BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya.

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan masalah kepengurusan dan kelanjutan hak-hak serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme menurut suku-suku

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK. A. Pengertian Anak Angkat dan Pengangkatan Anak

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB II TINJAUAN UMUM PENGANGKATAN ANAK. tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. Walaupun begitu istilah ini sering

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan gizi tetapi juga masalah perlakuan seksual terhadap anak (sexual abuse),

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KUMPULAN SOAL-SOAL UTS HUKUM ADAT

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

KEDUDUKAN JANDA DALAM HUKUM WARIS ADAT PADA MASYARAKAT PARENTAL

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. harus terjadi perselisihan atau sengketa dalam proses pembagian harta warisan

BAB I PENDAHULUAN. Mempunyai anak adalah kebanggaan hidup dalam keluarga supaya kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Manusia

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara

BAB I PENDAHULUAN. dalam keluarga, tetapi kenyataannya pemenuhan hak-hak anak seringkali diabaikan, karena kondisi keluarga yang tidak memungkinkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. antaranya, waris menurut hukum BW (Burgerlijk Wetboek), hukum Islam, dan. Ika ini tidak mati, melainkan selalu berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. hidup rumah tangga setelah masing-masing pasangan siap untuk melakukan

KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

HUKUM WARIS DI INDONESIA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam

HAK AHLI WARIS BERKEWARGANEGARAAN ASING TERHADAP HARTA WARISAN BERUPA TANAH

dalam pembagian harta warisan apabila ada anak kandung menurut hukum waris adat

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A.

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123).

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. rasional dan matematis baik kondisi ekonomi, kelayakan pengetahuan

BAB II PENGATURAN HUKUM PENGALIHAN TANAH YANG DIPEROLEH KARENA PEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG BERSTATUS DI BAWAH UMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selaku anggota masyarakat, selama masih hidup dan

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

SUATU TELAAH TENTANG KEBERADAAN ANAK SUMBANG DALAM MEWARIS DI LIHAT DARI ASPEK HUKUM ADAT. Oleh : H. Iman Hidayat, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pengadilan. Karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan kekeluargaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

Hukum Adopsi menurut Hukum Adat

SELAYANG PANDANG TENTANG ANAK DAN PENGANGKATAN ANAK. Oleh : Suwardjo. Dosen Fakultas Hukum Universitas surakarta. ABSTRAKSI

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. KAJIAN TENTANG PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN Oleh: Sarwenda Kaunang 2

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

DAFTAR REFERENSI BUKU :

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia perkawinan merupakan salah satu hal. yang penting terutama dalam pergaulan hidup masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEKUENSI HUKUM PENETAPAN PENGADILAN TERKAIT PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH ORANG TUA TUNGGAL

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. dengan pembagian harta warisan dengan aturan yang sangat adil sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari seorang ayah, ibu dan anak. Dalam kenyataannya ketiga unsur tersebut dapat terpenuhi sehingga kadang-kadang terdapat suatu keluarga yang tidak mempunyai anak. Tujuan seseorang melakukan pengangkatan anak antara lain adalah untuk meneruskan keturunan, manakala di dalam suatu perkawinan tidak memperolah suatu keturunan. Ini merupakan motivasi yang dapat dibenarkan dan salah satu jalan keluar sebagai alternatif yang positif serta manusiawi terhadap naluri kehadiran seorang anak dalam keluarga. Dengan mengangkat anak diharapkan supaya ada yang memelihara di hari tua, untuk mengurusi harta kekayaan sekaligus menjadi generasi penerusnya. 1

