BAB II STUDI PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV STUDI LONGSORAN

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE FELLENIUS (Studi Kasus: Kawasan Citraland)

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH

TINJAUAN PUSTAKA. Longsor. Gerakan tanah atau lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Dan Stabilitas Lereng Dengan Struktur Counter Weight Menggunakan program

GEOFISIKA EKSPLORASI. [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G)

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO

Analisis Stabilitas dan Penurunan pada Timbunan Mortar Busa Ringan Menggunakan Metode Elemen Hingga

Identifikasi Bidang Patahan Sesar Lembang dengan Metode Electrical Resistivity Tomography untuk Mitigasi Bencana Gempa Bumi dan Longsor

Gambar 5.20 Bidang gelincir kritis dengan penambahan beban statis lereng keseluruhan Gambar 5.21 Bidang gelincir kritis dengan perubahan kadar

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS STABILITAS LERENG TEBING SUNGAI GAJAHWONG DENGAN MEMANFAATKAN KURVA TAYLOR

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

Pengaruh Kadar Air Tanah Lempung Terhadap Nilai Resistivitas/Tahanan Jenis pada Model Fisik dengan Metode ERT (Electrical Resistivity Tomography)

BAB III METODE PENELITIAN. geolistrik dengan konfigurasi elektroda Schlumberger. Pada konfigurasi

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II STUDI PUSTAKA

Bab IV STABILITAS LERENG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1)

WORKSHOP PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH

STABILITAS LERENG (SLOPE STABILITY)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

Aplikasi Metode Geolistrik Tahanan Jenis untuk Menentukan Bidang Gelincir Daerah Distrik Abepura, Jayapura-Papua

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Pendugaan Akuifer serta Pola Alirannya dengan Metode Geolistrik Daerah Pondok Pesantren Gontor 11 Solok Sumatera Barat

Bab 1 PENDAHULUAN. tanah yang buruk. Tanah dengan karakteristik tersebut seringkali memiliki permasalahan

PENGARUH PEMBASAHAN BERULANG TERHADAP PARAMETER KUAT GESER TANAH LONGSORAN RUAS JALAN TAWAELI TOBOLI

III. METODE PENELITIAN. yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan yang berada pada

BAB IV KRITERIA DESAIN

PENGARUH TINGGI GALIAN TERHADAP STABILITAS LERENG TANAH LUNAK ABSTRAK

DAFTAR ISI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN 1 1.

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

PENGUKURAN TAHANAN JENIS (RESISTIVITY) UNTUK PEMETAAN POTENSI AIR TANAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRAYA. Oleh:

Pengaruh Tension Crack (Tegangan Retak) pada Analisis Stabilitas Lereng menggunakan Metode Elemen Hingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH PENGANTAR REKAYASA GEOLOGI (TA) KODE / SKS : KD / 2 SKS

Jurnal Fisika Unand Vol. 2, No. 2, April 2013 ISSN

1. Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar 90245

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini

Analisa Kestabilan Tower SUTT PLN Dan Perencanaan Perkuatan Talud Di Sekitar Tower (Studi Kasus Tower SUTT T.09 PLTU Waru Gresik)

Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional 2

ANALISIS KESTABILAN LERENG METODE MORGENSTERN-PRICE (STUDI KASUS : DIAMOND HILL CITRALAND)

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor 2.2 Jenis Longsor

ANALISIS TINGGI MUKA AIR PADA PERKUATAN TANAH DAS NIMANGA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM

Interpretasi Bawah Permukaan. (Aditya Yoga Purnama) 99. Oleh: Aditya Yoga Purnama 1*), Denny Darmawan 1, Nugroho Budi Wibowo 2 1

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE LOWE-KARAFIATH (STUDI KASUS : GLORY HILL CITRALAND)

ANALISA STABILITAS LERENG PADA CAMPURAN PASIR DAN TANAH LEMPUNG DENGAN MENGGUNAKAN PERMODELAN DI LABORATORIUM ABSTRAK

BAB III KOMPILASI DATA

1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH BEBAN DINAMIS DAN KADAR AIR TANAH TERHADAP STABILITAS LERENG PADA TANAH LEMPUNG BERPASIR

