BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. A. Kontribusi Pangan Terhadap Laju Inflasi Di Indonesia

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

BAB I. PENDAHULUAN A.

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pangan adalah kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1984 Indonesia telah dapat berswaswembada beras. Namun, akhir-akhir ini

JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN

I. PENDAHULUAN. sebagai penyedia pangan yang cukup bagi penduduknya dan pendukung

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah sangat luas. Selain itu

KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN

A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

KAJIAN KEMUNGKINAN KEMBALI KE KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH, KENAIKAN HARGA GABAH DAN TARIF TAHUN 2007

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PROSPEK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN HARGA PEMBELIAN PEMERINTAH (HPP) MULTIKUALITAS GABAH DAN BERAS DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Kedaulatan pangan adalah konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal.

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

I PENDAHULUAN. [Diakses Tanggal 28 Desember 2009]

I. PENDAHULUAN. umumnya, khususnya sebagai sumber penyediaan energi dan protein. Neraca

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROSPEK TANAMAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. rakyat secara merata dan adil, penyediaan pangan dan gizi yang cukup memadai

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sangat tinggi. Menurut Amang

BERITA RESMI STATISTIK

I. PENDAHULUAN. produktivitas dan kualitas hasil pertanian antara lain adalah pupuk.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SISTEM INFORMASI PASAR DAN MONITORING HARGA BERAS DI INDONESIA

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 927, ,10

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan ketahanan pangan adalah beras. Hal ini karena beras

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, artinya sektor pertanian memegang peranan penting dalam tatanan pembangunan nasional. Peran yang diberikan sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang devisa negara dari sektor non migas, membuka kesempatan kerja. Besarnya jumlah penduduk yang masih bergantung pada sektor ini menunjukkan bahwa di masa mendatang sektor ini masih perlu ditingkatkan (Noor, 1996). Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah yang memiliki potensi pertanian cukup besar dan sebagai lumbung pangan di wilayah Sumatera Bagian Barat. Hal ini dikarenakan agroklimat, sumber daya alam dan budaya serta masyarakatnya sebagian besar bekerja di sektor pertanian khususnya tanaman pangan. Disamping letak geografisnya yang sangat strategis, Provinsi Sumatera Utara menjadi salah satu potensi lokasi pemasaran produk-produk hasil pertanian. Dalam perkembangannya sektor pertanian memberikan dampak positif dan keuntungan bagi masyarakat dan negara. Selain itu di dalam sektor pertanian itu sendiri terdapat persoalan-persoalan. Persoalan itu ditimbulkan oleh banyak faktor. Persoalan yang ada tidak hanya berlangsung dalam waktu dekat saja tetapi juga sering kali berkepanjangan. Dan bahkan persoalan yang sama selalu terjadi tiap tahunnya. Persoalan klasik pada komoditas beras berpangkal pada dua tujuan yang harus dicapai sekaligus tetapi terkadang cenderung bertolak belakang, yaitu mempertahankan harga yang layak di tingkat produsen namun pada saat yang sama juga tidak terlalu memberatkan konsumen. Persoalan bertambah pelik karena komoditas ini ditanam secara serentak pada musim tertentu,

sehingga berlebihnya pasokan pada saat panen dan langkanya pasokan pada saat paceklik menjadi fenomena rutin setiap tahun (Jamal et al, 2008). Harga adalah sinyal dari pasar yang menunjukkan tingkat kelangkaan produk secara relatif, harga tinggi cenderung mengurangi konsumsi dan mendorong produksi (Eachern, 2001). Mengingat kenaikan harga jual beras mengakibatkan penurunan terhadap konsumsi beras. Sesuai dengan hukum permintaan, semakin tinggi harga yang ditawarkan maka jumlah permintaan akan semakin berkurang. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi. Penduduk Indonesia pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 241 juta jiwa. Pada tahun 2011, data BKP menunjukkan bahwa tingkat konsumsi beras terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir ini sekitar 1,89 persen per tahun yaitu dari 139,5 kg/kapita pada tahun 2009 turun menjadi 136,85 kg/kapita pada tahun 2010 dan terus mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 134,24 kg/kapita. Dengan berkurangnya konsumsi beras di masyarakat maka ketahanan pangan akan terwujud. Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia. Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling tinggi. Oleh karena itu inflasi nasional sangat dipengaruhi oleh perubahan harga beras. Beras mempunyai peran yang strategis dalam memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan/stabilitasi politik nasional (Suryana et al, 2001). Menurut Timmer (1975) menyimpulkan bahwa di pulau Jawa 31

