Tata Kerja Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan; 7. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 259/KMK.017/1993 tanggal 27 Pebruari 1993

dokumen-dokumen yang mirip
Rekening Dana Investasi (RDI)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAIIA ESA MENTERI KEUANGAIN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 136/PMK.05/2006 TENTANG

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tamba

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 119/PMK. 05/2006 TENTANG TATACARA PENYEDIAAN, PENCAIRAN, DAN PENGELOLAAN DANA DUKUNGAN INFRASTRUKTUR

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penyediaan Air Minum. Prosedur.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

1 of 8 18/12/ :05

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 17/PMK.05/2007 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 107/PMK.06/2005

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Pembangunan. Pasca Bencana Alam.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Investasi pada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam huruf a, belum memuat pengaturan penyelesaian pi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53 /PMK.010/2006 TENTANG

2 Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957); 4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 ten

2 menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26/POJK.04/2014 TENTANG. Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG KREDIT PENGEMBANGAN ENERGI NABATI DAN REVITALISASI PERKEBUNAN MENTERI KEUANGAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53/PMK.010/2006 TENTANG


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Dana Jaminan Penugasan Pembiayaan Infrastruktur Dae

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 52 /PMK. 010 /2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH MENTERI KEUANGAN,

2015, No Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diatur dalam suatu Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimak

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 89/PMK.05/2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.07/2009 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN,

1 of 6 21/12/ :38

2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

2017, No penerimaan negara bukan pajak dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana d

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 52 /PMK. 010 /2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH MENTERI KEUANGAN,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Subsidi Beras. Masyarakat. Pendapatan Rendah.

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presid

2016, No Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan Dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri (Lembaran Negara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 171/PMK.05/2009 TENTANG SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 126 /PMK.07/2010 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 49/PMK.02/2008 TENTANG

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERENCANAAN, PELAKSANAAN/PENATAUSAHAAN, DAN PEMANTAUAN PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH KEPADA DAERAH

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 219/PMK.05/2009 TENTANG

2016, No Negara/Pemerintah Daerah beserta perubahannya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dalam perkembangannya perlu dilakukan penyesuaian d

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTER!KEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK I N DONESIA NOMOR 174 /PMK.08/2016

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/KMK.07/2003 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 252/PMK.05/2014 TENTANG REKENING MILIK KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA/SATUAN KERJA

2016, No b. bahwa dalam rangka efektifitas dan efisiensi penyelesaian pengembalian kelebihan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 71/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG

5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

2017, No Pinjaman atas Beban Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga; d. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.05/2011 tentang Pem

2017, No Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas II (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 205/PMK.02/2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 130/PMK.05/2010 TENTANG

