BAB I PENDAHULUAN. tuntutan untuk mengoreksi berbagai kebijakan pemerintah, salah satunya. menjelaskan bahwa pemerintah daerah menyelenggarakan urusan

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB III METODE PENELITIAN. Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN dengan menggunakan data. Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang bukan merupakan negara kapitalis maupun sosialis, melainkan negara

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU ASPEK KEU ANGAN" (Studi Empiris pada Wilayah Eks Karesidenan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

ANALISIS KEMANDIRIAN DAERAH SUBOSUKAWONOSRATEN DALAM PELAKSANAAN SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH ( TINJAUAN KEUANGAN DAERAH )*

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

EVALUASI KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENERAPKAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB 1 PENDAHULUAN. implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang.

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang rendah dan cenderung mengalami tekanan fiskal yang lebih kuat,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal. daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. (Otda) adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. maka daerah akan lebih paham dan lebih sensitif terhadap kebutuhan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006). organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya diatur dalam undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 menjadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Semenjak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

EVALUASI KINERJA KEUANGAN DAERAH SE KARESIDENAN PEKALONGAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

: Shella Vida Aprilianty NPM : Fakultas /Jurusan : Ekonomi /Akuntansi Dosen Pembimbing : Dr. Masodah Wibisono SE.,MMSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Mahi (2001)

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

ANALISIS RASIO KEUANGAN PADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH SEBAGAI EVALUASI KINERJA PADA PEMERINTAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desentralisasi merupakan salah satu perwujudan dari pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

APA ITU DAERAH OTONOM?

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

ANALISIS PERKEMBANGAN DAN PERBANDINGAN KINERJA KUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM OTONOMI DAERAH PADA KABUPATEN SUKOHARJO DAN KABUPATEN SRAGEN

BAB V PENUTUP. dengan rencana yang telah dibuat dan melakukan pengoptimalan potensi yang ada di

I. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA. ( Studi Kasus pada PEMKOT Surakarta Tahun )

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis moneter dan transisi politik yang terjadi di Indonesia memicu tuntutan untuk mengoreksi berbagai kebijakan pemerintah, salah satunya mengenai Pemerintahan Daerah. Pemerintah Pusat dianggap terlalu dominan dibanding Pemerintah Daerah. Dimana Pemerintah Daerah kurang diberi kebebasan untuk menentukan kebijakan daerahnya sendiri, sehingga daerah sangat tergantung dengan pusat. Dalam pasal 10 UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menjelaskan bahwa pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menyangkut politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter serta fiskal nasional, dan agama. Dijelaskan pula dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, yang menjadi kewenangan daerah adalah pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan dapat terlaksana secara optimal harus diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang mana besarnya disesuaikan dan 1

2 diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara pemerintah dan daerah. Pendanaan penyelenggaraan pemerintahan agar terlaksana secara efisien dan efektif serta untuk mencegah tumpang tindih ataupun tidak tersedianya pendanaan pada suatu bidang pemerintahan, maka diatur pendanaan penyelenggaraan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dibiayai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan kewenangan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab pemerintah dibiayai dari APBN, baik kewenangan pusat yang didekonsentrasikan kepada Gubernur atau ditugaskan kepada pemerintah daerah dan/atau desa atau sebutan lainnya dalam rangka tugas pembantuan. Dijelaskan pula bahwa pendanaan tersebut menganut prinsip money follows function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan. Sejalan dengan upaya meningkatkan kemampuan keuangan daerah melalui peningkatan kemandirian pemerintah daerah, Mardiasmo (2002: 3) berpendapat bahwa diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan profesionalisme sumber daya manusia dan lembaga-lembaga publik di daerah dalam mengelola sumber daya daerah. Upaya-upaya untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya daerah harus dilaksanakan secara komprehensif dan terintegrasi mulai dari aspek perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sehingga otonomi yang diberikan kepada daerah akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

3 Tamboto et all (2014) dalam penelitianya yang menganalisis mengenai kemampuan keuangan daerah dengan judul Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam Masa Otonomi Daerah Pada Kabupaten Minahasa Tenggara, memperoleh hasil analisis yang menunjukan bahwa tingkat kemandirian daerah Kabupaten Minahasa Tenggara memiliki pola hubungan instruktif yang berarti kemandirian Kabupaten Minahasa Tenggara sangat rendah dan belum mampu untuk melaksanakan otonomi keuangan daerah. Tetapi jika dilihat dari perkembangan kemandirian Kabupaten Minahasa Tenggara untuk setiap tahun anggarannya mengalami peningkatan, dikarenakan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Minahasa Tenggara setiap tahunnya meningkat, akan tetapi Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara masih kurang efisien dalam merealisasikan pengeluarannya. Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah dituntut untuk memiliki kemandirian keuangan daerah yang lebih besar. Dengan tingkat kemandirian keuangan yang lebih besar berarti daerah tidak sangat tergantung pada bantuan dari pemerintah pusat dan propinsi melalui dana perimbangan. Namun tidak berarti jika kemandirian keuangan daerah tinggi, maka daerah sudah tidak perlu lagi mendapatkan dana perimbangan. Dana perimbangan masih tetap diperlukan untuk mempercepat pembangunan di daerah. Namun dalam pelaksanaannya tidak semua daerah mampu melaksanakan otonomi dan desentralisasi fiskal dengan baik.

