UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

dokumen-dokumen yang mirip
FENOMENA KORUPSI SEBAGAI PATOLOGI SOSIAL DI INDONESIA Disusun oleh : Ashinta Sekar Bidari S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati

BAB III FAKTOR PENYEBAB TERJADI KORBAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DI KABUPATEN ACEH BARAT

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istilah yang sering dipakai dalam bidang filsafat dan psikologi.(ensiklopedia

Nama : ALEXANDER MARWATA

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Korupsi dan Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Penanggulangannya. Oleh : Dewi Asri Yustia. Abstrak

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat,

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extra ordenary crime) telah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal ini sesuai dengan konstitusi negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

URGENSI PENERAPAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA MENANGGULANGI TINDAK PIDANA KORUPSI

KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 54/PUU-XV/2017 Remisi bagi Narapidana Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia di sisi lain dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. secara biasa, tetapi dituntut dengan cara yang luar biasa. juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.

KORUPSI DAN UPAYA PEMBERANTASANNYA. TRI WAHYU WIDIASTUTI, SH.MH. Dosen Fakultas Hukum UNISRI

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2)

BAB I PENDAHULUAN. kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang. menghubungkan antara korupsi dengan kekuasaan, yakni: power tends

SALAH PERSEPSI SOAL KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

Kuasa Hukum Antonius Sujata, S.H., M.H., dkk, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 29 Mei 2017

PERAN SERTA MASYARAKAT

Transkripsi:

1 UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H A. LATAR BELAKANG Pemerintah sangat menjunjung tinggi perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya, sehingga diperlukan pemantapan-pemantapan terhadap sarana dan prasarana yang diperlukan guna menopang pembangunan di bidang hukum. Dalam upaya untuk mencapai keberhasilan pembangunan bidang hukum perlu didukung adanya peningkatan sarana dan prasarana serta peningkatan pendayagunaannya, pemantapan, kedudukan dan peranana badan-badan penegak hukum merupakan pihak yang berhubungan langsung dengan proses penegak hukumnya. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa antara pembangunan dan kejahatan atau pelanggaran hukum ada hubungan yang erat. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan harus meliputi juga perencanaan perlindungan masyarakat terhadap pelanggaran hukum. Dalam hukum pidana itu terkandung aturan-aturan yang menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan dengan disertai ancaman berupa pidana (nestapa) dan menentukan syarat-syarat pidana dapat dijatuhkan. Sifat publik yang dimiliki hukum pidana menjadikan konsekuensi bahwa hukum pidana itu bersifat nasional. Dengan demikian, maka hukum pidana Indonesia diberlakukan ke seluruh wilayah negara Indonesia. Di samping itu, mengingat materi hukum pidana yang sarat dengan nilainilai kemanusian mengakibatkan hukum pidana seringkali digambarkan sebagai pedang yang bermata dua. Satu sisi hukum pidana bertujuan menegakkan nilai kemanusiaan, namun di sisi yang lain penegakan hukum pidana justru memberikan sanksi kenestapaan bagi manusia yang melanggarnya.

2 Pemberantasan tindak pidana korupsi dapat dilakukan oleh Polri dalam khususnya dalam hal penyidikan hal ini diatur dalam Pasal 14 ayat (1g) UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI. Penyidikan tindak pidana korupsi tidak hanya dimiliki oleh Polri, namun Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga memiliki kewenangan penyidikan. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan paparan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah upaya pemberantasan korupsi di Indonesia? C. PEMBAHASAN Secara garis besar adanya ketertiban itu dipenuhi oleh adanya peraturan tata tertib, ketentuan-ketentuan yang bersangkutan dengan tata tertib ini dalam kaidah atau norma yang tertuang posisinya di dalam masyarakat sebagai norma hukum. Dengan adanya tatanan norma tersebut, maka posisi yang paling ditekankan adalah norma hukum, meskipun norma lain tidak kalah penting perannya dalam kehidupan masyarakat. Untuk mewujudkan tertib sosial, negara menetapkan dan mengesahkan peraturan perundang-undangan untuk mengatur masyarakat. Peraturan-peraturan itu mempunyai sanksi hukum yang sifatnya memaksa. Artinya bila peraturan itu sampai dilanggar maka kepada pelanggarnya dapat dikenakan hukuman. Jenis hukuman yang akan dikenakan terhadap si pelanggar akan sangat tergantung pada macamnya peraturan yang dilanggar. Pada prinsipnya setiap peraturan mengandung sifat paksaan artinya orang-orang yang tidak mau tunduk dan dikenai sanksi terhadap pelanggaran tersebut. Hukum yang digunakan sebagai sarana pembaharuan dapat berupa undang-undang atau yurisprudensi atau kombinasi keduanya. Di Indonesia yang paling menonjol adalah perundang-undangan. Yurisprudensi juga berperan, namun tidak seberapa. Lain halnya di negara-negara yang menganut sistem

