BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR. A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

situasi bencana memberikan pendampingan hukum dan pelayanan (UUPA Pasal 3; Perda Kab. Sleman No.18 Tahun 2013, Pasal 3)

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengatur tetntang pengertian anak berdasarkan umur. Batasan umur seseorang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Wawancara bersama penyidik Unit Pelayanan Perempuan Dan Anak

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCABULAN ANAK (SODOMI) DIBAWAH UMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

MEKANISME PERLINDUNGAN DAN PENANGANAN KEKERASAN TERHADAP ANAK. Grasia Kurniati, S.H, M.H, Wulansari, S.H, M.H. Tim Abdimas Pusat Studi Gender

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK DEPUTI BIDANG PERLINDUNGAN ANAK, KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN (VERKRACHTING)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

BAB II PENGATURAN INCEST DALAM BERBAGAI PERATURAN HUKUM. A. Hubungan Seksual Sedarah (Incest) ditinjau dari Kitab Undang- UndangHukum Pidana(KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa batasan umur sebagai pengertian mengenai anak menurut peraturan

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB III PERANAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK SABAGAI DASAR HUKUM DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN ANAK

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK KANDUNG

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PIDANA CABUL KEPADA ANAK DI BAWAH UMUR

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

[

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

ANCAMAN SANKSI PIDANA UNTUK MENCEGAH TERJADINYA TINDAK PIDANA TERHADAP ANAK 1 Oleh: Ravel Ricksen Lontaan 2

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No c. bahwa Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN ANAK

Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB II. Pengaturan Tentang Tindak Pidana Eksploitasi Anak Dalam. Hukum Positif di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

Institute for Criminal Justice Reform

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

-2- bertanggung jawab atas Pengasuhan Anak, demi terwujudnya perlindungan dan kesejahteraan Anak. Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya se

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB II PERATURAN HUKUM PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL. tindakan yang terlarang dan diancam dengan hukuman pidana.

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG MENGALAMI PENELANTARAN DARI PERSPEKTIF HUKUM NASIONAL INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK. Oleh: Bambang Ali Kusumo Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

Transkripsi:

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pencarian kenikmatan seksual orang dewasa yang berakibat merusak fisik dan psikologis anak dalam hukum pidana Indonesia (KUHP) adalah tindakan yang tercela. Artinya, ada kekuatan normatif yang diciptakan oleh KUHP untuk menghambat libido disalurkan pada objek yang semestinya. 45 Secara normatif, aturan mengenai kekerasan seksual terhadap anak di dalam KUHP diatur sebagai berikut dalam Pasal 287 ayat (1) KUHP, yakni: Barang siapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya, sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya, bahwa umur perempuan itu belum cukup 15 tahun kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa perempuan itu belum masanya untuk dikawin, dihukum penjara selama-lamanya Sembilan tahun. Berdasarkan aturan tersebut diperkirakan oleh KUHP menilai persetubuhan antara orang dewasa dengan anak akan berdampak merusak secara fisik dan psikologis anak. Karena dampak tersebutlah maka tindak pidana tersebut dianggap oleh KUHP sebagai tindak pidana kejahatan dan harus dihukum. Kemudian dalam pasal 287 ayat (2) KUHP, disebutkan bahwa kekerasan seksual terhadap anak termasuk kepada delik aduan, sebagai berikut: 45 Ismantoro Dwi Yuwono, SH, Op.Cit, hlm. 14

Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan kecuali jika umurnya perempuan itu belum 12 tahun atau jika ada salah satu hal yang tersebut pada pasal 291 dan 294. Pada pasal 291 KUHP, ancaman hukuman diperberat menjadi 12 tahun jika mengakibatkan luka parah dan 15 tahun, jika tindak pidana tersebut mengakibatkan kematian. Sedangkan, pada pasal 294 adalah sebagai berikut: Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum dewasa, anak tiri atau anak pungutnya, anak peliharaannya, atau dengan seseorang yang belum dewasa yang dipercayakan padanya untuk ditanggung, dididik atau dijaga, atau dengan bujang atau sebawahannya yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun. Berdasarkan bunyi dari kedua pasal tersebut diatas, dapat dipahami bahwa delik aduan dapat berubah menjadi delik murni (delik yang tanpa permintaan menuntut, Negara akan segera bertidak untuk melakukan pemeriksaan), jika hubungan seksual yang dilakukan orang dewasa dengan anak-anak masuk kategori anak yang berada dibawah usia 12 Tahun. Kemudian, berada di atas usia 12 tahun atau 15 tahun dengan syarat hubungan seksual tersebut menyebabkan luka parah hingga kematian. Dan apabila hubungan seksual tersebut dilakukan oleh orang tua kepada anak kandungnya sendiri, anak tirinya, anak angkatnya, anak asuhnya atau anak yang dipercayakan untul didikan dan dirawat. 46 Secara umum larangan pemerkosaan terhadap kaum perempuan (baik perempuam dewasa dan anak-anak) diatur dalam Pasal 285 KUHP, sebagai berikut: Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa 46 Ibid, hlm. 19.

perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun. Kemudian, dalam KUHP juga mengatur kekerasan seksual yang dilakukan dengan cara membujuk atau merayu agar melakukan sesuatu(berhubungan seksual) tanpa secara paksa atau melalui iming-iming. Mengenai hal tersebut diatur di dalam: Pasal 290 Ayat 3e KUHP, yaitu: Dengan hukuman penjara selamalamanya tujuh tahun dihukum: Barang siapa membujuk (menggoda) seseorang, yaitu diketahui atau patut harus disangkanya, bahwa umur orang itu belum cukup 15 tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa orang itu belum masanya belum kawin, akan melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, atau akan bersetubuh dengan orang lain dengan tiada kawin. Pasal 293 Ayat (1) KUHP, yaitu: Barang siapa dengan mempergunakan hadiah atau perjanjian akan memberi uang atau barang, dengan salah mempergunakan pengaruh yang berkelebih-lebihan yang ada disebabkan oleh perhubungan yang sesungguhnya ada atau dengan tipu, sengaja membujuk orang yang belum dewasa yang tidak bercacat kelakuannya, yang diketahuinya atau patut harus disangkanya, belum dewasa, akan melakukan perbuatan cabul dengan dia atau membiarkan dilakukan perbuatan yang demikian pada dirinya, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun.

Pasal 290 Ayat (2e) KUHP, yaitu: Dengan hukuman penjara selamalamanya tujuh tahun dihukum: barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya bahwa umur orang itu belum cukup 15 tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa orang itu belum masanya untuk dikawin. Kemudian, adanya kekerasan seksual terhadap anak didalam lingkungan rumah tangga, terbagi menjadi dua kategori yakni pemerkosaan suami terhadap istrinya yang masih anak-anak dan pemerkosaan orang tua terhadap anak asuhnya. 47 Yang dilarang dalam KUHP hanyalah menyetubuhinya bukan tentang menikahinya, sebagaimana hal tersebut diatur dalam Pasal 288 Ayat (1), sebagai berikut, Barang siapa bersetubuh dengan isterinya yang diketahuinya atau patut disangkanya, bahwa perempuan itu belum masanya dikawinkan, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun, kalau perbuatan itu berakibat badan perempuan itu mendapat luka. Perbuatan cabul dalam kategori terhadap anak asuhnya diatur dalam Pasal 294 Ayat (1) KUHP, yaitu, Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum dewasa, anak tiri atau anak pungutnya, anak peliharaannya, atau dengan seseorang yang belum dewasa yang dipercayakan padanya untuk ditanggung, dididik, atau dijaga, atau dengan bujang atau orang sebawahnya yang belum dewasa, dihukum dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun. 47 Ibid, Hlm. 29

Kejahatan yang menyebabkan atau mempermudah anak untuk berbuat cabul diatur di dalam Pasal 295 Ayat (1) sub-ayat 1e dan 2e, yaitu: Dihukum: dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun, barang siapa yang dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul yang dikerjakan oleh anaknya, anak tirinya, atau anak angkatnya yang belum dewasa, oleh anak yang dibawah pengawasannya, orang yang belum dewasa yang diserahkan kepadanya, supaya dipelharanya, dididiknya, atau dijaganya atau bujangnya dibawah umur orang yang dibawahnya dengan orang lain ; Dihukum: dengan hukuman penjara selama-lamanya menjadi empat tahun, barang siapa yang dengan sengaja diluar hal-hal yang tersebut pada 1e, menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain yang dikerjakan oleh orang belum dewasa yang diketahuinya atau patut disangkanya, bahwa ia ada belum dewasa. B. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Perbuatan cabul adalah suatu perbuatan yang mutlak melanggar kesusilaan. Perilaku seksual terhadap anak (seksual abuse) merupakan salah satu masalah dalam ruang lingkup penelantaraan anak. Apabila penelantaraan anak dengan segala ekses-eksesnya tidak segera ditangani, maka tidak dapat disangkal lagi akan masa depan bangsa yang suram. Alasan apapun yang menjadikan penyebab anak-anak dalam perilaku seksual adalah perilaku penyimpangan. Perilaku seksual yang melibatkan anak-anak baik untuk tujuan objek seksual maupun untuk komersial, memberikan pengaruh negatif bagi perkembangan jiwa anak.

