BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya (IQ), namun juga ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kemudikan oleh orangtua. Kartini Kartono menyebutkan bahwa keluarga

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Kecerdasan Emosional Siswa SMPN 2 Desa Kelampok Singosari Kabupaten Malang

BAB I PENDAHULUAN. pada kejahatan dan dibiarkan seperti binatang, ia akan celaka dan binasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sendirinya. Mereka membutuhkan orang tua dan lingkungan yang kondusif

I. PENDAHULUAN. yang mereka lahirkan. Dalam kelompok ini, arus kehidupan di kemudikan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh ikatan dua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi (Susilo, 2008). rasional berfungsi utama pada jenis Homo sapiens, makhluk mamalia

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian halnya ketika

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi keluarga yang utama ialah mendidik anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari tiga ciri utama yaitu derajat kesehatan, pendidikan dan. bertumbuh dan berkembang (Narendra, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. begitu saja terjadi sendiri secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kompetensi yang baik maka seorang guru terutama guru TK dapat memenuhi dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan terbatas dalam belajar (limitless caoacity to learn ) yang

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

PENDAHULUAN. Masa1 usia dini merupakan golden ageperiode, artinya merupakan masa

BAB I PENDAHULUAN. yaitu bagian otak yang memiliki spesifikasi berpikir, mengolah data seputar

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Dengan pendidikan. mengukur, menurunkan, dan menggunakan rumus-rumus matematika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pertama-tama dari orang tua (keluarga) dan anggota keluarga lainnya. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem. Pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang ada dalam diri peserta didik. Pendidikan dianggap sebagai. diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. masa sekolah. Masa ini disebut juga masa kanak-kanak awal, terbentang usia 3-6

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, seseorang tidak hanya dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan baik formal, informal

BAB I PENDAHULUAN. akan terjadi interaksi diantara para anggotanya. bahwa yang penting dalam keluarga adalah relasi orang tua dan anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak pra sekolah adalah anak yang berumur bulan, pada masa ini

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. mengubah emosi, sosial dan intelektual seseorang. Menurut Tudor (dalam Maurice

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang di buat keluarganya dapat mempengaruhi anak begitupun

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian adalah rencana yang disusun sedemikian rupa

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dan persaingan hidup yang semakin tinggi. Tanpa pendidikan sama sekali

BAB 1 PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam. Dalam (Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003) Selain faktor yang berada dalam diri peserta didik, untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang

BAB 1 PENDAHULUAN. datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa pemerintah sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. tinggi terhadap segala sesuatu yang menarik perhatiannya. 1 Tidak diragukan. pendidikan yang mempengaruhinya. 2

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah individu yang unik dan memerlukan perhatian khusus untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan satu jenis kecerdasan saja, karena kecerdasan merupakan kumpulan kepingan

BAB I PENDAHULUAN. asuh dan arahan pendidikan yang diberikan orang tua dan sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. bidang humanistic skill dan professional skill. Sehingga nantinya dapat

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dari Allah SWT, Setiap orang tua menginginkan anakanaknya

BAB I PENDAHULUAN. empiris yang mendasari perubahan kurikulum adalah fakta di lapangan. menunjukkan bahwa tingkat daya saing manusia Indonesia kurang

GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG.

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting dalam memajukan harkat dan martabat suatu bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Pada umumnya kebanyakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia 0-6 tahun disebut juga sebagi usia kritis dalam rentang perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB I PENDAHULUAN. anak belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Segala sesuatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan, kepintaran, kemampuan berpikir seseorang atau kemampuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. ibu dan anak. Dalam suatu keluarga, arus kehidupan ditentukan oleh orang

HUBUNGAN PERANAN ORANG TUA TERHADAP MINAT BELAJAR ANAK USIA DINI. Cut Venny Luciana TK ANNISA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar pada hakekatnya merupakan serangkaian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan hal yang penting bagi seorang manusia untuk

PENDAHULUAN. dengan apa yang ia alami dan diterima pada masa kanak-kanak, juga. perkembangan yang berkesinambungan, memungkinkan individu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Masalah pendidikan perlu

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. yang menitik beratkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar sekolah. Salah satu acuannya adalah pendidikan harus berprinsip

PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KEIKUTSERTAAN DALAM EKSTRAKURIKULER BOLA BASKET DENGAN TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa yang berlainan jenis kelamin, wanita dan pria serta anak-anak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecerdasan seseorang tidak hanya dilihat dari kecerdasan intelektualnya (IQ), namun juga ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat mengelola emosionalnya. Kecerdasan emosional atau emotional intellegent (EI) adalah kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi termasuk didalamnya kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain di sekitarnya. Kecerdasan emosional tidak bertabrakan dengan kecerdasan intelektual karena masing-masing hal tersebut mempunyai wilayah yang berbeda. Kecerdasan intelektual umumnya berhubungan dengan kemampuan berpikir kritis dan analitis, dan diasosiasikan dengan otak kiri. Sementara, kecerdasan emosional lebih banyak berhubungan dengan perasaan dan emosi yang diasosiasikan dengan otak kanan. Menurut Suharsono, intelegensi emosional adalah kemampuan untuk melihat, mengamati, mengenali bahkan mempertanyakan tentang diri sendiri: who am I? Jika anak-anak dalam usia yang relatif dini sudah bertanya kepada orangtuanya, berkenaan dengan dirinya sendiri, bagaimana saat bayi, mulai berjalan, apa kesukaannya dan berbicara tentang rencana dan keinginannya hal itu menandakan kecerdasan emosional yang dimilikinya (Suharsono, 2005, hal.114).

2 Menurut Salovey (Goleman, 2004, hal.58-59) menyatakan bahwa kecerdasan emosional memiliki lima unsur kemampuan,yaitu: 1. Mampu mengenali emosi diri sendiri 2. Mampu mengelola emosi 3. Mampu memotivasi diri sendiri 4. Mampu mengenali emosi orang lain 5. Mampu membina hubungan baik dengan orang lain Kecerdasan emosional sangat berpengaruh pada peran orang tua dan eluarga. Dimana anak bisa tumbuh dan berkembang baik, serta mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Karena pola asuh orang tua merupakan peranan penting dalam pembentukan awal kecerdasan emosional anak. Kecerdasan emosional anak dapat dibentuk melalui proses pola asuh di dalam suatu keluarga. Menurut Agoes keluarga memegang peranan penting dalam pembentukan kecerdasan emosional. Para ahli mengemukakan bahwa pola asuh orang tua amat memengaruhi kepribadian anak dan perilaku anak (Dariyo, 2004, hal. 97). Maka dari itu dalam setiap keluarga ada pola asuh yang diterapkan kepada anaknya sehingga dapat memengaruhi kecerdasan emosionalnya. Dan dari sini kita dapat mengetahui bahwa kecerdasan emosional pertama kali dibentuk itu dalam keluarga. Karena orang tua merupakan modelling bagi anak.

3 Hal tersebut sesuai dengan Darajat yang mengungkapkan bahwa hubungan orang tua terhadap pertumbuhan jiwa anak. Hubungan yang serasi, penuh pengertian dan kasih sayang, akan membawa kepada pembinaan pribadi yang tenang dan mudah dididik, karena mendapatkan kesempatan yang cukup baik untuk tumbuh dan berkembang. Tapi hubungan orang tua yang tidak serasi, banyak perselisihan dan percekcokan akan membawa anak pada pertumbuhan yang sulit dan tidak mudah dibentuk (Darajat, 1996, hal.56). Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh ikatan dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin, wanita dan pria serta anakanak yang mereka lahirkan. Dalam kelompok ini, arus kehidupan dikemudikan oleh orang tua. Kartono menyebutkan bahwa keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Dalam keluarga umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan anak (Kartono, 1992, hal.19). Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua dikatakan pendidik karena dari merekalah anak mendapatkan pendidik untuk pertama kalinya dan dikatakan pendidik utama

