PERFORMA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) HASIL SEX REVERSAL, GENETICALLY MALE DAN YY PADA FASE PENDEDERAN PERTAMA

dokumen-dokumen yang mirip
TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA. T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso

EVALUASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ORGAN REPRODUKSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) TAHAP VERIFIKASI JANTAN FUNGSIONAL (XX)

BREEDING PROGRAM PRODUKSI NILA KELAMIN JANTAN. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi 2004

TINJAUAN PUSTAKA Ikan nila

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) VIII (1): ISSN: FEMINISASI NILA (GIFT), Oreochromis sp. MENGGUNAKAN HORMON ESTRADIOL 17-β

Maskulinisasi pada ikan nila merah (Oreochromis sp.) menggunakan bahan alami resin lebah melalui pakan buatan

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 40 DAN 60 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI

BREEDING PROGRAM PRODUKSI NILA KELAMIN JANTAN DI BALAI BUDIDAYA AIR TAWAR (BBAT) SUKABUMI ABSTRAK

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

I. PENDAHULUAN. Budidaya monoseks sudah umum dilakukan pada budidaya ikan. (Beardmore et al, 2001; Devlin and Nagahama, 2002; Gomelsky, 2003), dan

TEKNIK PRODUKSI INDUK. JANTAN YY IKAN NILA (Oreochromis niloticus) I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

PENGARUH DOSIS AKRIFLAVIN YANG DIBERIKAN SECARA ORAL KEPADA LARVA IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp.) TERHADAP NISBAH KELAMINNYA

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :14-22 (2013) ISSN :

DIFERENSIASI KELAMIN DAN PERFORMANSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA YANG DIBERI BAHAN AROMATASE INHIBITOR HINGGA TAHAP PEMBESARAN DIDIK ARIYANTO

DIFERENSIASI KELAMIN DAN PERFORMANSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA YANG DIBERI BAHAN AROMATASE INHIBITOR HINGGA TAHAP PEMBESARAN DIDIK ARIYANTO

I. PENDAHULUAN. Ikan guppy adalah salah satu sumber devisa bagi Indonesia. Berdasarkan data

I. PENDAHULUAN. banyak diminati oleh semua kalangan masyarakat. Dapat dikatakan lebih lanjut

Pengaruh perendaman dosis hormon methyl testosteron berbeda terhadap sintasan hidup dan pertumbuhan larva ikan nila, Oreochromis niloticus

HASIL DAN BAHASAN. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai akhir tahap pendederan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi pada malam hari atau menjelang

DIFERENSIASI KELAMIN TIGA GENOTIPE IKAN NILA YANG DIBERI BAHAN AROMATASE INHIBITOR

PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN IKAN MAS SEBAGAI PEMICU

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN :

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

PENTINGNYA POPULASI KONTROL INTERNAL DALAM EVALUASI KEBERHASILAN PROGRAM SELEKSI

PENGGUNAAN SUHU DAN DOSIS PROPOLIS YANG BERBEDA TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GUPPY (Poecilia reticulata)

The Effect of Sex Reversal Using 17 α-metiltestosteron Hormones Toward The Color Intensity of Male XX and Male XY of Figting Fish (Betta sp.

S. Purwati, O. Carman & M. Zairin Jr.

Alih kelamin jantan ikan nila menggunakan 17α-metiltestosteron melalui pakan dan peningkatan suhu

EFEKTIVITAS MADU TERHADAP PENGARAHAN KELAMIN IKAN GAPI (Poecilia reticulata Peters)

S. Mulyati, M. Zairin Jr., dan M. M. Raswin

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp.

APLIKASI TEKNOLOGI NANO DALAM SISTEM AERASI PADA PENDEDERAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO)

Efektivitas Pemberian Aromatase Inhibitor dan 17α-Metiltestosteron Melalui Pakan Dalam Produksi Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) Jantan

PERGANTIAN PAKAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN PANJANG LARVA IKAN SEPAT COLISA (Trichogaster lalius)

H. Arfah dan O. Carman. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor 16680

I. PENDAHULUAN. yang sudah dikenal luas dan termasuk komoditas ekspor. Kelebihan ikan guppy

PENGARUH PERSILANGAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) STRAIN GIFT DENGAN STRAIN SLEMAN TERHADAP NILAI HETEROSIS PANJANG, LEBAR, DAN BERAT BADAN

