BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sebagai sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

REGULASI EMOSI DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PADA REMAJA. Maslichah Raichatul Janah

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam perjalanan hidupnya manusia melewati fase-fase kehidupan sejak ia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN KECENDERUNGAN KENAKALAN REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang dikaruniai banyak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak kekerasan merupakan hal yang sangat meresahkan bagi

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik dan psikisnya. Karena dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara individual maupun massal sudah menjadi berita harian. Aksi-aksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. penggemarnya amat luas. Jika kita bicara di era globalisasi sepak bola,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Jenis Kelamin Tahun Agustus Agustus

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya akan melalui beberapa tahap perkembangan,

BAB II LANDASAN TEORITIS

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja dikenal dengan masa yang penuh dengan pergolakan emosi yang diiringi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB 1 PENDAHULUAN. kepribadian siswa, yakni saat remaja menguasai pola-pola perilaku yang khas

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu konflik/masalah (Nashori, 2008). Sebagian orang mungkin ada yang merasa

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

1. PENDAHULUAN. Peningkatan kemajuan teknologi merupakan suatu proses yang terjadi dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. diwarnai dengan berbagai macam emosi, baik itu emosi positif maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN SOSIAL DAN KEPRIBADIAN. Program PLPG PAUD UAD 2017

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja ditandai dengan pertumbuhan fisik, pengembangan kepribadian, pencapaian kedewasaan, kemandirian, dan adaptasi peran dan fungsi dalam lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi, terutama karena berada dibawah tekanan sosial. Oleh karena itu, sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan emosi dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru. Menurut Hurlock (1990) Emosi pada remaja sangat kuat, tidak terkendali dan tampak irrasional. Rangsangan atau sebab kecil akan mudah menimbulkan luapan emosi, misalnya marah dan menangis. Remaja yang emosinya tidak matang sulit mengontrol perilaku sehingga dapat memicu timbulnya perilaku agresi. Beberapa kasus terjadi seperti bentrokan yang terjadi antara pelajar SMK Murni Surakarta dengan para pelajar SMK 1 Muhammadiyah dan SMK Ksatrian yang disebabkan karena ketidakpuasan pada pertandingan sepakbola antar pelajar (Joglosemar, 5 September 2013). Kasus lainnya seorang remaja di Bogor yang menganiaya balita karena tidak dibelikan motor (Indra, 2011). Kasus lainnya yang melibatkan remaja terjadi di depok, seorang remaja melakukan perampokan di angkutan umum dan ada pula remaja 14 tahun yang membunuh ibu dan anak di Bojonggede (Santosa, 2012). Menurut Putri (2012) data KPAI menyebutkan sejak 1 Januari 2012 hingga 1

digilib.uns.ac.id 2 26 September 2012 terdapat 17 remaja tewas dalam tawuran dan 39 remaja menderita luka berat, sedangkan menurut data yang diberikan pada bulan April tahun 2013 jumlah penghuni di Lapas Kelas IIB Klaten telah ada 9 anak di bawah 18 tahun menjadi binaan Lapas Klaten dengan latar belakang kasus yang berbeda beda (Suara Merdeka, 2013) Beberapa kasus di atas merupakan contoh-contoh ekstrim perilaku agresif yang ditunjukkan oleh remaja. Kasus lainnya yang seringkali melibatkan remaja seperti kekerasan, bullying, dan tawuran yang marak terjadi merupakan contoh lain dari perilaku agresif akhir-akhir ini. Peristiwa tersebut dapat dipicu oleh berbagai macam hal yang terkait dengan masa perkembangan remaja. Marcus (2007) menjelaskan remaja dalam tahap perkembangannya memiliki perilaku umum yang lebih beresiko, remaja yang memiliki ketidakmatangan dalam masa perkembangannya dapat menumbuhkan perilaku yang melanggar peraturan dan hukum. Hurlock (1990) turut menjelaskan bahwa remaja cenderung untuk sulit membedakan antara yang baik dan yang buruk, dan mengorbankan standar-standar yang harus dipatuhi. Remaja yang berperilaku agresif menunjukkan kekurangan dalam kemampuan interpersonal terhadap perencanaan dan manajemen agresi. Menurut Mundy (dalam Guswani dan Kawuryan, 2011) kemunculan perilaku agresif dapat disebabkan karena berhadapan dengan situasi yang tidak menyenangkan dalam lingkungannya. Setiap situasi yang dialami oleh individu akan menimbulkan reaksi baik secara kognitif maupun emosi. Menurut Rahayu (dalam Guswani dan Kawuryan, 2011) Situasi yang tidak menyenangkan akan berhubungan dengan kematangan emosi. Remaja yang belum stabil dan kurang matang emosinya dapat

digilib.uns.ac.id 3 lebih mudah muncul perilaku agresinya daripada yang mampu mengatur emosi dengan baik. Perilaku agresif ditentukan oleh interaksi yang kompleks dari faktor sosial, kognitif, emosional, dan biologis. Berdasarkan faktor emosional, Hurlock (2005) berpendapat bahwa remaja cenderung memiliki emosi yang bergejolak. Di usia remaja, kemampuan untuk mengelola emosi belum berkembang secara matang. Hal ini membuat remaja cenderung untuk mengikuti emosinya dalam berbagai tindakan. Monks dkk. (2002) turut menjelaskan perkembangan psikis yang menonjol pada masa remaja adalah perkembangan emosi. Faktor emosional turut menentukan kontrol diri individu dalam berperilaku agresif. Menurut Latipah (dalam Siddiqah dan Helmi, 2005) menemukan bahwa kontrol diri seseorang mempengaruhi perilaku agresif. Kontrol diri erat kaitannya dengan kematangan emosi seseorang dalam menghadapi masalah. Emosi mampu mempengaruhi tindakan yang diambil oleh individu, seperti yang dijelaskan Goleman (2002) bahwa emosi berperan besar terhadap suatu tindakan bahkan dalam pengambilan keputusan rasional. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengelolaan emosi yang baik dari individu sebelum mengambil sebuah tindakan. Emosi yang terdapat dalam diri harus ada dalam jumlah yang proposional dengan peristiwa yang timbul, emosi diekspresikan pula dalam waktu yang benar dan cara yang sesuai dengan lingkungan dimana hal itu terjadi sehingga tidak menimbulkan kerugian (Ekman, 2009). Soewadi (dalam Siddiqah dan Helmi, 2005), remaja yang berbuat kesalahan atau melakukan tindakan yang melanggar nilai moral, maka akan diberikan

digilib.uns.ac.id 4 penilaian negatif oleh masyarakat bahwa dirinya sebagai penyebab atas kejadian yang tidak menyenangkan, dalam kondisi yang seperti itu remaja memiliki perasaan tidak berharga dan merasa selalu dinilai secara negatif sehingga dorongan yang muncul adalah keinginan untuk menghindar dari orang lain dan penilaian orang lain yang akan membuat dirinya semakin tersakiti. Hal ini merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa remaja dan merupakan situai yang mampu memunculkan frustasi pada individu. Terutama bagi remaja yang belum matang secara emosi ketika merasa frustasi mereka cenderung akan memperlihatkan perilaku yang hanya menuruti kata hati, emosi meledak-ledak, tidak mampu mengambil keputusan dengan baik, dan sangat peka terhadap kritik. Dengan demikian, remaja dalam kondisi tersebut sangat mudah berperilaku agresif. Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja tidak hanya dikarenakan oleh ketidakmampuan mengontrol diri, tetapi juga karena adanya tekanan atau masalah. Oleh karenanya, kemampuan mengelola emosi perlu dilakukan agar seseorang dapat terhindar dari perilaku-perilaku antisosial, terutama bagi remaja yang sedang mengalami konflik yang beragam dan kompleks. Kemampuan mengelola emosi ini disebut juga dengan regulasi emosi. Menurut Thompson (dalam Putnam, 2005) keberhasilan remaja dalam mengatur, mengelola emosi sehingga dapat memunculkan rekasi adaptif merupakan fungsi kerja regulasi emosi yang memadai. Regulasi emosi yang berfungsi baik akan menghasilkan emosi yang adaptif dan perilaku terorganisir.

digilib.uns.ac.id 5 Kemampuan dalam meregulasi emosi akan berdampak pada perilaku individu. Menurut Meichati (1983) emosi mempunyai peran yang besar dalam individu untuk menentukan pola tingkah lakunya. Akibat dari keadaan emosi yang meluapluap seseorang dapat saja berbuat kepada hal-hal yang bersifat destruktif atau negatif. Namun tidak berarti semua emosi dapat mengarahkan pada perilaku destruktif, tapi ada pula beberapa emosi yang dapat mengarahkan pada perilaku yang konstruktif. Keadaan emosi yang stabil memungkinkan individu tersebut bertingkah laku positif dan tidak mudah terpengaruh dan terpancing untuk berperilaku di luar kendalinya dan kesadarannya. Gross (dalam Manz, 2007) menjelaskan respon emosional dapat menuntun individu ke arah yang salah, pada saat emosi tampaknya tidak sesuai dengan situasi tertentu, individu sering mencoba untuk mengatur respon emosional agar emosi tersebut dapat lebih bermanfaat untuk mencapai tujuan, sehingga diperlukan suatu strategi yang dapat diterapkan untuk menghadapi situasi emosional berupa regulasi emosi yang dapat mengurangi pengalaman emosi negatif maupun tingkah laku maladaptif. Thompson (Kostiuk & Gregory, 2002) menggambarkan regulasi emosi sebagai kemampuan merespon proses-proses ekstrinsik dan intrinsik untuk memonitor, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosi yang intensif dan menetap untuk mencapai suatu tujuan. Ini berarti apabila seseorang mampu mengelola emosiemosinya secara efektif, maka ia akan memiliki daya tahan yang baik dalam menghadapi masalah.

