II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

I. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi, perbaikan sistem publik, melakukan usaha

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana perjudian merupakan suatu tindak pidana biasa yang mempunyai

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Geng motor telah merajarela di Kota Bandung dan sangat meresahkan masyarakat

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

I. PENDAHULUAN. untuk didapat, melainkan barang yang amat mudah didapat karena kebutuhan

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban

I. PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini banyak sekali beredar makanan yang berbahaya bagi kesehatan para

I. PENDAHULUAN. Perubahan kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang ini terjadi dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan kondisi aktual yang belakangan ini telah menjadi perhatian bagi

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN. kota karena naluri dan kebutuhan penduduk untuk bergerak atau menggunakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk

V. PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya penanggulangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kehidupan di dunia terdapat suatu nilai-nilai mengenai apa yang dianggap baik dan

I. PENDAHULUAN. Secara etimologis kata hakim berasal dari arab hakam; hakiem yang berarti

I. PENDAHULUAN. sadari, terutama di lingkungan yang penuh dengan perusahaan-perusahaan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Penahanan dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP yang

informasi, tetapi setiap pembangunan memiliki dampak negatif dari pembangunan antara lain

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime Against

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide. merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. 1

melaksanakan kehidupan sehari-hari dan dalam berinterkasi dengan lingkungannya. Wilayah

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

I. PENDAHULUAN. saat ini membutuhkan kendaraan dengan tujuan untuk mempermudah segala akses

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan

I. PENDAHULUAN. seluruh bangsa di negeri ini. Sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara

I. PENDAHULUAN. diyakini merupakan agenda penting masyarakat dunia saat ini, antara lain ditandai

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah delik atau het straafbaarfeit dalam ilmu hukum memiliki banyak

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. ini dibutuhkan agar masyarakat memiliki kesadaran agar tertib dalam berlalu

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita

I. PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang. Hal ini terdapat pada Pasal 28 UUD 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. materil dan hukum pidana formil. Menurutnya isi hukum pidana materil adalah

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

V. PENUTUP. pembahasan tentang upaya unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

I. PENDAHULUAN. hakikatnya masyarakat adalah mahluk sosial (Zoon Politicon) yang membutuhkan

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. dengan daerah daratan, lautan dan udara yang dimana musim penghujan dan

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Lalu lintas dan angkutan jalan sebagai bagian dari

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian lapangan ( Filed Research). Penentuan responden didasari oleh

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) berlandaskan keadilan dan. kebenaran adalah mengembangkan budaya hukum di semua lapisan

I. TINJAUAN PUSTAKA. hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

I. PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam. dalam kegiatan seperti pemeliharaan pertahanan dan keamanan, keadilan,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah tujuan pemerintah Indonesia yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana. Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang

I. PENDAHULUAN. apabila tingkat perekonomian menengah keatas dan kondisi keamanan yang harmonis,

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Kelalaian dalam Kegiatan yang Mengumpulkan Massa dan Menimbulkan Korban Tinjauan adalah melihat dari jauh dari tempat yang tinggi atau melihat keadaan di suatu tempat. Dalam skripsi ini tinjauan yang dimaksud adalah melihat menggunakan hukum / dari sudut pandang hukum terhadap suatu keadaan dalam permasalahan skripsi ini, yaitu penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana kelalaian dalam kegiatan yang mengumpulkan massa dan menimbulkan korban. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah atau pandangan-padangan nilai yang mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai terhadap akhir untuk menciptakan (sebagai social engineering), memelihara dan mempertahankan (sebagai social control) kedamaian dalam pergaulan hidup. 24 Menganalisis masalah penegakan hukum, persoalannya tidak terlepas dari beroperasinya tiga komponen sistem hukum (legal system) yang dikatakan oleh Lawrence M. Friedman, yaitu terdiri dari komponen struktur, substansi, dan kultur (Satjipto Rahardjo, 1986 : 203). 25 24 Soerjono Soekanto, op. cit. hal 5. 25 Satjipto Rahardjo. 1986. Ilmu Hukum. Bandung. Alumni. hal 203.

17 Komponen struktur adalah bagian-bagian yang bergerak dalam suatu mekanisme, misalnya pengadilan. Komponen substansi merupakan hasil aktual yang diterbitkan (output) oleh sistem hukum dan meliputi pula kaidah-kaidah hukum yang tidak tertulis, sedangkan komponen kultur adalah nilai dan sikap yang mengikat sistem hukum itu secara bersama dan menghasilkan suatu bentuk penyelenggaraan hukum dalam budaya masyarakat. Tujuan dari pada penegakan hukum itu sendiri adalah untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Hal ini sejalan dengan kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan yang pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defense) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare). Menurut G.P. Hoefnagels 26, penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu melalui jalur penal dan non-penal yaitu : 1. Upaya Penal Upaya penal merupakan upaya yang represif yaitu kebijakan dalam menanggulangi kejahatan setelah kejahatan itu terjadi dengan menggunakan hukum pidana atau undang-undang yang menitik beratkan pada penindasan, pemberantasan dan penindasan. Upaya represif adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sesudah terjadinya suatu kejahatan atau tindak pidana. Termasuk upaya represif adalah tindakan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan seterusnya sampai dilaksanakannya pidana. 26 Barda Nawawi Arief. 1984 Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. Bandung. Citra Aditya. hal 4.

