BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi dan disiplin. dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Dalam Undang-Undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama keberhasilan Pembangunan Nasional. Semakin tinggi kualitas

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama keberhasilan Pembangunan Nasional. Semakin tinggi kualitas

BAB I PENDAHULUAN. pengenalan dan penghayatan terhadap Al-asma, Al-husna, serta penciptaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 2 Tahun 2008, Tentang Standar

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda bangsa. Kondisi ini sangat memprihatinkan sekaligus menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. masalah akhlak merupakan salah satu pokok ajaran Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemajuan, pendidikan di madrasah-madrasah juga telah

BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS

BAB I PENDAHULUAN. kependidikan yang berkaitan dengan lainnya, yaitu belajar ( learning) dan. konsep pembelajaran berakar pada pihak pendidik 1.

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga

BAB II KAJIAN TEORI. A. Metode Sosiodrama. 1. Pengertian Metode Sosiodrama. Metode sosiodrama dan bermain peranan merupakan dua buah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penanaman akhlakul karimah, pembiasaan-pembiasaan atau keterampilan peserta

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012,

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang ini, pendidikan berbasis religius merupakan sebuah motivasi hidup sebagai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memecahkan masalah di sekitar lingkungannya. menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.

Bab I. Pendahuluan. yang saling menghormati dan menghargai tidak akan terbentuk jika tidak

BAB I PENDAHULUAN. bermutu, suatu bangsa menyongsong masa depan yang lebih baik. Pendidikan

2. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A)

BAB II PRESTASI BELAJAR AQIDAH AKHLAK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER)

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pendidikan. Hal ini sesuai dengan UU No. 19 Tahun 2005 tentang

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrachman Mas ud dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, hal. 139.

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sebagai suatu segmen kurikulum, strategi pembelajaran, media. pengajaran, dan evaluasi pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. memberi dukungan dan perubahan untuk perkembangan masyarakat, bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Press, 2005), h Syafaruddin, dkk, Manajemen Pembelajaran, Cet.1 (Jakarta: Quantum Teaching, PT. Ciputat

BAB I PENDAHULUAN. terbukti banyak kasus yang menimpa para oknum, atau ORMAS, atau

BAB I PENDAHULUAN. 2005, Hlm, 28

BAB I PENDAHULUAN. melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai. keterampilan-keterampilan pada siswa. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH/SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK)

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik

BAB I PENDAHULUAN. manusia Indonesia, yaitu manusia yang mampu berfikir tinggi dan kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak kalah pentingnya, termasuk di dalamnya belajar Pendidikan

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan pada hakikatnya merupakan kegiatan mendidik, mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. kembali pemikiran kita tentang makna pendidikan itu sendiri. Pendidikan terkait dengan nilai-nilai, mendidik berarti memberikan,

BAB I PENDAHULUAN. rumusan bentuk-bentuk tingkah laku yang akan dimiliki peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkan. Kemungkinan guru dalam menyampaikan materi saat proses

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR PROGRAM PAKET C

BAB I PENDAHULUAN. ini akan dicapai apabila semua terlibat secara aktif baik fisik, mental, maupun

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang menjelaskan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari segi intelektual maupun kemampuan dari segi spiritual. Dari segi

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu ukuran maju mundurnya suatu bangsa. 1. Pendidikan Nasional pada Bab III Pasal 4 menyebutkan bahwa: Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks sehingga sulit dipelajari dengan tuntas. Oleh sebab itu masalah

BAB I PENDAHULUAN. belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja sendiri. 1 Artinya bahwa proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan Landasan, Teori, dan 234 Metafora

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan oleh sebagian besar guru. Apakah hal tesebut dikarenakan guru kurang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik untuk

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perubahan sikap dan perilaku. Perubahan sikap dan perilaku itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. inovatif. Mampu beradaptasi dengan perubahan kehidupan yang sangat cepat.

BAB I PENDAHULUAN. (beribadah) kepada penciptanya. Oleh karena itu Islam memandang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan adalah investasi masa

BAB I PENDAHULUAN. adanya berbagai peraturan perundang-undangan yang disusun guna meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006, hlm. 3.