Dalam Pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam Pasal 3 Undang-undang No 23 Tahun 2002, yaitu: Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hakhak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasaan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Undang-undang No. 23 tahun 2002 menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara. Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun.

Perlindungan anak adalah suatu usaha yang mengadakan kondisi setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. 48 Berbicara tentang hukum perlindungan anak pada hekekatnya adalah bersangkut paut dengan dengan perlindungan melalui sarana hukum untuk mewujudkan kesejahteraaan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi, sehingga dengann demikian anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial. Dalam hal ini pengaturannya terdapat didalam UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang yang khusus memberikan perlindungan terhadap anak adalah UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Undang-undang Perlindungan Anak ). Perlindungan anak dalam Undang-undang Perlindungan Anak segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 49 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak lahir sebagai upaya pemerintah dalam menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia. 50 48 Suparman Marzuki, Pengadilan HAM di Indonesia Melanggengkan Impunity, (Yogyakarta: Erlangga, 2012), hlm. 256. 49 Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Anak 50 Konsideran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Pada hakikatnya, terlaksananya upaya Negara dalam perlindungan anak di wajibkan mampu menjamin tercapainya anak-anak di negeri ini agar mendapatkan perhatian yang besar akan perlindungannya. Dalam hubungannya anak yang dijadikan sebagai korban atas suatu tindak pidana dalam bentuk kekerasan tentu haruslah diberikan perlindungan seutuhnya, secepatnya, dan setepatnya. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dijelaskan bahwa bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak sebagai korbannya beragam jenisnya, mulai dari kekerasan yang mengakibatkan luka fisik, kekerasan yang mengakibatkan luka secara psikiologis(pikiran), serta kekerasan seksual. Mengenai perlindungan anak dalam masalah kekerasan seksual tercantumkan jelas hak anak tersebut agar dilindungi pada pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 dijelaskan pula bahwa Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Negara atau Pemerintah dan masyarakat berkewajiban untuk bertanggung jawab memberikan dukungan, sarana, dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tuanya, wali, atau siapapun berhak mendapat perlindungan dari perlakuan dari bentuk diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, dan ketidakadilan serta perlakuan salah lainnya, termasuk hak dalam memperoleh

perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, dan lain-lain. Hal tersebut merupakan penjelasan singkat dari Pasal 1 Ayat 15 mengenai Perlindungan Anak, dijelaskan bahwa secara singkat, perlindungan anak dari kekerasan seksual merupakan perlindungan secara khusus dimana tercantum bahwa perlindungan tersebut mutlak harus diberikan kepada anak sebagai korban kekerasan fisik dan/atau mental. Sesuai dengan Pasal 1 Angka 12 bahwa Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Hal tersebut diatas berarti menegaskan bahwa oknum-oknum masyarakat hingga aparat penegak hukum beserta dengan Negara itu sendiri berkewajiban untuk turut serta dalam melakukan upaya perlindungan terhadap hak-hak anak tersebut mulai dari keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara. Komitmen pemerintah terhadap perlindungan anak sesungguhnya telah ada sejak berdirinya negara ini. Hal ini bisa dilihat dari Pembukaan UUD 1945, disebutkan bahwa tujuan didirikannya negara ini antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara implisit, kata kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa

didominasi konotasi anak karena mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya dilakukan melalui proses pendidikan. 51 Lalu perlindungan anak juga mengikutsertakan adanya Komisi Perlindungan Anak sebagai instansi yang turut wajib melindungi hak asasi anak-anak tersebut. Hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pada Bagian XI Mengenai Komisi Perlindungan Anak pada Pasal 74 sampai dengan Pasal 76. Dalam Pasal 76 memuat mengenai tugas Komisi Perlindungan Anak, yaitu: 1. Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak; 2. Memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak Perlindungan hukum bagi anak sebagai korban tindak pidana dalam UU Nomor 23 Tahun 2002 tercantum dalam berbagai Pasal berikut yaitu: a. Dalam upaya Perlindungan Anak termasuk sebagai bentuk Perlindungan secara khusus, maka hal tersebut di atur pada Bagian Kelima dari UU No. 23 Tahun 2002 pada Pasal 59 yang mencantumkan bahwa, Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk hlm. 42 51 Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010),

memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. b. Pada Pasal 64 Ayat 3 dicantumkan, bahwa: Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui : 1. upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga; 2. upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi; 3. pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial; dan 4. pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara. c. Pada Pasal 69 mencantumkan bahwa: (1) Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi kekerasan fisik, psikis, dan seksual dilakukan melalui upaya :

1. penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundangundangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan; dan 2. pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi. (2) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). d. Mengenai peran masyarakat dicanntukan dalam Pasal 72, bahwa: (1) Masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan anak. (2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa. e. Pasal 77 yang mencantumkan bahwa: Ayat 2. penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial, Ayat 3. dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). f. Pasal 78 yang mencantumkan bahwa: Setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang

diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, anak korban perdagangan, atau anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, padahal anak tersebut memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). g. Pada Pasal 80 mencantumkan bahwa: (1) Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). (2) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (3) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.

h. Pada Pasal 81 mencantumkan bahwa: (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). (2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain i. Pada Pasal 82 mencantumkan bahwa: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). j. Pada Pasal 88 mencantumkan bahwa: Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana

dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Hak anak merupakan hak yang paling mutlak. Tidak ada satupun halangan yang dapat ditujukan kepada anak untuk membatasi hak untuk berkembang walaupun anak tersebut ternyata mesti harus berurusan dengan perilaku pelanggaran hukum perlindungan terhadap hak-hak anak tidak pernah habis-habisnya menjadi fenomena biasa dalam kehidupan di Indonesia saat ini. C. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak (Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002) Semakin meluas dan maraknya kasus tindak pidana yang melibatkan anak sebagai korban maka semakin mendorong tercapainya kewajiban dalam pemenuhan tugas perlindungan anak beserta perkembangannya. Sebagai implementasinya, Pemerintah kemudian mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang kemudian dilakukan perubahan terhadap beberapa ketentuannya menjadi Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan bukti empiris anak dan perempuan merupakan posisi rentan menjadi korban kekerasan seksual. Dalam hal ini efektivitas Undang-Undang Perlindungan Anak dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban kekerasan seksual dikaitkan dengan faktor-faktor terjadinya kekerasan seksual tersebut. Sejauh ini, ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak yang

menyangkut perlindungan hukum terhadap anak korban perdagangan orang sudah memadai. Namun, belum secara menyeluruh atau efektif penerapannya dilaksanakan dalam masyarakat. Sebagai bagian dari perlindungan dalam tindak pidana yang extreme, maka sudah jelas perlindungan yang diberikan berupa perlindungan khusus. Jaminan perlindungan dan pemenuhan hak anak ini ditandai dalam UUD 1945 dan beberapa ketentuan peraturan perundangundangan baik yang bersifat nasional maupun internasional. Jaminan ini dikuatkan melalui ratifikasi konvensi internasional tentang hak anak, yaitu pengesahan Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of The Child (Konvensi Tentang Hak- Hak Anak). 52 Dalam perkembangan UUPA No. 23 Tahun 2002 menjadi UUPA No. 35 Tahun 2014, mengalami beberapa perubahan-perubahan. Perihal perubahan tersebut dalam bentuk pengurangan, penambahan ataupun penyempurnaan makna. Perubahan-perubahan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang berhubungan dengan anak sebagai korban kekerasan seksual, yaitu: a. Ketentuan Pasal 1 Angka 12, menjadi: Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh Orang Tua, Keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah. b. Ketentuan Pasal 1 Angka 15, menjadi: 52 Penjelasan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang -Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Perlindungan Khusus adalah suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh Anak dalam situasi dan kondisi tertentu untuk mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya. Sebelumnya (pada UU No. 23 Tahun 2002), Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.), dapat disimpulkan bahwa pada UUPA yang baru makna dan tujuan dari perlindungan khusus dipersingkat dan diubah agar dapat mewakili bentuk dan fungsi perlindungan khusus kepada anak dalam aspek dan jenis tindak pidana atau kejahatan yang lebih luas. Sehingga kejahatan-kejahatan atau tindak pidana yang dilakukan terhadap anak diluar dari jenis kejahatan yang disebutkan dalam pasal 1 angka 15 UUPA lama, kini dapat diupayakan perlindungan khusus selama tindakan, kondisi tersebut membahayakan keberadaan anak tersebut. c. Ketentuan Pasal 15 ditambahin 1(satu) yakni ditambahnya huruf f, sehingga berbunyi sebagai berikut: Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:

a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik; b. pelibatan dalam sengketa bersenjata; c. pelibatan dalam kerusuhan sosial; d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur Kekerasan; e. pelibatan dalam peperangan; dan f. kejahatan seksual. d. Ketentuan Pasal 20 diubah sebagai berikut: Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak. Dalam pasal yang mengenai kewajiban siapa yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak, ditambahkan adanya peran Pemerintah Daerah yang turut bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak. e. Ketentuan Pasal 54 diubah dan ditambah penjelasan ayat (1) sehingga berbunyi sebagai berikut: (1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.

