BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah

dokumen-dokumen yang mirip
Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. paling sulit dikendalikan, apalagi di tengah dunia yang makin bebas

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia berkualitas untuk mewujudkan bangsa yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

EVALUASI DIRI PADA REMAJA PELAKU SEKS PRANIKAH

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah normanorma,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Menular Seksual adalah penyakit yang penularannya terutama

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, maka mereka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu yaitu merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berdiri di Gorontalo. Terletak persis di tengah-tengah Kota Gorontalo atau

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Immuno Deficiency Syndrom) merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan hasil Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

I. PENDAHULUAN Path-UNFPA journal. Volume Sarwono SW Psikologi Remaja. Jakarta: CV. Rajawali. 3

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara. dua orang yang berlainan jenis kelamin (Dariyo, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. tentang kesehatan reproduksi ini penting untuk. diberikan kepada remaja, melihat semakin meningkatnya kasus-kasus remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka (Ali, M., dkk., 2009). Remaja yang dahulu terjaga secara kuat oleh sistem keluarga, adat budaya serta nilainilai tradisional yang ada, telah mengalami pengikisan yang disebabkan oleh urbanisasi dan industrialisasi yang cepat (Notoatmodjo, 2003). Hal ini diikuti pula oleh adanya revolusi media yang terbuka bagi keragaman gaya hidup dan pilihan karir. Berbagai hal tersebut mengakibatkan peningkatan kerentanan remaja terhadap berbagai macam penyakit, terutama yang berhubungan dengan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk ancaman yang meningkat terhadap HIV/AIDS (Suryoputro, dkk., 2006). Penelitian-penelitian mengenai kaum remaja di Indonesia pada umumnya menyimpulkan bahwa nilai-nilai hidup kaum remaja sedang dalam proses perubahan. Remaja Indonesia dewasa ini nampak lebih bertoleransi terhadap gaya hidup seksual pranikah (Notoatmodjo, 2003). Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Sarwono (2007) selama kurun waktu tahun 1993-2007, menemukan bahwa lima sampai sepuluh persen wanita dan delapan belas sampai tiga puluh delapan persen pria muda berusia 16-24 tahun telah melakukan hubungan seksual pranikah dengan pasangan yang seusia mereka (Suryoputro, dkk., 2006). 1

2 Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ghozali (2005), penelitianpenelitian lain di Indonesia juga memperkuat gambaran adanya peningkatan risiko pada perilaku seksual kaum remaja. Temuan-temuan tersebut mengindikasikan bahwa 5% - 10% pria muda usia 15-24 tahun yang tidak/belum menikah, telah melakukan aktifitas seksual yang berisiko. Selanjutnya hasil dari penelitian mengenai kebutuhan akan layanan kesehatan reproduksi di 12 kota di Indonesia pada tahun 2005, menunjukkan bahwa pemahaman mereka akan seksualitas sangat terbatas 6,11%. Temuan tersebut menunjukkan bahwa peningkatan aktifitas seksual dikalangan kaum remaja, tidak diiringi dengan peningkatan pengetahuan tentang kesehatan seksual dan reproduksi termasuk HIV/AIDS, penyakit menular seksual (PMS) dan alatalat kontrasepsi. Kondisi ini disebabkan oleh masih minimnya pendidikan kesehatan reproduksi remaja sebagai sumber informasi yang benar dan tepat bagi remaja untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi. Pengetahuan kesehatan reproduksi remaja sangat penting guna mencegah terjadinya penyelewengan perilaku seksual pada remaja (Ghazali, P.L., 2005). Pendidikan kesehatan reproduksi sangat penting bagi remaja guna mendapatkan informasi yang benar dari sumber yang terpercaya. Remaja perlu mendapatkan informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi dan informasi tersebut juga berasal dari sumber yang terpercaya pula sehingga dapat berguna bagi remaja itu sendiri dan bukannya menyesatkan. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa remaja memiliki keterbatasan akses sumber

