III KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
Materi Minggu 5. Kebijakan Ekonomi & Perdagangan Internasional Pengertian, Instrumen dan Tujuan Kebijakan Ekonomi Internasional

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

Kebijakan Ekonomi & Perdagangan Internasional. By: Afrila Eki Pradita, S.E., MMSI

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

III KERANGKA PEMIKIRAN

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

ERD GANGAN INTERNA INTERN SIONA SION L

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

TIMBULNYA BISNIS INTERNASIONAL

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA

Materi Minggu 2. Pengaruh Ekonomi Internasional Terhadap Keseimbangan Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

14Pengembangan Agribisnis

PEMASARAN INTERNASIONAL

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Perkembangan Global Perikanan Tangkap Sejak 1974

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO)

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS?

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Wilayah Spawing Ground dan Migrasi Tuna Sirip Biru (Anthony Cox, Matthew Stubbs and Luke Davies, 1999)

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

BAB II LANDASAN TEORI. ketentuan yang berlaku (Rinaldy, 2000: 77). Dalam aktivitas ekspor ada beberapa tahapan - tahapan yang

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

INTERNASIONALISASI : TEORI DAN PERKEMBANGAN. PEMASARAN INTERNASIONAL MINGGU KEDUA BY. MUHAMMAD WADUD, SE., M.Si. FAKULTAS EKONOMI UNIV.

ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN

PENERAPAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL KAWASAN UNI EROPA TERHADAP IMPOR KAKAO DARI INDONESIA CECEP SENTAWULAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ekspor dan impor suatu negara terjadi karena adanya manfaat yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL

BABI PENDAHULUAN mendasar, mudahnya perpindahan arus barangfjasa, faktor produksi dan modal

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003)

IV. KERANGKA PEMIKIRAN

Copyright Rani Rumita

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara Wajib

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan melakukan pembangunan baik dalam jangka pendek dan jangka

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Importing, Exporting, and Sourcing. Dewi Pancawati N., S.Pd.,MM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

Makalah Perdagangan Internasional BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Sessi. Dosen Pembina:

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.

BAB VII Perdagangan Internasional

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade

II. TINJAUAN PUSTAKA. penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan

Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat. Kota, Negara Tanggal, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan global merupakan aspek penting dalam perekonomian di setiap

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi di dalam memasok total kebutuhan konsumsi protein di Indonesia,

Isu Prioritas - Standar (SNI)

Dewinta Ayu Syahrani M. Al Musadieq Ari Darmawan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PERIKANAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

PRINSIP WTO IKANINGTYAS

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

BAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat

BAB IV MANAJEMEN MUTU TERPADU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

III KERANGKA PEMIKIRAN

Kota, Negara Tanggal, 2013

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian internasional, diantaranya yaitu impor. Kegiatan impor yang dilakukan

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

Transkripsi:

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pembentukan kerangka pemikiran dalam penelitian ini didukung oleh teori-teori yang terkait dengan tujuan penelitian. Teori-teori tersebut meliputi teori perdagangan internasional, kebijakan perdagangan, dan analisis kebijakan. 3.1.1. Teori Perdagangan Internasional Setiap negara memiliki sumberdaya alam, letak geografis, iklim, karakteristik penduduk, keahlian, tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur ekonomi, dan sosial yang berbeda-beda. Perbedaan yang dimiliki oleh masingmasing negara tersebut menghasilkan produk yang berbeda baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Perbedaan tersebut secara tidak langsung mengharuskan suatu negara untuk melakukan perdagangan, baik dengan alasan perluasan pasar, mendapatkan sumberdaya, mendapatkan keuntungan, ataupun mendapatkan teknologi yang lebih modern. Perdagangan merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi di setiap negara karena perdagangan akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara dan meningkatkan output dunia. Perdagangan juga cenderung meningkatkan pemerataan atas distribusi pendapatan dan kesejahteraan dalam lingkup domestik ataupun internasional. Perdagangan dapat membantu semua negara dalam menjalankan usaha-usaha pembangunannya melalui promosi serta mengutamakan sektor-sektor ekonomi yang mengandung keunggulan komparatif (Todaro, 2003). Menurut Kindleberger (1995) diacu dalam Anwar (2009), perdagangan internasional dianggap sebagai suatu akibat dari adanya interaksi antara permintaan dan penawaran bersaing. Pada prinsipnya, perdagangan antara dua negara timbul akibat adanya perbedaan permintaan dan penawaran. Perbedaan permintaan disebabkan oleh selera dan tingkat pendapatan, sedangkan perbedaan penawaran disebabkan oleh jumlah dan kualitas faktor produksi serta tingkat teknologi. Perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan pendapatan nasional suatu negara.