18 Upaya represif merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk memberantas kejahatan paling tidak mengurangi kuantitasnya dari perlindungan terhadap kepentingan hukum dan tujuan pembangunan nasional serta untuk menjamin sebuah kepastian hukum. 2. Upaya Non-Penal Upaya non-penal adalah upaya-upaya yang dilakukan sebelum terjadinya kejahatan, upaya non-penal merupakan upaya pencegahan. Pencegahan lebih baik dari pada pemberantasan dan berlaku bagi upaya penegakan hukum dalam permasalahan skripsi ini. Pencegahan atau pengedalian sebelum terjadinya kejahatan, faktor-faktor tersebut berpusat pada keadaan atau masalah sosial yang ada dalam masyarakat yang secara langsung atau pun tidak langsung mempengaruhi terjadinya kejahatan. Upaya-upaya non-penal ini lebih menitik beratkan pada sifat preventif (pencegahan dan pengendalian) sebelum suatu kejahatan/tindak pidana terjadi. Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non-penal lebih bersifat kepada tindakan pencegahan untuk terjadinya suatu kejahatan/tindak pidana, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya suatu kejahatan/tindak pidana. Faktor-faktor kondusif tersebut antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan. Dengan demikian jika dilihat dari segi

19 kriminal secara makro (menyeluruh) dan global, maka upaya-upaya non-penal menduduki posisi kunci dan strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal. B. Faktor yang Mendukung dan Menghambat Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Kelalaian dalam Kegiatan yang Mengumpulkan Massa dan Menimbulkan Korban Berbicara tentang faktor penghambat dan pendukung penegakan hukum, salah satunya pasti berkaitan dengan penanggulangan kejahatan atau tindak pidana melalui jalur penal ( menggunakan hukum pidana). Penggunaan jalur penal harus melalui sebuah sistem peradilan pidana (criminal justice system). Sistem peradilan pidana (criminal justice system) adalah suatu proses, yang bekerja dalam suatu jaringan yang melibatkan lembaga penegak hukum. 27 Menurut Ali Said 28, sistem peradilan pidana adalah tidak lain merupakan kerja sama antara lembaga-lembaga yang terlibat dalam peradilan pidana secara terpada walaupun dengan kebhinekaan fungsi dari masing-masing unsur sistem tersebut dalam penghayatan yang sama tentang tujuan sistem peradilan pidana. Kegiatan peradilan pidana adalah meliputi kegiatan yang bertahap dimulai penyidikan oleh kepolisian, penuntutan oleh kejaksaan, pemeriksaan dipersidangan oleh hakim dan pelaksanaan pidana oleh lembaga pemasyarakatan. Tercapai atau tidaknya tujuan penegakan hukum pidana, dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah : 27 Kadri Husin. 2011. Buku Ajar: Sistem Peradilan Pidana. Bandar Lampung. Universitas Lampung. hal 10. 28 Kadri Husin. loc. cit.

20 a. Faktor Penegak Hukum Faktor ini ditunjukkan dengan adanya lembaga-lembaga yang memiliki fungsifungsi tersendiri dan bergerak di dalam suatu mekanisme. Adapun faktor penegak hukum atau dapat pula disebut komponen struktur hukum, meliputi : 1. Badan pembentuk undang-undang atau lembaga legislatif. 2. Aparat-aparat penegak hukum dalam arti sempit, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Penasehat Hukum dan Pengadilan. 3. Aparat Pelaksana Pidana. Secara singkat dapat dikatakan bahwa faktor penegak hukum merupakan tempat kita menggantungkan harapan bagaimana suatu sistem hukum itu seharusnya bekerja (law in the books) dan bagaimana bekerjanya suatu sistem hukum dalam kenyataan (law in action). Di sini berlaku adagium yang berbunyi, bahwa baik buruknya sesuatu tergantung pada baik buruknya manusianya. Dalam kerangka penegakan hukum pidana, hal ini mengandung makna bahwa baik buruknya penegakan hukum pidana tergantung kepada baik buruknya aparat penegak hukum. b. Faktor Nilai Faktor nilai merupakan sumber dari segala aktivitas dalam penegakan hukum pidana. Jika nilainya baik, maka akan baik pula penegakan hukum pidana, demikian pula sebaliknya, jika nilainya buruk, maka akan buruk pula penegakan hukum pidana. Hal ini menunjukkan betapa urgennya kedudukan nilai dalam mewujudkan penegakan hukum pidana yang baik.

