BAB V PENUTUP. kesetaraan gender dalam organisasi Muhammadiyah. Kedudukan ini terlihat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. a. Kondisi Lingkungan dan Geografi. Pakualam.Kota Yogyakarta telah terintegrasi dengan sejumlah kawasan

Rancangan Final 8 April 2013

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat.

PEREMPUAN &PEMBANGUNAN DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK

MODEL PENGEMBANGAN KADER PKK SEBAGAI MOTOR PEMBANGUNAN

I. UMUM.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PARTAI POLITIK DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN. PG Tetap PDIP PPP PD PAN PKB PKS BPD PBR PDS

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia

SAMBUTAN KETUA DPR RI PADA ACARA PELANTIKAN PENGURUS KAUKUS PEREMPUAN PARLEMEN REPUBLIK INDONESIA (KPP-RI) Periode

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA. Nomor : 6 Tahun : 2011 Seri : D Nomor : 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA NOMOR 6 TAHUN 2011

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan rakyat harus didasarkan pada kedaulatan rakyat. Pemilu

RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kepemimpinan merupakan satu fungsi manajemen sumber daya manusia yaitu

PROGRAM DAN KEGIATAN KANTOR PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK TAHUN 2014

Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Budiardjo dalam Dewi (2014: 1) menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

KERANGKA ACUAN MENAKAR KEPEMIMPINAN PEREMPUAN TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

AGENDA BESAR PEMBAHASAN PEREMPUAN DAN ISLAM DI INDONESIA

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PENYUSUNAN KEBIJAKAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN KELUARGA TAHUN 2017

OLEH : LILIS SOLEHATI Y (KETUA BKWK DEKOPIN)

KONSEP-KONSEP PENTING KESETARAAN DI TEMPAT KERJA. - Sustaining Competitive and Responsible Enterprises

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 53 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Selanjutnya UU Nomor 32

KERANGKA ACUAN KEGIATAN RAPAT KOORDINASI PUG TINGKAT OPD PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2017

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2001 TENTANG UNIT ORGANISASI DAN TUGAS ESELON I MENTERI NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMBENTUKAN KELOMPOK PENDUKUNG AIR SUSU IBU (ASI) MUHAMMADIYAH KLATEN

Partisipasi kelompok marginal dan perempuan

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERDASARKAN FUNGSI DPRD DI KOTA SEMARANG PERIODE Oleh: Hikmia Rahadini Pradipta

kesehatan, politik, hukum, pendidikan, teknologi dan informasi, keagamaan, dan sebagainya dalam rangka peningkatan kualitas hidup dan kemandirian.

PENGARUSUTAMAAN GENDER DI INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan

PERATURAN ORGANISASI

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam keluarga, dan pola pemikiran yang berbeda. Hal inilah yang secara tidak langsung

BAB V PENUTUP. Kelompok Tani Lestari Indah di Tanjung Laut Indah, Bontang Selatan, Bontang adalah:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah

Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik

BAB IV PENUTUP. Rais sebagai figur pemimpin, politikus, akademisi, tokoh Muhammadiyah,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Lembaga Akademik dan Advokasi Kebijakan dalam Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender Margaretha Hanita

ANGGARAN DASAR BADAN SEMI OTONOM TEKNOLOGI INFORMASI DAN MULTIMEDIA HIMATIKA UNY

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah

Pertanyaan Penelitian & Informan Kunci. Tim 5 Studi Gender

SISTEM MERIT DAN KESETARAAN GENDER JABATAN PIMPINAN TINGGI (JPT)

MEMUTUSKAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

DAFTAR ISI. BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

Perempuan dalam Birokrasi

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

Oleh : LIDYA DEBORA ANIS

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berarti meningkatkan tanggung jawab wanita sebagai pribadi yang mandiri

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya

Perda No. 18 / 2004 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, SOT BAPPEDA dan UPT Bappeda Kabupaten Magelang

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH

DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

Belajar (KB), yaitu: KB1 tentang Evolusi Manajemen Strategis dan KB2 tentang Perkembangan Manajemen Strategis Modern.