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Terjemahnya, Diponegoro, Bandung, 2005, hlm. 6.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Hadmin Luande, Nuraedah, dan Nurvita Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako

BAB I PENDAHULUAN Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2003), hlm Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting. Guru tidak hanya dituntut untuk memiliki

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang. Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB IV DAMPAK KEBERADAAN PONDOK PESANTREN DALAM BIDANG SOSIAL, AGAMA DAN PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT TLOGOANYAR DAN SEKITARNYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan

BAB V PEMBAHASAN. 1. Pembelajaran Intrakurikuler yang dilakukan Guru Pendidikan Agama

(Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2009), hlm Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi),

BAB I PENDAHULUAN. 1 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Kencana,

BAB I PENDAHULUAN. Komputer dan Jaringan untuk kelas XI D memiliki kapasitas 36 orang siswa.

BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE KETELADANAN DALAM PEMBELAJARAN AKHLAK DI MADRASAH DINIYAH AWWALIYAH MIFTAHUSSSALAFIYAH LANJI PATEBON KENDAL

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMA, MA, SMALB, SMK DAN MAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di bidang pendidikan merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Hal ini dalam rangka mewujudkan masyarakat yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi dan disiplin dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 1 Dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, peran serta madrasah sangat diperlukan, karena di samping mengajarkan sejumlah bidang ilmu pengetahuan umum, juga diajarkan pula ilmu pengetahuan agama khususnya Pendidikan Agama Islam. Pendidikan Agama Islam di Madrasah Ibtida iyah terdiri dari terdiri atas empat mata pelajaran, yaitu: Al-Qur'an-Hadis, Akidah-Akhlak, Fikih, dan 1 Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), 4 1

2 Sejarah Kebudayaan Islam. Masing-masing mata pelajaran tersebut pada dasarnya saling terkait, isi mengisi dan melengkapi. 2 Aqidah akhlak di lembaga pendidikan merupakan salah satu implementasi dari jiwa pendidikan islam dan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam Pendidikan Agama Islam terutama dalam pendidikan dasar. Hal ini disebabkan karena aqidah akhlak sangat penting untuk dipraktikkan dan dibiasakan sejak dini oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam rangka mengantisipasi dampak negatif era globalisasi dan krisis multidimensional yang melanda bangsa dan Negara Indonesia. 3 Akhlak yang termanifestasikan pada kepribadian seseorang tidak akan sempurna tanpa dilandasi dengan pondasi yang kokoh yaitu berupa aqidah. Dengan pondasi aqidah yang kokoh maka anak tidak akan roboh oleh pengaruh kebudayaan modern yang mampu merusak moral (akhlak) seseorang. Gejala kemerosotan moral dewasa ini sudah sangat mengkhawatirkan. Kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong-menolong dan kasih sayang sudah tertutup oleh penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling merugikan. Banyak terjadi adu domba dan fitnah, menjilat, menipu, mengambil hak orang lain sesuka hati, dan perbuatan-perbuatan maksiat lainnya. 2 Menteri Agama Republik Indonesia, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008, Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab Madrasah Ibtida iyah, (Jakarta, 2008), 18. 3 Menteri Agama Republik Indonesia Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008, Standar Kompetensi Lulusan, 20.

3 Kemerosotan moral yang demikian itu lebih mengkhawatirkan lagi, karena bukan hanya menimpa kalangan orang dewasa dalam berbagai jabatan, kedudukan dan profesinya, melainkan juga telah menimpa pada para pelajar tunas-tunas muda yang diharapkan dapat melanjutkan perjuangan membela kebenaran, keadilan dan perdamaian masa depan. Salah satu upaya yang mungkin dilakukan adalah dengan mengoptimalkan pendidikan moral yaitu pendidikan aqidah akhlak yang diharapkan mampu memberikan konstribusi yang berarti dalam membentuk religius pada diri siswa, yakni terciptanya mental akhlak dan kekuatan aqidah yang kokoh yang teraplikasikan dalam sikap keagamaan di berbagai dimensi kehidupan. Oleh karena itu mata pelajaran aqidah akhlak sangat diharapkan mampu menciptakan anak didik yang memiliki religiusitas yang tinggi, yang beraqidah dan berakhlak mulia, yang mampu mengaplikasikan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari. 4 Pada dasarnya belajar mata pelajaran aqidah akhlak merupakan bagian dari ajaran islam karena di dalamnya akan di pelajari hal- hal yang pokok, seperti masalah aqidah atau keyakinan yang benar dan contoh-contoh akhlak yang terpuji yang harus di miliki, serta akhlak yang tercela yang harus di jauhi dan di tinggalkan. Sedangkan pembelajaran aqidah akhlak di Madrasah Ibtida iyah yakni mempelajari tentang rukun iman yang dikaitkan dengan pengenalan dan 4 Moh. Amin, 10 Induk Akhlak Terpuji (Jakarta: Kalam Mulia, 1997), 17.