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE JANBU (STUDI KASUS : KAWASAN CITRALAND)

Studi Geolistrik Untuk Mengidentifikasi Kedudukan Lumpur dan Air Dalam Rangka Optimalisasi Timbunan Lowwall

Analisa Kestabilan Tower SUTT PLN Dan Perencanaan Perkuatan Talud Di Sekitar Tower (Studi Kasus Tower SUTT T.11 Segoromadu Lamongan, Gresik)

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian

STUDI BIDANG GELINCIR SEBAGAI LANGKAH AWAL MITIGASI BENCANA LONGSOR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH

ANALISIS LERENG DENGAN PERKUATAN PONDASI TIANG

STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA

III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam

STUDI EFEKTIFITAS TIANG PANCANG KELOMPOK MIRING PADA PERKUATAN TANAH LUNAK

PERMODELAN TIMBUNAN PADA TANAH LUNAK DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS. Rosmiyati A. Bella *) ABSTRACT

PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

Transkripsi:

6 BAB II STUDI PUSTAKA 2. 1. TINJAUAN UMUM Suatu konstruksi bangunan sipil selalu berdiri di atas tanah dasar yang akan menerima dan menahan beban dari keseluruhan struktur di atasnya. Tanah memiliki karakteristik dan sifat-sifat yang berbeda dari satu lokasi dengan lokasi lainnya. Bahkan dalam satu lokasi yang berdekatan pun seringkali dijumpai kondisi tanah yang berbeda misalnya dari parameternya atau kedalaman tiap lapisannya. Sehingga hal ini merupakan suatu tantangan bagi perekayasa konstruksi untuk memahami perilaku tanah yang dihadapi. Kondisi geologis, topografi dan karakteristik tanah menjadi faktor utama dalam tinjauan keamanan suatu struktur bangunan yang terletak di atas lereng. Karena dengan kondisi tanah yang demikian, serta dengan mendapatkan beban dari struktur di atasnya maka kestabilan tanah dapat terganggu. 2. 2. STABILITAS LERENG (SLOPE STABILITY) Permukaan tanah yang tidak datar, yaitu memiliki kemiringan tertentu terhadap bidang horisontal dapat menyebabkan komponen berat tanah yang sejajar dengan kemiringan bergerak kearah bawah. Bila komponen berat tanah tersebut cukup besar kelongsoran tanah dapat terjadi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1, yaitu tanah dalam zona a, b, c, d, e dapat tergelincir. Dengan kata lain, gaya dorong (driving force) melampaui gaya yang berlawanan dari kekuatan geser tanah sepanjang bidang longsor. ( Braja M. Das, Mekanika Tanah 2 ) Gambar 2. 1. Kelongsoran talud Dalam setiap kasus, tanah yang tidak datar akan menghasilkan komponen gravitasi dari berat yang cenderung menggerakkan masa tanah dari elevasi yang lebih tinggi ke

7 elevasi yang lebih rendah. Rembesan dapat merupakan pertimbangan yang penting dalam bergeraknya tanah apabila terdapat air. Gaya gaya gempa kadang kadang juga penting dalam analisis stabilitas. Beberapa gaya ini menghasilkan tegangan geser pada seluruh massa tanah, dan suatu gerakan akan terjadi kecuali tahanan geser pada setiap permukaan runtuh yang mungkin terjadi lebih besar dari tegangan geser yang bekerja. (Joseph E. Bowles, Sifat Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah) Faktor-faktor penyebab kelongsoran secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu akibat pengaruh luar (external effect) dan akibat pengaruh dalam (internal effect). Penjelasan mengenai dua hal tersebut dipaparkan sebagai berikut : a. Gangguan luar, yang meliputi : (1) Getaran yang ditimbulkan gempa bumi, peledakan, kereta api, dan lain-lain. (2) Pembebanan tambahan, terutama disebabkan aktifitas manusia misalnya adanya bangunan atau timbunan di atas tebing. (3) Hilangnya penahan lateral, yang dapat disebabkan oleh pengikisan (erosi sungai, pantai) atau penggalian. (4) Hilangnya tumbuhan penutup yang dapat menimbulkan alur pada beberapa daerah tertentu yang akan mengakibatkan erosi dan akhirnya akan terjadi longsoran. b. Gangguan dalam, yang meliputi : (1) Naiknya berat massa tanah batuan, masuknya air ke dalam tanah menyebabkan terisinya rongga antar butir sehingga massa tanah bertambah. (2) Larutnya bahan pengikat butir yang membentuk batuan oleh air, misalnya perekat dalam batu pasir yang dilarutkan air sehingga ikatannya hilang. (3) Naiknya muka air tanah, muka air dapat naik karena rembesan yang masuk pada pori antar butir tanah yang menyebabkan tekanan air pori naik sehingga kekuatan gesernya turun. (4) Pengembangan tanah, rembesan air dapat menyebabkan tanah mengembang terutama untuk tanah lempung. (5) Pengaruh Geologi Proses geologi dalam pembentukan lapisan-lapisan kulit bumi dengan cara pengendapan sedimen ternyata memungkinkan terbentuknya suatu lapisan yang potensial mengalami kelongsoran.