2 Mengenai pengangkatan anak ini ada beberapa pendapat. Menurut Prof.Hazairin, pengangkatan anak harus dilakukan secara terang dan tunai. Secara terang maksudnya pengangkatan anak tersebut harus dilakukan dihadapan kepala adat, sedangkan secara tunai maksudnya pengangkatan anak harus disertai dengan pemberian dari orang tua yang mengangkat anak tersebut kepada orang tua kandung anak itu. 1 Akibat dari pengangkatan anak yang dilakukan secara terang dan tunai yang biasa disertai upacara-upacara adat tertentu, melambangkan putusnya hubungan hukum antara anak yang diangkat dengan keluarga asal, terutama dalam hubungan kewarisan. Pada masyarakat patrilineal, pengangkatan anak hanya ditujukan pada anak laki-laki dengan tujuan utama meneruskan keturunan. Pada masyarakat matrilineal di Minangkabau tidak dikenal pengangkatan anak karena menurut hukum waris adat yang berlaku disan harta pencaharian suami tidak akan diwarisi oleh anak-anaknya sendiri, tetapi saudara sekandungnya serta keturunan saudara perempuannya yang sekandung. Pada masyarakat bilateral pengangkatan anak baik laki-laki maupun perempuan pada umumnya ditujukan pada keponakannya sendiri untuk memperkuat pertalian kekeluargaan dengan orang tua anak yang diangkat. hlm. 29 30 1 Empat Sekawan, Diktat Hukum Waris Adat FHUI, (Jakarta : Empat Sekawan, 1976),

3 Mengangkat anak merupakan suatu perbuatan hukum, oleh karena itu perbuatan tersebut mempunyai akibat hukum. Salah satu akibat hukum dari peristiwa pengangkatan anak adalah mengenai status anak angkat tersebut sebagai ahli waris orang tua angkatnya. Anak angkat menurut hukum adat dapat diakui untuk dijadikan sebagai dasar dan sebab mewaris, namun menurut hukum Islam anak angkat tidak diakui untuk dijadikan sebagai dasar dan sebab mewaris, karena prinsip pokok dalam kewarisan adalah hubungan darah atau arhaam. 2 Tetapi di berbagai daerah masih terdapat dan berlaku pengangkatan anak dimana anak angkat tersebut dapat mewarisi harta kekayaan orang tua angkatnya. Dalam hal tersebut di atas, seorang anak angkat yang berkedudukan seperti anak kandung berarti ia mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan anak kandung, namun bagi anak angkat yang hanya berkedudukan sebagai anak yang dipelihara saja maka ia tidak akan memperoleh hak dan kewajiban seperti anak kandung. Pada pengangkatan anak tersebut maka akibat hukum yang ditimbulkan dari pengangkatan anak tersebut tentu akan berbeda pula. Hal ini berpengaruh pada masalah kewarisan, dalam hal ini mengenai hak mewaris anak angkat tersebut. 2 Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta : Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1974), hlm. 152

4 Penulis memilih pewarisan terhadap anak angkat dan pertimbangan hakim dalam pewarisan terhadap anak angkat (studi kasus penetapan nomor : 171/Pdt.P/2009/PA.JS) untuk mengetahui pewarisan terhadap anak angkat yang ditetapkan oleh Pengadilan Agama dan untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam penetapan hak waris terhadap anak angkat. Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas, maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul Pewarisan Terhadap Anak Angkat dan Pertimbangan Hakim Dalam Pewarisan Terhadap Anak Angkat (Studi Kasus Penetapan Nomor 171/Pdt.P/2009/PA.JS). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengambil permasalahan yaitu: 1. Apakah pewarisan terhadap anak angkat berdasarkan penetapan nomor: 171/Pdt.P/2009/PA.JS diperkenankan berdasarkan hukum Islam? 2. Bagaimana pertimbangan hakim dalam penetapan hak waris terhadap anak angkat berdasarkan penetapan nomor : 171/Pdt.P/2009/PA.JS?

5 C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pewarisan terhadap anak angkat yang ditetapkan oleh Pengadilan Agama berdasarkan penetapan nomor : 171/Pdt.P/2009/PA.JS. 2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam penetapan hak waris terhadap anak angkat berdasarkan penetapan nomor : 171/Pdt.P/2009/PA.JS. D. Definisi Operasional Mahmud Syaitut di dalam kitab Al-Fatwa membedakan dua macam pengertian pengangkatan anak yaitu, pengertian pertama adalah perbuatan seseorang yang mengambil anak orang lain, diperlakukan, diasuh, dididik dengan penuh perhatian dan kasih sayang, tanpa memberi status anak kandung kepada anak tersebut. Dan pengertian kedua adalah perbuatan mengambil anak orang lain untuk diberi status sebagai anak kandung dengan menasabkan kepada dirinya serta memberlakukan konsekuensi hukum layaknya anak kandung, seperti hak untuk saling mewarisi. Konsep at-tabanni yang dipahami seperti inilah yang berlaku pada masa jahiliyah. 3 3 Mahmud Syaltut, Al Fatawa, (Mesir : Dar al Qalam, t.th), hlm. 321 322