3 informasi kesehatan reproduksi yang benar dan terpercaya yang biasanya disebabkan oleh faktor sosial budaya yang menganggap bahwa membicarakan masalah seks pada anak-anak oleh orang tua masih dianggap sebagai sesuatu yang tabu dan tidak pantas. Kondisi ini mendorong remaja mencari sumber informasi kesehatan reproduksi yang berasal dari media, teman sebaya atau sumber lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Pendidikan kesehatan perlu diberikan di sekolah dan di keluarga agar remaja mendapatkan informasi yang benar (Notoatmodjo, S., 2003). Kesehatan reproduksi remaja hendaknya juga diajarkan di sekolah dan di dalam lingkungan keluarga. Dengan mengetahui tentang Kesehatan Reproduksi Remaja secara benar diharapkan dapat menghindari perilaku seksual negatif oleh remaja. Apalagi bagi remaja yang tinggal di kota-kota besar dengan berbagai informasi dapat masuk dengan mudahnya, terutama di era globalisasi seperti sekarang ini (Stephanie, 2004). Pendidikan seks (kesehatan reproduksi) bagi remaja sangatlah penting, akan tetapi sebagian orang tua kurang memperhatikan dan bahkan belum mengerti bagaimana cara memberikan pendidikan seks bagi anaknya. Masih ada orang tua yang menganggap berbicara masalah seks itu tabu, karena tidak pantas dibicarakan secara terbuka untuk alasan apapun. Salah satu penyebabnya adalah dari kelemahan orang tua dalam menguasai kaidahkaidah tentang aturan prilaku seksual dan perkembangannya, sehingga bisa menyebabkan munculnya beberapa penyimpangan seksual yang akan berkembang di kalangan remaja (Stephanie, 2004).

4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja terdiri dari beberapa faktor yang masih berkaitan dengan lingkungan meliputi: ketidaktahuan orang tua akan pentingnya pendidikan seks, rangsangan seksual pada keluarga, anak tidak terlatih untuk meminta izin, tempat tidur yang berdekatan, peniruan perilaku seksual, keluarga mengabaikan terhadap pengawasan media informasi yang sebagian besar mengandung unsur pornografi dan pornoaksi, lingkungan, serta teman berakhlak buruk (Madani, 2003). Mudahnya dalam menemukan berbagai macam informasi termasuk masalah seks, itu juga merupakan salah satu faktor yang bisa menjadikan sebagian besar remaja terjebak dalam perilaku yang tidak sehat, berbagai informasi yang berada pada internet ataupun majalah disajikan secara jelas, tetapi ada juga informasi tentang seks yang disajikan secara mentah yaitu yang hanya mengajarkan cara-cara seks tanpa ada penjelasan mengenai perilaku seks yang sehat dan dampak seks yang beresiko, misalkan penyakit yang diakibatkan oleh perilaku seks yang tidak sehat. Seks bebas juga merupakan dampak negatif dari pergaulan yang cukup meningkat, terutama di negaranegara maju dan berkembang, seperti halnya remaja-remaja di Amerika dan di sebagia negara Eropa hubungan seks di kalangan remaja merupakan soal biasa (Stephanie, 2004). Perilaku seks pada remaja yang tidak disertai dengan pengetahuan yang cukup dan dengan tingkat emosi yang masih labil dapat mengakibatkan efek yang sangat fatal, misalkan : ancaman terhadap kesehatan terutama pada alat

5 reproduksi wanita muda, ialah ketika mengambil keputusan untuk mengakhiri kehamilannya yang tidak diinginkan di lingkungan dimana pengguguran tidak dibenarkan oleh hukum dan agama. Dalam situasi seperti ini para remaja akan mencari orang yang dapat melaksanakan pengguguran gelap, sering orangorang yang melaksanakan pengguguran ini tidak ahli dan bekerja dibawah kondisi yang tidak dapat memenuhi persyaratan kesehatan (William, 2007). Aborsi yang berada dibawah kondisi yang tidak dapat memenuhi persyaratan kesehatan dapat menyebabkan infeksi pada sistem reproduksi, yang bisa berpengaruh besar terhadap kesehatan dan kesuburan seorang wanita. Infeksi-infeksi seperti itu bisa terjadi selain karena ketika para wanita melahirkan atau melakukan pengguguran dibawah kondisi yang tidak steril, tetapi ada juga tertular saat hubungan seks dengan partner yang menderita infeksi. Setiap tahun cukup besar proporsi wanita dan pria usia 15-49 tahun tertular PMS (Penyakit Menular Seks). Di negara- negara maju dan berkembang kurang dari 10%, tetapi di sebagian besar negara berkembang berkisar 12-25%. Para wanita muda khususnya mudah terkena PMS karena mereka kurang memiliki antibodi dari pada wanita yang lebih tua, dan ketidakmatangan leher rahim mereka mempertinggi kemungkinan terkena bakteri infeksi yang mengakibatkan penularan penyakit tersebut (William, 2007). Selain PMS, perilaku seks bebas juga beresiko terkena HIV/AIDS (Human Immunodeticiency Virus/ Acquired Immunodeficiency Syndrome) karena berhubungan dengan orang yang mengidap PMS memiliki resiko lebih besar

