TOPIK 1 : DESAIN PONDASI PELAT FLEKSIBEL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB XI PERENCANAAN PONDASI TIANG PANCANG

Perhitungan Struktur Bab IV

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Pondasi diatas Medium Elastis (pengaruh kekakuan)

Bab 6 DESAIN PENULANGAN

n ,06 mm > 25 mm sehingga tulangan dipasang 1 lapis

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

5.2 Dasar Teori Perilaku pondasi dapat dilihat dari mekanisme keruntuhan yang terjadi seperti pada gambar :

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6.

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. : Perancangan Struktur Beton. Pondasi. Pertemuan 12,13,14

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pondasi Pertemuan - 4

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

BAB V PENULANGAN ELEMEN VERTIKAL DAN HORIZONTAL

xxv = Kekuatan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y untuk aksial tekan yang nol = Momen puntir arah y

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pondasi Pertemuan - 5

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

Perencanaan Fondasi Mat Pada Gedung-gedung Tinggi oleh: Steffie Tumilar. ir.m.eng.au(haki)

BAB III ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

BAB V PENULANGAN STRUKTUR

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

BAB V PERBANDINGAN DEFORMASI DAN PENULANGAN DESAIN. Pada bab V ini akan membahas tentang perbandingan deformasi dan

POLA PENURUNAN STRUKTUR PELAT LANTAI GUDANG RETAIL PADA TANAH LUNAK DI KAWASAN INDUSTRI WIJAYAKUSUMA SEMARANG (150G)

BAB 3 ANALISIS PERHITUNGAN

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

BAB I. Perencanaan Atap

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB IV PERENCANAAN AWAL (PRELIMINARY DESIGN)

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

PERHITUNGAN TUMPUAN (BEARING ) 1. DATA TUMPUAN. M u = Nmm BASE PLATE DAN ANGKUR ht a L J

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pelat Pertemuan - 1

Desain Elemen Lentur Sesuai SNI

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. maupun bangunan baja, jembatan, menara, dan struktur lainnya.

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal

Andini Paramita 2, Bagus Soebandono 3, Restu Faizah 4 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

BAB IV ESTIMASI DIMENSI KOMPONEN STRUKTUR

Susunan Beban Hidup untuk Penentuan Momen Rencana

Pasir (dia. 30 cm) Ujung bebas Lempung sedang. Lempung Beton (dia. 40 cm) sedang. sedang

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

= keliling dari pelat dan pondasi DAFTAR NOTASI. = tinggi balok tegangan beton persegi ekivalen. = luas penampang bruto dari beton

ANALISIS PONDASI PIER JEMBATAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan

BAB I PENDAHULUAN Konsep Perencanaan Struktur Beton Suatu struktur atau elemen struktur harus memenuhi dua kriteria yaitu : Kuat ( Strength )

BAB V PEMBAHASAN. terjadinya distribusi gaya. Biasanya untuk alasan efisiensi waktu dan efektifitas

Gambarkan dan jelaskan grafik hubungan tegangan regangan untuk material beton dan baja!

Dinding Penahan Tanah

PERENCANAAN PILE CAP BERDASARKAN METODA SNI DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL BASIC

Jl. Banyumas Wonosobo

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

BAB II STUDI LITERATUR

STUDI PERBANDINGAN DESAIN PONDASI RAKIT (MAT FOUNDATION) DENGAN MENGGUNAKAN METODE KEKAKUAN KONVENSIONAL DAN METODE MODULUS REAKSI TANAH DASAR ABSTRAK

DAFfAR NOTASI. = Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi ( batang. = Luas dari tulangan geser dalam suatu jarak s. atau luas dari tulangan

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG HOTEL 8 LANTAI DI JALAN AHMAD YANI 2 KUBU RAYA

BAB IV ALTERNATIF DESAIN DAN ANALISIS PERKUATAN FONDASI

BAB III LANDASAN TEORI. Dimensi, berat kendaraan, dan beban yang dimuat akan menimbulkan. dalam konfigurasi beban sumbu seperti gambar 3.

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

2.5.3 Dasar Teori Perhitungan Tulangan Torsi Balok... II Perhitungan Panjang Penyaluran... II Analisis dan Desain Kolom...