8 (6) Pengaruh Morfologi Variasi bentuk permukaan bumi yang meliputi daerah pegunungan dan lembah dengan sudut kemiringan permukaannya yang cenderung besar, maupun daerah dataran rendah yang permukaannya cenderung datar, ternyata memiliki peranan penting dalam menentukan kestabilan daerah tersebut sehubungan dengan kasus kelongsoran. Secara logis daerah dengan kemiringan besar lebih potensial mengalami kelongsoran dibanding daerah datar, sehingga kasus kelongsoran seringkali ditemui di daerah gunung atau perbukitan, dan pada pekerjaan galian atau timbunan yang memiliki sudut kemiringan besar. Kestabilan lereng terganggu akibat lereng yang terlalu terjal, perlemahan pada kaki lereng dan tekanan beban yang berlebihan di kepala lereng. Hal tersebut bisa terjadi karena erosi pada kaki lereng dan kegiatan penimbunan atau pemotongan lereng yang dilakukan manusia. (7) Pengaruh Proses Fisika Perubahan temperatur, fluktuasi muka air tanah musiman, gaya gravitasi dan relaksasi tegangan sejajar permukaan, ditambah dengan proses oksidasi dan dekomposisi akan mengakibatkan suatu lapisan tanah kohesif lambat laun tereduksi kekuatan gesernya terutama nilai kohesi (c) dan sudut geser dalamnya (Ø). (8) Pengaruh Air Dalam Tanah Keberadaan air dapat dikaitkan sebagai faktor dominan penyebab terjadinya kelongsoran, karena hampir sebagian besar kasus kelongsoran melibatkan air di dalamnya. a. Tekanan air pori memiliki nilai besar sebagai tenaga pendorong terjadinya kelongsoran, semakin besar air pori semakin besar pula tenaga pendorong. b. Penyerapan maupun konsentrasi air dalam lapisan tanah kohesif dapat melunakkan lapisan tanah tersebut yang pada akhirnya mereduksi nilai kohesi dan sudut geser dalam sehingga kekuatan gesernya berkurang. Aliran air dapat menyebabkan erosi yaitu pengikisan lapisan oleh aliran air sehingga keseimbangan lereng menjadi terganggu.