6 untuk terinfeksi karena luka yang terbuka dapat membuka jalan masuknya virus HIV, sedangkan HIV sebagian besar ditularkan lewat hubungan seks karena HIV termasuk jenis penyakit PMS. Meningkatnya perilaku seks pranikah tidak hanya di negara-negara maju dan berkembang saja, bahkan di Indonesia hal ini bukanlah suatu yang harus dirahasiakan lagi, karena sering sekali kita lihat para remaja berpacaran di tempat-tempat umum seperti; pusat perbelanjaan, gedung film, kafe-kafe yang menjadi tempat nongkrong para remaja terutama saat pulang sekolah. Lingkungan serta tempat yang nyaman merupakan faktor pendukung untuk melakukan seks bebas atau seks pranikah, misalkan remaja melakukan seks bebas saat jam pelajaran sekolah kosong kemudian pulang ke rumah dimana suasana rumah yang mendukung sehingga memungkinkan bagi mereka untuk melakukan hubungan seks (Suryoputro, dkk., 2006). Di Indonesia ada sekitar 16-20% dari remaja yang berkonsultasi telah melakukan hubungan seks pranikah, jumlah kasus ini cenderung naik. Hal ini bisa dilihat dengan meningkatnya jumlah kasus aborsi di Indonesia yang mencapai 2,3 juta pertahun. Tragisnya 15-30% dari perilaku aborsi itu adalah remaja yang berstatus siswi SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas), ini menunjukkan rentannya remaja terhadap masalah seks bebas (Usi, 2007). Pengetahuan reproduksi pada remaja sangat efektif dalam mempengaruhi dan dipengaruhi oleh teman sebaya. Apabila teman sebaya memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi yang memadai, mereka akan memberikan

7 pengetahuan ini kepadanya temannya. Transfer pengetahuan ini mempunyai harapan agar mereka dapat mempengaruhi temannya untuk mengambil keputusan yang sehat dan bertanggung jawab serta mampu melakukan kontrol. Sebaliknya, apabila pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi rendah, yang beredar di kalangan remaja adalah informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, termasuk mitos-mitos yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi yang cenderung menyesatkan. Dalam konteks kehidupan remaja, peer group merupakan institusi sosial kedua setelah keluarga yang mempunyai peranan sangat penting bagi kehidupan remaja. Didalam peer group, terjadi proses belajar sosial, yaitu individu mengadopsi kebiasaan, sikap, ide, keyakinan, nilai-nilai dan pola tingkah laku dalam masyarakat, serta mengembangkannya menjadi kesatuan sistem dalam dirinya. Selain itu, mereka juga bebas mengekspresikan sikap, penilaian, serta sikap kritisnya dan belajar mendalami hubungan yang sifatnya personal (Imron, 2012). Dalam konteks peer groups, pendidikan kesehatan dilakukan melalui pendidik teman sebaya (peer educator). Pendidik sebaya adalah orang yang menjadi narasumber bagi kelompok sebayanya. Mereka adalah orang yang aktif dalam kegiatan sosial di lingkungannya, misalnya di karang taruna, Pramuka, OSIS, pengajian, PKK, dan sebagainya, yang mampu menjalankan perannya sebagai komunikator bagi kelompok sebayanya (BKKBN dan YAI, 2002).

8 Pendidikan kesehatan reproduksi remaja oleh peer educator diyakini memiliki nilai efektifitas yang tinggi karena mereka menggunakan bahasa yang kurang lebih sama sehingga informasi mudah dipahami oleh teman sebayanya (Imron, 2012). Teman sebaya juga mudah untuk mengemukakan pikiran dan perasaannya dihadapan peer educator. Melalui peer educator, pesan-pesan sensitif dapat disampaikan secara lebih terbuka dan santai sehingga pengetahuan remaja, terutama masalah seksualitas dan kesehatan reproduksi, banyak diperoleh di kalangan remaja dan harapannya dapat mempengaruhi sikap dan perilaku seksual remaja yang terkontrol dan bertanggung jawab serta tidak melanggar norma yang berlaku di masyarakat, baik norma agama, norma kesusilaan maupun norma hukum (Imron, 2012). Berdasarkan hasil wawancara terhadap 10 siswa di SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta, para remaja itu biasanya mendapat informasi tentang aktivitas seksual dari VCD porno yang mereka lihat, teman, internet, serta dari media cetak seperti tabloid, koran dan majalah. Itu semua bisa merubah persepsi dan perilaku seksual yang terjadi pada remaja yang dapat menimbulkan kesenjangan ditengah masyarakat, sehingga bisa mengakibatkan peningkatan hubungan seks pranikah, kehamilan pranikah atau kehamilan yang tidak diinginkan, tingginya kejadian aborsi dan termasuk juga rentannya PMS. Faktor tersebut dapat mendukung terjadinya seks bebas yang bisa terjadi pada remaja putri di SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Selain itu juga diakibatkan dari rendahnya pengetahuan serta sempitnya wawasan tentang pendidikan seks yang benar. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada

9 remaja sangat memprihatinkan, remaja tidak mendapatkan pendidikan seks di rumah mereka juga tidak mendapatkan pendidikan seks di sekolah. Mereka hanya bisa melihat, membaca, dan mendengarkan tentang seks tanpa tahu tatacara yang benar serta dampak dari perilaku seks yang menyimpang. Berdasarkan survei pendahuluan di lokasi penelitian tentang kondisi lingkungan, gaya hidup remaja, tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan sikap remaja tentang seks bebas di SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta, sebagian besar remaja mengatakan belum mengerti dan memahami tentang sistem reproduksi, bagaimana cara menjaga kesehatan reproduksi, dan apa akibat dari seks pranikah. Hal ini dapat mendukung terjadinya seks pranikah, oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang oleh Peer Educator Terhadap Pengetahuan Siswa Kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, penyusun dapat merumuskan masalah pengaruh pendidikan kesehatan reproduksi remaja oleh peer educator terhadap pengetahuan siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

10 Diketahuinya pengaruh pendidikan kesehatan reproduksi remaja oleh peer educator terhadap pengetahuan siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi remaja sebelum diberikan pendidikan kesehatan reproduksi remaja oleh peer educator. b. Diketahuinya tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi remaja setelah diberikan pendidikan kesehatan reproduksi remaja oleh peer educator. c. Diketahuinya perbedaan tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan reproduksi remaja oleh peer educator. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Menambah wawasan keilmuan keperawatan komunitas tentang pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja. 2. Manfaat Praktis a. Bagi SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk memasukkan kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi remaja sebagai salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah tersebut.

11 b. Bagi orang tua, hasil penelitian ini diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi remaja sebagai salah satu upaya pencegahan remaja dari penyimpangan perilaku seksual. c. Bagi remaja, hendaknya memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi yang berasal dari sumber informasi yang benar dan tepat yaitu melalui pendidikan kesehatan reproduksi remaja, sehingga dapat terhindar dari perilaku menyimpang seksual. d. Bagi peneliti lainya dapat dijadikan dasar dalam melakukan penelitian selanjutnya.

12 E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Tabel Keaslian Penelitian Peneliti Thn Judul Metode Analisis Hasil Perbandingan Penelitian 2008 Pengaruh Penyampaika Penelitian Uji Wilcoxon Ada pengaruh penyampaian n Pendidikan survey analitik pendidikan kesehatan Kesehatan dengan reproduksi oleh kelompok Reproduksi pendekatan sebaya terhadap pengetahuan oleh experimental kesehatan reproduksi remaja Kelompok design di SMP N 2 Kasihan Bantul Sebaya (Peer Yogyakarta Group) Terhadap Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja di SMP N 2 Kasihan Bantul Yogyakarta Hayatun Nisma Persamaan penelitian terletak pada topik penelitian tentang penyampaian pendidikan kesehatan reproduksi remaja oleh peer educator, metode dan jenis penelitian serta analisis data. Perbedaan kedua penelitian terletak pada subyek/obyek penelitian, lokasi dan waktu penelitian. Widjanarko 2005 Perilaku Seksual Remaja Kudus Penelitian deskriptif melalui angket dan wawancara dengan teknik pengambilan sampel accidental sample Uji deskriptif kuantitatif yang menyajikan distribusi frekuensi dan nilai means yang ditampilkan dalam bentuk diagram Remaja di wilayah eks- Karesidenan Pati (Kudus, Jepara, Pati dan Rembang) telah mengenal dan melakukan beberapa perilaku seksual mulai dari memegang tangan, mencium, memeluk dan bahkan telah melakukan hubungan seksual pra nikah. Selain itu, minimnya perhatian orang tua terhadap anak mereka yang telah menginjak usia remaja mendorong pentingnya dilakukannya penyampaian pendidikan kesehatan reproduksi remaja oleh kelompok sebaya (peer group). Persamaan penelitian terletak pada topik seputar masalah perilaku seksual remaja. Perbedaan kedua penelitian terletak pada metode, jenis, teknik analisis data penelitian, subyek/obyek penelitian, waktu dan tempat penelitian. Berdasarkan tabel 1 tersebut dapat disimpulkan bahwa sepengetahuan penulis dan merujuk pada perbandingan penelitian terdahulu, khususnya oleh Hayatun Nisma (2008) dan Widjanarko (2005), maka penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain.