi pembinaan gizi masyarakat (RAPGM) tahun 2010-2014. http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/658. 14 Januari 2012 2. Istiono, wahyudi. (2009). Berita kedokteran masyarakat. Analisis faktor faktor yang mempengaruhi status gizi balita. Volume 25, no 3. Berita kedokteran masyarakat 3. Almatsier, sunita. (2009). Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta : PT Gramedia pustaka utama dan Soetjiningsih. (2004).Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC. 4. Data Riskerdas Provinsi Yogyakarta, (2010). 5. Data Dinas Kesehatan Provinsi Yogyakarta, (2010) 6. Data Dinas Kesehatan Gunungkidul, (2010). 7. Menkes RI. (2004). Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Secara Ekslusif Pada Balita di Indonesia. Jakarta : Menkes RI 8. Arisman. (2009). Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta :ECG 9. Purwaningtyas, wahyu eko. (2006). Hubungan Antara Kunjungan Posyandu Dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Prambanan Sleman Yogyakarta. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.