9 Secara lebih umum, faktor-faktor yang menyebabkan ketidakstabilan lereng dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Faktor-faktor yang menyebabkan naiknya tegangan. Meliputi naiknya berat unit tanah karena pembasahan, adanya tambahan beban eksternal misalnya bangunan, bertambahnya kecuraman lereng karena erosi alami atau karena penggalian, dan bekerjanya beban goncangan. 2. Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya kekuatan. Penurunan atau kehilangan kekuatan dapat terjadi karena adanya absorbsi air, kenaikan tekanan pori, beban goncangan atau beban berulang, pengaruh pembekuan dan pencairan, hilangnya sementasi material, proses pelapukan, hilangnya kekuatan karena regangan berlebihan pada lempung sensitif. (I.S Dunn, L.R Anderson, dan F.W Kiefer, Dasar-dasar Analisis Geoteknik) Tipe keruntuhan lereng yang paling penting ditunjukkan pada Gambar 2.2. Dalam kelongsoran rotasi (rotational slip) bentuk permukaan runtuh pada potongannya dapat berupa busur lingkaran atau kurva bukan lingkaran. Pada umumnya, kelongsoran lingkaran berhubungan dengan kondisi tanah yang homogen dan longsoran bukan lingkaran berhubungan dengan kondisi tidak homogen. Kelongsoran translasi (translational slip) dan kelongsoran gabungan (compound slip) terjadi bila bentuk permukaan runtuh dipengaruhi oleh adanya kekuatan geser yang berbeda pada lapisan tanah yang berbatasan. (R.F.Craig, Mekanika Tanah ) Gambar 2. 2. Tipe-tipe keruntuhan lereng

10 Bagian-bagian longsoran menurut Varnes, 1978 dalam Karnawati, 2001 ditunjukkan sebagai berikut : Tabel 2. 1. Bagian-Bagian longsoran No. Nama Definisi 1. Mahkota longsoran Daerah yang tidak bergerak dan berdekatan dengan bagian tertinggi dari tebing utama longsoran (main scrap). 2. Tebing utama longsoran Permukaan lereng yang curam pada tanah yang (main scrap) tidak terganggu dan terletak pada bagian atas dari longsoran. 3. Puncak longsoran (top) Titik tertinggi terletak di antara kontak material yang bergerak / pindah (displaced material) dengan tebing utama longsoran (main scrap). 4. Kepala longsoran (head) Bagian atas dari longsoran sepanjang kontak antara material yang bergerak / pindah (displaced material) dengan tebing utama longsoran (main scrap). 5. Tebing minor (minor scrap) Permukaan yang curam pada material yang bergerak / pindah (displaced material) dengan tebing utama longsoran (main scrap). 6. Tubuh utama (main scrap) Bagian longsoran pada material yang bergerak / pindah (displaced material) yang merupakan bidang kontak antara bidang gelincir (surface of rapture), tebing utama longsoran dan jari permukaan / bidang gelincir. 7. Kaki longsoran (foot) Bagian dari longsoran yang bergerak mulai dari jari bidang gelincir dan bersentuhan dengan permukaan tanah asli. 8. Ujung longsoran (tip) Titik pada jari kaki longsoran yang letaknya paling jauh dari puncak longsoran (top). 9. Jari kaki longsoran (toe) Bagian paling bawah longsoran yang biasanya berbentuk lengkung (kurva) yang berasal dari material longsoran yang bergerak / berpindah (displaced material) letaknya paling jauh dari tebing

11 No. Nama Definisi 10. Permukaan / bidang gelincir (surface of rupture) Permukaan yang dibentuk oleh batas bawah material yang bergerak / pindah di bawah permukaan tanah asli. 11. Jari dari permukaan / bidang Bidang kontak antara bagian bawah dari permukaan gelincir (toe of surface of / bidang gelincir longsoran dengan tanah asli. rupture) 12. Permukaan pemisah (surface of separation) Bagian dari permukaan tanah asli yang bersentuhan dengan kaki longsoran. 13. Material yang bergerak / pindah (displaced material) Material yang bergerak dari posisi asli yang digerakkan oleh longsoran yang dibentuk oleh massa yang tertekan (depleted mass) dan akumulasi massa (accumulation). 14. Daerah yang tertekan (zone of depletion) Daerah longsoran yang terdapat di dalam material yang bergerak / pindah (displaced material) dan terletak di bawah permukaan tanah asli (original ground surface) 15. Daerah akumulasi (zone of Daerah longsoran yang terdapat terdapat di dalam accumulation) material yang bergerak / pindah (displaced material) dan terletak di bawah permukaan tanah asli (original ground surface). 16. Penekanan (depletion) Volume yang terbentuk oleh tebing utama longsoran (main scrap), massa yang tertekan (depleted mass) dan pemukaan tanah asli. 17. Massa yang tertekan Volume dari material yang bergerak / pindah (depleted mass) (displaced material) yang bersentuhan dengan permukaan / bidang gelincir tetapi berada di bawah permukaan tanah asli. 18. Akumulasi (accumulation) Volume dari material yang bergerak / pindah (displaced material) yang terletak di atas permukaan tanah asli.