persen dari biaya hidup penduduknya dikeluarkan untuk mengkonsumsi beras dan sebagai barang upah. Dua hal ini menjadikan beras sebagai salah satu cost push inflation faktor. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ditinjau dari banyak segi beras tetap merupakan komoditas yang sangat strategis bagi bangsa Indonesia, bahkan Amang dan Sawit (1999) menyatakan bahwa beras merupakan komoditi yang unik tidak saja bagi bangsa Indonesia tapi juga sebagian besar negara-negara di Asia. Dari sisi produksi, perhatian pemerintah terhadap produksi komoditas tanaman pangan khusunya produksi padi nasional sudah lebih dari 50 tahun dengan melakukan berbagai program peningkatan produksi dimulai dengan adanya program Bimas, Insus dan Supra Insus. Upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah pada bidang produksi hingga saat ini adalah dengan intervensi harga melalui kebijakan harga output dan kebijakan harga input sejak tahun 1969. Kebijakan harga tersebut selain untuk memotivasi petani dalam berproduksi juga untuk meningkatkan pendapatan petani dengan menetapkan Harga Dasar Gabah (Jamal et al, 2008). Industri padi adalah industri primer yang terus didorong pengembangannya oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan harga dan non harga. Namun di pihak lain, industri beras khususnya industri penggilingan padi belum kokoh dalam mendukung industri primer karena minimnya dukungan pemerintah. Hal inilah yang telah memengaruhi kualitas, harga, dan daya saing beras Indonesia. Kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) dengan kualitas tunggal yang diterapkan selama 41 tahun berdampak negatif terhadap daya saing gabah/beras nasional. Pemerintah perlu segera mengoreksi kebijakan HPP beras

dari kualitas tunggal menjadi multikualitas. Kebijakan HPP multikualitas telah lazim diterapkan di sejumlah Negara penghasil padi di Asia. Kebijakan ini akan berdampak positif terhadap upaya peningkatan volume pengadaan beras/gabah dalam negeri oleh Bulog, dan dalam waktu bersamaan akan memperbaiki kualitas pengadaan beras dan penyalurannya, serta harga yang diterima produsen (Sawit, 2010). Pada dasarnya kebijakan harga dasar gabah yang ditetapkan pemerintah sejak tahun 1969 (MT 1969/70), yang pada awalnya pendekatannya menggunakan Rumus Tani, dengan ketentuan dimana 1 kg padi = 1 kg pupuk urea (Amang dan Sawit, 1999) dan sekarang menjadi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) adalah untuk menjaga petani bisa menikmati harga yang wajar. Lebih lanjut, kebijakan ini bertujuan agar produksi gabah/beras terus meningkat sehingga ketahanan pangan, khususnya beras baik di tingkat rumah tangga petani maupun nasional menjadi lebih mantap. Ketidakstabilan persediaan pangan dan atau berfluktuasinya harga pangan utama (terutama beras) di Indonesia telah terbukti dapat memicu munculnya kerusuhan nasional yang mengarah pada tindak kriminal (Rachman et al, 2002). Penetapan harga dasar ditentukan oleh berbagai variabel dan formula. Formula yang dipakai berubah dari waktu ke waktu. Awalnya harga dasar mengacu pada rumus tani, yaitu harga per kilogram gabah kering simpan (GKS) sama dengan harga per kilogram urea. Sejak awal 1990-an, harga dasar ditetapkan dengan mempertimbangkan biaya produksi, tingkat inflasi, dan harga beras di pasar internasional. Harga beras luar negeri dipakai sebagai patokan biaya oportunitas dan efisiensi pada industri beras nasional (Sawit, 2010).

Namun sejak tahun 2009, kelihatannya penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) tidak lagi merujuk kepada harga beras internasional, tetapi sepenuhnya ditentukan oleh ongkos produksi yang cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya harga sarana produksi terutama pupuk, bahan bakar minyak (BBM) dan upah tenaga kerja. Akibatnya harga pembelian beras pemerintah pada tahun 2009 menjadi lebih tinggi (US$508/ton) dibandingkan dengan harga beras internasional dengan kualitas yang sama US$ 384/ton dengan (FOB Vietnam 25%). Pada tahun 2010, pemerintah kembali menaikkan HPP sebesar 10% dan menyebabkan menurunnya daya saing beras berkualitas medium yang dihasilkan Indonesia (Sawit, 2010). Kebijakan harga dasar gabah tergolong sangat penting dan masih tetap dipertahankan sampai sekarang. Harga dasar gabah ditetapkan pemerintah secara rasional dengan memperhatikan beberapa faktor, terutama tingkat keuntungan usahatani padi yang layak dan harga beras kualitas medium di pasar luar negeri (Bangkok) yang mencerminkan harga efisien (Sudaryanto et al, 1999) Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan (2011), mengatakan kebijakan pemerintah yang menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) baik untuk gabah maupun beras, secara tidak langsung dapat mendorong kenaikan harga beras di pasar. Dengan HPP naik, petani secara psikologis berharap menjual gabah atau beras dengan harga lebih tinggi. Pedagang membayar lebih mahal, sehingga harga jual beras naik. Kenaikan harga dapat memicu inflasi. Kenaikan harga beras melalui HPP tidak menjadi soal sepanjang dinikmati petani dan terjangkau masyarakat.

Kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) bertujuan agar petani padi menerima harga gabah yang layak, sehingga mereka menerima insentif untuk meningkatkan produktivitas. Penetapan HPP tersebut berdasarkan pertimbangan agar petani dapat menerima marjin keuntungan minimal 28 persen dari harga yang diterima. Marjin keuntungan tersebut dapat dipandang sebagai insentif yang diberikan oleh pemerintah kepada petani untuk meningkatkan produktivitas. (Suryana dan Hermanto, 2003). Kebijakan harga yang ditetapkan pemerintah digunakan sebagai faktor pendorong bagi peningkatan produksi padi, namun secara statistik HPP gabah tidak mempengaruhi produksi padi, pengaruh yang nyata terhadap produksi adalah harga yang diterima petani. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan harga secara langsung tidak menjadi pemacu peningkatan produksi, akan tetapi memacu peningkatan harga di tingkat petani. Oleh karena itu, keberhasilan peningkatan produksi padi lebih ditentukan oleh harga yang diterima petani dibandingkan dengan kebijakan harga. Oleh karena itu perlu memperhatikan perubahan harga di petani dalam mengambil suatu keputusan yang berkenaan dengan prose produksi (Jamal et al, 2008). Pemerintah mampu mengimplementasikan kebijakan HPP karena adanya Bulog sebagai lembaga pelaksananya. Lembaga BUMN ini membeli gabah atau beras 2-3 juta ton/tahun atau 6-8 persen dari total produksi beras nasional. Pengadaan beras atau gabah setara beras pada musim panen raya dapat mencapai 66 persen, musim panen gadu 30 persen, dan hanya 4 persen pada musim panen paceklik (Sawit, 2010).

Pengalaman dari negara produsen di Asia memberikan keyakinan bahwa hampir tidak ditemui lagi penetapan harga dasar atau HPP dengan kualitas tunggal atau medium yang berlaku sepanjang tahun. Mereka menetapkan tingkat harga dasar atau HPP yang berbeda karena perbedaan kualitas beras, yaitu menurut butir patah, musim panen, dan varietas seperti yang dilaporkan oleh FAO (FAO, 2008). Indonesia harus mengimplementasikan kebijakan harga multikualitas dengan kombinasi kriteria sebagai berikut: (1) perbedaan kualitas beras menurut butir patah, yaitu beras patah 5% atau 25%, tanpa butir menir; (2) perbedaan musim panen, yaitu musim hujan atau musim kemarau; dan (3) perbedaan varietas, yaitu varietas unggul atau varietas lokal/aromatik. Tingkat HPP untuk beras dengan butir patah 5%, dipanen pada musim kemarau, dan dari varietas lokal/ aromatik ditetapkan lebih tinggi dibandingkan dengan beras berkualitas medium (Sawit, 2010). Sejak zaman kemerdekaan sampai saat ini, pembangunan di bidang pertanian dalam arti luas (pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan) serta pembangunan di bidang kesehatan dan gizi selalu menjadi agenda setiap pemerintahan di Indonesia. Pembangunan di berbagai sektor tersebut pada hakekatnya merupakan faktor kunci dalam pembangunan ketahanan pangan dan gizi di Indonesia. Ketahanan pangan dan perbaikan gizi selalu menjadi bagian dari kebijakan pembangunan nasional, bahkan pada Repelita III pembangunan di bidang pangan dan gizi dituangkan dalam satu bab tersendiri.

1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana perkembangan harga aktual GKP dan beras setelah penetapan HPP dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 di Provinsi Sumatera Utara? 2. Bagaimana dampak Harga Pembelian Pemerintah (HPP) beras terhadap harga jual beras? 3. Bagaimana dampak Harga Pembelian Pemerintah (HPP) beras terhadap konsumsi beras? 4. Bagaimana kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) beras agar dapat menguntungkan produsen dan konsumen? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian adalah untuk : 1. Untuk menganalisis perbedaan peningkatan harga aktual GKP dan beras setelah penetapan HPP dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 di Provinsi Sumatera Utara. 2. Untuk mengevaluasi dampak Harga Pembelian Pemerintah (HPP) beras terhadap harga jual beras. 3. Untuk mengevaluasi dampak Harga Pembelian Pemerintah (HPP) beras terhadap konsumsi beras. 4. Merumuskan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) beras untuk menguntungkan produsen dan konsumen.

1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa yang melakukan penelitian; 2. Sebagai bahan informasi bagi petani untuk meningkatkan kesejahteraan petani beserta keluarganya; 3. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah baik pusat maupun daerah dalam membuat suatu kebijakan tentang hpp beras yang layak; 4. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.