No. 5/30/BKr Jakarta, 18 November 2003 S U R A T E D A R A N. kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 1 TAHUN 2008 dan PERATURAN PEMERINTAH NO. 49 TAHUN 2011 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA PELAKSANA PENJAMINAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA PELAKSANA PENJAMINAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 346 /KMK.017/2000 TENTANG PENGELOLAAN REKENING DANA INVESTASI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan penerapan sistem pencatatan berbasis kas pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maka diperlukan suatu "rekening antara" untuk menampung transaksi yang berasal dari pinjaman luar negeri yang diteruskan dalam bentuk pinjaman kepada BUMN, BUMD, dan Pemerintah Daerah; b. bahwa berdasarkan Keputusan Dewan Moneter Nomor 07/KEP/DM/1971 tanggal 31 Desember 1971 telah dibentuk "rekening antara" untuk tujuan tersebut di atas, yang sekaligus di dalamnya telah pula ditetapkan penggunaan dana yang ditampung dalam rekening dimaksud; c. bahwa penggunaan dana yang telah ditetapkan tersebut di atas perlu ditetapkan ulang untuk disesuaikan dengan tuntutan peningkatan transparasi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, berkaitan dengan penyempurnaan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; d. bahwa selrubunga.n dengan itu dipandang perlu untuk menetapkan ketentuan mengenai pengelolaan Rekening Dana Investasi dalam suatu Keputusan Menteri Keuangan; Mengingat : 1. Undang-undang Perbendaharaan Indonesia Nomor 9 tahun 1968 tentang Cara Pengurusan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara Republik Indonesia; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (PERSERO) (Lembaran Negara Republik Indonesia 1998 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3731); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (Perum) (Lembaran Negara Republik Indonesia 1998 Nomor 16); 4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 355/M tahun 1999; 5. Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Nomor 185/KMK.03/1995, Nomor KEP. 031/KET/5/1995 tanggal 5 Mei 1995 tentang Tatacara Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan, dan Pemantauan Pinjaman/Hibah Luar Negeri dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 6. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1254/KMK.01 /1992 tanggal 15 Desember 1992 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan; 7. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 259/KMK.017/1993 tanggal 27 Pebruari 1993 tentang Penerusan Pinjaman, Tingkat Bunga dan Jasa Penatausahaan Penerusan Pinjaman dalam Rangka Bantuan Luar Negeri; 8. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 374/KMK.01/1994 tanggal 1 Agustus 1994 tentang Pelimpahan Wewenang kepada Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemen Keuangan untuk dan atas nama Menteri Keuangan menandatangani surat dan atau Keputusan Menteri Keuangan; MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGELOLAAN REKENING DANA INVESTASI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Yang dimaksud dalam Keputusan ini dengan : 1. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. 2. Rekening Bendahara Umum Negara (BUN) adalah rekening nomor 502.000.000 atas nama Menteri Keuangan Republik Indonesia pada Bank Indonesia, yang digunakan untuk menampung penerimaan negara dalam kaitannya dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 3. Penerusan pinjaman luar negeri adalah pinjaman dari Pemerintah kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Pemerintah Daerah, termasuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yang sumber dananya berasal dari pinjaman/hibah luar negeri kepada Pemerintah yang sejak awal oleh pemberi pinjaman/hibah luar negeri dimaksudkan untuk diteruskan sebagai pinjaman kepada BUMN, BUMD, atau Pemerintah Daerah tertentu. 4. Peminjam adalah BUMN, Bank Pemerintah, atau Bank Pembangunan Daerah (BPD), yang dapat memperoleh pembiayaan dalam bentuk pinjaman berdasarkan Keputusan ini. 5. Rencana Penggunaan Dana Pinjaman (RPDP) adalah rincian tentang rencana penggunaan dana yang diajukan oleh penerima pinjaman. 6. Laporan Penggunaan Dana Pinjaman (LPDP) adalah laporan pertanggungjawaban atas penggunaan dana yang telah dicairkan yang dibuat oleh penerima pinjaman. BAB II SUMBER DANA DAN PENGGUNAAN REKENING DANA INVESTASI Pasal 2

Sumber dana Rekening Dana Investasi (RDI) terdiri dari : a. Pembayaran kembali pokok pinjaman yang berasal dari pinjaman/hibah luar negeri yang diteruspinjamkan kepada BUMN, BUMD, Pemerintah Daerah, dan penerima pinjaman lainnya; b. Pembayaran kembali pokok pinjaman yang berasal dari RDI yang dipinjamkan kepada BUMN, BUMD, Pemerintah Daerah, dan penerima pinjaman lainnya; c. Pembayaran biaya administrasi, denda, dan biaya-biaya lainnya yang timbul dari pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam huruf "a" dan "b"; d. Pengembalian dana APBN yang dialokasikan oleh Pemerintah untuk pembiayaan investasi dan modal kerja proyek-proyek pemerintah; e. Dana APBN yang dialokasikan oleh Pemerintah untuk RDI guna pembiayaan investasi dan modal kerja proyek-proyek pemerintah; f. Pembayaran kembali dana talangan dari RDI yang telah dikeluarkan untuk pembiayaan program Pemerintah. Pasal 3 Penggunaan dana dari RDI adalah untuk : a. pembayaran sebagian hutang luar negeri yang diteruspinjamkan kepada BUMN, BUMD, Pemerintah Daerah, dan penerima pinjaman lainnya; b. pembiayaan suatu keperluan, yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan ini. Pasal 4 (1) Mekanisme penggunaan dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf "a" dilakukan dengan penyetoran secara bulanan dana dari RDI ke Rekening BUN atas jumlah yang telah ditetapkan sebelumnya pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). (2) Penyetoran dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang telah dilakukan serta proyeksi pemenuhan kewajiban penyetoran dana yang akan dilakukan untuk periode tahun anggaran tertentu tidak menutup kemungkinan penyetoran tambahan atas dana dari RDI ke Rekening BUN sehingga jumlah akhir seluruh penyetoran dana dimaksud melebihi jumlah yang telah ditetapkan sebelumnya. Pasal 5 (1) Mekanisme pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf "b" hanya dapat dilakukan melalui pinjaman. (2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk : a. Pembiayaan investasi;