12 No. Nama Definisi 19. Sayap (flange) Material yang tidak mengalami pergerakan yang berdekatan dengan sisi samping permukaan / bidang gelincir. 20. Permukaan tanah asli Permukaan lereng sebelum terjadi longsoran. (original ground surface) Gambar 2. 3. Bagian-bagian longsoran Sumber : Varnes, 1978 dalam Karnawati, 2001 2. 3. AIR TANAH Keberadaan air dalam tanah dapat dikatakan sebagai faktor dominan sebagai penyabab terjadinya kelongsoran karena sebagian besar kasus kelongsoran melibatkan air di dalamnya. Tekanan air pori memiliki nilai besar sebagai tenaga pendorong terjadinya kelongsoran. Dengan adanya air dalam lapisan tanah akan menyebabkan berkurangnya nilai kohesi dan sudut geser tanah sehingga kuat gesernya berkurang. Unsur air, udara, atau es merupakan media perantara saja dari gerakan tanah tersebut yang sifatnya mengurangi nilai kekuatan (strength) dari material serta membuat tanah menjadi bersifat plastis dan seperti cairan. Banyaknya dan distribusi air di dalam tanah mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap sifat sifat fisis dari tanah. Kemampuan suatu tanah mendukung beban pondasi dapat berbeda sampai beberapa ratus persen, tergantung pada besarnya kadar air dan jenis

13 tanah. Stabilitas dari lereng alam maupun lereng buatan sangat dipengaruhi oleh adanya tekanan air. 2. 4. PENYELIDIKAN TANAH DENGAN GEOLISTRIK Metode Resistivitas Elektrik Metode resistivitas elektrik menggunakan arus listrik bolak-balik berfrekuensi rendah dari elektrode arus yang dialirkan ke bawah permukaan bumi dan diamati besarnya arus serta tegangan yang ditimbulkan sesuai dengan konduktivitas batuannya. Penyelidikan dengan geolistirk dapat menduga lapisan tanah dan ketebalannya dengan mengetahui sifat fisik tahanan dari batuan di bawah permukaan tanah. Metode resistivitas biasanya digunakan untuk mengetahui variasi resistivitas secara vertikal (vertical electrical sounding / VES) dan horisontal (electrical mapping). Metode ini dapat digunakan untuk menduga jebakan air tanah - yang bersifat mengurangi nilai kekuatan dari material tanah dan membuatnya menjadi bersifat plastis sehingga mudah bergerak, penyebaran mineral dan struktur patahan pada kondisi geologi tertentu. Pada prakteknya, metode resistivity memiliki konfigurasi elektroda tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi topografi lapangan. Misalnya konfigurasi Schlumberger lebih tepat digunakan untuk melihat variasi resistivitas vertikal disamping kondisi topografi yang agak datar. Konfigurasi Wenner dan dipole-dipole biasanya digunakan untuk mengetahui variasi resistivitas semu secara lateral. Pengambilan / cara pengukuran data dengan metode konfigurasi Schlumberger atau Vertical Electrical Sounding (VES) : Konfigurasi ini dipakai untuk menduga variasi lapisan batuan (gambaran litologi) secara vertikal di bawah titik, sedangkan penyebaran secara lateral suatu satuan litologi dapat diperoleh dengan korelasi satu titik sounding terhadap titik sounding lainnya. Kedalaman pendugaan berkorelasi positif dengan jarak rentangan elektroda. Semakin dalam pendugaan yang dicari, maka semakin jauh jarak yang direntangkan. Cara ini memakai empat buah elektroda (dua elektroda tembaga dan dua elektroda besi). Elektroda potensial (tembaga) dibentangkan pada jarak tertentu, dimulai dari yang terpendek (misalnya L/2 = 0,5 meter) dan digerakkan membesar secara gradual dan simetris sampai bentang yang diinginkan sesuai dengan terget penetrasi yang dicari, mengikuti tabel konstanta Schlumberger.