MODUL 5 STRUKTUR BAJA II. Perencanaan Lantai Kenderaan. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL BANDUNG

PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BETON BERTULANG DENGAN PENAMPANG PERSEGI. Oleh : Ratna Eviantika. : Winarni Hadipratomo, Ir.

fc ' = 2, MPa 2. Baja Tulangan diameter < 12 mm menggunakan BJTP (polos) fy = 240 MPa diameter > 12 mm menggunakan BJTD (deform) fy = 400 Mpa

BAB V PEMBAHASAN. bahan yang dipakai pada penulisan Tugas Akhir ini, untuk beton dipakai f c = 30

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PRESENTASI TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI D III TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010

Soal 2. b) Beban hidup : beban merata, w L = 45 kn/m beban terpusat, P L3 = 135 kn P1 P2 P3. B C D 3,8 m 3,8 m 3,8 m 3,8 m

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISA PELAT LANTAI DUA ARAH METODE KOEFISIEN MOMEN TABEL PBI-1971

MODUL 5 STRUKTUR BAJA II. Perencanaan Lantai Kenderaan. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG LIPPO CENTER BANDUNG

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG

PERHITUNGAN TUMPUAN (BEARING )

1. Rencanakan Tulangan Lentur (D19) dan Geser (Ø =8 mm) balok dengan pembebanan sbb : A B C 6 m 6 m

PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Langkah Langkah Perancangan. Langkah langkah yang akan dilakasanakan dapat dilihat pada bagan alir di bawah ini :

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN 11 ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL.. i. LEMBAR PENGESAHAN ii. KATA PENGANAR.. iii ABSTRAKSI... DAFTAR GAMBAR Latar Belakang... 1

BAB V PENULANGAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pelat Pertemuan - 2

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

DAFTAR ISTILAH. Al = Luas total tulangan longitudinal yang memikul puntir

PERENCANAAN STRUKTUR PORTAL DENGAN BALOK PRATEGANG

DESAIN BALOK ELEMEN LENTUR SESUAI SNI

BAB IV PERENCANAAN PONDASI. Dalam perencanaan pondasi ini akan dihitung menggunakan dua tipe pondasi

STRUKTUR BETON BERTULANG I DESAIN BALOK PERSEGI. Oleh Dr. Ir. Resmi Bestari Muin, MS

Transkripsi:

TOPIK 1 : DESAIN PONDASI PELAT FLEKSIBEL Dalam prosedur pendesainan pondasi pelat, distribusi tekanan sentuh di bawah dasar pondasi tentunya harus diketahui terlebih dahulu sebelum menghitung momen lentur, gaya geser, dan estimasi penurunan akibat pemampatan lapisan tanah di sekitar pondasi. Distribusi tekanan sentuh ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain eksentrisitas beban, besarnya gaya momen yang bekerja, kekakuan struktur pondasi, hubungan antara karateristik tegangan-deformasi serta tingkat kekasaran dasar pondasi (Gambar 1). Gambar 1. Kekakuan pondasi pelat dan tekanan sentuh yang dihasilkan. HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 1

Winkler memperkenalkan konsep reaksi subgrade pada aplikasi mekanika pada tahun 1867. Dalam teori reaksi subgrade, penyederhanaan prosedur dengan asumsi bahwa penurunan (s) dari sembarang elemen yang mengalami pembebanan sepenuhnya tidak bergantung pada beban yang bekerja pada elemen yang bersebelahan tentunya berbeda dengan kenyataan sebenarnya. Sehingga intensitas tekanan p pada elemen tersebut bukan merupakan tekanan sentuh yang sebenarnya, namun hanya tekanan sentuh fiktif yang seterusnya disebut dengan reaksi subgrade. k s = p/s dengan, k s = koefisien reaksi subgrade atau spring constant (kn/m 3 ) p = reaksi subgrade (kn/m 2 ) s = penurunan (m) Gambar 2. Koefisien reaksi subgrade (k s) hanya berlaku pada daerah elastis. Penyederhanaan hubungan antara karateristik tegangan-deformasi dari subgrade dan tekanan sentuh yang sebenarnya pada dasar pondasi dan mengkompensasi kesalahan akibat asumsi-asumsi dengan suatu faktor keamanan yang cukup merupakan pendekatan praktis dalam pendesainan sebuah pondasi (Terzaghi,1996). HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 2