(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat. f. Ketentuan Pasal 59 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan Perlindungan Khusus kepada Anak. (2) Perlindungan Khusus kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada: a. Anak dalam situasi darurat; b. Anak yang berhadapan dengan hukum; c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi; d. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual; e. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; f. Anak yang menjadi korban pornografi; g. Anak dengan HIV/AIDS; h. Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan; i. Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis; j. Anak korban kejahatan seksual; k. Anak korban jaringan terorisme; l. Anak Penyandang Disabilitas; m. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran;

n. Anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan o. Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi Orang Tuanya. g. Ditambahkannya satu pasal diantara Pasal 59 dan Pasal 60, yakni Pasal 59A, mengenai Perlindungan Khusus bagi anak dalam upaya: a. penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya; b. pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan; c. pemberian bantuan sosial bagi Anak yang berasal dari Keluarga tidak mampu; dan d. pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan. h. Ketentuan Pasal 69 diubah sebagai berikut: Perlindungan Khusus bagi Anak korban Kekerasan fisik dan/atau psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf i dilakukan melalui upaya: a. penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundangundangan yang melindungi Anak korban tindak Kekerasan; dan b. pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi. i. Ditambahkannya dua pasal di antara Pasal 69 dengan Pasal 70, yaitu dengan adanya Pasal 69A dan Pasal 69B, mengenai Perlindungan Khusus

namun diantara keduanya, pasal yang menyangkut Perlindungan Khusus bagi Anak korban kejahatan seksual ialah Pasal 69A: Pasal 69A sebagai berikut: Perlindungan Khusus bagi Anak korban kejahatan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf j dilakukan melalui upaya: a. edukasi tentang kesehatan reproduksi, nilai agama, dan nilai kesusilaan; b. rehabilitasi sosial; c. pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan; dan d. pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap tingkat pemeriksaan mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai dengan pemeriksaan di sidang pengadilan. e. Mengenai Hak Restitusi diatur dalam Pasal 71D, yaitu: (1) Setiap Anak yang menjadi korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b, huruf d, huruf f, huruf h, huruf i, dan huruf j berhak mengajukan ke pengadilan berupa hak atas restitusi yang menjadi tanggung jawab pelaku kejahatan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah Yang dimaksud dengan restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/atau imateriil yang

diderita korban atau ahli warisnya. Khusus untuk Anak yang berhadapan dengan hukum yang berhak mendapatkan restitusi adalah Anak korban. k. Pasal 74 mengenai Komisi Perlindungan Anak: (1) Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan penyelenggaraan pemenuhan Hak Anak, dengan Undang-Undang ini dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen. (2) Dalam hal diperlukan, Pemerintah Daerah dapat membentuk Komisi Perlindungan Anak Daerah atau lembaga lainnya yang sejenis untuk mendukung pengawasan penyelenggaraan Perlindungan Anak di daerah. l. Penambahan tugas Komisi Perlindungan Anak Indonesia pada Pasal 76 menjadi: a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan Hak Anak; b. memberikan masukan dan usulan dalam perumusan kebijakan tentang penyelenggaraan Perlindungan Anak. c. mengumpulkan data dan informasi mengenai Perlindungan Anak; d. menerima dan melakukan penelaahan atas pengaduan Masyarakat mengenai pelanggaran Hak Anak; e. melakukan mediasi atas sengketa pelanggaran Hak Anak; f. melakukan kerja sama dengan lembaga yang dibentuk Masyarakat di bidang Perlindungan Anak; dan

g. memberikan laporan kepada pihak berwajib tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang ini. m. Ditambahkannya 10 (sepuluh) pasal dari Pasal 76 sehingga adanya Pasal 76A-76J. Kemudian yang merupakan pasal yang berhubungan dengan kekerasan/kejahatan seksual terhadap anak yaitu: Pasal 76D, bahwa: Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Pasal 76E, bahwa: Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. n. Ketentuan Pasal 81 diubah mengenai lama masa tahanan dan lebih besarnya denda yang dikenakan akibat tindak pidana. (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1). o. Ketentuan Pasal 82 diubah menjadi: Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76F dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga mempertegas tentang perlunya pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap Anak, untuk memberikan efek jera, serta mendorong adanya langkah konkret untuk memulihkan kembali fisik, psikis dan sosial Anak korban dan/atau Anak pelaku kejahatan. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mengantisipasi Anak korban dan/atau Anak pelaku kejahatan di kemudian hari tidak menjadi pelaku kejahatan yang sama. 53 53 Penjelasan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang -Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.