4 Jawa Tengah juga mengalami masalah serupa, salah satunya adalah kawasan SUBOSUKAWONOSRATEN yang merupakan satu dari delapan kawasan kerjasama yang ada di Jawa Tengah. Kawasan ini terdiri dari Kota Surakarta, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, dan Kabupaten Klaten. Walaupun memiliki pola perekonomian dan pola kebutuhan yang hampir sama tetapi keadaan perekonomian secara keseluruhan berbeda, terlihat perbedaan yang mencolok terutama pada Kota Surakarta, seperti yang terlihat pada tabel berikut: Tabel 1.1 PAD Kawasan SUBOSUKAWONOSRATEN Tahun 2014 Kabupaten Persentase PAD (Rp) /Kota (%) Rangking (1) (2) (3) (4) Surakarta 335.660.206.641 20.25 1 Boyolali 227.516.495.964 13.72 4 Sukoharjo 264.814.413.083 15.97 2 Karanganyar 215.298.860.199 12.99 5 Wonogiri 182.149.063.108 10.99 6 Sragen 254.392.449.817 15.35 3 Klaten 177.922.415.860 10.73 7 Total 1.657.753.904.672 100 Rerata 236.821.986.382 14.29 Sumber: DPPKAD Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN, data diolah Tabel di atas menggambarkan besarnya Pendapatan Asli Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN. Rata-rata Pendapatan Asli Daerah kawasan SUBOSUKAWONOSRATEN sebesar Rp. 236.821.986.382,00 dari delapan Kabupaten Kota terdapat tiga daerah yang memiliki pendapatan diatas rerata kawasan SUBOSUKAWONOSRATEN, yaitu Kota Surakarta, Kabupaten

5 Sragen dan Kabupaten Sukoharjo. Kota Surakarta memiliki Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp. 335.660.206.641,00; Kabupaten Sragen sebesar Rp. 254.392.449.817,00 sedangkan Kabupaten Sukoharjo sebesar Rp. 264.814.413.083,00. Pada Kawasan SUBOSUKAWONOSRATEN yang memiliki Pendapatan Asli Daerah dibawah rerata kawasan, yaitu Kabupaten Boyolali, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Wonogiri, dan Kabupaten Klaten. Kabupaten Klaten merupakan yang terendah diantara yang lain, yaitu sebesar Rp. 177.922.415.860,00 terpaut 33,22% dari rerata kawasan, bahkan tidak ada separuh dari PAD Kota Surakarta. Secara umum, semakin tinggi konstribusi Pendapatan Asli Daerah dalam terhadap APBD, maka dapat dikatakan daerah tersebut memiliki kinerja keuangan yang positif. Pendapatan Asli Daerah idealnya menjadi sumber penerimaan utama daerah. Telah banyak penelitian yang dilakukan mengenai keuangan daerah. Namun penelitian yang selama ini dilakukan hanya terfokus pada perbandingan kinerja keuangan sebelum dan sesudah otonomi daerah. Penelitian-penelitian tersebut juga sebagaian besar menggunakan pendekatan analisis deskriptif dan regresi. Namun penelitian mengenai pemetaan keuangan daerah di Kawasan SUBOSUKAWONOSRATEN selama ini masih belum dilakukan. Yang dimaksud dengan pemetaan sendiri adalah pengelompokan suatu kumpulan wilayah yang berkaitan dengan beberapa letak geografis wilayah yang berpengaruh terhadap social cultural yang memiliki ciri khas khusus dalam penggunaan skala yang tepat (Soekidjo, 1994: 34). Sedangkan menurut Juhadi (2001) pemetaan yaitu sebuah tahapan

