BAB I PENDAHULUAN. menurut Direktur World Development Report (WDR), Norman Loayza

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1.

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan:

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP

SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan Orang khususnya perempuan dan anak kembali ramai

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang. ditentukan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007.

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perempuan dan anak. Dengan demikian upaya perlindungan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 30 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang. berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. hukum tidak berdasar kekuasaan belaka. 1 Permasalahan besar dalam. perkembangan psikologi dan masa depan pada anak.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

BAB I PENDAHULUAN. (2010 hingga 2014) sebanyak kasus anak terjadi di 34 provinsi dan

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial, sejak dalam kandungan sampai dilahirkan anak. mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapat perlindungan baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina. terjadi dikalangan masyarakat pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

I. PENDAHULUAN. karena itu sering timbul adanya perubahan-perubahan yang dialami oleh bangsa

I. PENDAHULUAN. yang paling sederhana sampai tingkat yang kompleks, perlunya penegakan hukum

BERITA NEGARA. No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BALITA SEBAGAI KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI TINJAU DARI ASPEK VIKTIMOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. Usia Pekerja Jumlah Pekerja Tahun Survei Tahun Tahun ±

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

BAB I PENDAHULUAN. patut di junjung tinggi serta harus mendapatkan hak-haknya tanpa harus

BAB I PENDAHULUAN. mencari nafkah. Hal ini yang mendorong munculnya paktek perdagangan

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NO.21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada 2013, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 249,9 juta orang. 1 Pada periode Maret 2014, Indonesia termasuk Negara yang berada di peringkat ke-4 se dunia dengan jumlah penduduk mencapai 253,60 juta jiwa, 2 dengan tingkat pengangguran per periode September 2013 sebesar 6,25 juta jiwa. 3 Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah/negara Indonesia adalah kemiskinan, dimana jumlah penduduk miskin per September 2013 sebanyak 28,55 juta orang, 4 bahkan Majalah Tempo merilis bahwa, dua pertiga masyarakat Indonesia masuk dalam kategori miskin versi Bank Dunia. Hal ini menurut Direktur World Development Report (WDR), Norman Loayza menyebutkan bahwa adanya kemiskinan sebagai akibat dari tingginya beban hidup masyarakat Indonesia yang tidak diimbangi dengan daya beli yang cukup, 1 www.google.com, https://www.google.com/#q=populasi+penduduk+indonesia. 2 Herdaru Purnomo, Negara dengan Penduduk Terbanyak di Dunia, RI Masuk 4 Besar, http://finance.detik.com/read/2014/03/06/134053/2517461/4/negara-dengan-penduduk-terbanyak-didunia-ri-masuk-4-besar, 06/03/2014. 3 Badan Pusat Statistik, Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin dan GarisKemisknan1970-2013, <http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1. 4 Ibid. 1

2 dimana sebanyak 75 persen masyarakat hanya mampu membiayai diri sebesar US$ 4 per hari. 5 Faktor kemiskinan berpotensi kepada seseorang untuk melakukan tindak kejahatan. Dalam kondisi sulitnya mencari nafkah mengakibatkan orang lupa diri sehingga mencari jalan cepat tanpa memperdulikan halal atau haramnya uang yang didapat guna memenuhi kebutuhan. Misalnya saja dengan melakukan perampokan, penodongan, pencurian, penipuan, dan masih banyak lagi contoh kriminalitas yang bersumber dari kemiskinan. Mereka melakukan itu semua karena kondisi yang sulit mencari penghasilan untuk keberlangsungan hidup dan lupa akan nilai-nilai yang berhubungan dengan Tuhan. Di era global dan materialis seperti sekarang ini tidak heran jika kriminalitas terjadi di mana pun. 6 Salah satu contoh dari kriminalitas yang disebabkan oleh faktor kemiskinan adalah perdagangan orang (Human Trafficking). Farhana menyebutkan bahwa, perdagangan orang terkait dengan kriminalitas transnasional yang merendahkan martabat bangsa Negara memperlakukan korban semata sebagai komoditi yang dibeli, dijual, dikirim dan dijual lagi. Perdagangan orang yang mayoritas perempuan dan anak, merupakan jenis perbudakan pada era modern ini merupakan dampak krisis multidimensial yang dialami Indonesia. Dalam pemberitaan saat ini sudah dinyatakan sebagai masalah global yang serius dan 5 Tempo.Co, Dua Pertiga Penduduk Indonesia Hidup Miskin, <http://www.tempo.co /read/news/2014/04/24/090572956/dua-pertiga-penduduk-indonesia-hidup-miskin>, (24/04/2014). 6 Kriminalitas dan Kemiskinan, <http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module= Detailberita&kid=11&id=82735>, (4/12/2013).