4 karena pendidikan dari orang tua menjadi dasar bagi perkembangan dan kehidupan anak dikemudian hari. Masalah anak-anak dan pendidikan adalah suatu persoalan yang amat menarik bagi seorang pendidik dan ibu-ibu yang setiap saat menghadapi anakanak yang membutuhkan pendidikan. Mengasuh dan membesarkan anak berarti memelihara kehidupan dan kesehatannya serta mendidiknya dengan penuh ketulusan dan cinta kasih. Harapan setiap orang tua adalah memiliki anak yang pandai, cerdas, dan berakhlakul karimah, sehingga orang tua harus memberikan cara yang tepat dalam memberikan pengasuhan, memelihara, membimbing, dan mendidik anak, karena perasaan-perasaan itulah yang banyak memengaruhi sikap, cara berpikir, bahkan kecerdasan anak baik kecerdasan intelektual, kecerdasan spritual maupun kecerdasan emosional. Suasana emosional di dalam rumah, dapat sangat merangsang perkembangan otak anak yang sedang tumbuh dan mengembangkan kemampuan mentalnya. Sebaliknya, suasana tersebut dapat memperlambat perkembangan otak anak. Beck dalam buku-bukunya asih asah asuh, mengasuh dan mendidik anak agar cerdas, mengungkapkan banyak proyek riset jangka lama menunjukkan bahwa intelegensi anak akan berkembang ke tingkat yang lebih tinggi, bila sikap di rumah terhadap anak hangat dan demokratis daripada dingin dan otoritas (Beck, 1992, hal.50). Kehidupan sehari-hari setiap orang mempunyai cara yang berbedabeda dalam memberikan pengasuhan kepada anaknya, tergantung status sosial,

5 budaya tempat tinggal, serta latar belakang pekerjaan orang tua. Dan pasti ada kelebihan dan kekurangan dalam setiap pola asuh. Pola asuh orang tua mempunyai banyak sekali varian. Diantaranya seperti yang diungkapkan oleh (Irwanto, 1991, hal. 94) bahwa pola asuh terdiri dari pola asuh otoriter, yaitu pola suh yang ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua, kebebasan anak sangat dibatasi. Pola asuh demokratis, ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya. Pada pola asuh permisif ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas sesuai dengan keinginan anaknya. Sedangkan pada pola asuh dengan ancaman lebih ditekankan pada ancaman yang keras terhadap anak. Menurut Markum, pola asuh terhadap anak dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pola asuh otoriter adalah orang tua sangat menanamkan disiplin dan menuntut prestasi yang tinggi pada anaknya. Kedua adalah pola asuh permisif, dimana orang tua bersikap demokratis dan penuh kasih sayang. Namun kendali orang tua dan tuntutan berprestasi rendah. Yang terakhir adalah pola asuh demokratis, yaitu orang tua yang menuntut prestasi tinggi tetapi dibarengi sikap demokratis dan kasih sayang yang tinggi pula. Pada pola asuh ini kuat dalam control dan pengawasan, tetapi tetap member tempat untuk anak berpendapat (Markum, 1999, hal.85). Dari berbagai macam pola asuh yang dikemukakan di atas, penulis hanya akan mengemukakan tiga macam saja, yaitu pola asuh otoriter, permisif, dan demokratis.

6 Penelitian terdahulu tentang pola asuh oleh (Septiara: 2008) di TK ABA Musholla Kotagede Kota Yogyakarta menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pola asuh orangtua dengan kecerdasan emosional (EQ) pada anak usia prasekolah (3-5 tahun), dengan hasil uji korelasi sebesar 0,472. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pola asuh orangtua di TK ABA Kotagede Yogyakarta ini menerapkan berbagai macam pola asuh. Rata-rata orangtua menggunakan pola asuh demokratis, dan dari penerapan pola asuh demokratis menghasilakan 3 macam kecerdasan emosional. Penelitian terdahulu tentang perkembangan emosi oleh (Anggraini: 2010) di TK Surya Buana Merjosari Malang, menunjukkan bahwa pola asuh (otoriter, demokratis dan permisif) orang tua berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak dengan nilai Fhit lebih besar dari Ftab ()75.741>2.33) SMPN 2 merupakan salah satu jenjang pendidikan menengah pertama di desa kelampok Kecamatan Singosari Kabupaten Malang. Saat ini pada tahun ajaran 2014/2015, SMP NEGERI 2 memiliki siswa kelas VIII sebanyak 288 siswa. Dari observasi yang peneliti lakukan sebelumnya, diketahui bahwa para siswa siswi memiliki kecerdasan emosional yang beragam. Misalnya, ada siswa yang memiliki banyak sekali teman dan ada juga yang tidak punya teman atau di jauhi. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh kecerdasan emosional yang dimiliki masing-masing anak, ada kalanya itu mudah sekali bergaul dan ada juga yang sulit bergaul, dan beragam pula