3.1.2. Pergeseran Pola Perdagangan Internasional Salah satu hal yang sangat mempengaruhi kinerja industri perikanan Indonesia adalah adanya pergeseran pola perdagangan dunia. Saat ini, pola perdagangan internasional tidak lagi hanya tunduk pada prinsip-prinsip supplydemand, tetapi juga dibentuk oleh isu-isu, konvensi, dan berbagai macam kesepakatan internasional. Banyak konvensi yang telah disepakati, diratifikasi, dan mengikat. Menurut Putro (2001), perjanjian internasional yang berpengaruh langsung bahkan cenderung mengatur mekanisme perdagangan komoditas perikanan di pasar internasional dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu: 1) Perjanjian internasional yang bernuansa menjaga kelestarian sumberdaya perikanan, seperti Code of Conduct for Responsible Fisheries, International Convention for The Conservation of Atlantic Tuna (ICCAT), Indian Ocean Tuna Commission, Agreement on Straddling Stocks and Highly Migratory Fish Species, dan sebagainya. Dengan adanya perjanjian ini maka ikan-ikan komersial penting yang dijual di pasar internasional harus ditangkap dari sumberdaya yang lestari. 2) Perjanjian internasional tentang perlindungan satwa yang terancam punah yaitu Convention of International Trade of Endanger Species (CITES). Melalui perjanjian ini maka beberapa jenis ikan/fauna laut dan air tawar dibatasi pemasarannya karena populasinya dikhawatirkan akan punah. 3) Perjanjian internasional tentang perdagangan yaitu perjanjian General Agreement on Tariff and Trade (GATT oleh WTO), termasuk di dalamnya perjanjian Agreement on Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS), dan Agreement on Technical Barrier on Trade (TBT oleh WTO). Perjanjian GATT/WTO mempunyai implikasi yang sangat besar terhadap perdagangan global komoditas perikanan. Dari satu sudut pandang, oleh beberapa negara, pemberlakuan kesepakatan-kesepakatan tersebut dimanfaatkan sebagai suatu peluang untuk melaksanakan strategi perang dagang. Kecenderungannya, dimasa-masa mendatang kesepakatan semacam itu akan bertambah banyak karena perang dagang akan berlangsung semakin intensif. Biasanya, suatu kesepakatan 19

internasional dikemas dalam kerangka justifikasi ilmiah atau isu-isu global yang telah disepakati sebelumnya secara universal. Indonesia harus mengikuti semua aturan yang terkandung dalam konvensikonvensi tersebut. Kecepatan dan konsistensi merespon kesepakatan dalam konvensi tersebut akan berdampak langsung pada perdagangan internasional produk-produk perikanan Indonesia. 3.1.3. Kebijakan Perdagangan Teori dan kebijakan perdagangan internasional merupakan aspek mikro ilmu ekonomi sebab berhubungan dengan masing-masing negara sebagai individu yang diperlakukan sebagai unit tunggal, serta berhubungan dengan harga relatif suatu komoditas. Dalam arti luas, kebijaksanaan ekonomi internasional adalah tindakan atau kebijaksanaan ekonomi pemerintah yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk dari perdagangan internasional. Kebijakan ini tidak hanya berupa tarif, kuota, dan sebagainya, tetapi juga meliputi kebijaksanaan pemerintah di dalam negeri yang secara tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap perdagangan internasional seperti misalnya kebijaksanaan moneter dan fiskal (Nopirin, 1999) diacu dalam (Rastikarany, 2008). Kebijakan perdagangan dilakukan sebagai proses proteksi terhadap produk-produk yang dianggap sebagai penghambat dalam proses perdagangan bebas. Hambatan dalam arus perdagangan ada dua macam, yaitu hambatan yang bersifat tarif (tariff barrier) dan hambatan yang bersifat nontarif (non tariff barrier). Hambatan yang bersifat tarif merupakan hambatan terhadap arus barang ke dalam suatu negara yang disebabkan oleh diberlakukannya tarif bea masuk dan tarif lainnya, sedangkan hambatan yang bersifat nontarif merupakan hambatan terhadap arus barang ke dalam suatu negara yang disebabkan oleh tindakantindakan selain penerapan pengenaan tarif atas suatu barang. 3.1.3.1. Kebijakan Hambatan Tarif (Tariff barrier) Tarif adalah pajak yang dikenakan atas barang yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Ditinjau dari aspek asal komoditas, ada dua macam tarif yaitu tarif ekspor (export tariff) dan tarif impor (import tariff). Tarif impor adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk untuk 20