b. Pembiayaan modal kerja. BAB III KRITERIA KEGIATAN DAN PENERIMA PINJAMAN YANG DAPAT MEMPEROLEH PEMBIAYAAN DARI REKENING DANA INVESTASI Pasal 6 (1) Pembiayaan melalui mekanisme pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 hanya dapat dilakukan untuk keperluan : a. Pembiayaan untuk menghasilkan/menyediakan barang atau jasa yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, yang apabila pendanaannya dilakukan secara komersial, maka kemampuan masyarakat belum memungkinkan untuk menjangkau harga barang atau jasa termaksud; b. Pembiayaan untuk menghasilkan/menyediakan barang atau jasa yang diperlukan untuk mendukung keberhasilan suatu program Pemerintah, yang apabila pendanaannya dilakukan secara komersial, maka harga barang atau jasa termaksud tidak memungkinkan tingkat penggunaan yang memadai untuk mencapai sasaran keberhasilan program Pemerintah tersebut; c. Pembiayaan untuk menghasilkan/menyediakan barang atau jasa yang harus terjamin ketersediaannya guna menghindarkan kemungkinan terjadinya kerawanan sosial, yang apabila terjadi maka biaya pemulihan yang harus ditanggung Pemerintah akan lebih besar daripada biaya untuk menghasilkan/menyediakan barang atau jasa termaksud; d. Pembiayaan untuk mempercepat perkembangan produk perbankan yang mampu mendorong kegiatan ekonomi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah ke arah kemandirian ekonomi sosial dari kelompok masyarakat termaksud. (2) Pembiayaan suatu kegiatan berdasarkan ketentuan ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila didukung data kuantitatif yang membuktikan bahwa kegiatan yang bersangkutan termasuk salah satu cakupan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilaksanakan melalui BUMN yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Pemerintah, yang akan bertindak sebagai penerima pinjaman. (4) BUMN sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Laporan Keuangan dalam 3 (tiga) tahun terakhir dinyatakan wajar tanpa syarat oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau auditor independen; b. Dinyatakan berada dalam kondisi keuangan yang baik dalam