6 Surojo Wignjodipoero menyatakan bahwa pengangkatan anak adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian rupa, sehingga antara orang yang memungut anak dan anak yang dipungut itu timbul suatu hukum kekeluargaan yang sama, seperti yang ada antara orang tua dengan anak kandungnya sendiri. 4 Menurut Hilman Hadikusuma SH, anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan pemeliharaan seperti anaknya sendiri atas harta kekayaan rumah tangga. 5 Pengertian adopsi menurut bahasa (etimologi) berasal dari kata adoptie. Adoptie itu sendiri berasal dari bahasa Belanda yang dalam Kamus Hukum berarti Pengangkatan seorang anak untuk dijadikan sebagai anak kandung sendiri. 6 Dalam bahasa Inggris yaitu adopt yakni mengambil anak dalam keluarga dan menganggapnya seperti anak sendiri. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. 7 1973), hlm. 23 4 Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Azas Azas Hukum Adat, (Bandung : t.p., 5 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Jakarta : Fajar Agung, 1987), hlm. 149 6 Subekti dan Tjorosudibio, Kamus Hukum, (Jakarta : P.T Pradnya Paramita, 1970),hlm. 6 7 Indonesia, Kompilasi Hukum Islam, pasal 171 ponit a

7 Sistem kewarisan adalah suatu kesatuan yang terdiri dari komponen mengenai pemindahan hak pemilikan harta peninggalan dari pewaris kepada ahli waris dan menentukan siapa-siapa yang dapat menjadi ahli waris, dan menentukan berapa bagiannya masing-masing. 8 Di dalam syari at Islam masalah mawaris merupakan salah satu pembahasan ilmu fiqih yang terpenting. Kata mawaris adalah jamak dari kata mirats yang berarti harta pusaka atau harta peninggalan. Dengan demikian semua harta orang yang telah wafat yang diterima oleh para ahli waris dinamakan mirats. Ditinjau dari segi bahasa, pengertian al-mirats adalah perpindahan sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain. 9 Prof.Dr.H.Zainuddin Ali, M.A menyatakan bahwa hukum waris Islam adalah aturan yang mengatur pengalihan harta dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. 10 Menurut Soepomo hukum waris adat memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses penerusan serta pengoperan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud harta benda dari satu angkatan manusia kepada keturunannya. Proses itu telah mulai pada waktu orang tua masih hidup. Memang meninggalnya bapak atau ibu adalah suatu peristiwa yang penting bagi 8 Ibid hlm. 11 9 Dra. Hasniah Aziz, Hukum Warisan dalam Islam, (Solo : Ramadhani, 1987), Cet. Ke 1, 10 Prof.Dr.H.Zainuddin Ali, M.A, Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia, Ed.1, Cet.2, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hlm. 33

8 proses itu, akan tetapi sesungguhnya tidak mempengaruhi secara radikal proses penerusan dan pengoperan harta benda atau bukan harta benda tersebut. 11 Menurut Wirjono Projodikoro warisan itu adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. 12 Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek (BW) adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya baik dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga. 13 Teori ini dikemukakan oleh LWC van den Berg. Teoi Receptio in complexu adalah bagi orang Islam berlaku penuh hukum Islam sebab dia telah memeluk agama Islam, walaupun dalam pelaksanaannya terdapat penyimpanganpenyimpangan. Pendapat atau teori ini disebut teori Receptio a complexu. 14 11 Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1984), hlm. 81 12 Wirjono Projodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, (Bandung : PT.Sumur Bandung, 1991), hlm. 13 13 A. Pitlo, Hukum Waris Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata, terjemahan M. Isa Arief, (Jakarta : Intermasa, 1979), hlm. 1 14 Sajuti Thalib, Receptio a Contrario, Hubungan Hukum Adat dengan Hukum Islam, (Jakarta : Bina Aksara, Cet.4, 1985), hlm. 4 dan 5