7 tingkat motivasi yang ada dalam diri anak. Anak tidak bisa berteman dengan siapa saja dan cenderung lebih pemilih, kurang bisa berhubungan dengan orang menurutnya lebih pintar, takut terhadap guru, lebih pasif ketika di dalam kelas, jikalau ramai itu karena pengaruh teman-temannya. Ini juga dipengaruhi oleh pola asuh yang diterapkan oleh para orangtua kepada anak sejak dia masih usia dini. Fenomena yang ada di lapangan yaitu orang tua siswa pada umumnya adalah seorang pekerja, dan kebanyakan adalah pekerja sebagai buruh tani. Kurang bisa memahami dan mengendalikan anak, anak dibiarkan bermain sendiri tanpa pengawasan penuh dari orang tua. Anak hanya diberi materi berupa uang tanpa diarahkan. Orang tua kurang mengetahui hal apa saja yang dilakukan anak diluar rumah. Dengan demikian sangat perlu diteleiti seperti dalam penelitian yang dilakukan sebelumnya bahwa kecerdasan emosional itu harus ditanamkan sejak dini. Sedangkan dalam penelitian ini berbeda bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh permisif akan membuat anak memeliki kecerdasan emosional yang sedang dimana anak terkadang mampu tapi dalam hal lain anak akan merasa kurang. Hal tersebut tentunya sangat penting untuk diteliti, sehingga peneliti mengambil tema Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa SMP NEGERI 2 di desa kelampok Kecamatan Singosari Kabupaten Malang

8 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana tingkat pola asuh orangtua siswa siswi SMPN 2 Kelampok Singosari Malang tahun pelajaran 2014/2015? 2. Bagaimana tingkat kecerdasan emosional siswa-siswi di SMPN 2 Kelampok Singosari Malang tahun pelajaran 2014/2015? 3. Apakah ada pengaruh antara pola asuh orang tua terhadap kecerdasan emosional siswa siswi di SMPN 2 Kelampok Singosari Malang tahun pelajaran 2014/2015? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui tingkat pola asuh oran gtua siswa siswi SMP NEGERI 2 Kelampok Singosari Malang tahun pelajaran 2014/2015. 2. Untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosional siswa-siswi di SMP NEGERI 2 Kelampok Singosari Malang tahun pelajaran 2014/2015. 3. Untuk mengetahui ada pengaruh antara pola asuh orangtua terhadap kecerdasan emosional siswa siswi di SMP NEGERI 2 Kelampok Singosari Malang tahun pelajaran 2014/2015. D. Manfaat 1. Secara Teoritis a. Bagi peneliti: merupakan hal baru yang bisa dipakai kedepannya mengenai pengetahuan tentang pola asuh dan kecerdasan emosional.

9 b. Bagi guru: sebagai tambahan acuan dalam memberikan bimbingan pada siswa terutama tentang kecerdasan emosional c. Bagi orangtua: sebagai sumbangan informasi agar dapat memilih pola asuh yang efektif untuk diterapkan pada anaknya 2. Secara Praktis Bagi lembaga pendidikan dan umum, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dan upaya mengenai pola asuh dan kecerdasan emosional siswa agar siswa dapat terus berkembang dengan optimal dengan memiliki kecerdasan emosional yang bagus