Sehingga dapat dikatakan bahwa koefisien reaksi subgrade bukan merupakan properti tanah namun respon yang diberikan oleh tanah akibat pembebanan di atas tanah. Reaksi Subgrade pada Pondasi Pelat Sangat Kaku Menurut Bowles (1997) dalam prakteknya sangatlah sulit membuat pondasi pelat yang benar-benar kaku dengan distribusi reaksi subgrade (p) pada dasar pondasi harus bersifat planar, dikarenakan pondasi yang kaku tetap rata saat mengalami penurunan. Pondasi yang kaku harus memenuhi persyaratan keseimbangan bahwa reaksi subgrade total sama dengan jumlah beban vertikal yang bekerja pada subgrade dan momen beban vertikal terhadap sembarang titik sama dengan momen reaksi subgrade total terhadap titik tersebut. Distribusi reaksi subgrade pada dasar pondasi pelat yang kaku tidak bergantung pada derajat kompresibilitas subgrade. Kenyataan ini memudahkan penjelasan perbedaan reaksi subgrade dan tekanan sentuh yang sebenarnya. Jika beban resultan Q pada pondasi pelat setempat tersebut bekerja pada titik berat pelat pondasi dengan luasan A, reaksi subgrade tersebar secara seragam pada dasar pondasi tersebut sebesar Q/A di setiap titik. Namun pada distribusi tekanan sentuh yang sebenarnya pada dasar pondasi yang sama mungkin sama sekali tidak seragam. Distribusi tersebut bergantung pada karakteristik tegangan deformasi dari subrade pada intensitas beban tersebut. Pada pondasi pelat yang sangat kaku, karena distribusi reaksi subgradenya sederhana maka perhitungan dapat dilakukan dengan analisis struktur konvensional seperti pada Gambar 3. Untuk pendekatan praktis, asumsi distribusi linear reaksi subgrade dapat digunakan dalam pendesainan pondasi pelat setempat. Namun demikian pada kasus seperti dimensi pondasi yang relatif panjang atau lebar dan ketebalan pelat yang relatif tipis tentunya harus dianalisis dengan pendekatan pondasi pelat yang fleksibel. Reaksi Subgrade pada Pondasi Pelat Fleksibel Pada pondasi pelat yang fleksibel, distribusi reaksi subgrade bergantung pada besarnya nilai k s dan kekakuan lentur pondasinya. Fleksibilitas pelat berpengaruh pada berkurangnya penurunan mulai dari pusat ke arah tepi pondasi, sehingga reaksi subgrade juga berkurang mulai dari maksimum di bagian tengah sampai minimum pada daerah tepinya. Jika pondasi pelat sangat fleksibel, bagian tepi pondasi kemungkinan naik dan reaksi subgrade di bawah bagian luar pelat dapat menjadi nol. Jika beban resultan Q pada pondasi pelat setempat tersebut bekerja pada titik berat pelat pondasi dengan luasan A, maka jumlah reaksi subgrade pada dasar pondasi tersebut harus sama dengan beban resultan Q ditambah berat sendiri pelat pondasi (W pelat) seperti persamaan di bawah ini. Q + W pelat = p da + s.k s da HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 3

Sedangkan untuk beban garis (Q) tertentu dan lebar pelat (B) tertentu, momen lentur maksimum dalam pelat yang fleksibel tersebut jauh lebih kecil dari pada momen lentur maksimum pada pelat yang kaku. Reaksi subgrade pada dasar pondasi yang relatif fleksibel dapat dihitung dengan teori beams in elastic foundation atau model analitiknya kadangkala disebut Winkler foundation. Gambar 3. Reaksi subgrade pada pelat yang sangat kaku. HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 4

Dalam penentuan nilai k s seperti pada Tabel 1 sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, lebar, bentuk, kedalaman pelat pondasi, dan karakteristik aplikasi pembebanan. Sebenarnya tidak ada nilai k s yang tunggal meskipun faktor yang berpengaruh dalam penentuan nilai k s dapat didefinisikan, hal ini mengingat hubungan antara karateristik tegangan-deformasi bersifat non-linear. Untuk itu menurut Coduto (1994) analisis beams in elastic foundation hanya dapat mememberikan estimasi cukup reliabel untuk tegangan lentur pada pelat pondasi dan beda penurunan namun bukan untuk total penurunannya. Tabel 1. Kisaran nilai koefisien reaksi subgrade atau spring constant (k s) (Bowles, 1997) Jenis Tanah k s (kn/m 3 ) Loose sand 4800-16000 Medium dense sand 9600-80000 Dense sand 64000-128000 Clayey medium dense sand 32000-80000 Silty medium dense sand 24000-48000 Clayey soil: qa < 200 kpa 12000-24000 200 < qa < 800 kpa 24000-48000 qa > 800 kpa > 48 000 Untuk pendekatan nilai k s, Bowles (1997) menyarankan nilai k s ditentukan dari kapasitas dukung ijin tanah (q a) dengan rumus, k s= 40 x SF x q a ; jika faktor aman (SF) diambil 3 maka nilai k s= 120 x q a. Model Pondasi Pelat Fleksibel dalam Metode Elemen Hingga Dalam Ulrich (1995) disebutkan bahwa analisis metode elemen hingga (FEM) berdasarkan teori plate bending dengan pelat pondasi didukung oleh tanah yang dimodelkan sebagai Winkler springs. Pondasi pelat dimodelkan sebagai mesh elemen diskrit yang saling berhubungan satu sama lain pada tiap titik node, dan Winkler springs digunakan untuk sebagai permodelan respon tanah pada setiap titik nodenya. Winkler spring berperilaku sebagai pegas yang bekerja satu arah yakni pegas tekan saja. Jika selama analisis, akibat beban atau bentuk pondasi pelat menyebabkan pegas bekerja menahan tarik, maka pegas tersebut harus di hilangkan dan struktur pondasi pelat dianalisis kembali tanpa pegas tarik. Proses analisis kembali terus dilakukan hingga seluruh pegas berperilaku tekan dan pondasi pelat dalam kondisi stabil. Beberapa asumsi dasar dalam penggunaan FEM dalam pendesainan pondasi pelat, Pondasi pelat berperilaku sebagai anisotropik atau isotopik, homogen, solid elastik dalam keseimbangan. HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 5