21 Sejauh mana urgensi nilai dalam mewujudkan penegakan hukum pidana yang baik, Soerjono Soekanto (Firganefi, 1998 : 7) menyatakan : Jika komponen yang bersifat struktural (penegak hukum) dapat kita ibaratkan sebagai suatu mesin, maka komponen kedua (nilai) dapat kita ibaratkan sebagai bensin, yang merupakan penggerak dari mesn tadi. Jika bensin yang kita pakai untuk mengisi mesin tadi adalah bensin campuran, maka hal ini akan mempengaruhi daya laju mesin tadi. Faktor nilai akan membentuk pemahaman dan sikap para penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya menegakan hukum pidana, baik mengenai bagaimana suatu sistem hukum itu seharusnya bekerja (law in the books), maupun tentang bagaimana bekerjanya suatu sistem hukum dalam kenyataan (law in action). c. Faktor Substansi Hukum Faktor substansi hukum merupakan hasil aktual (output) yang sekaligus merupakan dasar bagi bekerjanya sistem hukum dalam kenyataan. Baik buruknya suatu substansi hukum tergantung kepada baik buruknya sikap para penegak hukum, sedangkan baik buruknya sikap para penegak hukum tergantung kepada baik buruknya nilai-nilai yang diterima dan dipahami oleh para penegak hukum. Substansi hukum pada hakikatnya sangat ditentukan oleh baik buruknya nilai yang diterima dan dipahami oleh para penegak hukum. Jadi, sebagai hasil aktual dan bekerjanya sistem hukum, maka substansi hukum pada hakikatnya

22 merupakan aktualisasi nilai-nilai yang diterima dan dipahami oleh para penegak hukum. Adapun substansi hukum di bidang hukum pidana meliputi : 1. Hukum pidana tertulis yang mencakup hukum pidana material, hukum pidana formal, dan hukum pelaksana pidana. 2. Hukum pidana tidak tertulis. C. Tindak Pidana Kelalaian Kejahatan menganai kelalaian diatur dalam BAB XXI Buku II KUHP. Pada umumnya bagi tindak pidana yang masuk kategori kejahatan diperlukan adanya unsur kesengajaan, tetapi untuk tindak pidana tertentu sudah dapat dipidana, walaupun kesalahan yang dilakukan berbentuk kealpaan. Kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang lebih ringan daripada kesengajaan. Arti kata culpa adalah kesalahan pada umumnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhatihati sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi. 29 Seperti di atas telah dikatakan, biasanya tindak pidana berunsur kesengajaan. Akan tetapi, ada kalanya suatu akibat dari suatu tindak pidana begitu berat merugikan kepentingan seseorang, seperti kematian seorang manusia, sehingga dirasakan tidak adil, terutama oleh keluarga yang meninggal bahwa si pelaku yang 29 Wirjono Prodjodikoro. 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Jakarta. Refika Aditama. hal 72.

23 dengan kurang hati-hati menyebabkan kematian itu tidak diapa-apakan / tidak mendapatkan proses hukum. Alasan pembentuk undang-undang mengancam pidana perbuatan yang mengandung unsur kealpaan, dapat diketahui dari MvT sebagai berikut : ada keadaan, yang sedemikian membahayakan keamanan orang atau barang, atau mendatangkan kerugian terhadap seseorang sedemikian besarnya dan tidak dapat diperbaiki lagi, sehingga undang-undang juga bertindak terhadap kekurangan penghati-hati sikap sembrono (teledor), pendek kata terhadap kealpaan yan g menyebabkan keadaan tersebut. 30 Maka, timbul adanya beberapa culpose delicten, yaitu tindak-tindak pidana yang berunsur culpa atau kurang berhati-hati. Akan tetapi hukumannya tidak seberat seperti hukuman terhadap doleuze delicten, yaitu tindak pidana yang berusur kesengajaan. Menurut Van Hamel 31, kealpaan mengandung dua syarat : 1. Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum. 2. Tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum. Tidak mengadakan penduga-duga itu ada 2 kemungkinan : 1. Terdakwa berpikir bahwa akibat tidak akan timbul karena perbuatannya, sedangkan pandangan itu ternyata tidak benar. 2. Terdakwa sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat yang dilarang mungkin timbul karena perbuatannya. 32 30 Tri Andrisman. op. cit. hal 116. 31 Tri Andrisman. loc. cit.