digilib.uns.ac.id 6 Menurut Eisenberg (dalam Strongman, 2003) rendahnya tingkat regulasi emosi akan berkaitan dengan perilaku yang tidak terkontrol, agresi, perilaku prososial yang rendah dan kerentanan terhadap efek emosi negatif dan penolakan sosial. Regulasi emosi diasumsikan sebagai faktor penting dalam menentukan keberhasilan seseorang dalam usahanya untuk berfungsi dengan normal dikehidupannya seperti dalam proses adaptasi, dapat berespon sesuai dan fleksibel (Thompson dalam Garnefski, dkk., 2001). Berdasarkan uraian di atas emosi memiliki peran yang besar dalam pembentukan perilaku terutama dalam tahap perkembangan remaja yang memungkinkan adanya hubungan dengan perilaku agresif pada remaja, kecenderungan dalam berperilaku agresif juga dapat dimiliki oleh setiap individu, sehingga diperlukan adanya regulasi emosi untuk mengatur dan memelihara emosi sehingga terbentuk perilaku sebagai respon emosional yang sesuai dengan norma yang ada. Upaya pencegahan perilaku agresif pada remaja dapat dimulai sejak dini, seperti di sekolah tempat remaja menghabiskan waktu dalam bersosialisasi. Menurut Callahan dan Rivara (dalam Orpinas dan Frankowski, 2001) menjelaskan bahwa sekolah memiliki peranan penting dalam upaya pencegahan perilaku agresif, hal ini disebabkan karena sebagian remaja menghabiskan waktunya di sekolah dan dapat mempengaruhi kegiatan belajar mengajar itu sendiri. Dari penjelasan yang dikemukakan terdapat masalah yang menarik untuk diteliti lebih lanjut, remaja dalam masa perkembangannya akan menemui beberapa perubahan termasuk perubahan tingkah laku. Dalam masa perubahan

digilib.uns.ac.id 7 tersebut remaja memiliki kemungkinan untuk mengalami krisis emosi yang berujung pada pembentukan perilaku destruktif. Regulasi emosi diperlukan remaja untuk mengatasi kecenderungan remaja untuk bertindak agresif. Oleh karena berdasarkan uraian di atas penulis melakukan penelitian bertema Pengaruh Pemberian Pelatihan Regulasi Emosi Terhadap Perilaku Agresif Remaja pada Siswa Kelas X SMK Pancasila Surakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan maka dirumuskan masalah penelitian ini adalah Apakah pemberian pelatihan regulasi emosi berpengaruh terhadap perilaku agresif remaja pada siswa kelas X SMK Pancasila Surakarta? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memilliki tujuan mengetahui pengaruh dari pemberian pelatihan regulasi emosi terhadap perilaku agresif remaja pada siswa kelas X SMK Pancasila Surakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu Psikologi. Penelitian ini dapat digunakan lebih lanjut untuk pengembangan dalam bidang Psikologi Sosial maupun bagi penelitian dalam Psikologi Perkembangan Remaja.

digilib.uns.ac.id 8 2. Manfaat Praktis a. Bagi remaja menerapkan keterampilan regulasi emosi dalam berinteraksi dengan lingkungan dengan melatih ekspresi emosi. b. Bagi pendidik dapat membangun lingkungan yang mendukung bagi perkembangan remaja yang sesuai norma yang ada sehingga tidak memicu perilaku destruktif pada remaja. c. Bagi orangtua dapat membimbing anak mereka untuk dapat menumbuhkan keterampilan meregulasi emosi dalam diri remaja sehingga remaja dapat membentengi diri dari pengaruh negatif yang berasal dari lingkungan. d. Bagi peneliti selanjutnya dapat memberikan gambaran dan dorongan positif untuk melakukan penelitian lanjutan yang mendukung tema tersebut.