BAB 1 PENDAHULUAN. satunya adalah kualitas pelayanan oleh tenaga kesehatan yang tidak adekuat dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. prioritas utama dari pemerintah, bahkan sebelum Millenium Development Goal s

BAB 1 PENDAHULUAN. ibu melahirkan menjadi 118 per kelahiran hidup; dan 4) Menurunnya

BAB I PENDAHULUAN. tersebut perlu dilakukan secara bersama-sama dan berkesinambungan oleh para

BAB 1 PENDAHULUAN. yang bermutu, adil dan merata bagi setiap manusia. Adanya program Departemen

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan antenatal adalah upaya untuk menjaga kesehatan ibu pada masa

BAB I PENDAHULUAN. tinggi rendahnya angka kematian ibu dan bayi. berkembang yaitu sebesar 99 persen (Wiknjosastro, 2002 hlm 23).

BAB I PENDAHULUAN. Kematian ibu semasa hamil dan bersalin masih sangat tinggi. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dapat terwujud (Kemenkes, 2010). indikator kesehatan dari derajat kesehatan suatu bangsa, dimana kemajuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan bidang kesehatan merupakan bagian terpenting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai dampak yang besar terhadap pembangunan di bidang kesehatan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan ibu di Indonesia masih memprihatinkan dimana Angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya Angka Kematian Ibu atau AKI di Indonesia merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. antara delapan tujuan yang dituangkan dalam Millennium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebab kecelakaan atau incidental) (CIA, 2014). AKI (Angka Kematian Ibu)

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat terjadinya kehamilan, yang disebabkan oleh kehamilan atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini dalam setiap menit setiap hari, seorang ibu meninggal disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek baik

BAB 1 PENDAHULUAN. ditangani adalah tinggi nya angka kematian ibu (AKI) yang mencapai 307 per

BAB 1 PENDAHULUAN. tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tingginya AKI di suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam Program

BAB III INDIKATOR PEMANTAUAN

BAB l PENDAHULUAN. Angka Kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan keluarga dan sekitarnya secara umum. Penilaian status kesehatan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Organisasi adalah salah satu komponen penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI TERHADAP KEPATUHAN PERIKSA KEHAMILAN DI PUSKESMAS 1 TOROH KABUPATEN GROBOGAN

BAB I PENDAHULUAN. minggu pertama kehidupan dan 529 ribu ibu meninggal karena penyebab yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dari 189 negara yang menyepakati

BAB I PENDAHULUAN. menentukan derajat kesehatan masyarakat dan keberhasilan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. di kawasan ASEAN yaitu sebesar 228/ kelahiran hidup (SDKI. abortus (11%), infeksi (10%), (SDKI 2012).

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan puskesmas (Permenkes RI,2014). Angkat Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah di atas batas normal, hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. khususnya untuk indikator kesehatan ibu (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, karena ibu dan anak merupakan. dan anak penting untuk dilakukan (Kemenkes RI, 2016)

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah kematian perinatal sebesar orang. Dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan pemeriksaan kehamilan setiap 4 minggu sekali dari saat pemeriksaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab tingginya angka kematian ibu terutama disebabkan karena faktor

BAB I PENDAHULUAN. positif bagi ibu maupun bayinya dengan cara membina hubungan saling percaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Target global untuk menurunkan angka kematian ibu dalam Millenium. mencapai 359 per kelahiran hidup (SDKI, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa menjadi indikator keberhasilan pembangunan pada sektor

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) sangat tinggi di dunia, tercatat 800 perempuan meninggal setiap hari akibat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. informasi untuk memudahkannya membuat pilihan tentang asuhan yang ia terima.

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan persalinan dan nifas setiap tahunnya, sebanyak 99% ditentukan dalam tujuan yaitu meningkatkan kesehatan ibu.

BAB 3 METODE PENELITIAN. variabel-variabel penelitian melalui pengujian hipotesa.