3 bahkan telah menjadi bisnis global yang telah memberikan keuntungan besar bagi pelaku. Dari waktu ke waktu praktik perdagangan orang semakin menunjukkan kualitas dan kuantitasnya. 7 Dan kenyataannya bahwa, yang lebih dominan korban adalah perempuan dan anak karena merekalah kelompok yang sering menjadi sasaran dan dianggap paling rentan. 8 Berdasarkan Laporan akhir tahun Komisi Nasional Anak Indonesia (Komnas Anak) sepanjang 2013 terdapat 140 kasus perdagangan anak di Indonesia. Menurut Sekertaris Jenderal Komnas Anak, Samsul Ridwan menyebutkan bahwa kasus perdagangan anak kini menggunakan berbagai macam modus. Sebagian besar diiming-imingi pekerjaan namun ternyata dijadikan sebagai Penjaja Seks Komersial (PSK). Data untuk modus kasus perdagangan anak, yaitu ekspoitasi seksual komersial anak sebanyak 76 kasus (54 %), adopsi ilegal 34 kasus (24 %), pembantu rumah tangga 24 kasus (17 %) dan pernikahan dini 4 kasus (3 %). Penyebabnya adalah faktor ekonomi. 9 Dilain pihak, menurut Anggota Komisi VIII DPR RI Saraswati Rahayu Djojohadikusuma menyebutkan bahwa, sedikitnya 100 ribu anak jadi korban perdagangan manusia setiap tahunnya. Jumlah ini belum termasuk jumlah wanita yang sudah di atas usia 18 tahun. Jumlah perdagangan manusia di Indonesia sejalan dengan jumlah perdagangan manusia di dunia. Saraswati mengatakan, 7 Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm.5. 8 Ibid., hlm.6. 9 Kusmiyati, BerbagaiMotifdalamKasusPerdaganganAnak,http://health.liputan6.com/read/7856 35/berbagai-motif-dalam-kasus-perdagangan-anak, (28/12/2013).

4 berdasarkan data yang dimilikinya, setiap 42 detik 1 orang menjadi korban perdagangan manusia. Masalah terbesar yang menyebabkan angka perdagangan manusia begitu besar masih disebabkan faktor ekonomi. Banyak warga di Indonesia, khususnya di daerah lahan pekerjaan tidak terbuka dengan luas. 10 Sehingga untuk mendapatkan sumber penghasilan, orang mencari jalan pintas untuk melakukan perbuatan memperdagangkan anak sebagai komoditas. Maraknya kasus perdagangan anak sebagaimana digambarkan di atas, ternyata tidak saja disebabkan karena faktor ekonomi. Banyaknya kasus perdagangan anak disebabkan oleh karena Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang nampaknya belum mampu menciutkan nyali para pelaku penculikan. Begitu juga Pasal 78 Undang-Undang Perlindungan Anak belum banyak digunakan untuk menjerat pelaku. 11 Salah satu contoh kasus perdagangan anak di bawah umur adalah dalam kasus putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 1332/Pid.B/2013/PN.BDG, dimana pelaku yang telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perdagangan orang dengan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda sebesar Rp. 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah). Adapun pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman tersebut adalah terpenuhinya unsur untuk tujuan mengekspolitasi orang 10 Ahmad Romadoni, 100 Ribu Anak Indonesia Korban Perdagangan Manusia Setiap Tahun, http://news.liputan6.com/read/2142451/100-ribu-anak-indonesia-korban-perdagangan-manusia-setiaptahun, (04/12/2014). 11 Kusmiyati, Op.Cit.