14 Gambar 2. 4. Skema elektroda menurut cara Schlumberger. Keterangan : V : Voltmeter MN : Elektroda potensial (tembaga). I : Ampere meter AB : Elektroda arus (besi). K : jarak bentang elektroda potensial (tembaga). L : jarak bentang elektroda arus (besi). Berdasarkan data beda potensial (ΔV) dan kuat arus (I) hasil pengukuran lapangan, dihitung nilai tahanan jenis semu dengan formulasi : ΔV ρ a = C...(Rumus 2. 1) I Dengan ρ a : tahanan jenis semu batuan (ohm - meter) ΔV I C : tegangan (MV) : arus (MA) : konstanta Schlumberger (tergantung jarak dan susunan elektroda). Pengolahan Data Seperti terlihat pada rumus diatas, harga tahanan jenis yang diamati adalah tahanan jenis semu (ρa). Harga tahanan jenis semu dapat lebih kecil atau lebih besar dari harga tahanan jenis aktual / sebenarnya. Untuk dapat mengubah tahanan jenis semu menjadi tahanan jenis aktual dapat dilakukan secara manual berdasarkan kurva baku maupun dengan cara digital melalui komputer, yaitu dengan software Schlumberger O neil Geoelectrical Data Analysis.

15 Cara manual / berdasarkan Kurva Baku Langkah analisisnya adalah sebagai berikut : Harga tahanan semu yang diperoleh dari hasil perhitungan diplot pada kertas logaritma, dengan nilai tahanan jenis semu (ρa) pada sumbu tegak dan nilai ½ L pada sumbu datar. Dibuat kurva mulus melalui titik titik hasil pengeplotan tersebut. Perkirakan harga harga ρ1, ρ2 dan ρ3. Untuk mengetahui harga tahanan jenis sebenarnya dilakukan pencocokan kurva (curve-matching) antara kurva lapangan dengan kurva standart (master-curve). Pilih kurva baku yang sesuai dari kumpulan kurva baku yang tersedia, dan tentukan nomor kode kurva baku. Himpitkan kurva hasil pengeplotan dengan kurva baku yang telah dipilih, kemudian tentukan nilai ρ1, ρ2, ρ3 dan ρa sesuai dengan jumlah pelapisan tanah dan kedalaman setiap lapisan. Kedalaman lapisan batuan dapat ditentukan dari kurva yang telah dibuat, sedangkan ketebalan lapisan dapat dicari dengan mengurangi kedalaman lapisan tersebut dengan ketebalan lapisan sebelumnya. 2. 5. METODE ELEMEN HINGGA Untuk menganalisa perilaku kelongsoran tanah digunakan bantuan software program geoteknik Plaxis yang menggunakan analisis elemen hingga (finite element analysis), dimana tahap-tahapan pergerakan tanah dapat mungkin diketahui. Diskretisasi dilakukan untuk membagi suatu sistem massa menjadi konfigurasi elemen-elemen kecil terhingga yang akan menghasilkan suatu harga pendekatan terhadap keadaan sesungguhnya. Titik potong sisi-sisi elemen disebut titik-titik, dan pertemuan antara elemen-elemen disebut garis titik. Proses deskritisasi menyangkut prinsip-prinsip : Pembagian Kesinambungan Kompatibilitas Konvergensi Kesalahan

16 Proses deskritisasi tidak lain hanyalah suatu pendekatan. Konsekuensinya, hasil yang kita peroleh bukanlah suatu solusi eksak. Harga penyimpangan disebut suatu kesalahan, dan kesalahan ini menjadi semakin kecil bila elemen yang dipergunakan banyak dan makin kecil. (Ir. Winarni Hadiprayitno dan Ir. Paulus P. Raharjo MSCE, Pengenalan Metode Elemen Hingga pada Teknik Sipil ) Model plain strain digunakan pada struktur dengan potongan melintang yang seragam dan menghubungkan skema tegangan dan pembebanan pada sekitar daerah potongan melintang. Elemen tanah dimodelkan dengan elemen segi tiga yang mempunyai 6 titik sebagai elemen untuk analisis 2 dimensi. Gambar 2. 5. Posisi nodes (titik-titik) dan titik tegangan pada elemen tanah Model Mohr Coulomb dipilih sebagai pendekatan perilaku tanah secara umum. Model ini memasukkan 5 parameter yaitu modulus Young (E), angka Poisson (υ), kohesi tanah (c), sudut geser tanah (Ø) dan sudut dilatansi (ψ). (Haydar Arslan, Finite Element Study of Soil Structure Interface Problem, http://www.ejge.com)