SEKS REVERSAL PADA IKAN TETRA KONGO STADIA LARVA Sex Reversal on Congo Tetra Fish (Micraleptus intterruptus ) Larvae

Enlargement of Selais (Ompok hypopthalmus) With fish meal Containing Thyroxine (T4) Hormones. Fisheries and Marine Science faculty Riau University

Jurnal Iktiologi Indonesia, 15(2):

PENOKOLAN UDANG WINDU, Penaeus monodon Fab. DALAM HAPA PADA TAMBAK INTENSIF DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA

Akhmad Taufiq Mukti. Laboratorium Pendidikan Perikanan - Program Studi Budidaya Perairan, FKH Universitas Airlangga Surabaya ABSTRACT ABSTRAK

PERFORMANSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA YANG DIBERI PAKAN AROMATASE INHIBITOR PADA TAHAP PEMBESARAN

PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i

Lampiran 1 Hasil analisis SDS-PAGE protein rekombinan hormon pertumbuhan ikan gurami (roggh), ikan mas (rccgh) dan ikan kerapu kertang (relgh).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal KELAUTAN, Volume 3, No.1 April 2010 ISSN :

Yunus Ayer*, Joppy Mudeng**, Hengky Sinjal**

Pengaruh Pemberian 17α Metiltestosteron Secara Oral Terhadap Maskulinisasi Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Menggunakan Jantan Fungsional

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

ANALISA GENETIC GAIN ANAKAN IKAN NILA PANDU (Oreochromis niloticus) F5 HASIL PEMBESARAN I. Nurin Dalilah Ayu, Sri Hastuti *)

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin

PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER

BAB III BAHAN DAN METODE

PENGARUH PEMBERIAN AROMATASE INHIBITOR MELALUI PAKAN BUATAN TERHADAP KEBERHASILAN SEX REVERSAL IKAN NILA MERAH Oreochromis sp.

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013.

ANALISIS KARAKTER REPRODUKSI IKAN NILA KUNTI (Oreochromis niloticus) F4 DAN F5. Rifqi Tamamdusturi, Fajar Basuki *) ABSTRAK

UJI KETURUNAN JANTAN HASIL PENGALIHAN KELAMIN PADA IKAN NILEM (Osteochilus hasselti C.V)

PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN NILA JANTAN

KERAGAMAN BENIH IKAN NILA Oreochromis niloticus DENGAN DUA KALI PENYORTIRAN MUHAMMAD RIZKI SULISTIONO

282 Jurnal Perikanan (J. FISH. Sci) X (2) : ISSN:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Enlargement of Selais (Ompok hypopthalmus) With fish meal Containing Thyroxine (T 4 ) Hormone

II. BAHAN DAN METODE

JURNAL. PRODUKSI IKAN NILA MERAH (Orechromis niloticus) JANTAN MENGGUNAKAN MADU LEBAH HUTAN. Disusun oleh: Martinus Andri H

PENGARUH PERSILANGAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) STRAIN GIFT DENGAN STRAIN NIFI TERHADAP NILAI HETEROSIS PANJANG, LEBAR, DAN BERAT BADAN

PEMBERIAN 17α -METILTESTOSTERON MELALUI PAKAN MENINGKATKAN PERSENTASE KELAMIN JANTAN LOBSTER AIR TAWAR Cherax quadricarinatus

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

PERIKANAN BUDIDAYA: PENGANTAR. Oleh: M.Husni Amarullah. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus.

PENGARUH PEMBERIAN AROMATASE INHIBITOR MELALUI PERENDAMAN LARVA TERHADAP KEBERHASILAN SEX REVERSAL DAN PERTUMBUHAN IKAN NILA MERAH Oreochromis sp.

METODE KERJA. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai April 2015 di. Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi

BUDIDAYA IKAN NILA MUHAMMAD ARIEF

PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD

Kejutan suhu pada penetasan telur dan sintasan hidup larva ikan lele. Clarias gariepinus)

*) Penulis penanggung jawab

ANALISIS GENETIC GAIN IKAN NILA PANDU (Oreochromis niloticus) ANTARA GENERASI F4 DAN F5 PADA UMUR 5 BULAN

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

SEKS REVERSAL IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp.) MELALUI PERENDAMAN LARVA MENGGUNAKAN AROMATASE INHIBITOR

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

MASKULINISASI IKAN GUPPY

Transkripsi:

Performa ikan nila (Oreochromis niloticus) hasil sex reversal... (Odang Carman) PERFORMA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) HASIL SEX REVERSAL, GENETICALLY MALE DAN YY PADA FASE PENDEDERAN PERTAMA Odang Carman *), Aulia Saputra *), Alimuddin *), Maskur **), Dian Herdianto **), Ratu Siti Aliah ***), Komar Sumantadinata *), dan Tristiana Yuniarti **) *) Departemen Budidaya Perairan-FPIK, Institut Pertanian Bogor Jl. Lingkar Kampus, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 E-mail: genetic@indo.net.id **) Balai Besar Pengembangan Perikanan Budidaya Air Tawar Jl. Selabintana No. 17, Sukabumi ***) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jl. M.H. Thamrin 8, Jakarta 10340 Naskah diterima: 31 Januari 2009; Diterima publikasi: 17 April 2009 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji performa ikan nila hasil sex reversal (SRV), genetically male tilapia (GMT), dan YY pada fase pendederan pertama di akuarium. Benih ikan dipelihara selama 22 hari, dari umur 6 hari hingga 28 hari. Parameter yang diamati meliputi tingkat sintasan, persentase ikan jantan, laju pertumbuhan, dan biomassa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat sintasan tidak berbeda (P>0,05) antar ketiga kelompok ikan dan kontrol (KN), berkisar antara 85,30%--86,20%. Persentase ikan jantan antara SRV (94,5% ± 1,32%) vs. GMT (93,8% ± 1,25%) dan GMT vs. YY (90,2% ± 1,83%) tidak berbeda (P>0,05), sedangkan antara SRV lebih tinggi daripada YY (P<0,05). Persentase ikan jantan pada ketiga kelompok ikan tersebut lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan KN (56,9% ± 3,62%). Pertumbuhan ikan YY dan GMT lebih cepat (P<0,05) dibandingkan dengan ikan SRV dan kontrol (KN). Bobot rata-rata ikan YY pada akhir penelitian mencapai 485 mg, ikan GMT 456 mg, ikan SRV 379 mg dan kontrol 342 mg. Produksi biomassa ikan YY, GMT, dan SRV masing-masing sebesar 41,3%; 32,9%; dan 10,3% lebih tinggi dibandingkan dengan KN. Dengan performa yang tinggi dan pertimbangan teknis di lapangan, benih GMT merupakan alternatif yang baik untuk dibudidayakan dalam rangka meningkatkan produksi ikan nila. KATA KUNCI: nila, laju pertumbuhan, biomassa, sex reversal, GMT, monoseks jantan ABSTRACT: Performance of sex reversed, genetically male dan YY Nile tilapia (Oreochromis niloticus) in first nursery phase. By: Odang Carman, Aulia Saputra, Alimuddin, Maskur, Dian Herdianto, Ratu Siti Aliah, Komar Sumantadinata, and Tristiana Yuniarti The experiment was conducted to determine the performance of sex reversed (SRV), genetically male tilapia (GMT), and YY tilapia on first nursery phase in aquarium. Fry were reared for 22 days, from 6 to 28 days-old. Survival rate, percentage of male fish, growth rate and biomass were observed. The result of the study showed that survival rate among fish group and control were similar (P>0.05), ranged from 85.30%-86.20%. Percentage of male fish between SRV (94.5% ± 1.32%) versus GMT (93.8% ± 1.25%) and GMT versus YY (90.2% ± 1.83%) were also similar (P>0.05), while SRV is higher than YY 33

J. Ris. Akuakultur Vol. 4 No. 1, April 2009: 33-38 (P<0.05). Percentage of male fish in the three fish groups was higher than that of control (56.9% ± 3.62%). Growth of YY fish and GMT were higher compared to SRV and control fish (KN). The mean weight of YY fish at the end of the experiment reached 476 mg, GMT fish 447 mg, SRV fish 379 mg and control 342 mg. Biomass of YY, GMT and SRV fish were respectively higher by 41.3%, 32.9%, and 10.3% compared to control. With high performance and technical consideration in farm, GMT fish can be a potential alternative to be cultured in fish farm in order to increase aquaculture production of nile tilapia. KEYWORDS: nile tilapia, growth rate, biomass, sex reversed, GMT, YY PENDAHULUAN Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu target spesies dalam program revitalisasi peningkatan produksi perikanan budidaya, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun untuk ekspor. Laju pertumbuhan ikan budidaya merupakan salah satu faktor penentu tingkat produksi budidaya. Pada ikan nila, telah dilaporkan bahwa laju pertumbuhan ikan jantan lebih cepat daripada yang betina. Ikan nila jantan tumbuh masing-masing 2,5 dan 2,2 kali lebih cepat dibandingkan betina bila dipelihara secara campuran atau terpisah di keramba (Stone, 1981 dalam Dunham, 2004). Selain itu, ikan nila mencapai matang kelamin relatif cepat dan sering terjadi pemijahan secara tidak terkontrol sehingga pertumbuhannya menjadi terhambat. Oleh karena itu, budidaya ikan nila monoseks jantan akan lebih baik dibandingkan dengan campuran jantan dan betina, atau semua ikan betina. Pemeliharaan ikan nila secara monoseks dapat meningkatkan produksi 50% (Dunham, 2004). Populasi ikan nila monoseks jantan dapat diperoleh dengan cara mengarahkan diferensiasi kelamin (sex reversal; SRV) menggunakan hormon 17α-metiltestosteron. Namun demikian, metode ini harus diaplikasikan pada setiap siklus produksi. Selain itu, metode SRV mendapat sorotan dengan adanya kemungkinan efek residu hormon terhadap manusia dan organisme lainya (Contreras-Sánchez et al., 2001). Metode lain yang dapat digunakan untuk memproduksi populasi monoseks jantan adalah mengawinkan ikan jantan-super YY dengan ikan betina normal XX (Scott et al., 1989). Keturunan hasil perkawinan antara ikan jantan YY dan betina XX disebut genetically male tilapia (GMT). Ikan nila YY dapat diproduksi dengan cara kombinasi SRV dan breeding. Pertama-tama benih ikan nila diberi perlakuan SRV untuk menghasilkan betina-srv yang secara genotipe adalah jantan XY. Betina-SRV (XY) selanjutnya dikawinkan dengan ikan nila jantan normal (XY). Secara teoritis, keturunan hasil perkawinan tersebut adalah 75% jantan (terdiri atas 25% jantan YY, 50% jantan XY) dan 25% betina XX. Identifikasi ikan jantan YY dari 75% populasi ikan jantan dapat dilakukan melalui uji progeni. Keturunan hasil perkawinan antara ikan jantan YY dan betina XX adalah 100% ikan jantan XY. Produksi ikan nila monoseks juga dapat dilakukan dengan mengawinkan ikan jantan YY dengan betina YY. Ikan jantan YY dan betina YY telah berhasil diproduksi di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi bekerjasama dengan Departemen Budidaya Perairan-FPIK IPB dan BPPT. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap performa ikan nila hasil SRV, GMT, dan YY. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Benih ikan nila normal (kontrol), hasil sex reversal (SRV), genetically male tilapia (GMT), dan YY diproduksi di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Sukabumi. Benih normal merupakan hasil perkawinan antara induk betina XX dengan jantan XY. Populasi benih ini terdiri atas genotipe XX dan XY, yang secara fenotipe merupakan ikan betina dan jantan. Benih ikan normal diberi pakan yang mengandung hormon 17α-metiltestosteron dengan dosis 60 mg/kg pakan, untuk memproduksi benih SRV. Pakan berhormon mulai diberikan pada benih umur 7 hari sampai berumur 28 hari. Benih GMT diperoleh dengan mengawinkan antara induk jantan YY dengan betina normal XX. Benih YY diproduksi dengan mengawinkan antara induk jantan YY dengan betina YY. 34