dipakai/dikonsumsi habis di dalam negeri. Sedangkan tarif ekspor merupakan pajak untuk suatu komoditas yang di ekspor (Salvatore, 1997). Kebijakan tariff barrier dalam bentuk bea masuk adalah sebagai berikut (Hady, 2004): 1) Pembebanan bea masuk atau tarif rendah antara nol sampai lima persen dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok dan vital, alat-alat militer/pertahanan/keamanan, dan lainnya. 2) Tarif sedang antara nol sampai dua puluh persen dikenakan untuk barang setengah jadi dan barang-barang lain yang belum cukup diproduksi dalam negeri. 3) Tarif tinggi di atas dua puluh persen dikenakan untuk barang-barang mewah dan barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang kebutuhan pokok. Tarif dan bea masuk pada hakekatnya merupakan diskriminatif yang digunakan untuk mencapai berbagai tujuan, antara lain melindungi produk dalam negeri dari persaingan dengan produk sejenis asal impor, meningkatkan penerimaan negara, mengendalikan konsumsi barang tertentu, dan lain-lain. Penggunaan tarif bea masuk yang ditujukan untuk melindungi produk dalam negeri sangat besar pengaruhnya terhadap globalisasi ekonomi (Rastikarany, 2008). 3.1.3.2. Kebijakan Hambatan Nontarif (Non Tariff Barrier) Bentuk hambatan lain yang berbeda dengan pengenaan tarif adalah hambatan nontarif yang berarti hambatan masuk sebuah produk yang bukan disebabkan karena adanya pengenaan tarif impor, tetapi akibat adanya pelarangan yang dilakukan oleh negara/organisasi internasional yang menerima komoditas dari negara lain. Kebijakan non tariff barrier terdiri atas beberapa bagian yaitu: 1) Pembatasan spesifik, terdiri dari larangan impor secara mutlak; pembatasan impor atau quota system; peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu; peraturan kesehatan atau karantina, peraturan pertahanan dan keamanan negara; peraturan kebudayaan, perizinan impor/import licenses; embargo; dan hambatan pemasaran seperti VER (Voluntary Export Restraint), OMA (Orderly Marketing Agreement). 21

2) Peraturan Bea Cukai (Custom Administration Rules), terdiri dari tata laksana impor tertentu; penetapan harga bea; penetapan forres rate (kurs valas) dan pengawasan devisa; consultan formalities; packaging/labelling regulation; documentation hended; quality and testing standard; pungutan administrasi (fees); dan tariff classification. 3) Partisipasi pemerintah, terdiri dari kebijakan pengadaan pemerintah; subsidi dan insentif ekspor; countervailing duties; domestic assistance programs; dan trade-diverting. 4) Import charges, terdiri dari import deposits; supplementary duties; dan variable levies. Menurut Koo dan Kennedy (2005), beberapa negara menggunakan bermacam kebijakan perdagangan (tarif dan nontarif) untuk melindungi industri yang tidak efisien. Hal ini berlaku pada pertanian. Rata-rata tarif untuk produk pertanian (tiga puluh persen) lebih besar daripada untuk produk industri (enam persen). Tarif adalah pajak yang dibebankan pemerintah untuk suatu komoditas sebagai batas garis nasional. Tarif digunakan untuk melindungi ekonomi domestik dari kompetisi luar negeri. Hambatan nontarif bisa mengandung rintangan dengan angka yang besar selain tarif, seperti kebijakan, peraturan, dan prosedur yang mempengaruhi perdagangan. Hambatan nontarif yang paling banyak digunakan untuk mengontrol impor pertanian yaitu (Koo dan Kennedy, 2005): (1) pembatasan kuantitatif dan pembatasan sepesifik sejenis (misalnya kuota, voluntary export restraints, dan kartel internasional); (2) beban nontarif dan kebijakan yang berhubungan mempengaruhi impor (misalnya kebijakan antidumping dan kebijakan countervailing); (3) kebijakan umum pemerintah yang membatasi (misalnya kebijakan kompetisi dan penetapan perdagangan); (4) prosedur umum dan kegiatan administrasi (misalnya prosedur evaluasi dan prosedur perizinan); dan (5) hambatan teknis (peraturan dan standar kualitas kesehatan dan sanitasi, keamanan, peraturan dan standar industrial, dan peraturan pengemasan dan pelabelan. 22

