BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pencapaian derajat kesehatan ditandai dengan menurunnya angka kematian

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

DEA YANDOFA BP

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prekursor / provitamin A / karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

HUBUNGAN ANTARA SIKAP BIDAN DAN DUKUNGAN KADER TERHADAP PERILAKU BIDAN DALAM PEMBERIAN VITAMIN A IBU NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai pada anak-anak maupun orang dewasa di negara

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. vision di dunia. Data dari VISION 2020, suatu program kerjasama antara

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan fisik, tetapi juga perkembangan kecerdasaanya. (Kurniasih,dkk, 2010). Namun, anak usia di bawah lima tahun (balita)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (1) anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya serta dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia

Mahasiswa Akademi Kebidanan Abdi Husada Semarang 2

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh : ERY MAITATORUM J

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya paling besar mengalami masalah gizi. Secara umum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. postpartum adalah masa yang dimulai dari tanda akhir periode intrapartum

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan gizi, sehingga membutuhkan perhatian dan

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Gelar S 1 Keperawatan. Oleh: WAHYUNI J

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan sukses di masa depan, demikian juga setiap bangsa menginginkan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 adalah mengumpulkan. dan menganalisis data indikator MDG s kesehatan dan faktor yang

BAB 1 PENDAHULUAN. makanan (Anonim, 2008). Sementara masalah gizi di Indonesia mengakibatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara berkembang bagi bayi (18%), yang artinya lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA DI PUSKESMAS DESA DAYEUH KOLOT KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas anak sebagai penerus bangsa (1). Periode seribu hari,

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia, oleh karena itu menjadi suatu keharusan bagi semua

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB). AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. anemia masih tinggi, dibuktikan dengan data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

Transkripsi:

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indikator derajat kesehatan masyarakat di Indonesia salah satunya di lihat dari angka kematian dan kesakitan balita. Masa balita merupakan kelompok yang rawan akan masalah kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi kelangsungan tumbuh kembang kecerdasan, kemampuan akademik serta perkembangan kepribadian dan kemandirian pada seorang anak. (1) Daya tahan tubuh balita masih belum kuat, sehingga risiko anak menderita penyakit infeksi lebih tinggi. Kematian bayi dan balita di negara berkembang sebagian besar dipengaruhi oleh masalah gizi yang tidak baik dan meningkatnya penyakit infeksi pada bayi dan balita. Anak yang menderita kurang gizi mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk menderita berbagai jenis penyakit infeksi seperti diare, infeksi saluran pernapasan akut. (2) Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi yang terutama mengenai struktur saluran pernapasan diatas laring, tetapi kebanyakan, penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara simultan dan berurutan. ISPA disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikroplasma), tanda dan gejalanya sangat bervariasi antara lain demam, pusing, lemas, tidak nafsu makan, muntah, batuk, keluar sekret, stridor (suara napas), dyspnea (kesulitan bernapas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen). (3) ISPA salah satu penyebab utama kematian pada anak di bawah 5 tahun. World Health Organization (WHO) memperkirakan angka kejadian ISPA pada balita di negara berkembang yaitu di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% per tahun pada 13 juta anak balita di dunia golongan usia balita. Pada tahun 2000, 1,9 juta anak-anak di seluruh dunia meninggal

karena ISPA, 70% dari Afrika dan Asia Tenggara. Kejadian ISPA lebih sering terjadi di negara yang sedang berkembang. Setiap tahunnya ISPA menyebabkan 4 juta dari 15 juta perkiraan kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun dan sebanyak dua pertiga kematian tersebut (4, 5) adalalah bayi. Prevalensi ISPA tahun 2007 di Indonesia adalah 25,5% dengan 16 Provinsi diantaranya mempunyai prevalensi di atas gejala nasional. Kasus ISPA pada umumnya terdeteksi berdasarkan gejala penyakit. Prevalensi ISPA di Indonesia pada tahun 2013 adalah 25,0% tidak jauh berbeda dengan prevalensi pada tahun 2007 sebesar 25,5%. Prevalensi ISPA tertinggi (6, 7) terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 25,8% dan <1 tahun sebesar 22,0%. Data Dinas Kesehatan Kota Padang tentang 10 penyakit terbanyak pada balita menunjukkan bahwa kejadian ISPA pada balita merupakan penyakit terbanyak yang dialami oleh balita dibandingkan dengan penyakit-penyakit lainnya seperti diare, cacingan, asma, dan lainlain. Kejadian ISPA pada balita tahun 2013 2014 cenderung meningkat. Angka kejadian ISPA pada balita tahun 2013 adalah 30.926 dan pada tahun 2014 meningkat menjadi 30.950 kasus. Teori Unicef menyatakan bahwa terdapat faktor penyebab langsung dan tidak langsung yang mempengaruhi status gizi balita. Pelayanan kesehatan merupakan faktor penyebab tidak langsung yang mempengaruhi status gizi dan penyakit infeksi merupakan faktor penyebab langsung yang mempengaruhi status gizi. Pemberian kapsul vitamin A dilakukan oleh pemberi pelayanan kesehatan (puskesmas) untuk meningkatkan derajat kesehatan balita. Pemberian kapsul vitamin A berpengaruh terhadap daya tahan tubuh mencegah penyakit infeksi salah satunya penyakit ISPA. Penyakit infeksi juga berpengaruh terhadap status gizi balita, begitupun sebaliknya. Terjadinya penyakit infeksi pada seorang balita mempengaruhi status gizi balita, dan