tahun terakhir oleh BPKP atau auditor independen; c. Tidak mempunyai tunggakan atas kewajiban pembayaran yang berkaitan dengan pinjaman kepada Pemerintah; d. Manajemen perusahaan mempunyai kredibilitas dan integritas yang baik dalam kaitannya dengan penggunaan dan pengembalian pinjaman. (5) Dalam hal tidak terdapat BUMN yang akan bertindak sebagai penerima pinjaman untuk pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pembiayaan termaksud hanya dimungkinkan apabila terdapat Bank Pemerintah atau BPD yang bertindak sebagai "executing bank", yang akan menanggung seluruh risiko kredit yang timbul dari pinjaman dimaksud. (6) Bank Pemerintah dan BPD sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4). BAB IV TATA CARA PERMINTAAN PEMBIAYAAN DARI REKENING DANA INVESTASI Pasal 7 (1) Untuk mendapatkan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), calon Peminjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (5) harus mengajukan permintaan tertulis kepada Menteri disertai lampiran sebagai berikut : a. Studi kelayakan dari kegiatan yang akan dimintakan pembiayaan; b. Laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh BPKP atau auditor independen; c. Laporan kinerja manajemen 3 (tiga) tahun terakhir yang dibuat oleh BPKP atau auditor independen; d. Persetujuan dari Dewan Komisaris; e. Rekomendasi departemen teknis menyangkut kelayakan kegiatan yang dimintakan untuk dibiayai; f. Data dari departemen teknis yang berhubungan dengan kegiatan yang dimintakan untuk dibiayai. (2) Departemen Keuangan cq. Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan dapat meminta dokumen tambahan apabila dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dianggap kurang lengkap atau tidak memadai. (3) Departemen Keuangan cq. Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan memberikan jawaban mengenai kekurangan atau terpenuhinya lampiran permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah permintaan tertulis sebagaimana dimaksud ayat (1) diterima.

BAB V EVALUASI DAN ANALISA ATAS PERMINTAAN PEMBIAYAAN DARI REKENING DANA INVESTASI Pasal 8 (1) Dengan tidak mengurangi arti pentingnya rekomendasi departemen teknis sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (1) huruf "e", Departemen Keuangan cq. Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan berhak melakukan penelitian dan penilaian atas dipenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) pada kegiatan yang dimintakan pembiayaan dan dipenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) oleh calon Peminjam. (2) Penelitian dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada pengujian data kuantitatif yang dijadikan dasar pendukung dimasukkannya kegiatan yang dimintakan pembiayaan sebagai keperluan yang dapat dibiayai berdasarkan Pasal 6 ayat (1) serta penilaian data kuantitatif yang menunjukkan dipenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf "c" dan "d". (3) Pihak yang mengajukan permintaan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) wajib menyediakan data dan informasi untuk memungkinkan Departemen Keuangan cq. Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan melakukan penelitian dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (4) Departemen Keuangan cq. Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan dapat menyertakan lembaga lain dalam melakukan penelitian dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (5) Departemen Keuangan cq. Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan menetapkan hasil penelitian dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah disampaikannya pemberitahuan terpenuhinya lampiran permintaan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3). Pasal 9 (1) Dalam hal hasil penelitian dan penilaian, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) menetapkan bahwa kegiatan yang diusulkan termasuk kegiatan yang dapat dibiayai berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) serta Peminjam telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4), maka Departemen Keuangan cq. Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan akan melakukan evaluasi dan analisa terhadap keseluruhan aspek dari pembiayaan yang diminta BUMN untuk menentukan kelayakan

secara ekonomis dari kegiatan dimaksud. (2) Evaluasi dan analisa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan dengan berpedoman pada penggolongan BUMN peminjam, termasuk tetapi tidak terbatas pada : a. Analisa tingkat likuiditas, profitabilitas, leverage dan rentabilitas; b. Analisa proyeksi cash flow; c. Analisa proyeksi produk dan pemasarannya; d. Analisa terhadap performance dari manajemen. (3) Penggolongan BUMN sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Lembaga Keuangan. (4) Suatu kegiatan hanya dapat dinyatakan layak secara ekonomis untuk dibiayai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila kegiatan tersebut dapat menghasilkan pendapatan yang cukup untuk mengembalikan pinjaman dan pinjaman tersebut tidak akan menurunkan kondisi kesehatan keuangan BUMN yang melakukan pinj aman. (5) Evaluasi dan analisa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan untuk mendapatkan dasar penetapan : a. Plafond pinjaman; b. Jadwal pencairan pinjaman; c. Jangka waktu pinjaman; d. Biaya administrasi; e. Jadwal pembayaran kembali; f. Mekanisme pengamanan kepentingan pemerintah sebagai pemberi pinjaman, termasuk mekanisme pengamanan pengembalian pinjaman dan mekanisme pengamanan agar penggunaan pinjaman tepat sasaran. (6) Evaluasi dan analisa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga) hari kerja setelah penyampaian hasil penelitian dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5). BAB VI PEDOMAN PENENTUAN PERSYARATAN PINJAMAN Pasal 10 (1) Penetapan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) dilakukan berdasarkan pokok-pokok pedoman sebagai berikut : a. Plafond pinjaman ditetapkan sesuai dengan kebutuhan sesungguhnya pembiayaan dari kegiatan yang bersangkutan, satu dan lain dengan memperhitungkan cash flow kegiatan

