BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah

BAB II LANDASAN TEORI. anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai naksir lawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB 2 Tinjauan Pustaka

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa yang penting dan rawan dalam perkembangan kehidupan seseorang. Pada masa ini, dorongan seksual seorang anak

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama penyimpangan perilaku seks bebas. Di zaman modern ini banyak sekali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini sikap permisif tersebut lebih ditunjukkan secara terbuka dikarenakan pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. Remaja sebagai generasi penerus, calon orang tua dan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berasal

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 1 PALU Oleh: Rizal Haryanto 18, Ketut Suarayasa 29,

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses kehidupannya manusia melewati tahap-tahap perkembangan,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosial. Perubahan secara kognitif pada remaja meliputi peningkatan idealisme dan penalaran logis. Secara sosial, jika dikaitkan dengan arah perkembangan dapat dilihat adanya dua macam gerak yaitu berkurangnya ketergantungan remaja dengan orang tua, sehingga remaja biasanya akan semakin mengenal komunitas luar melalui interaksi sosial yang dilakukannya di sekolah, pergaulan dengan teman sebaya maupun masyarakat luas. Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja yaitu semakin matangnya organ-organ tubuh termasuk organ reproduksi dan seksualnya yang menyebabkan munculnya minat seksual dan keingintahuan remaja tentang seksual (Santrock, 2003). Periode remaja merupakan masa yang telah matang dari segi biologis dan dapat menjalankan fungsi seksualnya. Sesuai dengan kematangannya itu maka muncul pada diri remaja yaitu dorongan-dorongan ingin berkenalan dan bergaul dengan lawan jenis. Rasa ketertarikan pada remaja kemudian diwujudkan dalam bentuk berpacaran di antara mereka (Sarwono, 2005). Adanya rasa cinta membuat remaja ingin selalu dekat dan mengadakan kontak fisik antara remaja dengan pacar. Kedekatan fisik maupun kontak fisik yang terjadi antara remaja yang sedang pacaran akan berbeda dengan kedekatan fisik atau kontak fisik antara remaja dengan teman dan keluarga. Kedekatan fisik inilah yang akhirnya akan 1

mengarah pada perilaku seksual pranikah dalam pacaran Rahman dan Hirmaningsih ( dalam Mayasari, 2000). Sarwono (2005) menyatakan bahwa perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita diluar perkawinan yang sah. Kasus mengenai perilaku seksual pada remaja dari waktu ke waktu semakin mengkhawatirkan. Sementara di masyarakat terjadi pergeseran nilai nilai moral yang semakin jauh sehingga masalah tersebut sepertinya sudah menjadi hal biasa, padahal perilaku seksual pranikah merupakan sesuatu yang harus dihindari oleh setiap individu. Hasil Baseline survei Lentera-Sahaja PKBI Yogyakarta memperlihatkan, perilaku seksual remaja mencakup kegiatan mulai dari berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, necking (berciuman sampai ke daerah dada), petting ( hubungan seksual dengan melibatkan kontak badan antara dua orang dengan masih menggunakan celana dalam (alat kelamin tidak bersentuhan secara langsung), sampai hubungan seksual (Potret remaja, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Centra Mitra Remaja (CMR) Medan, Sumatra Utara, diperoleh ada lima tahapan yang sering dilakukan oleh remaja yaitu: dating ( berkencan), kissing(berciuman), necking (berciuman sampai ke daerah dada), petting (hubungan seksual dengan melibatkan kontak badan antara dua orang dengan masih menggunakan celana dalam dan alat kelamin tidak bersentuhan secara langsung) dan coitus (hubungan seksual secara langsung). Data yang diperoleh bahwa hampir 10 % remaja sudah pernah melakukan hubungan seks. Penelitian PKBI DI Yogyakarta selama tahun 2001 menunjukkan data angka sebesar 722 kasus kehamilan tidak diinginkan pada remaja. Menurut Fakta HAM 2

2002 data PKBI Pusat menunjukkan 2,3 juta kasus aborsi setiap tahun dimana 15 % diantaranya dilakukan oleh remaja (belum menikah). Faktor penyebab dari perilaku tersebut antara lain yaitu informasi tentang seks yang terbatas, melemahnya nilai-nilai keyakinan terhadap agama serta lemahnya hubungan dengan orang tua(dalam Amrillah, 2005). Penelitian sahabat remaja (dalam, Potret remaja dalam data, 2002) menunjukkan bahwa 3,6% remaja di kota Medan, 8,5% remaja di kota Yogyakarta, 3,4% remaja di kota Surabaya dan 31,1% remaja di kota Kupang telah terlibat melakukan hubungan seks pranikah. Angka-angka tersebut sekaligus menunjukkan seberapa besar remaja terancam penyakit menular HIV, atau AIDS, kehamilan yang tidak diinginkan dan tidak kalah pentingnya adalah tanggung jawab moral yang tidak hanya ditanggung oleh remaja itu sendiri tapi juga keluarga, pendidik, dan masyarakat. Pakar seksologi Nugraha (dalam, Kurang Kesadaran Remaja Tentang HIV/AIDS, 2004) menyatakan bahwa 6-20% remaja di Jakarta pernah melakukan seks pranikah. Hal senada juga ditambahkan oleh Situmorang (dalam, Kesehatan Reproduksi Remaja Penting dan Perlu,2003) yang menyatakan bahwa 27% remaja laki-laki dan 9% remaja perempuan di Medan yang berusia 15-24 tahun mengatakan bahwa mereka sudah pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Suatu fenomena yang menarik adalah bahwa hubungan seksual sebelum nikah justru banyak dilakukan oleh remaja yang berpacaran, meskipun tidak semua remaja berpacaran melakukan hal tersebut, tetapi fakta menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan dan memprihatinkan. Ironisnya, bujukan 3

atau permintaan pacar merupakan motivasi untuk melakukan perilaku seksual dan hal ini menempati posisi keempat setelah rasa ingin tahu, lingkungan keluarga yang negatif bagi remaja, agama atau keimanan yang kurang kuat serta terinspirasi dari film dan media massa (Kosmopolitan dalam Mayasari, 2000). Sarwono (2005) mengemukakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja yaitu yang pertama, hubungan keluarga dimana kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap anak, kurangnya kasih sayang orangtua, banyaknya konflik dalam keluarga dapat memicu munculnya perilaku seksual pranikah. Kedua, Pengaruh penyebaran informasi dan rangsangan melalui media dan teknologi yang canggih sering kali diimitási oleh remaja dalam perilakunya sehari-hari. Ketiga, Adanya kecenderungan yang semakin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat juga memicu perilaku seksual pranikah pada remaja. Keempat, Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu. Kelima, Perbedaan jenis kelamin, dimana remaja laki-laki cenderung mempunyai perilaku seksual yang lebih agresif, terbuka, serta sulit menahan diri dibandingkan remaja perempuan. Keenam, Norma-norma agama dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Norma-norma agama yang berlaku, yang merupakan mekanisme kontrol sosial akan mengurangi kemungkinan seseorang melakukan perilaku seksual diluar batas ketentuan agama. Faturrochman (dalam Rahmawati, 2002) juga menyatakan bahwa sumber utama dari faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah adalah 4

adanya kontrol sosial berupa agama, keluarga, teman dan masyarakat. Individu yang rajin beribadah akan semakin sering menerima pesan-pesan yang melarang hubungan seks sebelum menikah sehingga individu akan cenderung kurang permisif dalam sikap dan perilaku seksual. Hal senada juga dinyatakan oleh Pratiwi (dalam Sinuhaji 2006) yang mengatakan bahwa perilaku seksual remaja disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan, dimana remaja yang memiliki penghayatan yang kuat mengenai nilai-nilai keagamaan, integritas yang baik juga cenderung mampu menampilkan perilaku seksual yang selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari perilaku yang produktif. Menurut Daradjat (1978), keyakinan beragama menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang. Keyakinan itu akan mengawasi segala tindakan, perkataan, bahkan perasaannya, pada saat seseorang tertarik pada sesuatu yang tampaknya menyenangkan, maka keimanannya akan cepat bertindak menimbang dan meneliti apakah hal tersebut boleh atau tidak boleh oleh agamanya. Mangunwijaya (1982) membedakan antara istilah religi atau agama dengan istilah religiusitas. Agama menunjuk pada aspek formal yang berkaitan dengan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban, sedangkan religiusitas menunjuk pada aspek yang telah dihayati oleh individu. Hal ini selaras dengan pendapat Dister (1990) yang mengartikan religiusitas sebagai keberagamaan, yang berarti adanya unsur internalisasi agama itu dalam diri individu. Orang-orang yang mempunyai nilai religiusitas yang tinggi akan selalu mencoba patuh terhadap ajaran-ajaran agama, menjalankan ritual agama, 5

meyakini doktrin-doktrin agama, beramal dan selanjutnya merasakan pengalaman-pengalaman beragama. Pola pergaulan bebas bertentangan dengan agama, oleh karena itulah orang yang mempunyai tingkat religiusitas yang tinggi akan takut melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. Makin tinggi religiusitas remaja, makin dapat pula remaja mengatur perilaku seksual sejalan dengan nilai dan norma yang ada (Jalaludin, 1996). Setiap agama memiliki hukum dan nilai-nilai yang mengatur tentang kehidupan. Keyakinan seseorang terhadap hukum dan nilai-nilai agama tersebut dapat menjadi benteng moral karena nilai-nilai moral yang datang dari agama bersifat tetap dan universal. Individu akan menggunakan pertimbanganpertimbangan berdasarkan nilai-nilai moral yang datang dari agama, dimanapun individu tersebut berada dan pada posisi apapun, ia akan tetap memegang prinsip moral yang telah tertanam (Drajat, 1991). Benteng moral inilah yang akan diterapkan oleh individu tersebut dalam setiap aspek kehidupannya termasuk perilaku seksualnya. Dapat dikatakan apabila remaja dapat mengubah cara berpikir dan merasakan nilai-nilai agama serta kemudian mengamalkannya dalam perilaku terutama perilaku seksualnya, diharapkan dapat menghindari perilaku seksual pranikah. Remaja juga sedang mengalami perbahan pada aspek religius. Menurut teori Piaget bahwa perkembangan kognitif remaja sudah mencapai taraf formal operasional, Taraf ini sudah menjadikan remaja untuk berpikir secara abstrak, teoritik dan kritis sehingga pada masa remaja ada kecenderungan untuk mengubah cara berpikir dan merasakan nilai-nilai agama sesuai dengan taraf perkembangan intelektualnya. Ide dan dasar keyakinan tentang agama yang diterima remaja dari 6

masa kanak-kanak sudah tidak begitu menarik lagi bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul dan membuat remaja mengalami keraguan terhadap ajaran agamanya (Rahmawati, 2002). Sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya beragama islam, dimana jumlah umat Islam Indonesia terbesar dibandingkan dengan jumlah umat Islam di negara lain, maka cukup beralasan untuk melihat bagaimana islam menyikapi perilaku seksual pranikah. Al-qur an sebagai sumber hukum islam menyebutkan bahwa : Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (Al Isra :32). Perilaku seksual pranikah yang biasa disebut zina dalam islam secara nyata dilarang keras, bahkan perbuatan tersebut disetarakan dengan perbuatan keji dan terkutuk. Islam, sebagai salah satu dari lima agama yang diakui di Indonesia, sangat mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan sampai pada permasalahan yang sangat detail. Tujuan syariat islam adalah menjaga kehidupan di dunia agar tidak terjadi kerusakan moral dan ketidakteraturan tatanan sosial, selain itu juga agar manusia hidup dengan aman, tenteram, damai, selamat dunia dan akhirat. Hubungan suami istri yang sah sajalah yang membolehkan terjadinya kontak-kontak yang mengarah kepada birahi. Baik itu sentuhan, pegangan dan juga seks yang di ajarkan dalam islam. Islam bukan hanya agama, tetapi juga suatu landasan hidup, cara hidup dengan seperangkat aturan moral, etika dan nilai-nilai spiritual. Menjadi remaja menurut Furter (dalam Monks, 1994) berarti juga mengerti nilai-nilai, tidak hanya memperoleh pengertian saja melainkan juga dapat menjalankanya. Sejalan dengan 7

taraf perkembangan intelektualnya diharapkan remaja sudah dapat menginternalisasikan penilaian moral, menjadikannya sebagai nilai pribadi sendiri, termasuk nilai dan ajaran agama. Nilai dan ajaran agama tersebut kemudian diamalkan dalam kehiupan sehari-hari termasuk perilaku seksualnya. Perilaku seksual yang sehat menurut Islam adalah perilaku seksual yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam ikatan pernikahan (bukan perzinahan), dan dengan cara-cara yang halal yang bisa mendatangkan kasih sayang dan kebahagiaan bagi keduanya. Allah SWT menciptakan seks sebagai sarana melanjutkan generasi dan memperluas hubungan sosial. Dalam Islam, menjaga kehormatan seks penting, sebab dari proses itu pelestarian keturunan dan pembentukan masyarakat yang sehat dan kuat akan terealisir (Ikhsanuddin, 2002). Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah melihat apakah terdapat hubungan antara religiusitas dengan perilaku seksual pranikah pada remaja yang beragama Islam. 1.B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan antara religiusitas dengan perilaku seksual pranikah pada remaja yang beragama islam. 1.C. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pada ilmu Psikologi khususnya pada bidang Psikologi perkembangan, untuk memperkaya teori-teori 8

Psikologi yang berkaitan dengan hubungan antara religiusitas dan perilaku seksual pranikah pada remaja. 2. Manfaat praktis a. Bagi remaja diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi dasar dalam mengarahkan perilaku remaja khususnya perilaku seksual kearah yang lebih konstruktif dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama dan normanorma yang berlaku di masyarakat. Remaja menjadikan agama sebagai pedoman hidup dalam menentukan tindakan. b. Bagi orang tua hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan yang berarti terhadap pentingnya menanamkan nilai-nilai agama sejak dini pada anak sehingga remaja dapat tumbuh dan berkembang kearah kepribadian yang harmonis dan matang c. Bagi guru dan pihak sekolah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan yang berarti akan pentingnya pendidikan seksual di sekolah agar remaja mendapat informasi yang benar mengenai seksualitas. Selain itu juga sebagai masukan yang berarti akan pentingnya pendidikan agama di sekolah untuk tetap dipertahankan atau lebih ditingkatkan lagi. I.D. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada penelitian ini berisi: BAB I Pendahuluan : berisi uraian singkat mengenai latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. 9

BAB II Landasan Teori : berisi mengenai teori-teori yang mendasari masalah objek penelitian.hubungan antar variabel dan hipotesa. BAB III Metode Penelitian : berisi mengenai identifikasi variabel, definisi operasional, variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur penelitian dan metode analisa data. BAB IV : Analisa dan Interpretasi Data : berisi uraian mengenai gambaran subjek penelitian, hasil penelitian dan deskripsi data penelitian. BAB V : Kesimpulan, Diskusi dan saran berisi: uraian mengenai kesimpulan hasil penelitian, hasil diskusi dan saran metodologis dan praktis. 10