bila status gizi balita dalam keadaan tidak baik, juga akan mempengaruhi kemungkinan balita tersebut mengalami penyakit infeksi. Puskesmas Belimbing merupakan salah satu Puskesmas di Kecamatan Kuranji Kota Padang. Data Puskesmas Belimbing mengenai ISPA pada balita perbulannya selama tahun 2015 menunjukkan hal yang sama. ISPA masih menduduki posisi pertama dalam urutan 10 penyakit terbanyak yang diderita oleh balita di wilayah Puskesmas Belimbing tersebut. Angka kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Belimbing yaitu Januari (160), Februari (108), Maret (100), April (70), Mei (91), Juni (105), Juli (37), Agustus (57), September (44), Oktober (175), November (38), dan Desember (50) dengan total kejadian ISPA pada balita yaitu 1.035 kasus. ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena dapat menyebabkan kematian pada bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA. Setiap tahunnya 40%-60% dari kunjungan di Puskesmas ialah penderita penyakit ISPA. Proporsi kematian yang disebabkan oleh ISPA ini mencapai 20-30%. (8) Masalah gizi timbul karena tidak tersedianya zat-zat gizi dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan anak balita yang sedang dalam masa pertumbuhan yang cepat sehingga kebutuhan relatif lebih besar bila dibandingkan dengan orang dewasa. Kebutuhan gizi anak balita meliputi kebutuhan energi, kebutuhan protein, kebutuhan vitamin dan mineral. Perkiraan kecukupan asupan makanan yang dianjurkan untuk mempertahankan kesehatan yang baik bagi anak balita di Indonesia meliputi kebutuhan energi yang diperkirakan sekitar 1210 (9, 10) kalori/hari, zat besi diperkirakan 10 mg/hari dan vitamin A sebanyak 1500 IU/hari. Menurut Depkes RI (2002) salah satu indikator penting dalam menentukan gizi balita adalah konsumsi vitamin A. Meskipun sejak tahun 1992 Indonesia dinyatakan bebas dari

xeropthalmia, akan tetapi masih dijumpai 50% dari balita mempunyai serum retinol <20 mcg/100 ml. Tingginya proporsi balita dengan serum retinol <20 mcg/100 ml ini menyebabkan anak balita di Indonesia berisiko tinggi untuk terjadinya xeropthalmia dan menurunnya tingkat kekebalan tubuh sehingga mudah terserang penyakit infeksi. Keadaan ini yang mengharuskan pemerintah memberikan kapsul vitamin A dosis tinggi pada balita. Upaya penyadaran gizi kepada masyarakat agar selalu mengkonsumsi sayur, buah berwarna dan pangan hewani menjadi sangat penting, agar tidak selalu tergantung pada kapsul Vitamin A. Munculnya kasus xeropthalmia sangat mungkin apabila penyuluhan konsumsi pangan hewani tidak efektif dan cakupan kapsul vitamin kurang dari 80%. (11) Masalah kurang vitamin A merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia dengan prevalensi yang tinggi pada wanita dan anak balita. Prevalensi yang tinggi tersebut merupakan penyebab utama dari meningkatnya morbiditas, mortalitas dan kebutaan. Suplementasi vitamin A dosis tinggi yang diberikan dua kali setahun terbukti berdampak meningkatkan status vitamin A, aman, dan merupakan intervensi yang cost-effective. International Vitamin A Consultative Group (IVACG) merekomendasikan bahwa kapsul vitamin A dapat juga diberikan kepada anak yang menderita campak, diare, gizi buruk, anak kurang vitamin A dengan tanda bercak Bitot, dan buta senja. Pelaksanaan program suplementasi harus secara efektif dapat menjangkau balita dengan (12, 13) cakupan yang tinggi. Fungsi vitamin A sering dihubungkan dengan rabun senja, kekebalan tubuh yang lemah, infeksi dan ketahanan hidup yang lebih rendah pada anak balita. Suplementasi atau pemberian kapsul vitamin A sangat penting karena asupan vitamin A dari makanan cenderung tidak mencukupi kebutuhan tubuh akan vitamin A. Kekurangan vitamin A menurunkan respon antibodi yang bergantung pada sel-t (limfosit yang berperan pada kekebalan seluler) dan