termaksud serta optimalisasi penggunaan setiap pengeluaran dalam kegiatan yang bersangkutan; b. Jadwal pencairan pinjaman ditetapkan berdasarkan tahapan pelaksanaan masing-masing bagian kegiatan yang memerlukan pembiayaan dengan memperhitungkan penerimaan yang diperoleh dalam masing-masing kegiatan; c. Jangka waktu pinjaman ditetapkan dengan memperhitungkan tenggang waktu minimal kemampuan Peminjam untuk memperoleh penerimaan dalam kegiatan termaksud, dengan ketentuan : maksimum jangka waktu untuk pinjaman investasi adalah 13 (tiga belas) tahun termasuk masa tenggang maksimum 3 (tiga) tahun; maksimum jangka waktu untuk pinjaman modal kerja adalah 2 (dua) tahun; d. Biaya administrasi ditentukan berdasarkan margin yang dapat diperoleh Peminjam dalam kegiatan termaksud, dengan ketentuan margin bersih yang diterima oleh Peminjam cukup wajar dibandingkan dengan risiko usaha yang harus ditanggung, serta cukup memberikan sisa penerimaan bagi Peminjam tanpa harus menurunkan tingkat kesehatan keuangan Peminjam yang bersangkutan; e. Jadwal pembayaran kembali pinjaman ditetapkan dengan mempertimbangkan cash inflow dari kegiatan yang dibiayai serta secara wajar dan tidak membuka kesempatan bagi Peminjam mendapatkan keuntungan dari pengendapan dana dari penerimaan dalam kegiatan termaksud; f. Mekanisme pengamanan kepentingan Pemerintah sebagai pemberi pinjaman ditetapkan dengan memperhitungkan bahwa sasaran akhir dari kegiatan termaksud mendapatkan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan manfaat yang akan dinikmati oleh Peminjam sebagai pelaksana dari kegiatan yang bersangkutan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai variabel dan cara perhitungan yang dipergunakan sebagai dasar penetapan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Lembaga Keuangan. BAB VII PERSETUJUAN PINJAMAN Pasal 11 (1) Dalam hal berdasarkan evaluasi dan analisa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) suatu kegiatan dinyatakan layak secara ekonomis untuk dibiayai, maka Menteri akan menetapkan

persetujuan pembiayaan kegiatan dalam bentuk pinjaman, berikut persyaratan pinjaman pada pembiayaan dimaksud, dalam jangka waktu paling lama 8 (delapan) hari kerja sejak ditetapkannya hasil evaluasi dan analisa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6). (2) Dalam hal berdasarkan evaluasi dan analisa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) suatu kegiatan dinyatakan tidak layak secara ekonomis untuk dibiayai, maka Menteri akan memberitahukan penolakan permintaan pembiayaan dimaksud disertai alasan penolakannya dalam jangka waktu paling lama 8 (delapan) hari kerja sejak ditetapkannya hasil evaluasi dan analisa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6). (3) Persyaratan pinjaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat : a. Plafond pinjaman, termasuk jadwal pencairan pinjaman; b. Jangka waktu Pinjaman, jadwal pembayaran kembali pinjaman, dan khusus pinjaman untuk investasi dapat pula ditentukan masa tenggang; c. Biaya administrasi; d. Biaya komitmen dan denda; e. Ketentuan lain yang diperlukan sehubungan dengan adanya ciri atau sifat spesifik dari kegiatan yang dibiayai. BAB VIII PERJANJIAN PINJAMAN Pasal 12 (1) Berdasarkan persetujuan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) ditandatangani suatu perjanjian pinjaman antara Pemerintah sebagai pemberi pinjaman dan pihak yang mengajukan permintaan pembiayaan sebagai penerima pinjaman. (2) Menteri Keuangan menunjuk Direktur Jenderal Lembaga Keuangan untuk mewakili Pemerintah dalam penandatanganan perjanjian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Untuk penandatanganan perjanjian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Peminjam diwakili oleh Direktur Utama atau anggota direksi yang lain sesuai dengan ketentuan mengenai hal termaksud dalam anggaran dasar Peminjam yang bersangkutan. (4) Direktur utama atau anggota direksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) hanya dapat menandatangani perjanjian pinjaman setelah Dewan Komisaris dari Peminjam yang bersangkutan memberikan persetujuan tertulis bahwa Peminjam termaksud akan menanggung segala konsekuensi yuridis dari perjanjian tersebut. (5) Perjanjian pinjaman antara Pemerintah dan Peminjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya harus memuat