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan, serta sosial maupun keharmonisan keluarga.

MENGENALI DAN MEMAHAMI PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN YURNI SATRIA

BUPATI KEBUMEN. Senin, 19 Desember 2016

Ketua Umum mempunyai tugas memimpin penyelenggaraan Partai di tingkat Wilayah.

I. PENDAHULUAN. dalam keluarga dibanding pria. Wanita di mana-mana mencurahkan tenaganya

BAB I PENDAHULUAN. diposisikan pada peran domestik dan reproduksi sangat menghambat

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA CIREBON

PERKADERAN KOHATI DALAM MELAHIRKAN PEMIMPIN PEREMPUAN NASIONAL

III. METODE PENELITIAN

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG

BAB V PENUTUP. pemberian hak pada anak yang tidak mengistimewakan pada jenis kelamin

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dalam penelitian skripsi ini dapat diberikan kesimpulan bahwa kedudukan dari organisasi Aisyiyah Kota Yogyakarta dalam organisasi Muhammadiyah begitu penting guna menjalankan peran kesetaraan gender dalam organisasi Kedudukan ini terlihat pada saat kegiatan atau agenda yang diselenggrakan oleh Kedudukan Aisyiyah Kota Yogyakarta yaitu sebagai mitra dari Muhammadiyah, mitra tersebut tidak hanya ada pada saat kegiatan saja namun pada saat pengambilan keputusan Aisyiyah Kota Yogyakarta merupakan mitra dalam setiap pertimbangan pengambilan keputusan. Sebagai organisasi Otonom khusus Aisyiyah Kota Yogyakarta kedudukan tersbut tentunya akan membantu perempuan Muhammadiyah untuk duduk dalam kepengurusan Adapun pandangan yang berkaitan kesetaraan gender dalam Aisyiyah Kota Yogyakarta adalah dengan pemberian porsi yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam segala aspek kehidupan di Aisyiyah Kota Yogyakarta dan pada kepengurusan Tidak hanya pemberian porsi yang sama, menurut informan Ibu NA pandangan kesetaraan gender dilihat dari agenda atau kegiatan yang diadakan oleh Dalam agenda tersebut perempuan Muhammadiyah mendapatkan kesempatan untuk menjadi 127

128 panitia. Pandangan mengenai kesetaraan gender menurut Aisyiyah Kota Yogyakarta yaitu bagaimana mampu menempatkan porsi yang sesuai untuk dapat berkiprah di berbagai level pada organisasi Program- program yang berkesetaraan gender yang ada pada organisasi Muhammadiyah yaitu dengan pelatihan-pelatihan kepada perempuan Muhammadiyah dalam hal ini Aisyiyah Kota Yogyakarta dengan pendidikan seperti pendidikan politik, HAM, serta kepemimpinan. Disamping itu juga terdapat telaah mengenai PERDA yang berkesetaraan gender untuk memberikan pendidikan serta pemahaman terhadap aturan-aturan yang berkesetaraan gender. Pemberian pendidikan ini dimaksudkan agar perempuan Muhammadiyah dapat terakomodir dalam kepengurusan Peran kesetaraan gender Aisyiyah Kota Yogyakarta dalam organisasi Muhammadiyah terlihat dari segala kegiatan yang dilakukan oleh Pada kegiatan tersebut Aisyiyah Kota Yogyakarta menjadi mitra dalam setiap kegiatan, selain menjadi mitra dari Muhammadiyah dalam setiap kegiatan peran kesetaraan gender juga terlihat saat pengambilan keputusan. saat pengambilan keputusan ini perempuan Muhammadiyah terutama dalam Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Yogyakarta diberikan porsi khusus untuk ikut secara langsung dalam pengambilan keputusan walaupun demikian tidak semua ikut karena hanya melalui perwakilan. Menjadi bagian