sebaliknya infeksi dapat memperburuk kekurangan vitamin A. Kekurangan vitamin A menyebabkan kekebalan tubuh menurun, sehingga mudah terserang penyakit infeksi. Lapisan sel yang menutupi trakea dan paru-paru mengalami keratinisasi, tidak mengeluarkan lendir sehingga mudah dimasuki mikroorganisme penyebab infeksi saluran pernapasan. (14) Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, 2010, dan 2013, cakupan pemberian kapsul Vitamin A di Indonesia adalah 71,5 % (2007), 69,8% (2010) dan 75,5% (2013). Terlihat bahwa terjadi penurunan cakupan pemberian kapsul vitamin A dari tahun 2007 ke tahun 2010, dan mengalami peningkatan kembali dari tahun 2010 (69,8%) ke tahun 2013 (75,5%). Cakupan pemberian kapsul vitamin A Provinsi Sumatera Barat berdasarkan data Riskesdas tahun 2007 adalah 73,5%, 2010 adalah 71,6% dan 2013 adalah 70,9%. Terlihat bahwa terjadi penurunan cakupan pemberian kapsul vitamin A dari tahun 2007-2013. Cakupan pemberian kapsul vitamin A Kota Padang berdasarkan Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2013 adalah 72,85%. Masih belum memenuhi target yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Padang yaitu 85%. Berdasarkan data dari Dinas kesehatan Kota Padang tahun 2014 menunjukkan bahwa Puskesmas Belimbing memiliki cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita paling rendah dibandingkan dengan Puskesmas lain yang ada di Kota Padang (46,39%). Data yang didapatkan dari Puskesmas Belimbing adalah pencapaian pemberian kapsul vitamin A bulan Agustus tahun 2013, 2014, dan 2015. Tahun 2013 pencapaian pemberian kapsul vitamin A adalah 54,05%, tahun 2014 (50,16%), dan tahun 2015 (53,12%). Data Riskesdas tahun 2007-2013 mengenai status gizi balita Indonesia berdasarkan klasifikasi BB/U jika dilihat mengalami peningkatan pada kejadian gizi buruk yaitu pada tahun 2007 (5,4%) pada tahun 2010 mengalami penurunan (4,9%) tetapi pada tahun 2013 mengalami

peningkatan yang cukup signifikan yaitu (5,7%). Profil kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012 menunjukkan data status gizi balita di Sumatera Barat yaitu balita gizi buruk (0,9%), gizi kurang (5%), gizi baik (92,96%), dan gizi lebih (1,14%). Sementara untuk Kota Padang status gizi balita Tahun 2012 yaitu balita gizi buruk (3,15%), gizi kurang (9,55%), gizi baik (83,33%), dan gizi lebih (3,96%). Data Dinas Kesehatan Kota Padang tentang prevalensi status gizi berdasarkan hasil pemantauan status gizi kota Padang tahun 2014 (BB/U) menunjukkan prevalensi balita gizi buruk (2,11%), balita gizi kurang (9,89%), balita gizi baik (85,9%), dan balita gizi lebih (1,5%). Status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Belimbing berdasarkan klasifikasi BB/U pada tahun 2015 adalah gizi buruk (2,89%), gizi kurang (5,86%), gizi baik (87,88%), dan gizi lebih (1,67%). Berdasarkan latar belakang diatas, disimpulkan bahwa peneliti perlu melakukan studi tentang hubungan pemberian kapsul vitamin A dan penyakit ISPA dengan status gizi pada balita di wilayah kerja Puskesmas Belimbing Kota Padang. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, diketahui bahwa kejadian ISPA pada balita masih tinggi di wilayah kerja Puskesmas Belimbing. Maka dari itu peneliti ingin mengetahui Apakah terdapat hubungan pemberian vitamin A dan penyakit ISPA dengan status gizi pada balita di Puskesmas Belimbing tahun 2016?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan pemberian kapsul vitamin A dan penyakit ISPA dengan status gizi pada balita di Puskesmas Belimbing Kota Padang tahun 2016. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran karakteristik ibu dan balita pada responden penelitian. 2. Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Belimbing. 3. Diketahuinya distribusi frekuensi status gizi balita berdasarkan klasifikasi BB/U di Puskesmas Belimbing. 4. Diketahuinya distribusi frekuensi pemberian kapsul vitamin A pada balita di Puskesmas Belimbing. 5. Diketahuinya hubungan pemberian kapsul vitamin A dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Belimbing. 6. Diketahuinya hubungan status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Belimbing. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti : mendapatkan pengalaman berharga dan menambah pengetahuan dalam mengaplikasikan ilmu yang didapatkan selama perkuliahan. 2. Bagi Dinas Kesehatan : sebagai saran maupun masukan dalam peningkatan program pemberian vitamin A pada balita setiap tahunnya. 3. Bagi Puskesmas Belimbing Kota Padang : menjadi masukan dan bahan evaluasi bagi pihak Puskesmas Belimbing kota Padang untuk meningkatkan cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita.

4. Bagi Fakultas : sebagai bahan acuan bagi rekan-rekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas untuk penulisan dan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan pemberian kapsul vitamin A, penyakit ISPA dan status gizi balita. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian bertujuan untuk melihat hubungan pemberian kapsul vitamin A dan penyakit ISPA dengan status gizi pada balita tahun 2016, dilakukan di Puskesmas Belimbing dari bulan Maret sampai bulan Juni 2016. Penelitian dilakukan dengan desain study cross sectional dengan menggunakan kuesioner.