3.1.4. Analisis Kebijakan Analisis kebijakan merupakan suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat memberikan landasan bagi pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan (Dunn, 1999) diacu dalam (Rastikarany, 2008). Dunn (1999) mengatakan bahwa analisis kebijakan adalah sebuah disiplin ilmu terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan yang ada hubungannya dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan. Analisis kebijakan diambil dari berbagai disiplin dan profesi yang tujuannya bersifat deskriptif, evaluatif, dan perspektif. Analisis kebijakan dapat menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif ini di rancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang (sedang berlangsung). Metode ini digunakan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sedang berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-akibat dari suatu gejala. Teknik pengolahan data kualitatif yang umum digunakan dalam metode deskriptif adalah analisis isi (content analysis). Deskripsi yang diberikan para ahli sejak Janis (1949), Berelson (1952) sampai Lindzey dan Aronson (1968) tentang content analysis, selalu menampilkan tiga syarat, yaitu: objektivitas, pendekatan sistematis, dan generalisasi (Bungin, 2003). Analisis ini dalam Julianingsih (2003) adalah suatu teknik untuk mengambil kesimpulan dengan mengidentifikasi karakter-karakter khusus suatu pesan secara objektif dan sistematis. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Sebagai salah satu negara pemasok utama udang ke Uni Eropa, Indonesia memiliki prospek yang baik untuk terus dikembangkan. Adanya peningkatan permintaan dan penawaran komoditas udang di pasar internasional menjadikan persaingan semakin banyak menghadapi tantangan yang diberlakukan oleh negara tujuan ekspor Indonesia, khususnya Uni Eropa. Setiap kebijakan yang diberlakukan Uni Eropa sangat mempengaruhi perdagangan internasional. 23

Kebijakan tersebut berkaitan dengan Sanitary and Phytosanitary (SPS), Technical Barrier tottrade (TBT), dan tarif. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa bertujuan untuk melindungi konsumen negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa terhadap setiap komoditas ekspor Indonesia. Kebijakan perdagangan yang diterapkan di Uni Eropa akan dikaji dalam analisis deskriptif dengan membandingkan juga respon kebijakan yang telah dilakukan Indonesia untuk memenuhi kebijakan perdagangan ini. Gambaran penelitian ini secara menyeluruh dapat dilihat pada Gambar 1. 24

Perairan Indonesia yang Luas Potensi Perikanan Indonesia Kelimpahan Tenaga Kerja Jumlah Produksi Perikanan Indonesia Komoditas & Produk Non Udang Komoditas & Produk Udang Penawaran Udang untuk Konsumsi Domestik Penawaran Udang untuk konsumsi Luar Negeri Kebijakan Perdagangan Sanitary and Phytosanitary (SPS) Technical barrier to trade (TBT), Tariff Uni Eropa Total Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa Pasar Ekspor Lainnya Respon Kebijakan Perdagangan Indonesia dan Penerapannya di Indonesia Kasus Notification oleh European-RASFF Analisis Kualitatif Deskriptif = Ruang Lingkup Kajian Peneltian Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Penerapan Kebijakan Perdagangan Internasional di Uni Eropa dan Pengaruhnya Terhadap Ekspor Udang Indonesia 25