BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGEDARAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV. A. Analisis Hukum Pidana Islam tentang Kejahatan Korporasi Sebagaimana Diatur

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

BAB 1V ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI MEULABOH DALAM PUTUSAN NO.

BAB IV ANALISIS SANKSI PIDANA TERHADAPPUTUSAN PENGADILAN. NEGERI SEMARANG NO.162/Pid.B/2011/PN. Smg TENTANG SEDIAAN FARMASI YANG TIDAK BERIZIN

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP CYBERBULLYING TAHUN 2016 TENTANG ITE

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR YANG

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB XX KETENTUAN PIDANA

BAB IV. A. Pandangan Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Hukuman Kumulatif. Dari Seluruh Putusan yang dijatuhkan oleh Hakim, menunjukkan bahwa

BAB IV. A. Sanksi hukum terhadap tindak pidana bagi orang tua atau wali dari. pecandu narkotika yang belum cukup umur menurut pasal 86 Undangundang

BAB IV. Dasar Pertimbangan Hakim Terhadap Putusan Pengadilan Negeri. Pidana Hacker. Negeri Purwokerto No: 133/Pid.B/2012/PN.

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG MAISIR (PERJUDIAN) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BAB IV ANALISIS TENTANG SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DALAM HUKUM PIDANA ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002

BAB II KONSEP TINDAK PIDANA ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN CUTI BERSYARAT DI RUTAN MEDAENG MENURUT UU NO. 12 TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam

crime dalam bentuk phising yang pernah terjadi di Indonesia ini cukup

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

RechtsVinding Online

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUMAN DAN MACAM- MACAM HUKUMAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM SERTA CUTI BERSYARAT

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012

Assalamu alaikum wr. wb.

BAB III PEMAAFAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEADAAN MABUK. A. Alasan Obyektif Pemaafan bagi Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495]

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis dari Pengaturan Tindak Pidana dan

-1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PERLINDUNGAN AQIDAH

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

Pedoman Klausula Baku Bagi Perlindungan Konsumen

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP

BAB IV ANALISIS JARI<MAH TA ZI<R TERHADAP SANKSI HUKUM MERUSAK ATAU MENGHILANGKAN TANDA TANDA BATAS NEGARA DI INDONESIA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PROBOLINGGO NO. 179/PID.B/PN.PBL TENTANG TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PEMALSUAN MEREK SEPATU DI KELURAHAN BLIMBINGSARI SOOKO MOJOKERTO

BAB IV. pembiayaan-pembiayaan pada nasabah. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN [LN 1999/42, TLN 3821]

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI LAMONGAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

Pemutusan Hubungan Kerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP RUMAH TANGGA DALAM PERSPEKTIF FIQH JINAYAH DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004.

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA MEMBUKA RAHASIA NEGARA SOAL UJIAN NASIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB IV ANALISIS TENTANG SANKSI PENGGELAPAN PAJAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB IV. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana. Korupsi

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA MENGEDARKAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa

BAB III TINJAUAN FIQH JINAYAH TERHADAPPERCOBAAN KEJAHATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Penipuan yang. Berkedok Lowongan Pekerjaan (Studi Direktori Putusan Pengadilan Negeri

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ANAK DIBAWAH UMUR

BAB IV. A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh dalam Putusan No. 131/Pid.B/2013/PN.MBO tentang Tindak Pidana Pembakaran Lahan.

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN BERBAHAYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA [LN 1999/66, TLN 3843]

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR :191/PID.B/2016/PN.PDG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. TAHUN 2007 No. 17 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2007

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI HUKUM TENTANG KEJAHATAN TERHDAP ASAL-USUL PERNIKHAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN MENURUT UU RI NOMOR 13 TAHUN 2006 DAN FIQH SIYASAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1990 TENTANG MASA BAKTI DAN IZIN KERJA APOTEKER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2014 TENTANG HUKUM JINAYAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

Dinamika Pelanggaran Hukum

Bab XXV : Perbuatan Curang

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP TINDAKAN MENGEMIS DI MUKA UMUM. A. Analisis terhadap Sanksi Hukum Bagi Pengemis Menurut Pasal 504

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah

A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Kekerasan seksual pada anak, yaitu dalam bentuk pencabulan

BAB IV. Hakim adalah organ pengadilan yang memegang kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan Negara yang merdeka untuk meyelenggarakan peradilan guna

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap keberadaan dan ketahanan hidup manusia. Mengingat kadar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN. Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM JINAYAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

Pasal 5: Setiap orang dilarang

Dalam memeriksa putusan pengadilan paling tidak harus berisikan. tentang isi dan sistematika putusan yang meliputi 4 (empat) hal, yaitu:

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Penggunaan Klausula Baku pada Perjanjian Kredit

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PIDANA CABUL KEPADA ANAK DI BAWAH UMUR

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO.33/PID.SUS/2012/PN.SBY TENTANG KASUS PUNGUTAN LIAR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG IZIN TOKO OBAT

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

BAB IV KOMPARASI HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM MENGENAI HUKUMAN PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA. dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009.