4 penghayatan terhadap al-asma' al-husna, serta penciptaan suasana keteladanan dan pembiasaan dalam mengamalkan akhlak terpuji dan adab Islami melalui pemberian contoh-contoh perilaku dan cara mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Secara substansial mata pelajaran Akidah-Akhlak memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktikkan al akhlakul karimah dan adab islami dalam kehidupan seharihari sebagai manifestasi dari keimanannya kepada Allah, malaikat-malaikat-nya, kitab-kitab-nya, rasul-rasul-nya, hari akhir, serta Qada dan Qadar. 5 Berdasarkan fakta di lapangan, terdapat beberapa masalah yang ada di MI Bustanul Ulum Bakalan Jombang. Masalah tersebut timbul dari siswa kelas II yakni tentang hasil belajar siswa kelas II dalam mata pelajaran aqidah akhlak materi akhlak terpuji. Mata pelajaran Aqidah Akhlak di kelas II di anggap kurang membangkitkan minat belajar peserta didik, karena disamping guru sebagai fasilator perserta didik yang kurang profesional, juga metode pengajaran yang digunakan juga belum optimal. Pada kenyataannya, di dalam kelas masih terlihat guru yang berperan aktif dalam pembelajaran. Peserta didik hanya menjadi objek pasif yang mempunyai kewajiban untuk menghafal catatan yang telah di berikan guru dan mencatat apa yang telah dituliskan guru di papan tulis tanpa siswa itu memahami materi yang telah dipelajari. Dalam penyampaiannya, guru masih menggunakan 5 Menteri Agama Republik Indonesia Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008, Standar Kompetensi Lulusan, 20.

5 metode ceramah dimana guru menjelaskan kepada peserta didik sedangkan peserta didik mendengarkannya. Akibatnya, proses pembelajarannya berlangsung tidak menyenangkan dan peserta didik akan cepat bosan. Hal seperti inilah akan berdampak negatif terhadap hasil pembelajaran peserta didik. Perubahan metode pengajaran aqidah akhlak dianggap penting agar pelajaran aqidah akhlak tidak lagi membosankan. 6 Agar pembelajaran aqidah akhlak berhasil dengan baik, metode yang digunakan harus menarik perhatian peserta didik, menyenangkan dan tidak membosankan. Dalam hal ini, untuk mengatasi permasalahan tersebut peneliti menggunakan metode role playing (bermain peran). Alasan peneliti memilih metode role playing karena metode ini merupakan salah satu langkah terciptanya pelajaran yang menarik perhatian peserta didik sehingga peserta didik akan terlihat lebih aktif semua dan di dalam kelas akan terasa menyenangkan bagi peserta didik kemudian dengan menggunakan metode role playing ini tidak akan membuat peserta didik merasa jenuh dengan pembelajaran, peserta didik akan lebih tertarik, aktif dan mereka akan merasa senang serta cukup ketika mendapatkan pembelajaran mata pelajaran aqidah akhlak. Metode role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan yang dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh. Metode ini lebih menekankan terhadap masalah 6 Siti Fatimah, wali Kelas II MI Bustanul Ulum Bakalan Jombang, wawancara pribadi, Jombang 27 Desember 2013

6 yang diangkat dalam pertunjukan, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran. 7 Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan peserta didik dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. 8 Bermain peran yang penulis maksud adalah pelakonan yang dilakukan peserta didik dalam proses belajar agar tidak berkesan mononton dalam proses mengajar untuk mencapai hasil yang lebih baik. Dalam penerapan metode role playing peserta didik lebih ditekankan untuk lebih aktif dalam proses belajar mengajar. Karena pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar aktif. Ketika peserta didik belajar dengan aktif, maka hasil belajar peserta didik akan meningkat. 9 Berdasarkan uraian di atas peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul Penerapan Metode Role Playing Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Aqidah Akhlak Materi Akhlak Terpuji Bagi Siswa Kelas II MI Bustanul Ulum Bakalan Jombang. 7 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana Media Group, 1998), 162 8 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, 164. 9 Melvin L. Silberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif (Bandung: Nusamedia, 2012), 31

7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan metode role playing (bermain peran) pada mata pelajaran Aqidah Akhlaq materi akhlak terpuji pada siswa kelas II MI Bustanul Ulum Bakalan Jombang? 2. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa kelas II setelah diterapkan metode Role Playing (bermain peran) pada mata pelajaran Aqidah Akhlaq di MI Bustanul Ulum Bakalan Jombang? C. Tindakan yang Dipilih Tindakan yang dipilih untuk pemecahan masalah yang dihadapi dalam meningkatkan hasil belajar aqidah akhlaq materi akhlaq terpuji di kelas II MI Bustanul Ulum Bakalan Jombang adalah dengan menggunakan metode role playing (bermain peran). Adapun penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Satu siklusnya terdiri dari 2x35 menit. Dalam satu siklus terdiri dari 4 komponen, yaitu: 1. Perencanaan 2. Tindakan 3. Observasi 4. Refleksi

8 D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan penerapan metode role playing (bermain peran) pada mata pelajaran Aqidah Akhlaq kelas II di MI Bustanul Ulum Bakalan Jombang. 2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar pada siswa kelas II setelah diterapkan metode Role Playing (bermain peran) pada mata pelajaran Aqidah Akhlaq materi akhlaq terpuji di MI Bustanul Ulum Bakalan Sumobito Jombang. E. Lingkup Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, peneliti hanya membahas tentang peningkatan hasil belajar dalam mata pelajaran aqidah akhlak materi akhlak terpuji dengan menggunakan metode role playing pada siswa kelas II MI Bustanul Ulum Bakalan Jombang. Adapun standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator akan dibahas sebagai berikut: 1. Standar Kompetensi : Membiasakan akhlak terpuji 2. Kompetensi Dasar : Membiasakan bersifat jujur, rajin dan percaya diri 3. Indikator : a. Menjelaskan pengertian jujur dan rajin b. Menyebutkan ciri-ciri perilaku jujur dan rajin

9 c. Membiasakan diri berperilaku jujur dan rajin dalam kehidupan seharihari. F. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Akademik ilmiah Penelitian ini dapat dijadikan sebagai karya ilmiah dalam upaya mengembangkan kompetensi penulis serta untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi progam sarjana strata 1 (S1). 2. Manfaat praktis Secara praktis penelitian ini memiliki 3 manfaat: a. Bagi peneliti Menambah ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan tentang bagaimana penggunaan metode role playing ( bermain peran ) sebagai salah satu metode pembelajaran Aqidah Akhlaq. Menjadi motivasi bagi peneliti bahwa proses pembelajaran tidak hanya selalu menggunakan buku pegangan dan papan, tapi masih banyak strategi ataupun metode lain yang dapat digunakan, serta dapat menambah wawasan atau pengetahuan bagi calon guru yang sebentar lagi akan benar-benar terjun ke masyarakat untuk mengabdikan diri dengan ilmu yang dimilikinya.

10 b. Bagi guru 1) Dapat meningkatkan keterampilan dalam penggunaan metode yang tepat dalam proses pembelajaran. 2) Dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan kualitas profesional guru dalam melakukan pembelajaran. 3) Dapat meningkatkan minat untuk melakukan penelitian. 4) Guru mendapatkan pengetahuan baru tentang suatu metode role playing dalam pembelajaran aqidah akhlak sehingga dapat meningkatkan sistem pembelajaran di kelas. 5) Guru dapat mengoreksi kelemahan dan kelebihan sistem pengajarannya selama ini sehingga dapat dijadikan bahan perbaikan. c. Bagi Peserta Didik Peserta didik bisa mendapatkan suasana belajar baru yang lebih menyenangkan sesuai dengan karakteristik mereka yang masih senang bermain-main dan melakukan hal-hal yang mereka suka. Dalam hal ini yaitu bermain. Selain bisa menyegarkan suasana belajar juga akan mempercepat proses transformasi ilmu di dalamnya. Dengan menggunakan metode baru ini diharapkan mengurangi tingkat kejenuhan siswa dalam proses belajar yang selalu sama.