9 Teori ini dikemukakan oleh Prof. Christian Snouck Hurgronye dan kemudian dikembangkan oleh van Vollenhoven dan Ter Haar. Teori Receptie adalah hukum Islam tidak berlaku lagi di Indonesia kecuali untuk hal-hal yang dikehendaki oleh hukum adat. 15 Teori ini dikemukakan oleh Hazairin, kemudian dikembangkan oleh Sayuti Thalib, S.H. Teori Receptio a Contrario adalah hukum adat berlaku bagi orang Islam kalau diperbolehkan atau tidak bertentangan dengan agama Islam atau hukum Islam. 16 E. Metodologi Penelitian Penelitian merupakan sarana pokok dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, maka metodologi penelitian yang diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya 17. 1. Bentuk Penelitian Tipe penelitian yang penulis gunakan adalah tipe penelitian normatif dengan pendekatan empiris. Penelitian normatif adalah bentuk penelitian dengan melihat studi kepustakaan, sering juga disebut penelitian hukum doktriner, penelitian kepustakaan atau studi dokumen seperti buku- 15 Ibid, hlm. 37 38 16 Ibid, hlm. 58 17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Rajawali Press, 1990), Cet. Ke 3, hlm. 1

10 buku yang berkaitan dengan permasalahannya yaitu mengenai pengangkatan anak serta akibatnya terhadap kewarisan. Selain itu pada penelitian ini dikenal juga sebagai penelitian lapangan (Field Research) adalah pengumpulan materi atau bahan penelitian yang harus di upayakan atau dicari sendiri karena belum tersedia. Kegiatan yang dilakukan dengan membuat pedoman wawancara. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang penulis gunakan adalah sifat penelitian deskriptif. Penelitian ini bersifat menggambarkan. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang pewarisan terhadap anak angkat yang ditetapkan oleh Pengadilan Agama dan pertimbangan hakim dalam pewarisan terhadap anak angkat (studi kasus penetapan nomor : 171/Pdt.P/2009/PA.JS). 3. Jenis Data Dalam penelitian ini data yang penulis gunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat dengan wawancara (perlu narasumber/informan). Data sekunder yaitu data yang sudah jadi yang pada umumnya dalam keadaan siap pakai, dapat dipergunakan dengan segera, bentuk dan isi data

11 sekunder telah dibentuk oleh peneliti terdahulu, tidak terbatas pada waktu dan tempat. 18 4. Analisis Data Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data serta mengumpulkan semua bahan kemudian setelah terkumpul lalu di analisis. Yang pada akhirnya dalam penulisan skripsi ini seluruh data yang diperoleh kemudian di susun secara sistematis untuk selanjutnya di analisa dalam rangka mencapai kejelasan permasalahan yang di bahas. F. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini disajikan dalam 5 bab, yang masing-masing bab nya secara ringkas akan dijelaskan sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan Dalam bab ini di uraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, definisi operasional, metodologi penelitian, sistematika penulisan. 18 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hlm. 34

12 BAB II: Kajian Pustaka Mengenai Pengangkatan Anak Menurut Hukum Islam, Hukum Adat, Dan Hukum Perdata Barat Dalam bab ini di uraikan mengenai pengangkatan anak menurut hukum Islam, pengangkatan anak menurut hukum adat, dan pengangkatan anak menurut hukum perdata barat. BAB III : Kajian Pustaka Mengenai Kewarisan Menurut Hukum Islam, Hukum Adat, Dan Hukum Perdata Barat Dalam bab ini di uraikan mengenai kewarisan menurut hukum Islam, kewarisan menurut hukum adat, dan kewarisan menurut hukum perdata barat. BAB IV: Analisa Dalam bab ini di uraikan mengenai analisa terhadap permasalahan dalam bab I dengan menggunakan data yang telah terkumpul dari bab II dan bab III. Pengolahan data dapat dilakukan dengan metode kualitatif (analisa data dengan lebih menekankan pada kualitas atau isi dari data yang di peroleh). BAB V: Penutup Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai kesimpulan dari setiap analisa dan saran mengenai penelitian ini.