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

BAB I PENDAHULUAN. Tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum Belanda yaitu

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

Bab XII : Pemalsuan Surat

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1989 (3/1989) Tanggal: 1 APRIL 1989 (JAKARTA)

STUDI KASUS Berdasarkan laporan dari masyarakat bahwa disinyalir Toko Kosmetik Berkah yang beralamat di JMP Lt. I Blok 22 Surabaya menjual kosmetik

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI MEDAN NOMOR : 67/PID.SUS/2015/PT.MDN DALAM PERKARA

Transkripsi:

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGEDARAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR A. Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Tindak Pidana Pengedaran Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar Sebagaimana diatur di dalam UU NO. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Kesehatan merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan manusia sehingga menjadi prioritas dalam pembangunan nasional suatu bangsa. Salah satu komponen kesehatan yang sangat penting adalah tersedianya obat sebagai bagian dari pelayanan kesehatan masyarakat. Hal itu disebabkan karena obat digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan atau memelihara kesehatan. Dalam hidup, tidak selamanya kita sehat. Ada kalanya Allah mengaruniai kesehatan, tapi terkadang Allah memberi cobaan dengan mencabut nikmat sehat tersebut. Bagi seorang muslim sehat dan sakit merupakan kebaikan, karena keduanya bisa dijadikan sarana mendekatkan diri pada-nya. Dalam pengobatan, Nabi SAW biasa mengobati dirinya sendiri, selain itu Nabi juga memerintahkan orang lain untuk melakukan pengobatan sendiri. Beliau menyuruh hal ini kepada keluarga dan juga para sahabatnya. Nabi dan para sahabat tidak terbiasa menggunakan obat-obatan kimia yang biasa disebut Eqrobadjin (farmasi). Kebanyakan obat yang mereka gunakan adalah makanan 63

64 sehat alami. Terkadang makanan sehat tersebut dicampurkan dengan makanan lain sebagai pelarut atau pengemulsi. Penambahan ini sejatinya bertujuan untuk menghilangkan bentuk aslinya yang kasar, dan juga untuk menambah khasiat antar makanan tersebut. Obat-obatan seperti ini juga sudah digunakan di berbagai Negara pada zaman dahulu. Setelah dinyatakan terpisah dari ilmu kedokteran, beragam penelitian dan pengembangan dalam bidang farmasi atau saydanah (bahasa Arab) semakin giat dilakukan. Pada abad itu, para ilmuwan Muslim secara khusus memberi perhatian untuk melakukan investigasi atau pencarian terhadap beragam produk alam yang bisa digunakan sebagai obat-obatan di seluruh pelosok dunia Islam. Di zaman itu, toko-toko obat bermunculan. Toko obat yang banyak jumlahnya tidak hanya di kota Baghdad kota metropolis dunia di era kejayaan Abbasiyah namun juga di kota-kota Islam lainnya. Para ahli farmasi ketika itu sudah mulai mendirikan apotek sendiri. Mereka menggunakan keahlian yang dimilikinya untuk meracik, menyimpan, serta menjaga aneka obat-obatan. Pemerintah Muslim pun turun mendukung pembangunan di bidang farmasi. Rumah sakit milik pemerintah yang ketika itu memberikan perawatan kesehatan secara cuma-cuma bagi rakyatnya juga mendirikan laboratorium untuk meracik dan memproduksi aneka obat-obatan dalam skala besar. Keamanan obat-obatan yang dijual di apotek swasta dan pemerintah diawasi secara ketat. Secara periodik, pemerintah melalui pejabat dari Al-Muhtasib, semacam badan

65 pengawas obat-obatan, mengawasi dan memeriksa seluruh toko obat dan apotek. Para pengawas dari Al-Muhtasib secara teliti mengukur akurasi berat dan ukuran kemurnian dari obat yang digunakan. Pengawasan yang amat ketat itu dilakukan untuk mencegah penggunaan bahan-bahan yang berbahaya dalam obat. Semua itu dilakukan semata-mata untuk melindungi masyarakat dari bahaya obat-obatan yang tak sesuai dengan aturan. Pengawasan obat-obatan yang dilakukan secara ketat dan teliti yang telah diterapkan di era kekhalifahan Islam mestinya menjadi contoh bagi negara-negara Muslim, khususnya Indonesia. Namun, nyatanya di Indonesia pengawasan tentang obat-obatan tidak ketat dengan masih banyaknya ditemui tindak pidana dalam dunia farmasi, salah satunya tindak pidana pengedaran sediaan farmasi tanpa izin edar. Baik itu dilakukan oleh pihak yang berwenang maupun masyarakat biasa. Dalam hukum Islam perbuatan (tindak) pidana disebut sebagai jarima@h, yaitu larangan-larangan sya>ra yang diancam oleh Allah dengan had atau ta zi@r. Sedangkan unsur-unsurnya dapat dikategorikan telah berbuat jarima@h meliputi: 1. Nas yang melarang perbuatan dan mengancam hukuman terhadapnya. Dan unsur ini biasanya disebut sebagai unsur formil (rukun syar i). 2. Adanya tingkah laku yang membentuk jarima@h, baik berupa perbuatanperbuatan nyata ataupun sikap tidak berbuat, dan unsur ini biasa disebut unsur material (rukun maddi).