BAB I PENDAHULUAN. indikator yang digunakan untuk memantau derajat kesehatan sekaligus sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat kemungkinan suatu keadaan yang dapat mengancam jiwa ibu dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berjumlah 228 per

BAB 1 PENDAHULUAN. dukun paraji. Saat ini, dukun bayi sebagian besar ditemukan di desa-desa. Peran

BAB I PENDAHULUAN. hamil atau dalam 42 hari setelah persalinan, keguguran atau terminasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ibu di negara ASEAN lainnya. Angka Kematian Ibu diketahui dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencapai komitmen internasional, yang dituangkan dalam Millennium

BAB I PENDAHULUAN. menilai derajat kesehatan. Kematian Ibu dapat digunakan dalam pemantauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehamilan dan persalinan merupakan proses normal, alamiah dan. sehat. Namun bila tidak dipantau secara intensif dapat terjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perempuan ingin menghadapi kelahiran dengan aman dan nyaman. Continuity

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan pelayanan maksimal dari petugas kesehatan. Salah satu bentuk

BAB I LATAR BELAKANG. nifas, bayi baru lahir, dan kontrasepsi (Manuaba, 2014; h.28).

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada tahun 2008 dilaporkan bahwa jumlah kematian. ibu di 172 negara di seluruh dunia sebesar 358.

BAB I PENDAHULUAN. eklampsia, sepsis, dan komplikasi keguguran. Sebagian besar penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan suatu proses yang dialami oleh wanita di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Menurunnya AKI dari 334

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi saat hamil, bersalin atau dalam 42 hari setelah persalinan dengan

belum baik karena standar pelayanan belum dilaksanakan seluruhnya, diperkuat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehamilan, persalinan, dan menyusukan anak merupakan proses alamiah

(GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam peningkatan sumber daya manusia (SDM). Dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Kematian seorang ibu sewaktu hamil atau dalam waktu 42 hari. sesudah berakhirnya kehamilan tidak bergantung pada tempat, maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO 1948), Undang-Undang Dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. menjamin bahwa proses alamiah dari kehamilan berjalan normal. Tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu komplikasi atau penyulit yang perlu mendapatkan penanganan lebih

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan antenatal yang ditetapkan. Pelayanan antenatal care ini minimum

BAB 1 PENDAHULUAN. penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai

KERANGKA ACUAN KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks, meliputi hal-hal nonteknis seperti wanita dan pendidikan.

Kebijakan Pemerintah di Bidang Kesehatan dalam Menanggapi Angka Kematian Ibu di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. tertinggi di Asia Tenggara. Hal itu menjadi kegiatan prioritas departemen

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehamilan dan persalinan adalah suatu proses fisiologis, diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. terakhir dan kelahiran ( 38 minggu dari pembuahan ). Istilah medis untuk. wanita yang belum pernah hamil dikenal sebagai gravida.

BAB I PENDAHULUAN. kebidanan dalam suatu negara adalah Kematian Maternal. Kematian

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu maupun perinatal. Memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan yang

BAB I PENDAHULUAN. sejak dini dengan memantau kesehatan ibu, dengan digunakan indicator

BAB I PENDAHULUAN. berada dalam rahim (uterus) mulai dari konsepsi saat bertemunya sel telur

BAB I PENDAHULUAN. kematian. Setiap kehamilan dapat menimbulkan risiko kematian ibu,

Monitoring. 29-Feb-12

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. persalinan dan kala nifas serta pemberian ASI dengan selamat, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Estimasi angka Kematian Kasar berdasarkan United Nation (UN) Kependudukan dan Pembangunan di Indonesia, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dengan AKI di negara-negara ASEAN, penolong persalinan adalah hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan kehamilan adalah pengawasan kehamilan untuk. kehamilan, menegakan secara dini komplikasi kehamilan, dan menetapkan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Arah pembangunan kesehatan adalah terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata bagi setiap manusia. Adanya program Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang memfokuskan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu, tidak hanya sebagai reaksi terhadap Angka Kematian Ibu (AKI) yang masih tinggi tetapi juga menggambarkan tingkat akses, integritas dan efektifitas sektor kesehatan. Oleh karena itu AKI digunakan sebagai indikator tingkat kesejahteraan suatu negara (Depkes RI, 2008). Banyak faktor yang menjadi penyebab masalah AKI masih tinggi, salah satunya adalah kualitas pelayanan oleh tenaga kesehatan yang tidak adekuat dan buruk, yang berdampak pada lebih dari 200.000 kematian ibu setiap tahunnya. Keterbatasan akses pada pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terampil dan sistem rujukan yang tidak memadai mengakibatkan hampir 40% wanita melahirkan tanpa pertolongan tenaga kesehatan yang terampil dan 70% tidak mendapatkan pelayanan pasca persalinan dalam waktu 6 minggu setelah persalinan. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia untuk menurunkan AKI menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup harus didukung oleh berbagai sumber daya, salah satunya adalah sumber daya manusia terutama bidan di desa (Depkes RI, 2008). 1

Percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia dilakukan melalui berbagai program yaitu salah satunya safe motherhood program yang telah berhasil menurunkan AKI dari 450/100.000 kelahiran hidup pada tahun 1985 menjadi 228/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (IDHS, 2007 dalam Hermiyati, 2008). Percepatan penurunan AKI dilakukan dengan indikator pencapaian hasil cakupan pelayanan melalui pemeriksaan kehamilan yaitu : kunjungan pertama (K1) pada trimester I kehamilan dan kunjungan ke empat (K4) pada trimester kehamilan menjelang persalinan dan semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, semua komplikasi obstetric mendapat pelayan rujukan yang adekuat, semua perempuan dalam usia reproduksi mendapat akses pencegahan dan peñatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman (Depkes RI, 2001). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2006 juga diketahui bahwa, cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilan K1 sebesar 90,38% dan K4 sebanyak 79,63%. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 76,40%. Cakupan rujukan kasus risiko tinggi sebesar 10,05% dan penanganan komplikasi obstetri sebesar 4,37%. Gambaran hasil profil menunjukkan pelayanan KIA di Indonesia mulai membaik (Depkes RI, 2008). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2006 juga diketahui bahwa di tingkat provinsi, cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilan K1 yang terendah adalah Provinsi Papua sebesar 58,92% dan tertinggi yaitu Provinsi Jawa Tengah dan DKI Jakarta sebesar 109, 39%, K4 provinsi terendah adalah Irian Jaya Barat sebesar

29,54% dan tertinggi yaitu Provinsi DKI Jakarta sebesar 91,89%. Sementara cakupan ibu bersalin ditolong oleh tenaga kesehatan, provinsi terendah adalah Papua sebesar 30,78 dan tertinggi adalah Provinsi Bali sebesar 90,14%. Cakupan rujukan risiko tinggi (risti) maternal dan penanganan komplikasi obstetri pada tiap provinsi umumnya masih rendah, tetapi yang paling rendah dalam kasus rujukan risti matenal adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebesar 1, 73% dan tertinggi adalah Sulawesi Barat sebesar 107,38% dan penanganan komplikasi obstetri terendah adalah Provinsi Kepulauan Riau, DKI Jakarta dan Jawa Tengah masing-masing sebesar 0,00% dan tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Barat sebesar 23,08% (Depkes RI, 2008). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2006 diketahui provinsi Nangggroe Aceh Darussalam memiliki cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilan K1 sebesar 98,176%, K4 sebesar 76,15%, persalinan ibu yang ditolong oleh tenaga kesehatan sebesar 73,43%, cakupan rujukan risiko tinggi maternal sebesar 1,73% dan penanganan komplikasi obstetri sebesar 0,13% (Depkes RI, 2008). Berdasarkan profil kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2008 bahwa cakupan K4 adalah 78,8%, sementara pada tahun 2007 cakupan K4 yaitu 73,62% terjadi peningkatan cakupan pelayanan K4 tetapi belum mencapai standar nasional yaitu 95%. Untuk cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan pada tahun 2008 mencapai 88,83%, dan sementara tahun 2007 sebesar 88,45%. Hal ini juga menunjukkan peningkatan hasil cakupan, tetapi belum mencapai standar nasional yaitu 90% (Profil Kesehatan NAD, 2009).

Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten Bireuen tahun 2009 yang merupakan salah satu kabupaten yang ada di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dilaporkan cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilan K1 sebesar 67%, K4 sebesar 62,76%, persalinan ibu yang ditolong oleh tenaga kesehatan sebesar 47,22%, pelayanan ibu nifas sebesar 30,19%, dan cakupan penanganan komplikasi obstetri sebesar 10% dan pelayanan ibu nifas tidak dilaporkan. Data pencapaian pelayanan kebidanan ini merupakan kontribusi dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Bireuen. Kecamatan Jeunieb yang merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Bireuen dilaporkan berdasarkan Profil Kesehatan Puskesmas Jeunieb dan Profil Kesehatan Kabupaten Bireuen tahun 2009, cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilan K1 sebesar 54%, K4 sebesar 46,5%, persalinan ibu oleh tenaga kesehatan sebesar 79,14% dan penanganan komplikasi sebesar 6% masih jauh dari target yang dicapai sesuai standar nasional hanya pelayanan ibu nifas yang mencapai 100% sesuai standar nasional. Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa cakupan pelayanan kebidanan di kecamatan Jeunieb masih kurang. Akibat cakupan persalinan oleh bidan desa yang rendah menyebabkan angka kematian ibu di Provinsi NAD masih cukup tinggi yaitu 349 per 100.000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2007). Demikian juga AKI di Kabupaten Bireuen yaitu 18 per 1.000 kelahiran hidup, ini lebih besar dari angka kematian ibu secara nasional sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Kendala

yang dihadapi sebagai penyebab keadaan ini disebabkan karena kurangnya pemeriksaan selama kehamilan dan keterlambatan merujuk ke tenaga kesehatan atau ke rumah sakit (Laporan Program KIA Dinas Kesehatan Bireuen, 2007). Menurut Yustina (2007), untuk mengatasi AKI dalam jangka pendek pemerintah juga hendaknya menata kembali bidan di desa yang kecenderungannya saat ini terus berkurang. Keberadaan bidan saat ini masih memegang peranan penting sebagai tenaga kesehatan terdepan di masyarakat terutama masyarakat pedesaan. Ketika program bidan di desa diluncurkan pada tahun 1994, bidan di desa yang diturunkan mencapai 54 ribu dengan status pegawai tidak tetap (PTT) keseluruh desa di Indonesia. Namun kini jumlahnya berkurang menjadi 30 ribu-an. Bila jumlah desa di Indonesia saat ini sekitar 70 ribu, artinya sekitar 40 ribu desa saat ini tidak memiliki tenaga bidan (tiap desa idealnya memiliki 1 bidan di desa). Kondisi ini tentunya sangat memprihatinkan, karena akan membawa dampak pada AKI dan AKB. Selain dalam jumlah, kualitas bidan juga perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Berdasarkan Depkes RI (2006) jumlah kebutuhan bidan di Desa berdasarkan rasio jumlah penduduk yaitu 40 : 100.000 yang berarti disetiap 2500 penduduk memiliki 1 orang bidan dalam pelayanan kesehatan. Menurut Ilyas (2002), kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu ataupun kelompok kerja personel. Sementara menurut Notoatmodjo (2007) menyatakan kinerja merupakan status kemampuan yang diukur bersadarkan pelaksanaan tugasnya sesuai uraian tugasnya.

Kemampuan dan keberhasilan kerja bidan di desa dapat diukur melalui beberapa indikator yang sesuai dengan tugas dan fungsi bidan di desa yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Indikator tersebut tertuang dalam kegiatan program Kesehatan Ibu dan Anak yang meliputi pelayanan antenatal (pemeriksaan kehamilan), pertolongan persalinan, deteksi dini risiko tinggi ibu hamil/komplikasi kebidanan, pelayanan rujukan komplikasi kebidanan, pelayanan neonatal dan ibu nifas. Hal-hal yang menyebabkan kematian ibu sangat erat dengan fungsi dan tugas bidan di desa, kurangnya pemeriksaan selama kehamilan merupakan sesuatu yang tidak harus terjadi apabila setiap bidan di desa tinggal di Polindes yang dibangun pemerintah di setiap desa. Apabila setiap bidan di desa selalu berada di tempat (Polindes), tentunya ibu hamil yang terdapat di desa tersebut dapat dengan mudah melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin, minimal seperti yang dianjurkan (minimal 4 kali selama kehamilan). Penyebab selanjutnya yang disebutkan adalah keterlambatan merujuk ke tenaga kesehatan atau rumah sakit. Disamping tugas utama bidan di desa untuk menangani kesehatan ibu hamil, bersalin maupun bayi secara mandiri, juga merupakan perpanjangan tangan unit pelayanan kesehatan yang lebih tinggi, artinya apabila suatu masalah kesehatan di masyarakat tidak mampu ditangani oleh bidan di desa akibat keterbatasan fasilitas/peralatan medis, tenaga serta kemampuan, maka dianjurkan untuk merujuk ke pelayanan kesehatan yang lebih tinggi, seperti Puskesmas atau Rumah Sakit (Profil Kesehatan Bireuen, 2007).