Reaksi subgrade adalah vektor vertikal dan proporsional dengan penurunan dari tiap titik nodenya. Reaksi subgrade (p) sama dengan spring constant (k s) pada suatu node dikalikan penurunan (s) pada node tersebut. Hasil analisis pondasi pelat dengan FEM adalah penurunan, momen lentur, dan reaksi subgrade. Pendekatan Praktis dalam Pendesaian Pondasi Pelat Disebutkan dalam Aeberhard et. al (1990), dalam pendekatan yang konvensional langkah yang dilakukan dalam pendesainan struktur pondasi pelat adalah : Struktur atas dimodelkan dengan tumpuan jepit dan dianalisis terpisah dengan struktur pondasinya. Reaksi tumpuan berdasarkan hasil analisis struktur pada struktur atas kemudian diaplikasikan pada struktur pondasi sebagai beban pondasi. Berdasarkan nilai momen lentur dan beban aksial yang bekerja pada pondasi maka dapat dihitung dimensi pondasi yang diperlukan. Beberapa metode dalam penentuan tekanan sentuh di bawah dasar pondasi dapat dikelompokkan menjadi metode distribusi linear tekanan sentuh, metode pondasi elastik yang sederhana dan yang lebih maju. Untuk pondasi yang relatif kecil atau pondasi yang kaku, metode distribusi linear tekanan sentuh merupakan penyederhanaan yang sesuai. Sedangkan untuk pondasi yang relatif besar atau fleksibel, metode pondasi elastik lebih sesuai untuk digunakan. Disebut dengan metode sederhana pondasi elastik karena penggunaan nilai spring constant (k s) ratarata dalam perhitungannya. Pada metode pondasi elastik yang lebih maju, penggunaan nilai spring constant (k s) yang bervariasi di sepanjang pondasi dalam perhitungannya. Menurut Ulrich (1995), hal ini disebabkan penggunaan spring constant (k s) yang seragam dalam desain pondasi pelat merupakan penyederhanaan yang berlebihan dari tekanan sentuh di bawah dasar pondasi yang akan menyebabkan kesalahan dalam desain. Metode yang lebih rumit dalam penentuan tekanan sentuh di bawah dasar pondasi pelat adalah dengan mempertimbangkan kesesuaian antara penurunan pondasi dan deformasi yang terjadi pada struktur atas sebagai bentuk dari interaksi tanah-struktur (soil structure interaction). Menurut Lopes (2000), kekurangan dari model Winkler adalah penurunan hanya terjadi pada titik-titik di bawah dasar pondasi yang mengalami pembebanan pondasi HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 6

sehingga terjadi diskontinuitas penurunan. Pada kenyataannya, tanah di luar area pondasi bereaksi bersama-sama dengan tanah di bawah dasar pondasi yang akan menyebabkan deformasi pondasi pelat yang dibebani oleh beban merata akan berbentuk garis lengkung tanpa menunjukkan diskontinuitas penurunan. Sehingga untuk memperhitungkan peningkatan kekakuan tanah di bawah dasar pondasi, disarankan kekakuan spring pada tepi pondasi ditingkatkan. HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 7

Contoh 1. Seperti pada kasus pada Gambar 3, sebuah pondasi pelat setempat 1,4 x 1,6 m dibebani oleh beban tanpa faktor P z = 300 kn, M x = 50 kn.m dan M y = 25 kn.m. Hitunglah reaksi subgrade yang terjadi di bawah dasar pondasi jika ketebalan pelat 30 cm, mutu beton f c=19 MPa, rasio poison (υ)=0,2 dan kapasitas dukung ijin tanah (q a) = 265 kn/m 2. Jawab : Modulus elastisitas beton (E) = 4700 f c = 4700 x 19 = 20486,825 MPa Untuk perhitungan reaksi subgrade dengan pendekatan pondasi fleksibel ditentukan nilai k s=120.q a = 120 x 265 = 31800 kn/m 3. Nilai k s masing-masing joint pada elemen mesh 0,10 x 0,10 m pada Gambar 4, Pada joint tengah = 31800 x 0,1 2 = 318 kn/m (mis. joint 17 s/d 29, 32 s/d 44) Pada joint tepi = 31800 x 0,1 2 / 2 = 159 kn/m (mis. joint 2 s/d 15) Pada joint ujung pondasi = 31800 x 0,1 2 / 4 = 79,5 kn/m (joint 1,15,241, dan 255) Hasil perhitungan dengan software SAP2000 menghasilkan reaksi subgrade seperti pada Gambar 5. Gambar 4. Penomoran joint dengan mesh 10x10 cm. HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 8