6 yang harus dilakukan dalam pembuatan peta. Langkah awal yang dilakukan dalam pembuatan data, dilanjutkan dengan pengolahan data, dan penyajian dalam bentuk peta. Tujuan utama analisis melalui metode pemetaan adalah pengelompokan objek-objek berdasarkan kesamaan karakteristik diantara objek-objek tersebut (Santoso, 2002: 47). Penelitian mengenai pemetaan kinerja PAD dan kemampuan keuangan daerah juga pernah dilakukan oleh BAPPENAS (2003) dalam dengan judul Peta Kemampuan Keuangan Provinsi Dalam Era Otonomi Daerah: Tinjuan Kinerja PAD, dan Upaya yang Dilakukan Daerah. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini antara lain; (1) jika dilihat dari indikator kinerja PAD, secara umum provinsi-provinsi di Kawasan Barat Indonesia (KBI) mempunyai kemampuan keuangan lebih baik jika dibanding provinsi-provinsi di Kawasan Timur Indonesia (KTI). (2) Provinsi yang mempunyai sumberdaya alam melimpah tidak serta merta memiliki kinerja PAD yang baik. (3) Berbagai upaya telah dilakukan daerah untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah dan mendorong potensi ekonomi lokal, melalui peningkatan PAD dan investasi berdasarkan potensi yang dimilikinya. Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang semakin transparan, demokratis, efektif, dan efisien maka perlu adanya kajian mengenai keuangan pemerintah daerah, sehingga dapat menjadi suatu informasi yang penting dan bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah serta menilai apakah pemerintah daerah telah mampu dan berhasil mengelola keuangannya dengan baik. Kajian mengenai keuangan daerah juga

7 dapat dijadikan bahan evaluasi dan tolak ukur untuk periode berikutnya. Untuk itu studi ini akan melakukan analisis mengenai keuangan daerah Kabupaten Kota kawasan SUBOSUKAWONOSRATEN, dengan menggunakan pendekatan yang berbeda yaitu analisis pemetaan menurut wilayah mandiri, kemampuan keuangan, dan ketergantungan. Dalam studi ini, keuangan daerah akan dipetakan berdasarkan Pendapatan Asli Daerahnya. Berangkat dari latar belakang tersebut, maka studi ini akan mengkaji Pemetaan Kinerja Pendapatan Asli Daerah dan Kemampuan Keuangan Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN Tahun 2014. B. Perumusan Masalah Dalam rangka mewujudkan otonomi daerah maka diperlukan kesiapan pemerintah daerah di segala bidang, terutama kesiapan sumber daya manusia yang mampu menjawab tantangan-tantangan dalam pelaksanaan otonomi daerah untuk memberdayakan potensi daerah yang ada sehingga dari segi keuangan yang merupakan unsur utama dalam menjalankan pemerintahan daerah dapat dicapai kemandirian. Berdasar hal tersebut maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah posisi daerah SUBOSUKAWONOSRATEN pada pemetaan kinerja PAD dengan metode kuadran, pada tahun 2014 jika ditinjau dari pertumbuhan PAD dan Konstribusinya terhadap APBD?

8 2. Bagaimanakah kemampuan keuangan daerah Kawasan SUBOSUKAWONOSRATEN pada tahun 2014 dalam mendukung pelaksanaan otonomi, jika ditinjau dari Rasio Eefektivitas PAD, Indeks Kemampuan Keuangan (IKK), Pola Hubungan Pemerintah Pusat dengan Daerah, Tingkat Ketergantungan Daerah (TKD), dan Pemetaan Kemampuan Keuangan Daerah? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai penulis melalui penenlitian yang dilakukan ini adalah untuk mengetahui: 1. Posisi daerah SUBOSUKAWONOSRATEN pada pemetaan kinerja PAD dengan metode kuadran pada tahun 2014 jika ditinjau dari pertumbuhan PAD dan Konstribusinya terhadap APBD. 2. Kemampuan keuangan daerah SUBOSUKAWONOSRATEN pada tahun 2014 dalam mendukung pelaksanaan otonomi, jika ditinjau dari Rasio Eefektivitas PAD, Indeks Kemampuan Keuangan (IKK), Pola Hubungan Pemerintah Pusat dengan Daerah, Tingkat Ketergantungan Daerah (TKD), dan Pemetaan Kemampuan Keuangan Daerah. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian dalam menganalisis Pemetaan Kinerja Pendapatan Asli Daerah dan Kemampuan Keuangan Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN Tahun 2014 dalam adalah sebagai berikut:

9 1. Sumbangan ke pengembangan ilmu Diperolehnya data-data serta informasi mengenai kemampuan keuangan daerah SUBOSUKAWONOSRATEN diharapkan dapat memberikan referensi dalam bidang pengembangan ilmu keuangan khususnya mengenai pengukuran kemampuan keuangan daerah. 2. Sumbangan ke pengambil kebijakan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan diharapkan Pemerintah Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN dapat menggunakanya sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam penyusunan kebijakan pembangunan terkait dengan pengelolaan keuangan dalam upaya peningkatan kemampuan keuangan daerah. 3. Sumbangan ke penelitian berikutnya Sebagai bahan pertimbangan dan pemikiran dalam mengembangkan model-model penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan keuangan daerah di masa-masa yang akan datang.