ketentuan mengenai : a. Tujuan pemberian pinjaman; b. Persyaratan pinjaman; c. Tata cara pencairan pinjaman; d. Tata cara pelaporan penggunaan dana pinjaman; e. Tata cara pemeriksaan langsung; f. Pelaporan dan pemeriksaan; g. Hak dan kewajiban dari pemberi dan penerima pinjaman; h. Sanksi untuk pihak yang gagal melaksanakan kewajibannya. (6) Konsep perjanjian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun berdasarkan persetujuan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) oleh Departemen Keuangan cq. Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan bersama dengan Peminjam dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja. (7) Perjanjian pinjaman antara Pemerintah dan Peminjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani selambat-lambatnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak konsep perjanjian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) selesai dibuat. BAB IX PENCAIRAN PINJAMAN Pasal 13 (1) Untuk mencairkan dana pinjaman berdasarkan perjanjian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak yang bersangkutan, Peminjam harus mengajukan permintaan pencairan dana secara tertulis kepada Menteri. (2) Dalam hal pencairan dana pinjaman dilakukan satu tahap atau untuk pencairan tahap pertama, permintaan pencairan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilampiri dengan : a. RPDP yang telah disahkan oleh komisaris utama atau anggota komisaris yang ditunjuk; b. Surat pembukaan rekening atas nama Peminjam pada bank untuk menampung dana pencairan pinjaman; c. Surat penunjukan pejabat yang berwenang untuk mengajukan permintaan pencairan dana pinjaman; d. Surat penunjukan anggota komisaris untuk mengesahkan RPDP apabila diperlukan. e. Dalam hal pembiayaan dilakukan untuk kegiatan yang pelaksanaannya oleh BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) maka harus pula dilampiri dengan kontrak

pembelian, pengadaan, atau pembangunan, yang dibuat oleh BUMN peminjam dengan pihak ketiga untuk kegiatan yang dibiayai dengan dana pinjaman. (3) Dalam hal pencairan dana pinjaman dilakukan lebih dari satu tahap, permintaan pencairan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk tahap kedua dan selanjutnya harus dilampiri dengan : a. LPDP dari pencairan dana pinjaman tahap sebelumnya yang telah disahkan oleh komisaris utama atau anggota komisaris yang ditunjuk; b. Dokumen pendukung dari butir "a''; c. Rekening koran dari rekening sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf "b"; d. RPDP untuk tahap yang bersangkutan, yang telah disahkan oleh komisaris utama atau anggota komisaris yang ditunjuk; (4) Departemen Keuangan cq. Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan memberikan jawaban mengenai kekurangan atau terpenuhinya lampiran permintaan pencairan dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah permintaan pencairan dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterima. (5) Departemen Keuangan cq. Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan melakukan penelitian dan penilaian atas permintaan pencairan pinjaman dengan mendasarkan pada : a. Plafond pinjaman dan jadwal pencairan pinjaman berdasarkan persetujuan Menteri atas pembiayaan kegiatan dalam bentuk pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1); b. Saldo pada rekening sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf "b"; c. Perkembangan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai; d. Tunggakan pembayaran kewajiban yang berasal dari Peminjam dimaksud kepada Pemerintah; e. Informasi atau data yang menyatakan bahwa sebagian atau seluruh pembiayaan sudah tidak diperlukan lagi. (6) Dalam hal berdasarkan penelitian dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) permintaan pencairan dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disetujui, Menteri akan menerbitkan surat perintah kepada Bank Indonesia untuk memindahbukukan dana dari RDI ke rekening Peminjam dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pemberitahuan terpenuhinya lampiran permintaan pencairan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4). (7) Dalam hal berdasarkan penelitian dan penilaian sebagaimana