Maks = + 260,124 kn/m 2 ; Min = + 0,943 kn/m 2 (tekan) Gambar 5. Pembebanan pondasi pelat setempat dan reaksi subgrade yang terjadi. HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 9

Contoh 2. Sebuah pondasi pelat menerus seperti pada Gambar 6 memiliki dua kolom dengan jarak antar kolom 3,00 meter dan dimensi pelat pondasi 2,00 x 5,00 m. Balok rib berukuran 25 x 60 dan ketebalan pelat adalah 15 cm. Beban yang bekerja pada pondasi adalah beban mati (DL) Pz = 300 kn dan beban hidup (LL) Pz = 65 kn. Hitunglah reaksi subgrade yang terjadi di bawah dasar pondasi dan momen yang bekerja pada pelat menerus jika mutu beton f c=19 MPa, rasio poison (υ)=0,2 dan kapasitas dukung ijin tanah (q a) = 100 kn/m 2. Berat sendiri pondasi menerus masuk ke beban mati (DL). Gambar 6. Struktur pondasi pelat menerus. HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 10

Jawab : Modulus elastisitas beton (E) = 4700 f c = 4700 x 19 = 20486,825 MPa Untuk perhitungan reaksi subgrade dengan pendekatan pondasi fleksibel ditentukan nilai k s=120.q a = 120 x 100 = 12000 kn/m 3. Nilai k s masing-masing joint pada elemen mesh 0,50 x 0,50 m : Pada joint tengah = 12000 x 0,5 2 = 3000 kn/m Pada joint tepi = 12000 x 0,5 2 / 2 = 1500 kn/m Pada joint ujung pondasi = 12000 x 0,5 2 / 4 = 750 kn/m Gambar 7. Reaksi subgrade yang terjadi untuk kombinasi DL+LL. HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 11

Mu min=-8,482 kn.m/m ; Mu aks= +127,929 kn.m/m Mu min=-1,623 kn.m/m ; Mu aks= +95,333 kn.m/m Gambar 8. Momen M11 dan M22 untuk kombinasi 1,2DL+1,6LL. HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 12

Gambar 9. Diagram (a) momen dan (b) geser untuk kombinasi 1,2DL+1,6LL (kn-m). HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 13

Contoh 3. Pondasi pelat pada struktur tower air tiap kolomnya direncanakan dibebani oleh beban mati (DL) Pz = 150 kn dan beban hidup (LL) Pz = 15 kn. Mutu beton f c=25 MPa, rasio poison (υ)=0,2, mutu baja tulangan ulir fy=400 MPa, dan mutu baja tulangan polos fyv=240 MPa. Berat sendiri pondasi masuk ke beban mati (DL). Gambar 10. Desain pondasi pelat pada tower air. HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 14

Jika diketahui kapasitas dukung ijin tanah (q a) = 50 kn/m 2, hitunglah reaksi subgrade dan gaya dalam yang terjadi akibat kombinasi beban mati (DL) dan beban hidup (LL). Jawab : Modulus elastisitas beton (E) = 4700 f c = 4700 x 25 = 23500 MPa Untuk perhitungan reaksi subgrade dengan pendekatan pondasi fleksibel ditentukan nilai k s=120.q a = 120 x 50 = 6000 kn/m 3. Nilai k s masing-masing joint pada elemen mesh 0,25 x 0,25 m : Pada joint tengah = 6000 x 0,25 2 = 375 kn/m Pada joint tepi = 6000 x 0,25 2 / 2 = 187,5 kn/m Pada joint ujung pondasi = 6000 x 0,25 2 / 4 = 93,75 kn/m Gambar 11. Reaksi subgrade yang terjadi untuk kombinasi DL+LL. HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 15

Gambar 12. Momen M11 dan M22 untuk kombinasi 1,2DL+1,6LL. HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 16