Performa ikan nila (Oreochromis niloticus) hasil sex reversal... (Odang Carman) Pemeliharaan Ikan Uji Induk ikan nila dipijahkan secara alami di hapa. Telur ditetaskan di dalam akuarium penetasan yang diberi methylene blue 5 mg/ L untuk mencegah serangan jamur. Suhu air akuarium sekitar 30 o C. Setelah benih berumur 6 hari, sebanyak 500 ekor larva dari setiap perlakuan diambil secara acak dan dimasukkan ke dalam akuarium pemeliharaan berukuran 60 cm x 40 cm x 40 cm. Selama tahap ini, benih diberi pakan komersil (PS-P Hi-Pro-Vite) sebanyak 40% dari bobot biomassa dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari. Khusus untuk produksi benih SRV, mulai dari umur 7 hari hingga umur 28 hari, larva diberi pakan komersil yang dicampur dengan hormon 17α-metiltestosteron. Air akuarium diganti sebanyak 30% tiap hari. Pengukuran panjang total, bobot, dan jumlah ikan dilakukan setelah ikan berumur 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari. Jumlah ikan yang diukur panjang dan bobotnya sebanyak 30 ekor per akuarium. Kualitas air selama tahap pendederan berada dalam kisaran yang optimal untuk ikan nila, seperti kadar oksigen terlarut berkisar antara 4,47-5,12 mg/l dan ph 6,8-6,9. Kemudian sebanyak 50 ekor dari tiap ulangan diambil secara acak dan dipelihara lebih lanjut hingga identifikasi jenis kelamin dapat dilakukan secara morfologis. Pada ikan betina terdapat dua lubang di sekitar anus yaitu ureter dan genital, sedangkan pada ikan jantan terdapat satu lubang di sekitar anus yaitu urogenital. Rancangan Penelitian dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas empat kelompok ikan (kontrol, SRV, GMT, dan YY), masing-masing 3 ulangan. Performa yang diamati meliputi tingkat sintasan, persentase kelamin jantan, laju pertumbuhan (pertambahan panjang dan bobot), dan biomassa. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan software SPSS Versi 11 (SPSS, Chicago, IL, USA). Perbedaan performa antar kelompok ikan nila ditentukan menggunakan one-way ANOVA diikuti dengan uji Duncan s, pada tingkat signifikansi P= 0,05. HASIL DAN BAHASAN Hasil yang diperoleh tertera pada Tabel 1 menunjukkan tidak ada perbedaan dalam sintasan (P>0,05); yaitu berkisar antara 85,30%- 86,20%. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh perlakuan hormonal pada SRV dan hilangnya kromosom X pada ikan YY terhadap sintasan benih, minimal dari umur 6 hingga 28 hari. Berbeda dengan tingkat sintasan, nilai persentase kelamin jantan, laju pertumbuhan dan biomassa pada SRV, GMT, dan YY lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol (Tabel 1). Persentase kelamin jantan ikan nila SRV, GMT, dan YY berkisar antara 90,20%- 94,50%. Persentase ikan jantan pada SRV sedikit lebih tinggi (P<0,05) daripada ikan YY, tetapi antara SRV dan GMT, serta antara GMT dan YY tidak berbeda (P>0,05). Pada SRV, tidak semua ikan menjadi individu jantan; sekitar 5,5% dapat berupa betina XX atau hermaprodit. Hal ini bisa disebabkan jumlah hormon yang diberikan dalam pakan tersebut tidak merata dimangsa oleh ikan uji, sehingga tidak semua ikan mengalami diferensiasi kelamin menjadi jantan. Demikian juga halnya pada ikan GMT dan YY, tidak semua populasi ikan adalah jantan. Beberapa peneliti juga telah melaporkan adanya fenotipe betina dalam populasi GMT (Mair et al., 1993; Beardmore et al., 2001), dengan persentase ikan betina bervariasi. Mair et al. (1993) melaporkan bahwa terdapat sekitar 3,5% individu betina, Beardmore et al. (2001) melaporkan 28% populasi, sementara dalam penelitian ini terdapat 6,3% ± 1,3% ikan betina. Munculnya fenotipe betina pada GMT dan YY diduga karena determinasi kelamin ikan nila dikontrol oleh banyak gen atau poligenik (Dunham, 2004). Hal lain yang mungkin menyebabkan munculnya fenotipe betina adalah faktor lingkungan, meskipun tidak diketahui faktor lingkungan apa yang memicu terbentuknya fenotipe betina. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi diferensiasi kelamin pada ikan telah diulas oleh Devlin & Nagahama (2002). Laju pertumbuhan ikan SRV, GMT, dan YY yang memiliki jumlah jantan yang banyak adalah lebih tinggi daripada pertumbuhan ikan kontrol. Hal ini mendukung hasil-hasil penelitian sebelumnya bahwa laju pertumbuhan ikan nila jantan lebih cepat daripada ikan betina (Griffin, 2005). Pertumbuhan yang tinggi pada ketiga kelompok ikan tersebut menyebabkan produksi biomassa lebih tinggi pula dibandingkan dengan kontrol. 35

J. Ris. Akuakultur Vol. 4 No. 1, April 2009: 33-38 Tabel 1. Persentase kelamin jantan, pertumbuhan, sintasan, dan total produksi biomassa ikan nila KN, SRV, GMT, dan YY pada fase pendederan pertama Table 1. Male fish, growth, survival rate percentages and total biomass production of KN, SRV, GMT, and YY Nile tilapia on the first nursery phase Paramet er KN SRV GMT YY Sintasan (Survival rate ) (%) 86.2 ± 5.31 a 85.5 ± 4.92 a 85.5 ± 7.42 a 85.3 ± 6.31 a Persentase kelamin jantan (Percentage of male ) (%) 56.9 ± 3.62 a 94.5 ± 1.32 c 93.8 ± 1.25 bc 90.2 ± 1.83 b Panjang total (Total length ) (cm) 2.78 ± 0.03 a 2.85 ± 0.01 b 3.04 ± 0.02 c 3.09 ± 0.03 c Pertumbuhan panjang (Growth of length ) (cm) 1.85 ± 0.03 a 1.93 ± 0.02 b 2.12 ± 0.02 c 2.16 ± 0.03 c Bobot akhir (Final weight ) (mg) 342 ± 12.80 a 379 ± 5.90 b 456 ± 13.60 c 485 ± 20.80 c Pertumbuhan bobot (Growth of body weight ) (mg) 334 ± 12.30 a 371 ± 5.90 b 447 ± 13.10 c 476 ± 20.50 c Total produksi biomassa (Total biomass production ) (g) 143.6 ± 5.44 a 158.4 ± 9.63 b 190.9 ± 13.84 c 202.8 ± 12.15 c Keterangan: Nilai setiap parameter dinyatakan dalam rataan ± SD. Huruf yang berbeda dibelakang angka pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05). KN: kontrol, SRV: sex reversal, GMT: genetically male tilapia, YY: ikan YY Note: Value of each parameter is mean ± SD. Different letters after the values on the same row is significantly different (P<0.05). KN: control, SRV: sex reversal, GMT: genetically male tilapia, YY: YY fish 36