5 sesuai Pasal 88 Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (telah dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak) dan seluruh unsur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan orang, serta unsur Pasal 297 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut (KUHP) telah terbukti. Dari kasus putusan di atas dapat digambarkan bahwa, perdagangan anak adalah salah satu bentuk eksploitasi seksual anak di luar prostitusi, baik untuk kepentingan dunia industri hiburan, kurir narkotika, pornografi, jasa pelayanan seksual maupun untuk dipekerjakan dan diperdagangkan organ tubuhnya. 12 Sebagai sebuah masalah sosial, perdagangan anak (perempuan) adalah salah satu bentuk eksploitasi dan tindak kekerasan kepada anak yang jelas-jelas melanggar Konvensi Hak Anak. 13 Sedangkan menurut Penjelasan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang menyebutkan bahwa, perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan manusia. Oleh sebab itu putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 1332/Pid.B/2013/PN.BDG tersebut di atas, menurut penulis bahwa hukuman yang diberikan kepada pelaku kejahatan perdagangan anak selama 3 (tiga) tahun penjara masih terbilang ringan, tidak sebanding dengan penderitaan dan kerugian bagi korban dan berpotensi bagi pelaku untuk mengulangi kembali perbuatannya, sehingga tidak memberikan efek jera kepada pelaku dan pelaku-pelaku lainnya. 12 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Kencana, Jakarta, Cetakan ke 2, 2013, hlm.282. 13 Ibid., hlm.283.

6 Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang sanksi hukum yang diberikan kepada pelaku oleh pengadilan dengan mengambil judul penelitiannya adalah, ANALISIS HUKUM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANDUNG NOMOR 1332/Pid.B/2013/PN.BDG TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ANAK DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di atas, maka yang menjadi permasalahan penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 1332/Pid.B/2013/PN.BDG telah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak? 2. Apakah keputusan majelis hakim dalam putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 1332/Pid.B/2013/PN.BDG telah mencerminkan penegakan hukum terhadap tindak kejahatan perdagangan anak sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang?

7 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui kesesuaian Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 1332/Pid.B/2013/PN.BDG dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan penegakan hukum yang dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Bandung atas kasus putusan Nomor 1332/Pid.B/2013/PN.BDG terhadap tindak kejahatan perdagangan anak dihubungkan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. D. Kegunaan Penelitian Terdapat 2 (dua) kegunaan yang dapat diambil dari penelitian ini, yaitu kegunaan secara teoritis dan kegunaan secara praktis antara lain : 1. Kegunaan secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemikiran bagi ilmu hukum pidana khususnya mengenai penerapan sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana human trafficking.

8 2. Kegunaan secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan masukan kepada para penegak hukum dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan orang. E. Kerangka Pemikiran Indonesia adalah Negara hukum. Hal ini tercermin dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa, Negara Indonesia negara hukum. Negara hukum dimaksud adalah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan. 14 Negara Hukum bersandar pada keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang adil dan baik. 15 Dalam teori Gustav Radbruch tentang hukum dan keadilan menyebutkan bahwa, nilai keadilan adalah materi yang harus menjadi isi aturan hukum. Sedangkan aturan hukum adalah bentuk yang harus melindungi nilai keadilan. Selanjutnya, Gustav Radbruch menyebutkan bahwa, hukum sebagai pengemban nilai keadilan menjadi ukuran bagi adil tidak adilnya tata hukum. Tidak hanya itu, nilai keadilan juga menjadi dasar dari hukum sebagai hukum. Ia menjadi landasan moral hukum dan 14 Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, https://www.mpr.go.id/pages/produkmpr/panduan-pemasyarakatan/bab-ii-uud-nri-tahun-1945/d-hasil-perubahan--naskah-asli-uud-1945-1 15 Negara Hukum, http://id.wikipedia.org/wiki/negara_hukum.

9 sekaligus tolok ukur hukum positif. Kepada keadilanlah hukum berpangkal. Tanpa keadilan, sebuah aturan tidak pantas menjadi hukum. 16 Dalam teorinya Gustav Radbruch selanjutnya menyebutkan bahwa, hukum memiliki tiga aspek, yaitu keadilan, finalitas, dan kepastian. Aspek keadilan menunjukan pada kesamaan hak di depan hukum. Aspek finalitas menunjukan pada tujuan keadilan, yaitu memajukan kebaikan dalam hidup manusia. Aspek ini menentukan isi hukum. Sedangkan kepastian menunjukan pada jaminan bahwa hukum benar-benar berfungsi sebagai peraturan yang ditaati. 17 Teori yang disampaikan di atas memiliki relevansinya dengan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 bahwa, salah satu unsur Negara hukum adalah pemenuhan hak-hak asasi manusia untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu, Oleh sebab itu, sesuai Pasal 28D ayat (1) menyebutkan bahwa, Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut Undang-Undang HAM) disebutkan bahwa : 16 Bernard L.Tanya, Yoan N.Simanjuntak dan Markus Y.Hage, Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Cetakan IV (edisi revisi), 2013, hlm.117-118. 17 Ibid.

10 Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Demikian pula perlakuan terhadap anak, dimana setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta anak sebagai tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis, ciri, dan sifat khusus sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. 18 Oleh sebab itu, sejalan dengan pendapat Arif Gosita, bahwa anak wajib dilindungi agar mereka tidak menjadi korban tindakan siapa saja (individu atau kelompok, organisasi swasta maupun pemerintah) baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Hal ini mengingat, pada hakekatnya anak tidak dapat melindungi diri sendiri dari berbagai macam tindakan yang menimbulkan kerugian mental, fisik, sosial dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan. 19 18 Konsideran dalam hal menimbang huruf b dan c Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. 19 Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Akademi Pressindo, Jakarta, 1989, hlm.35. Dikutip dari Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, Refika Aditama, Cetakan ke 2, 2010, hlm. 2.

11 Salah satu undang-undang yang dibuat oleh negara yang menjadi pedoman dalam rangka memberikan perlindungan terhadap anak adalah Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (selanjutnya disebut dengan Undang- Undang Perlindungan Anak), dimana di dalam Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak disebutkan bahwa, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan Perlindungan Khusus kepada Anak, dan dalam pasal yang sama ayat (2) huruf (h) disebutkan bahwa, Perlindungan Khusus kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan salah satunya kepada Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan. Salah satu bentuk kejahatan terhadap anak adalah tindak pidana perdagangan orang. Tindak pidana perdagangan orang merupakan pelanggaran terhadap harkat dan martabat manusia. Perdagangan orang yang merupakan perbuatan serupa perbudakan yang ditentang di seluruh dunia, selain melanggar Hak asasi Manusia (HAM), juga dapat menggangu kehidupan berbangsa dan bernegara. Atas dasar itu setiap orang berhak untuk mendapat perlindungan dan jaminan hukum. 20 Jaminan hukum yang dimaksud adalah memberikan perlindungan terhadap anak korban perdagangan orang sebagaimana yang diamanatkan oleh 2013. 20 Henny Nuraeny, Tindak Pidana Perdagangan Orang, Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke 2,

12 Undang-Undang Perlindungan Anak dan memberikan sanksi hukum yang tegas dalam rangka penegakan hukum kepada para pelaku tindak pidana perdagangan orang sebagaimana yang telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (selanjutnya disebut Undang-Undang TPPO). Dengan demikian implementasi dari kedua undang-undang tersebut bertujuan untuk menciptakan keadilan, perlindungan dan kepastian hukum sekaligus sebagai pedoman dalam penegakan hukum dalam tindak kejahatan perdagangan orang (anak). Selanjutnya, kerangka konseptual yang dipergunakan dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : 1. Anak Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak bahwa, Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk Anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan pengertian anak menurut konvensi Tentang Hak-hak Anak (convention on the right of the child) Tahun 1989 bahwa, Anak adalah setiap manusia dibawah umur 18 (delapan belas ) Tahun kecuali menurut undang-undang yang berlaku pada anak, kedewasaan dicapai lebih awal. 2. Perdagangan Orang Menurut Undang-Undang TPPO bahwa yang dimaksud dengan perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan,

13 pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. 21 3. Eksploitasi Menurut Undang-Undang TPPO bahwa yang dimaksud dengan Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil. 4. Pelanggaran hak asasi manusia Adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut 21 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 1 butir (1).

14 hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undangundang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. 22 5. Korban Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan/atau sosial, yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang. 23 6. Pelaku Tindak Pidana Dalam Undang-Undang TPPO tidak disebutkan secara jelas pengertian pelaku tindak pidana perdagangan orang, melainkan disebutkan setiap orang, yaitu orang perseorangan atau korporasi yang melakukan tindak pidana perdagangan orang. 7. Perlindungan hukum terhadap anak Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak yang dimaksud dengan Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 24 22 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 1 ayat (6). 23 Undang-Undang TPPO, op.cit., Pasal 1 butir (3). 24 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (2).

15 8. Perlindungan Khusus Anak Perlindungan Khusus adalah suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh Anak dalam situasi dan kondisi tertentu untuk mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya. 25 F. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya. Di samping itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap faktor hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahanpermasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan. 26 Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka metode penelitian hukum yang digunakan penulis adalah sebagai berikut : 1. Metode Pendekatan Sesuai perumusan identifikasi masalah dan tujuan penelitian, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan 25 Ibid, Pasal 1 ayat (15). 26 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1981, hlm.43. Dikutip dari H. Zaenuddin, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Ke Empat, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm.18.

16 pendekatan konsep. Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan perundang-undangan terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Sedangkan pendekatan konsep menitik beratkan pada penelitian dokumentasi. 2. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian dalam penulisan skripsi ini berupa penelitian deskriptif analitis. Tujuan digunakannya analisis deskriptif dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan dan menyampaikan secara rinci, sistematis dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan topik permasalahan. 3. Tahap penelitian Penelitian hukum berbeda dengan penelitian sosial. Untuk menyelesaikan isi mengenai masalah hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya, diperlukan sumber-sumber

17 penelitian yang disebut bahan hukum, yaitu bahan hukum primer dan sekunder. 27 a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif). 28 Adapun bahan hukum primer terdiri dari: 1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 3) Peraturan dan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang diteliti. 4) Putusan Pengadilan Negeri Kelas I A Khusus Bandung Nomor 1332/Pid.B/2013/PN.BDG. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen tidak resmi. Publikasi tersebut terdiri atas : 29 1) Buku-buku teks, skripsi, tesis, disertasi hukum 27 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2007, hlm.141. Dikutip dari H. Zaenuddin, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Ke Empat, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm.47. 28 H. Zaenuddin, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Ke Empat, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm.47. 29 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, 2003, hlm.33. Dikutip dari H. Zaenuddin, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Ke Empat, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm. 54.

18 2) Kamus-kamus hukum 3) Jurnal-jurnal hukum, dan 4) Komentar-komentar atas putusan hakim Bahan hukum sekunder ini merupakan petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, jurnal, surat kabar, dan sebagainya. 30 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis berkaitan dengan penelitian hukum ini adalah dengan menggunakan metode dokumentasi atau studi dokumen yang bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Metode dokumentasi yaitu pengumpulan data dimana peneliti mengamati, mencatat dari buku-buku, jurnal hukum, peraturan perundang-undngan yang ada relevansinya dengan masalah yang sedang diteliti. 5. Metode Analisis Bersasarkan sifat penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analisis, analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. Deskriptif tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang 30 Ibid.

19 dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permsalahan hukum yang menjadi objek kajian. 31 31 H. Zaenuddin, Loc.Cit., hlm.107.