Contoh 4. Pondasi pelat setempat 1,2 x1,2 m direncanakan dibebani oleh beban mati (DL) Pz = 75 kn dan beban hidup (LL) Pz = 25 kn. Dimensi kolom 0,2x0,2 m dan ketebalan pelat 0,2 m. Mutu beton f c=20 MPa, rasio poison (υ)=0,2, mutu baja tulangan ulir fy =400 MPa, dan mutu baja tulangan polos fy=240 MPa. Berat sendiri pondasi tidak diperhitungakan dalam kombinasi pembebanan. Jika diketahui kapasitas dukung ijin tanah (q a) = 100 kn/m 2, desainlah penulangan pondasinya dan chek kekuatan pondasi terhadap geser lentur dan geser pons. Jawab : Modulus elastisitas beton (E) = 4700 f c = 4700 x 20 = 21019 MPa Untuk perhitungan reaksi subgrade dengan pendekatan pondasi fleksibel ditentukan nilai k s=120.q a = 120 x 100 = 12000 kn/m 3. Nilai k s masing-masing joint pada elemen mesh 0,1 x 0,1 m : Pada joint tengah = 12000 x 0,1 2 = 120 kn/m Pada joint tepi = 12000 x 0,1 2 / 2 = 60 kn/m Pada joint ujung pondasi = 12000 x 0,1 2 / 4 = 30 kn/m Gambar 13. Reaksi subgrade yang terjadi untuk kombinasi DL+LL. HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 17

Kapasitas dukung tanah Beban pondasi pelat harus dirancang untuk menahan beban terfaktor (mis. dari kombinasi beban 1,2.DL + 1,6.LL) dan reaksi tanah yang diakibatkannya. Luas bidang dasar pondasi pelat atau jumlah penempatan tiang pancang harus ditetapkan berdasarkan gaya dan momen tidak terfaktor (mis. dari kombinasi beban DL + LL) yang disalurkan oleh pondasi pada tanah atau tiang pancang dan berdasarkan tekanan tanah ijin atau kapasitas tiang ijin yang ditentukan berdasarkan prinsip mekanika tanah. Berdasarkan hasil analisis struktur besarnya penurunan (s) pada titik pusat pondasi pelat setempat untuk kombinasi DL+LL adalah -0,00586 m, sehingga reaksi subgrade yang terjadi adalah p = k s.s = 12000 x 0,00586 = 70,32 kn/m 2 < q a (= 100 kn/m 2 ) (aman). Perhitungan Penulangan Pondasi Pelat Setempat Besarnya momen terfaktor maksimum untuk sebuah pondasi pelat setempat harus dihitung dengan membuat potongan bidang vertikal pada pondasi tersebut dan menghitung momen dari semua gaya yang bekerja pada satu sisi dari bidang pondasi pelat setempat yang dipotong oleh bidang vertikal tersebut. Penampang kritis untuk perhitungan momen terletak pada muka kolom, pedestal atau dinding. Momen terfaktor arah x dan y (Mu11 dan Mu22) adalah sama untuk beban dan bentuk pelat pondasi yang simetris sehingga momen maksimum yang terjadi pada pelat pondasi di penampang kritis muka kolom adalah Mu = +16,875 kn.m/m (Gambar 14) Langkah perhitungan penulangan tunggal pada pelat pondasi adalah sebagai berikut, Dimensi kolom (B x L ) = 200 x 200 mm, tebal pelat (th) = 200 mm, diamter tulangan 10 mm, selimut beton (cv) = 75 mm, mutu beton (f c) = 20 MPa, digunakan tulangan polos dengan mutu baja (fy) = 240 MPa d = th cv ½. = 200 75 5 = 120 mm Rl = 0,85. f c = 0,85. 20 = 17 MPa β1 = 0,85 untuk f c 30 MPa, β1 = 0,85-0,008.(f c -30) atau minimal β1 = 0,65 untuk f c > 30 MPa. Sehingga β1 = 0,85 HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 18

Faktor reduksi kekuatan ( ) untuk perhitungan lentur tanpa beban aksial adalah 0,80. Mn = Mu/ = 16,875 / 0,80 = 21,093 kn.m/m. Lebar pelat yang diperhitungkan (b) = 1000 mm K = Mn / (b.d 2. Rl) = 21093000 / (1000.120 2.17) = 0,0861642 F = 1 - (1-2K) = 1 - (1-2.0,0861642) = 0,0902354 Fmaks = β1.450/(600+ fy) = 0,85.450/(600+240) = 0,455357 F < Fmaks dapat digunakan tulangan tunggal underreinforced As = F.b.d. Rl / fy = 0,0902354.1000.120.17/240 = 767 mm 2. As terpasang = 786 mm 2 ( 10-100) ρmaks = β1.450/(600+ fy). (Rl / fy) = 0,85.450/(600+240). 17/240 = 0,032254 ρmin = 0,0025 (untuk fy =240 MPa); ρmin = 0,0018 (untuk fy =400 MPa) ρ = As / (b.d) = 786 / (1000.120) = 0,00655 ρmin < ρ < ρmaks Tulangan As' = Ø10-25 (A s'= 0,15%.b.d = 179,99 mm 2 ) Mmaks = +16,875 kn.m/m Gambar 14. Momen M22 untuk kombinasi 1,2DL+1,6LL. HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 19