17 Gambar 2. 6. Contoh meshing elemen tanah 2. 6. DEFORMASI PADA TUMPUAN STRUKTUR Gerakan tanah dapat disebabkan karena banyak hal, tetapi yang paling sering adalah karena adanya konsolidasi atau terjadi gelincir pada tanah di bawah tumpuan yang dapat menyebabkan pergeseran posisi pondasi sebagai tumpuan struktur. Semakin besar beban yang diterima tanah, akan semakin besar kemungkinan terjadinya konsolidasi dan gelincir pada bidang miringnya. Deformasi tumpuan dapat terjadi secara vertikal, horisontal maupun kombinasi keduanya. Besarnya penurunan jarang sekali sama untuk semua tumpuan suatu struktur. Apabila memang sama, struktur akan turun bersama-sama tanpa adanya perubahan gaya internal pada struktur sehingga tidak menimbulkan tegangan apapun pada struktur. Akan tetapi, yang umum terjadi tidaklah demikian. Tumpuan yang satu seringkali mengalami deformasi yang berbeda dengan tumpuan lainnya sehingga pada struktur statis tak tentu akan timbul perubahan gaya-gaya dalam (gaya geser dan momen

18 lentur). Jelas apabila perbedaan deformasi semakin besar, maka perubahan momen lentur internal juga akan makin besar. Seperti halnya pada balok menerus, rangka kaku sangat peka terhadap bergesernya tumpuan. Perhatikan yang terdapat pada gambar, berbagai jenis gerakan tumpuan (vertikal, horisontal, maupun rotasional) dapat menimbulkan momen pada rangka kaku. Semakin besar perbedaan penurunan, akan semakin besar pula momen sekunder yang ditimbulkannya. Apabila gerakan ini tidak diantisipasi sebelumnya, momen tersebut dapat menyebabkan keruntuhan pada rangka. ( Daniel L. Schodek, Struktur ). Pada penelitian ini akan diselidiki efek dari deformasi tumpuan/pondasi terhadap besarnya perubahan gaya dalam (internal force) pada struktur rumah tinggal di lokasi penelitian yaitu di Perumahan Taman Sentosa, Gunungpati, Semarang. Gambar 2. 7. Efek deformasi tumpuan pada rangka satu bentang

19 Gambar 2. 8. Perilaku struktur akibat pergerakan tanah 2. 7. PENINGKATAN STABILITAS LERENG Jika efek dari pergeseran tumpuan/pondasi terhadap besarnya perubahan gaya dalam (internal force) pada struktur rumah tinggal cukup besar dan dapat mengakibatkan struktur menjadi kolaps, maka diperlukan upaya penanganan untuk mencegah terjadinya pergeseran pondasi yang disebabkan oleh pergerakan tanah lereng. Stabilitas lereng dapat ditingkatkan dari kemungkinan gerakan tanah dengan cara (Dwiyanto, 2002) : a. Memperkecil gaya atau momen penggerak dengan jalan merubah bentuk lereng. Yaitu dengan membuat jadi lebih landai atau mengurangi sudut kemiringan lereng atau memperkecil ketinggian lereng. b. Memperbesar gaya atau momen penahan dengan perkuatan tanah, misalnya dengan cara: Membuat DPT untuk menahan tekanan tanah aktif yang menyebabkan longsor. Geotekstil, yaitu lembaran disusun berlapis untuk menahan tekanan tanah pada lereng.

20 Dengan grouting, menyuntikkan semen ke dalam lubang bor pada sepanjang lereng labil untuk meningkatkan kuat geser tanah dan kohesi antar butiran tanah. Menanam tiang pancang pada permukaan lereng yang labil.