3 preseden, sudah barang tentu peranan yurisprudensi akan jauh lebih penting (Rasjidi, 2004: 79). 1 Korupsi telah dianggap sebagai hal yang biasa, dengan dalih sudah sesuai prosedur. Koruptor tidak lagi memiliki rasa malu dan takut, sebaliknya memamerkan hasil korupsinya secara demonstratif. Politisi tidak lagi mengabdi kepada konstituennya. Partai politik bukannya dijadikan alat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat banyak, melainkan menjadi ajang untuk mengeruk harta dan ambisi pribadi. Padahal tindak pidana korupsi merupakan masalah yang sangat serius, karena tindak pidana korupsi dapat membahayakan stabilitas dan keamanan Negara dan masyarakat, membahayakan pembangunan social, politik dan ekonomi masyarakat, bahkan dapat pula merusak nilai-nilai demokrasi serta moralitas bangsa karena dapat berdampak membudayanya tindak pidana korupsi tersebut. Sehingga harus disadari meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa dampak yang tidak hanya sebatas kerugian Negara dan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara. 2 Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak social dan hakhak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi tidak dapat lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa (ordinary crimes) melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa (extra- ordinary crimes). Sehingga dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dibutuhkan cara-cara yang luar biasa (extra-ordinary crimes). Penyebab terjadinya korupsi di Indonesia menurut Abdullah Hehamahua, berdasarkan kajian dan pengalaman setidaknya ada delapan penyebab, yaitu sebagai berikut : a. Sistem Penyelenggaraan Negara yang Keliru b. Kompensasi PNS yang Rendah 1 Thania Rasjidi, 2004, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung, Citra Aditya. hal. 79 2 Ermansjah Djaja, 2010, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta, Sinar Grafika. hal. 3

4 c. Pejabat yang Serakah d. Law Enforcement Tidak Berjalan e. Disebabkan law enforcement tidak berjalan dimana aparat penegak hokum bisa dibayar mulai dari polisi, jaksa, hakim, dan pengacara, maka hukuman yang dijatuhkan kepada para koruptor sangat ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi koruptor. f. Pengawasan yang Tidak Efektif g. Tidak Ada Keteladanan Pemimpin h. Budaya Masyarakat yang Kondusif KKN Menurut UUD 1945 Amandemen Pasal 1 ayat (3) : Indonesia ialah Negara Hukum. Sebagaimana layaknya suatu negara hukum, maka kepentingan masyarakat banyak harus mendapat perlindungan dari pemerintah, seperti tersebut dalam Alinea IV UUD 1945 Amandemen :...untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia.... Perlindungan tersebut selanjutnya merupakan hak-hak warga negara yang diatur dan dijabarkan dalam dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Warga negara berhak untuk hidup aman, damai, tenteram, terhindar dari berbagai tindak kejahatan. Bilamana terjadi tindak kejahatan, maka aparat penegak hukum harus segera bertindak sesuai kewenangan yang dimiliki. Dengan adanya tindakan oleh aparat penegak hukum, diharapkan kejahatan tidak semakin meluas. Bilamana penegakan hukum kurang baik seperti sekarang ini maka kejahatan semakin berkembang, korupsi semakin marak, kasus suap terjadi dimana-mana, penyalah

5 gunaan narkotika, dan sebagainya hanya dapat dikendalikan dari lembaga pemasyarakatan. Akhirnya, sebaik apapun peraturan perundang-undangan yang ada pada akhirnya tergantung pada aparat penegak hukumnya. Dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan korupsi terdapat suatu kenyataan adanya praktek penegakan hukum tebang pilih. Tidak saja hal ini bertentangan dengan prinsip hukum semua warga negara memiliki hak untuk diperlakukan setara di depan hukum tetapi juga diperlakukan secara tidak sama. Adapun yang menjadi sebab perlakukan penagakan hukum aparat polisian dan kejaksaan bukan saja disebabkan karena kasus korupsi sering dipandang sebagai kasus yang membawa `berkah', utamanya bagi pengacara, tetapi juga disebabkan karena keberadaan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang KPK. Sikap dualisme dalam pemberantasan kejahatan korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang KPK. Beberapa alasan dan fakta dan bahwa tebang pilih dan perlakuan tidak sama di depan hukum oleh penegak hukum dapat diajukan sebagai berikut : 1. Praktek penegakan hukum dalam tebang pilih terhadap terdakwa atau tersangka terjadi ketika baik polisi, jaksa dan juga pihak kekuatan masyarakat, sebagai gerakan masyarakat madani membiarkan pelaku kejahatan tidak saja dengan bebas berkeliaran bahkan menjadi calon kepala daerah, tetapi juga setelah mendapatkan keputusan hakim sekalipun mereka dapat kembali menduduki jabatan publik tertentu. Hal ini biasanya terjadi ketika terdakwa,

6 tersangka atau terhukum dapat dijadikan sumber uang oleh karena mereka mampu membayar oknum-oknum penegak hukum yang nakal. 2. Perlakuan penegak hukum menjadi tidak setara atau tebang pilih karena sifat dari Undang-undang KPK yang secara sengaja memuat pengelompokan proses penegakan hukum ke dalam dua kategori. Kategori pertama adalah korupsi yang menimbulkan kerugian negara di bawah Rp 1 milyar diproses oleh Polisi dan Jaksa. Dalam model penegakan kejahatan korupsi model ini dikesankan masyarakat bahwa aparat penegak hukum, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah memiliki ruang fleksibel untuk menunda-nunda penyelidikan dan penyidikan. Akibatnya, pelaku kejahatan korupsi model ini menampakkan bukan saja tidak adanya kepastian hukum dalam penindakannya akan tetapi dengan penundaan tersebut mengundang ketidak puasan bagi masyarakat. Sedangkan kategori korupsi kedua adalah perbuatan seseorang yang telah menimbulkan kerugian negara di atas Rp 1 milyar yang kewenangan proses hukumnya melalui KPK. Dalam kasus yang ditangani oleh KPK, dampaknya cukup membuat guncangan yang menakutkan bagi terdakwa, tersangka dan terhukum. KPK jauh lebih tegas dan dipandang sebagai lembaga penegak hukum paling dipercayai di negeri ini. Dalam teori hukum pidana, bahwa sanksi hukum yang dijatuhkan kepada pelaku kejahatan tidak saja dipandang sebagai hukum yang menimbulkan penderitaan secara fisik dan psikis dan dibatasi kebebasan hak-

7 hak keperdataan dan hak politik, tetapi juga diharapkan agar pelaku kejahatan merasa jera atau kapok sehingga tidak berkehendak melakukan kembali. Terdakwa kasus korupsi hanya dijatuhi hukuman percobaan. Alhasil dengan vonis tersebut, terdakwa korupsi tidak perlu lagi menjalani hukuman di penjara. Pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami kemunduran. Umumnya mereka dijatuhi vonis satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun. Jumlah Bahwa adanya kecenderungan bagi Para hakim untuk menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa korupsi sesuai batas minimal hukuman yang ditentukan Undang undang-tindak Pidana Korupsi (Tipikor). D. KESIMPULAN Korupsi berkaitan dengan kekuasaan karena dengan kekuasaan itu penguasa dapat menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, keluarga dan kroninya. Korupsi selalu bermuladan berkembang di sector public dengan bukti-bukti yang nyata bahwa dengan kekuasaan itulah pejabat public dapat menekan atau memeras para pencari keadilan atau mereka yang memerlukan jasa pelayanan dari pemerintah. Korupsi di Indonesia sudah tergolong kejahatan yang merusak, tidak saja keuangan Negara dan potensi ekonomi Negara, tetapi juga telah meluluhlantakkan pilar-pilar sosial budaya, moral, politik dan tatanan hokum dan keamanan nasional. Upaya pemberantasan kejahatan korupsi melalui penegakan hukum yang berkeadilan saat ini tampak masih memerlukan perjuangan berat. Karena kejahatan korupsi merupakain kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang

8 berbeda dari kejahatan pidana biasa, maka upaya yang harus dilakukan memerlukan sistem yang terpadu dan luar biasa pula. Sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) pemberantasan korupsi, memerlukan kemaun politik luar biasa sehingga Presiden sebagai kepala Negara menjadi figur penting dalam menggerakan dan mengordinasikan peran Polisi, Jaksa, Pengadilan, dan KPK menjadi kekuatan dahsyat, sehingga praktek KKN, seperti penyogokan, penggelembungan harga, gratifikasi, dan penyalah gunaan kewenangan lainnya dilakukan oknum aparat PNS atau pejabat negara, baik di tingkat pusat maupun daerah dapat dipersempit ruang geraknya melalui cara-cara penegakan luar biasa dan terpadu. DAFTAR PUSTAKA Thania Rasjidi, 2004, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung, Citra Aditya. hal. 79 Ermansjah Djaja, 2010, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta, Sinar Grafika. hal. 3