Kuat Geser Pondasi Pelat Setempat Reaksi tumpuan yang bekerja pada pondasi pelat bekerja ke arah x dan y, untuk itu perhitungan kuat gesernya harus mempertimbangkan kuat geser pons dan kuat geser lentur. Penentuan ketebalan pelat pondasi biasanya didasarkan atas perhitungan kuat geser pondasi, setelah itu untuk keperluan efisiensi jumlah penulangan ketebalan pelat pondasi dapat ditambahkan. Ketebalan pondasi pelat di atas lapisan tulangan bawah tidak boleh kurang dari 150 mm untuk pondasi pelat di atas tanah; ataupun tidak kurang dari 300 mm untuk pondasi pelat di atas tiang pancang. Pada perhitungan geser pons didasarkan atas perilaku kolom yang cenderung untuk menekan atau melubangi pelat pondasi yang mengakibatkan timbulnya tegangan di sekeliling kolom. Beberapa penelitian membuktikan bentuk kegagalan kuat geser pons berupa retakan yang membentuk kerucut atau piramida terpancung melebar ke bawah. Penampang kritis geser pons ditentukan sebagai bidang vertikal terhadap pelat pondasi, mengelilingi kolom dengan keliling minimum (bo) pada jarak tidak kurang dari setengah tinggi efektif (½.d) pelat pondasi dari muka kolom (Gambar 15a dan 15c). Untuk kolom tepi di titik dimana kantilever pelat melebihi ukuran kolom, perimeter kritis bisa bersisi tiga atau bersisi empat. Besarnya nilai kuat geser beton (V c ) untuk perhitungan geser pons adalah nilai terkecil dari 3 persamaan berikut ini dalam satuan N-mm, Vc = (1 + 2/βc) (1/6. f c).bo.d dengan βc adalah rasio dari sisi panjang terhadap sisi pendek pada kolom, nilai βc 1, Vc = (αs d/ bo + 2)(1/12. f c).bo.d dengan αs adalah 40 untuk kolom interior, 30 untuk kolom tepi dan 20 untuk kolom sudut, Vc = (1/3. f c).bo.d Sedangkan untuk perhitungan kuat geser lentur, penampang kritis geser adalah bidang vertikal memotong lebar di tempat yang berjarak sama dengan tinggi efektif (d) dari muka kolom (Gambar 15b dan 15c). Persamaan kuat geser beton (V c) untuk perhitungan geser lentur dalam satuan N-mm adalah, Vc = (1/6. f c).bw.d HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 20

dengan bw adalah panjang (L) atau lebar (B) pelat pondasi sesuai potongan yang ditinjau. Untuk tinjauan kuat geser beton per meter nilai bw =1000 mm. Untuk kedua jenis kuat geser pada pondasi pelat setempat apabila keduannya tanpa penulangan geser, sebagai dasar perencanaan kuat geser adalah Vu Vn dengan Vn = Vc. Faktor reduksi kekuatan ( ) untuk perhitungan kuat geser adalah 0,75. Sehingga untuk perhitungan kuat geser pons, bo = 2.( ½.d + L +½.d) + 2.( ½.d + B +½.d) =1280 mm Kuat geser beton (Vc), Vc = (1/3. f c).bo.d = (1/3. 20).1280.120 = 228973 N Vc = 0,75. 228973 = 171730 N = 171,73 kn Gaya geser total terfaktor (Vu) yang bekerja penampang kritis sesuai Gambar 15a merupakan penjumlahan reaksi subgrade pada Tabel 1 dengan penomoran sesuai dengan Gambar 16. Vu =121,80 kn < Vc (aman) Sedangkan untuk perhitungan kuat geser lentur, Dimensi pelat pondasi (B x L) = 1200 x 1200 mm Kuat geser beton (Vc), Vc = (1/6. f c).bw.d = (1/6. 20).1200.120 = 107331 N Vc = 0,75. 107331 = 80498 N = 80,49 kn Gaya geser total terfaktor (Vu) yang bekerja penampang kritis sesuai Gambar 15b merupakan penjumlahan reaksi subgrade pada Tabel 2 dengan penomoran sesuai dengan Gambar 16. Vu =37,817 kn < Vc (aman) HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 21

2 1 A 5 4 5 4 B B 2 1 L (a) Daerah pembebanan yang diperhitungkan untuk geser pons 3 1 A 6 6 4 4 B B 3 1 L (b) Daerah pembebanan yang diperhitungkan untuk geser lentur 3 2 1 d 45 3 2 1 th d L L d (c) Potongan penampang pondasi pelat setempat Gambar 15. Analisis geser pondasi pelat setempat. HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 22

Gambar 16. Penomoran joints pada pelat pondasi. HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 23