129 dari pengurus Muhammadiyah Kota Yogyakarta juga merupakan bagian dari peran kesetaraan gender. Ada beberapa Faktor pendukung dan penghambat peran kesetaraan gender Aisyiyah dalam organisasi Muhammadiyah, dapat ditinjau sebagai berikut: a. Faktor pendukung peran kesetaraan gender Aisyiyah Kota Yogyakarta dalam organisasi Muhammadiyah adalah dimana perempuan dilibatkan dalam setiap agenda Muhammadiyah, baik itu dalam jabatan struktural maupun dalam kepanitiaan agenda Kemampuan manajerial organisasi termasuk dalam faktor pendukung perempuan Kemampuan manajerial tersebut memudahkan bagi perempuan Muhammadiyah untuk masuk menjadi pengurus b. Faktor penghambat peran kesetaraan gender Aisyiyah Kota Yogyakarta dalam organisasi Muhammadiyah yaitu masih adanya perempuan Muhammadiyah yang membatasi diri untuk tampil sebagai pemimpin dalam organisasi Membatasi diri yang dimaksudkan adalah perempuan Muhammadiyah memberikan kesempatan kepada lakilaki untuk tampil sebagai pemimpin, selain itu adalah kurangnya percaya diri untuk duduk dalam struktur organisasi Muhammadiyah Kota Yogyakarta.

130 Timbulnya faktor penghambat dalam peran kesetaraan gender Aisyiyah Kota Yogyakarta, maka melahirkan adanya solusi untuk menjembatani antara Aisyiyah Kota Yogyakarta dengan Muhammadiyah untuk memaksimalkan kesetaraan gender antara keduanya. Solusi yang dilakukan adalah dengan memberikan peluang kepada Aisyiyah baik itu kepada anggota maupun kader yang akan memaksimalkan perannya di Pemberian peluang tersebut dengan cara memadukan program- program yang ada. Selain itu, dengan pendidikan HAM, pendidikan Politik, serta kepemimpinan juga merupakan solusi untuk faktor yang penghambat. Pendidikan tersebut diberikan agar perempuan bisa menjalankan perannya secara aktif di organisasi Muhammadiyah dan sektor publik lainnya. B. Saran Dalam melakukan dan menyelesaikan penelitian ini, adapun beberapa saran yang dapat dipergunakan bagi pembaca dalam memberikan tambahan ilmu. Saran ini diambil dari hambatan yang dialami Aisyiyah Kota Yogyakarta dalam kesetaraan gender. Saran adalah sebagai berikut: 1. Untuk Muhammadiyah Kota Yogyakarta a. Memberikan peluang kepada perempuan Muhammadiyah dalam hal ini Aisyiyah Kota Yogyakarta untuk memaksimalkan perannya didalam kepengurusan b. Melakukan sinergi antara Aisyiyah dan Muhammadiyah terkait dengan program- program yang berkesetaraan gender.

131 c. Seyogyanya anggota Muhammadiyah meluaskan peranannya dengan cara mengikutsertakan perempuan dalam setiap kegiatan d. Kebijakan-kebijakan yang mencerminkan kesetaraan gender dalam organisasi Muhammadiyah yang jelas batasan serta penjabarannya agar peran Aisyiyah Kota Yogyakarta di Muhammadiyah menjadi optimal. e. Lebih banyak mengakomodir peran perempuan untuk berkecimpung dalam kepengurusan 2. Untuk Aisyiyah Kota Yogyakarta a. Terus berupaya untuk berperan secara aktif dalam organisasi Muhammadiyah yaitu dengan cara ikut menjadi bagian dari Muhammadiyah di berbagai level. b. Bersama-sama dengan Muhammadiyah untuk membangun kehidupan yang lebih baik melalui kegiatan dakwah, pendidikan, serta sosial kemasyarakatan. c. Memberikan pendidikan HAM, kesetaraan gender, dan lain-lain untuk para anggota dan kader Aisyiyah Kota Yogyakarta agar mereka mempunyai kapabilitas dalam mengambil keputusan secara makro.