dimaksud dalam ayat (5) permintaan pencairan dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditolak, Menteri akan menerbitkan surat penolakan kepada BUMN dimaksud disertai dengan alasan penolakannya dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja. BAB X MONITORING DAN PEMERIKSAAN Pasal 14 (1) Berdasarkan dokumen-dokumen dan laporan yang disampaikan oleh Peminjam sebagaimana diatur dalam perjanjian pinjaman maupun data/informasi yang berasal dari pihak lain, Departemen Keuangan cq. Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan membuat data base pinjaman yang berisi tentang data keuangan dan non keuangan, baik yang berkaitan langsung dengan pinjaman maupun yang berkaitan dengan Peminjam. (2) Departemen Keuangan cq. Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan melakukan penilaian secara terus menerus atas berbagai aspek yang berpengaruh secara langsung pada tingkat risiko usaha dari Peminjam, yaitu : a. Aspek keuangan, yang mencakup penilaian atas perkembangan tingkat profitabilitas, pertumbuhan volume penjualan, perubahan struktur hutang, dan stabilitas keuangan perusahaan; b. Aspek manajerial, yang mencakup penilaian atas kemungkinan adanya pergantian manajemen Peminjam yang bersifat mendadak, tingkat efisiensi usaha dan perilaku manajemen dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya; c. Aspek strategis, yang mencakup penilaian atas perencanaan strategis Peminjam, kelemahan pada penerapan business plan, kelemahan dalam upaya-upaya pemasaran produk, dan diversifikasi produk. (3) Penilaian secara terus menerus atas berbagai aspek sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (2) bertujuan untuk memantau penggunaan dana pinjaman serta kondisi keuangan Peminjam secara keseluruhan serta mengidentifikasikan kemungkinan terjadinya kegagalan pengembalian pinjaman secara dini. (4) Dalam hal diketahui kemungkinan akan terjadinya penyimpangan atas penggunaan dana pinjaman atau kemungkinan perkembangan kondisi keuangan yang semakin memburuk dari Peminjam yang berpotensi menimbulkan kerugian pada Pemerintah, maka Departemen Keuangan cq. Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan risiko kerugian dimaksud. Pasal 15 (1) Dalam hubungan dengan penilaian sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 14 ayat (3), Menteri dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap Peminjam. (2) Ketentuan tentang tata cara dan pedoman pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Lembaga Keuangan. BAB XI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 16 (1) Setiap pemberian informasi yang menyesatkan dalam rangka penelitian dan penilaian sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) yang mempengaruhi ditetapkannya suatu keputusan yang salah mengenai kelayakan diberikannya persetujuan pembiayaan sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (5) merupakan tindakan yang menghambat pelaksanaan pengelolaan keuangan negara secara baik dan benar. (2) Setiap pihak baik sengaja maupun tidak sengaja yang terlibat dalam pemberian informasi yang menyesatkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dianggap melakukan tindakan kriminal, yang klasifikasi pelanggaran hukum maupun pemrosesan tuntutan pidananya dilakukan oleh instansi yang berwenang. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 17 Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 22 Agustus 2000 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BAMBANG SUDIBYO