Proses pelayanan rujukan ini akan terlaksana dengan cepat dan tepat apabila setiap saat bidan di desa berada di Polindes. Namun, data di lapangan menunjukkan hanya sebagian kecil bidan di desa yang dengan penuh kesadaran melakukan tugasnya di desa serta tinggal bersama-sama dengan masyarakat. Jumlah bidan di desa Kabupaten Bireuen dengan status Pegawai Negeri Sipil sebanyak 102 orang, Pegawai Tidak Tetap (PTT) sebanyak 59 orang, dari jumlah tersebut yang tinggal di desa/polindes hanya 28 orang (17,4%), sedangkan yang tidak tinggal di desa sebanyak 133 orang (82,6%). Dari 17,4% bidan di desa yang tinggal di desa (polindes) sebagian besar adalah yang statusnya PTT yaitu 18 orang (67%) (Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen, 2007). Sejak pasca tsunami dan perdamaian Aceh dari 113 polindes 80% diantaranya sudah direhabilitasi dengan bantuan pemerintah daerah dan NGO (Non Government Organization) baik dalam maupun luar negeri begitu juga dengan peralatan medis namun komitmen bidan di desa tinggal di polindes masih rendah. Dari seluruh bidan di desa yang bertugas di wilayah Kabupaten Bireuen sebagian besar bertugas di desa dengan status sangat terpencil yaitu sebanyak 12 orang (7,5%), desa terpencil sebanyak 35 orang (21,7%), sedangkan yang bertugas di desa dengan status biasa 114 orang (70,8%). (Dinas Kesehatan Bireuen, 2007) Faktor motivasi sebagai pendorong bagi bidan di desa dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dapat dilihat dari kemauan dan kemampuan tenaga bidan dalam beradaptasi dengan masyarakat dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan

tugas dan fungsinya. Robbins (2001) menyatakan pentingnya uang sebagai suatu motivator telah dimerosotkan secara konsisten oleh kebanyakan ilmuan perilaku. Mereka lebih menyukai menekankan nilai dari pekerjaan yang menantang, tujuan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, umpan balik, kelompok kerja yang kohesif dan faktor-faktor bukan uang sebagai perangsang untuk motivasi karyawan. Proses timbulnya motivasi merupakan gabungan dari konsep kebutuhan, dorongan dan tujuan. Bidan di desa yang kurang memiliki motivasi dalam bekerja biasanya kurang memiliki kemauan untuk berbaur dan beradaptasi dengan masyarakat, sehingga menjadi faktor penyebab rendahnya pencapaian kinerja, seperti diungkapkan Gibson, dkk (1997) dalam Illyas (2002) bahwa sesuatu usaha atau kegiatan agar memberikan hasil yang efektif maka diperlukan adanya motivasi yang kuat. Selain motivasi kerja, karakteristik individu juga mempunyai pengaruh terhadap kinerja. Individu dengan karakter tersendiri terhadap organisasi memiliki karakter tertentu yang saling menyesuaikan. Karakteristik individu mencakup usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, masa kerja, status pekerjaan, pelatihan, dan penghasilan dalam organisasi (Robbins, 2002). Rendahnya keberadaan dan kinerja bidan di desa di Kabupaten Bireuen, diduga akibat rendahnya motivasi bidan desa terhadap tugas dan fungsinya, dimana bidan di desa kurang memahami peran dan posisi sebagai bidan, sehingga dalam pelaksanaan tugas belum terlaksana secara optimal yang berdampak cakupan pelayanan yang ditetapkan juga belum tercapai. Selain itu motivasi kerja bidan di desa masih rendah ditandai dengan rendahnya keberadaan bidan di polindes.

Berdasarkan keterangan di atas maka dapat diketahui latar belakang dalam permasalahan keterkaitan antara karakteristik individu dan motivasi kerja bidan di desa terhadap kinerja terlihat dari kesenjangan cakupan program pelayanan kebidanan yang belum sesuai dengan peran dan posisinya sebagai bidan di desa. 1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu : bagaimana pengaruh karakteristik individu (usia, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, lama kerja dan pelatihan) dan motivasi kerja (internal dan eksternal) terhadap kinerja bidan di desa di Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu (usia, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, lama kerja dan pelatihan) dan motivasi kerja (internal dan eksternal) terhadap kinerja bidan di desa di Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen. 1.4. Hipotesis Karakteristik individu (usia, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, lama kerja, dan pelatihan) dan motivasi kerja (internal dan eksternal) berpengaruh terhadap kinerja bidan desa di Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen.

1.5. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan kepada supervisor (Bidan Koordinator KIA Kabupaten), Supervisor (Bidan Koordinator KIA Puskesmas/Kecamatan) dan Kepala Puskesmas. 2. Sebagai bahan pengembangan wawasan bagi peneliti dalam implementasi ilmu bidang administrasi dan kebijakan kesehatan. 3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi penelitian selanjutnya.