Tabel 1. Reaksi Tumpuan (Spring Forces) untuk kombinasi 1,2 DL +1,6 LL Joint U3 Joint U3 Joint U3 Joint U3 Text KN Text KN Text KN Text KN 1 0.223 43 0.904 91 0.45 136 0.904 2 0.447 44 0.906 92 0.45 137 0.905 3 0.448 45 0.907 93 0.902 138 0.904 4 0.448 46 0.908 94 0.904 139 0.903 5 0.449 47 0.907 95 0.907 140 0.902 6 0.45 48 0.906 96 0.91 141 0.9 7 0.45 49 0.904 100 0.91 142 0.897 8 0.45 50 0.902 101 0.907 143 0.448 9 0.449 51 0.899 102 0.904 144 0.447 10 0.448 52 0.448 103 0.902 145 0.895 11 0.448 53 0.449 104 0.45 146 0.897 12 0.447 54 0.901 105 0.449 147 0.899 13 0.223 55 0.903 106 0.901 148 0.901 14 0.447 56 0.906 107 0.903 149 0.902 15 0.895 57 0.908 108 0.906 150 0.902 16 0.897 58 0.91 109 0.908 151 0.902 17 0.899 59 0.91 110 0.91 152 0.901 18 0.901 60 0.91 111 0.91 153 0.899 19 0.902 61 0.908 112 0.91 154 0.897 20 0.902 62 0.906 113 0.908 155 0.895 21 0.902 63 0.903 114 0.906 156 0.447 22 0.901 64 0.901 115 0.903 157 0.223 23 0.899 65 0.449 116 0.901 158 0.447 24 0.897 66 0.45 117 0.449 159 0.448 25 0.895 67 0.902 118 0.448 160 0.448 26 0.447 68 0.904 119 0.899 161 0.449 27 0.448 69 0.907 120 0.902 162 0.45 28 0.897 70 0.91 121 0.904 163 0.45 29 0.9 74 0.91 122 0.906 164 0.45 30 0.902 75 0.907 123 0.907 165 0.449 31 0.903 76 0.904 124 0.908 166 0.448 32 0.904 77 0.902 125 0.907 167 0.448 33 0.905 78 0.45 126 0.906 168 0.447 34 0.904 79 0.45 127 0.904 169 0.223 35 0.903 80 0.902 128 0.902 TOTAL 121.80 36 0.902 81 0.905 129 0.899 37 0.9 82 0.908 130 0.448 38 0.897 83 0.91 131 0.448 39 0.448 87 0.91 132 0.897 40 0.448 88 0.908 133 0.9 41 0.899 89 0.905 134 0.902 42 0.902 90 0.902 135 0.903 HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 24

Tabel 2. Reaksi Tumpuan (Spring Forces) untuk kombinasi 1,2 DL +1,6 LL Joint U3 Joint U3 Joint U3 Text KN Text KN Text KN 1 0.223 55 0.903 118 0.448 2 0.447 56 0.906 119 0.899 3 0.448 66 0.45 120 0.902 4 0.448 67 0.902 121 0.904 14 0.447 68 0.904 131 0.448 15 0.895 69 0.907 132 0.897 16 0.897 79 0.45 133 0.9 17 0.899 80 0.902 134 0.902 27 0.448 81 0.905 144 0.447 28 0.897 82 0.908 145 0.895 29 0.9 92 0.45 146 0.897 30 0.902 93 0.902 147 0.899 40 0.448 94 0.904 157 0.223 41 0.899 95 0.907 158 0.447 42 0.902 105 0.449 159 0.448 43 0.904 106 0.901 160 0.448 53 0.449 107 0.903 TOTAL 37.817 54 0.901 108 0.906 HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 25

DAFTAR PUSTAKA Aeberhard, H.U, Ganz,H.R, Marti, P., Schuler, W., 1990, Post-Tensioned Foundation, VSL International, Switzweland. Bowles, J.E, 1997, Foundation Analysis and Design 5 th Ed, McGraw-Hill, Singapore. Coduto, D.,P, 1994, Foundation Design : Principles and Practices, Prentice Hall International, New Jersey. Lopes, F.,R, 2000, Design of Raft Foundation on Winkler Springs, Design Applications of Raft Foundations (Hemsley ed.), Thomas Telford, UK. Terzaghi, K., Peck, R.B, Mesri, G., 1996, Soil Mechanics in Engineering Practice 3th Ed, John Wiley & Sons, New York. Udiyanto, 1999, Menghitung Beton Bertulang, Divisi Penerbitan BPPS HMSFT, Universitas Diponegoro Ulrich, E., J, 1995, Subgrade reaction in mat foundation design - Design and Performace of Mat Foundation, ACI Publication SP-152. HANGGORO TRI CAHYO A. TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI 26