24 Selanjutnya menurut Nico Ngani tidak mengadakan penghati-hati ialah tidak mengadakan penelitian, kemahiran atau usaha pencegah yang ternyata pada waktu dilakukannya perbuatan itu dalam keadaan-keadaan yang tertentu atau dalam caranya melakukan perbuatan itu. 33 Timbul pertanyaan sampai di manakah unsur kurang berhati-hati sehingga si pelaku harus dihukum. Hal kesengajaan tidak menimbulkan pertanyaan ini karena kesengajaan adalah berupa suatu keadaan batin yang tegas dari seorang pelaku. Lain halnya dengan kurang berhati-hati, yang sifatnya bertingakat-tingkat. Ada orang yang dalam melakukan sesuatu pekerjaan sangat berhati-hati, ada yang tidak begitu berhati-hati, ada yang kurang lagi, ada yang lebih kurang lagi, sehingga menjadi terlihat ugal-ugalan. Menurut para penulis Belanda, yang dimaksudkan dengan culpa dalam pasalpasal KUHP adalah kesalahan yang agak berat. Istilah yang mereka pergunakan adalah groce schuld (kesalahan kasar). Meskipun ukuran grove schuld ini sudah ada sekedar ancar-ancar bahwa tidak masuk culpa apabila seorang pelaku tidak perlu sangat berhati-hati untuk bebas dari hukuman. 34 Kemudian disebutkan, bahwa secara merata di antara para penulis suatu pendapat bahwa untuk culpa ini harus diambil sebagai ukuran bagaimana kebanyakan orang dalam masyarakat bertindak dalam keadaan yang in concerto terjadi. Jadi, 32 Nico Ngani. op. cit. hal 106. 33 Ibid. hal 107. 34 Wirjono Prodjodikoro. op. cit. hal 73.

25 tidaklah dipergunakan sebagai ukuran seorang yang selalu sangat berhati-hati, dan juga tidak seorang yang selalu serampangan dalam tindak-tanduknya. 35 Macam-macam kelalaian menurut hukum positif Indonesia terbagi atas beberapa macam, di antaranya : a. Pasal 188 KUHP, Kelalaian yang membahayakan kepentingan umum. b. Pasal 359 KUHP, Kelalaian yang menyebabkan kematian. c. Pasal 360 KUHP, Kelalaian yang menyebabkan orang lain luka berat. d. Pasal 409 KUHP, Kelalaian yang menyebabkan rusaknya fasilitas umum atau harta benda milik orang lain. Pada Pasal 359 KUHP dan Pasal 360 ayat (1) dan (2) KUHP tampak bermaksud untuk mendampingi Pasal 338 tentang pembunuhan dan Pasal 351 dan seterusnya tentang penganiayaan dalam arti bahwa yang dikenai hukuman pidana tidak hanya perbuatan menyebabkan mati atau luka orang lain dengan sengaja, tetapi juga dengan kesalahan (culpa) yang tidak merupakan kesengajaan. 36 Akan tetapi, tidak semua perbuatan melukai orang dengan kesalahan dijadikan tindak pidana, yaitu hanya apabila ada luka berat yang artinya ditentukan dalam Pasal 90 KUHP, atau luka yang menyebabkan seseorang menjadi sakit atau sementara tidak dapat bekerja. Menurut Wirjono Prodjodikoro, ada kalanya suatu culpa ditentukan tidak untuk akibat dari tindak pidana, tetapi mengenai hal yang menyertai akibat itu. Contohnya adalah Pasal 480 KUHP mengenai tindak pidana penadahan atau 35 Wirjono Prodjodikoro. loc. cit. 36 Wirjono Prodjodikoro. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta. Refika Aditama. hal 79.

26 heling. Kini, dilarang seseorang membeli, menyewa, menukar, mengambil gadai, menerima sebagai hibah, atau menjual dengan tujuan mengambil keuntungan (winstbejag) suatu barang yang ia tahu atau sepantasnya harus dapat mengira bahwa barang itu diperoleh dengan kejahatan. 37 Perbuatan dengan akibatnya dapat dikatakan harus dengan sengaja, tetapi tentang asal barangnya ada dua alternatif, kesengajaan atau culpa. Tidak perlu orang tahu bahwa barangnya asal dari curian, misalnya, tetapi cukup apabila orang harus dapat mengira bahwa barang tersebut asalnya dari curian. Kealpaan seseorang itu harus ditentukan secara normatif, dan tidak secara fisik atau psychis, maksudnya tidaklah mungkin diketahui bagaimana sikap batin seseorang yang seseungguhnya, maka haruslah ditetapkan dari luar bagaimana seharusnya ia berbuat dengan mengambil ukuran sikap batin orang pada umumnya apabila ada dalam situasi yang sama dengan si pembuat. Dengan demikian, seorang hakim juga tidak boleh mempergunakan sifatnya sendiri sebagai ukuran, melainkan sifat kebanyakan orang dalam masyarakat. Akan tetapi, praktis tentunya ada peranan penting yang bersifat pribadi sang hakim. 37 Ibid. hal 72.