Performa ikan nila (Oreochromis niloticus) hasil sex reversal... (Odang Carman) Panjang total, bobot akhir, pertumbuhan (panjang dan bobot), dan produksi biomassa pada benih ikan GMT dan YY lebih tinggi (P<0,05) daripada ikan SRV. Sementara itu, antara benih ikan GMT dan YY tidak berbeda (P>0,05). Laju pertumbuhan yang lebih rendah pada benih ikan SRV dibandingkan dengan benih ikan GMT dan YY diduga disebabkan oleh perlakuan hormonal selama fase pendederan pertama (Hunter & Donaldson, 1983; Pandian & Sheela, 1995). Pada ikan GMT dan YY, selama pemeliharaan diberikan pakan normal. Perlakuan hormonal pada SRV tidak berpengaruh terhadap tingkat sintasan ikan, tetapi diduga berpengaruh pada fisiologis atau metabolismenya, sehingga pertumbuhan sedikit terganggu. Pada penelitian ini, secara morfologis terdapat sekitar 5,5% populasi ikan SRV bukan ikan jantan, yaitu sebagai ikan betina XX atau hermaprodit. Hal tersebut juga diduga menjadi penyebab pertumbuhan ikan nila SRV menjadi lebih rendah. Selain itu, meskipun perlu penelitian lebih lanjut, diduga bahwa pertumbuhan ikan nila terkait (linked) dengan kromosom Y, sehingga pertumbuhan ikan nila jantan (XY) lebih cepat daripada ikan nila betina (XX). Hal ini mungkin yang menyebabkan pertumbuhan, terutama bobot ikan GMT dan YY sedikit lebih tinggi daripada ikan SRV dengan individu yang memiliki genotipe XY atau XX. Pertumbuhan dan biomassa ikan YY yang sedikit lebih tinggi dibandingkan GMT, meskipun secara statistik tidak berbeda (P>0,05), diduga disebabkan karena adanya perbedaan jumlah individu dalam populasi. Jumlah ikan pada GMT di akhir penelitian sekitar 16 ekor lebih banyak daripada YY. Selain itu, bila dugaan benar bahwa pertumbuhan ikan nila terkait kromosom Y, maka pertumbuhan ikan YY lebih tinggi karena memiliki 2 kromosom Y. Metode SRV untuk memproduksi populasi monoseks ikan nila perlu dilakukan pada setiap siklus produksi. Sementara itu, penggunaan GMT lebih praktis karena produksinya seperti yang biasa dilakukan petani; pemijahan secara alami dan tanpa perlakuan tambahan. Selanjutnya, penggunaan benih GMT meningkatkan produksi biomassa sebesar 32,9% lebih tinggi daripada kontrol; sementara dengan SRV hanya sebesar 10,3%. Teknik produksi benih dan peningkatan biomassa (41,3%) bila menggunakan benih YY mirip dengan penggunaan benih GMT. Akan tetapi, ketersediaan induk betina YY masih menjadi faktor pembatas sampai saat ini. Dengan demikian, dari segi teknis produksi dan biomassa yang dihasilkan, maka benih GMT lebih baik. Penggunaan benih GMT merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan produksi budidaya ikan nila. KESIMPULAN 1. Persentase kelamin jantan pada ikan nila SRV, GMT, dan YY tidak berbeda, namun lebih tinggi daripada kontrol. 2. Pada tahap pendederan pertama, pertumbuhan dan produksi biomassa ikan GMT dan YY lebih tinggi dibandingkan dengan SRV dan kontrol. 3. Dengan pertimbangan teknis, penggunaan benih GMT dapat menjadi alternatif yang baik untuk meningkatkan produktivitas budidaya ikan nila. DAFTAR ACUAN Beardmore, J.A., Mair, G.C., & Lewis, R.I. 2001. Monosex male production in finfish as exemplified by tilapia: applications, problems and prospects. Aquaculture, 197: 283-301. Contreras-Sánchez, W.M., Fitzpatrick, M.S., & Schreck, C.B. 2001. Fate of methyltestosterone in the pond environment: impact of MT-contaminated soil on tilapia sex differentiation. 9 th Work Plan, Effluents and Pollution Research 2C (9ER2C), Final Report. In: Gupta A, McElwee K, Burright J, Cummings X and Egna H (Eds). 18 th Annual Technical Report. PD/A CRSP, Oregon State University, Corvallis. Oregon, p. 83-86. Devlin, R.H. & Nagahama, Y. 2002. Sex determination and sex differentiation in fish: an overview of genetic, physiological, and environmental influences. Aquaculture, 208: 191-364. Dunham, R.A. 2004. Aquaculture and fisheries biotechnology: genetic approaches. CABI Publishing, p. 65-84. Griffin, M. 2005. Tilapia reproduction and sex reversal. http:www.aquanic.org [25 November 2005]. Hunter, G.A., & Donaldson, E.M. 1983. Hormonal sex control and its application to fish culture. In: Hoar WS, Randal DJ and Donaldson EM (Eds), Fish Physiology, IXB: 223-303. Mair, G.C., Capili, J.B., Beardmore, J.A., & Skibinski, D.O.F. 1993. The YY male technology for production of monosex male tilapia, Oreochromis niloticus L. In: Penman DJ, 37

J. Ris. Akuakultur Vol. 4 No. 1, April 2009: 33-38 Roongratri N and McAndrew BJ (Eds.), Proceedings of The International Workshop on Genetics in Aquaculture and Fisheries Management, University of Stirling, ASEAN- EEC Aquaculture Development and Coordination Programme (AADCP), Bangkok, Thailand. 31 August-4 September 1992, p. 93-95. Pandian, T.J. & Sheela, S.G. 1995. Hormonal induction of sex reversal in fish. Aquaculture, 138: 1-22. Scott, A.G., Penman, D.J., Beardmore, J.A., & Skibinski, D.O.F. 1989. The YY supermale in Oreochromis niloticus (L.) and its potential in aquaculture. Aquaculture, 78: 237-251. 38