66 3. Pembuat adalah orang mukhallaf, yaitu orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap jarimah yang diperbuatnya. Dan unsur ini biasa disebut unsur moril (rukun adabi). Dengan adanya unsur-unsur tersebut maka apabila seseorang melakukan suatu perbuatan yang tergolong jari@mah, maka orang tersebut akan dapat dikenakan Uqu>bahnya. Yang menyebabkan suatu perbuatan tersebut dianggap sebagai suatu jarimah adalah dampak dari perilaku tersebut yang menyebabkan kerugian kepadaa pihak lain, baik dalam bentuk material (jasad, nyawa atau harta benda) maupun nonmateri atau gangguan nonfisik, seperti ketenangan, ketentraman, harga diri, adat istiadat dsan sebagainya. Peredaran sediaan farmasi tanpa izin edar ini termasuk dalam jarima@h ta zi@r. Jarima@h ta zi@r adalah jarima@h yang diancam dengan hukuman ta'zi@r. Jarima@h ta zi@r yang ditentukan syara di antaranya adalah khianat, suap menyuap, memasuki rumah orang lain tanpa izin, makan makanan tertentu, ingkar janji, menipu timbangan, riba, berjudi, dan sebagainya. Namun demikian, walaupun bentuk dan hukuman jarima@h ta zi@r ditentukan syara, penerapan sanksinya diserahkan kepada kebijaksanaan hakim.

67 B. Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Sanksi Tindak Pidana Pengedaran Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar sebagaimana diatur di dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pokok hukuman adalah untuk memelihara dan menciptakan kemaslahatan manusia dan menjaga dari hal-hal mafsadah. Disamping hal milik pribadi ini, maka sipemilik berhak menggunakan dan memanfaatkan harta bendanya sendiri, dan dalam hal ini tujuan dari hukuman penggelapan ialah dalam upaya menjaga hak milik pribadi agar tidak dilanggar orang lain. Sanksi sangat diperlukan untuk mendukung peraturan yang yang dikenakan kepada perbuatan tindak pidana, dengan harapan yang bersangkutan tidak mengulagi perbuatan tersebut. Tanpa dukungan sanksi yang menyertai larangan atau perintah, kita tidak dapat berharap banyak akan terciptanya kemaslahatan umum yang kita dambakan. Hukuman Ta zi@r adalah pengajaran (terhadap pelaku) dosa-dosa yang tidak diatur oleh h}udu@d. Status hukumnya berbeda-beda sesuai dengan keadaan dosa dan pelakunya. Ta zi@r juga sanksi hukum yang wajib diberlakukan sebagai hak Allah atau hak manusia karena melakukan kemaksiatan yang tidak ada sanksi dan kafaratnya. Peredaran sediaan farmasi tanpa izin edar termasuk dalam jarima@h yang dikenai sanksi ta zi@r yaitu hukuman atas pelanggaran yang tidak ditetapkan hukumannya dalam al-qur an dan hadis yang bentuknya sebagai hukuman

68 ringan, yang mana hukuman ta zi@r ini oleh Islam diserahkan sepenuhnya kepada hakim; akan tetapi dengan memperhatikan kepada hukum-hukum pidana yang sudah positif dan tidak bertentangan dengan hukum Islam. Sedangkan sanksi dalam hukum pidana di Indonesia terdapat pada Pasal 197 UU No. 36 Tahun 2009, yaitu: Setiap orang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00. Dengan demikian, peredaran sediaan farmasi tanpa izin edar merupakan suatu pelanggaran atau tindak pidana sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pasal 106 ayat 1, bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar, sejalan dengan pasal 106 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2009 dalam hukum pidana Islam, peredaran sediaan farmasi tanpa izin edar termasuk ke dalam jarima@h ta zi@r. Sebagaimana telah dijelaskan di awal bahwa jarima@h ta zi@r merupakan pengajaran (terhadap pelaku) dosa-dosa yang tidak diatur oleh h}udu@d. Walaupun bentuk dan hukuman jarima@h ta zi@r ditentukan syara@, penerapan sanksinya diserahkan kepada kebijaksanaan hakim. Sanksi tindak pidana peredaran sediaan farmasi tanpa izin edar ini di Indonesia adalah dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 seperti yang telah tercantum dalam pasal 197 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

69

70